You are on page 1of 59

PENGARUH INISIASI MENYUSU DINI TERHADAP PERDARAHAN POST PARTUM DI KLINIK BERSALIN TANJUNG DELITUA DAN KLINIK BERSALIN

KURNIA DELITUA TAHUN 2012

PUTRI AYU YESSY ARIESCHA 115102029

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV KEBIDANAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap perdarahan post partum di klinik bersalin Tanjung Delitua Tahun 2012. Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah masih jauh dari sempurna baik dari isi maupun susunan bahasa, akan tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu peneliti mengharapkan adanya masukan dan saran untuk perbaikan di masa datang. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yaitu: 1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 2. Nur Asnah Sitohang, S,Kep.Ns,M.Kep. selaku Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 3. Farida Linda Sari, S.Kep. Ns.,M.Kep. selaku dosen pembimbing dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. 5. Pemilik klinik bersalin Tanjung Delitua yang telah memebrikan izin kepada penelitian di klinik tersebut, serta membantu peneliti dalam melakukan penelitian dalam Karya Tulis Ilmiah ini
i

6. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi ibunda Hj.Hariati,M.Pd dan ayahanda Zulchaidir yang selalu memberi doa dan kasih sayang serta dukungan baik moral maupun materi kepada peneliti sampai selesainya penulisan karya Tulis Ilmiah ini. 7. Teman- teman satu bimbingan yang selalu bersama dalam suka dan duka selama menyelesaikan karya tulis ilmiah. 8. Teman- teman D-IV Bidan Pendidik USU yang telah memberikan dukungan, serta semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 9. Dan semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan, semoga mendapat anugrah dari Allah SWT, Amin.

Medan,

Januari 2011 Peneliti,

( Putri Ayu Yessy Ariescha )

ii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii DAFTAR SKEMA ............................................................................................. v DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ................................................................................... 1 B. Perumusan masalah ........................................................................... 4 C. Tujuan penelitian ............................................................................... 4 1. Tujuan umum ............................................................................... 4 2. Tujuan khusus .............................................................................. 4 D. Manfaat penelitian ............................................................................. 5 1. Bagi pelayanan ....................................................................... 5 2. Bagi institusi ........................................................................... 5 3. Bagi penelitian selanjutnya ..................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inisiasi menyusu Dini (IMD) ............................................................. 7 1. Defenisi ........................................................................................ 7
iii

2. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini ..................................................... 10 3. Tahapan Inisiasi Menyusu Dini .................................................... 18 4. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini ............................................... 19 5. Peran bidan dalam Inisiasi Menyusu Dini ..................................... 20 6. Penghambat Inisiasi menyusu Dini .............................................. 22 B. Perdarahan post partum..................................................................... 24 1. Definisi ....................................................................................... 24 2. Klasifikasi perdarahan post partum ............................................... 25 3. Gejala klinis ................................................................................. 25 4. Diagnosis ..................................................................................... 26 5. Komplikasi perdarahan post partum ............................................. 29 6. Penanganan perdarahan post partum ............................................ 29 BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep .............................................................................. 41 B. Hipotesis ........................................................................................... 41 C. Defenisi Operasiosional ..................................................................... 42 BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ............................................................................... 43 B. Populasi dan Sampel.......................................................................... 44 C. Tempat Penelitian .............................................................................. 44 D. Waktu Penelitian ............................................................................... 45 E. Etika Penelitian ................................................................................. 45 F. Alat Pengumpulan Data ..................................................................... 46 G. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 46 H. Analisis Data ..................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... viii LAMPIRAN

iv

DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Kerangka konsep pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap perdarahan post partum ................................................................................................................ 41 Skema 2 : Keragka desain penelitian quai eksperimen yang bersifat two group post test pada kelompok control dan kelompok intervensi.................................................. 43

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Tabel defenisi operasional ..................................................................... 42

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3

: Format data demografi responden : Format observasi Inisiasi Menyusu Dini dan Perdarahan Post partum :Surat permohonan untuk bersedia menjadi responden kelompok intervensi dan kelompok control.

Lampiran 4

: Protap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini

vii

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati dan Diah wulandari. (2008). Asuhan Kebidanan Nifas. Jokjakarta : Mitra Cendikia. Arikunto, Suharsimi. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Bobak dkk. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC. Halaman 663. Cunningham FG. et all. (2006). Obstetri William. Volume 1. Edisi 2. Jakarta : EGC. Halaman 704. Derek Liewellyns & Jones. (2002). Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates. JNPK KR. (2008). Buku Acuan dan Panduan Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta. Marsahall, Klaus. (1998). Mother and Infant : Early Emotional Ties. Pediatrics. Volume 102 : 1224. Retrivied 18 September 2008. From American Academy of Pediatric. Matson Susan & Judy E. Smith. (2004). Maternal Newborn Nursing. Halaman 636. Mitayani. (2005). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Saumba Medika. Notoadmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

viii

Oxorn, H, Forte, W.R. (2010). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medika. Rahmaningtyas, dkk. (2010, July). Perbedaan kekuatan kontraksi uterus pada ibu post partum antara sebelum dan sesudah melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Suara Forikes. Volume 1. No.3, halaman 205-209. Roesli, Utami. (2008). Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta : Pustaka Bunda. Shane, Barbara. ( 2008, Juni). Mencegah perdahan pasca persalinan dan menangani persalinan kala III. Out Look, Volume 19, Halaman 2-7. Retrivied 23 Desember, From : http : // www.path.org/resources/pub-outlook.htm. Sinclair, Constance. (2009). Buku saku kebidanan. Jakarta : EGC. Varney, H.S. (2007). Buku ajar asuhan kebidanan. Edisi 4. Jakarta : EGC. Yulianingsih dan Anik Maryunani. (2009). Asuhan kegawatdaruratan dalam kebidanan. Jakarta : TIM.

ix

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Mortalitas dan mordibitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar bagi negara-negara berkembang. Di negara miskin sekitar 20 40 % kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Menurut data statistik yang dikeluarkan WHO sebagai badan PBB yang menangani masalah bidang kesehatan, tercatat angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di dunia mencapai 515.000 jiwa setiap tahun. (WHO, 2008) Angka kematian ibu (AKI) Indonesia masih tinggi di ASEAN. Pada tahun 2003 Angka kematian ibu di Indonesia yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2004 yaitu 240 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2005 yaitu 262 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2006 yaitu 255 per 100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2007 yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup. Target Millenium Development Goals (MDG) angka kematian ibu di Indonesia tahun 2015 harus mencapai 125 per 100.000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian ibu ini disebabkan oleh berbagai penyebab yang kompleks yaitu sosial, ekonomi, budaya, tingkat pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan dan gender.( SDKI, 2007 ).

Gambaran mengenai Angka Kematian Ibu (AKI) di provinsi Sumatera Utara dalam enam tahun terakhir menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 360 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2002, menjadi 345 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2003, 330 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2004, 320 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2005, 315 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2006, 275 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2007.(Dinkes Provsu, 2008) Kejadian kematian ibu paling banyak adalah pada waktu bersalin sebesar 50,09% , kemudian disusul pada waktu nifas sebesar 30,58 % , dan pada waktu hamil sebesar 19,33 %. Dan penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 45.2 %, eklamsi 12,9 % , komplikasi aborsi 11,1% , sepsis post partum 9,6 % , persalinan lama 6,5 % , anemia 1,6 %, dan penyebab kematian tidak langsung sebesar 14,1 %. ( WHO, 2008 ) Berdasarkan penelitian, diperoleh informasi bahwa angka kematian ibu di Indonesia karena perdarahan post partum mempunyai peringkat yang tinggi. Salah satu penyebab perdarahannya adalah atonia uteri 60%, plasenta rest 24 %, retensio plasenta 17 %, laserasi jalan lahir 5%, dan kelainan darah 0,8%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Maryunani, 2009) Protocol evidence based yang baru, telah diperbarui oleh WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama menyatakan bahwa bayi harus mendapat kontak kulit ke kulit dengan ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam, bayi dibiarkan untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Fenomena tersebut diperjelas oleh tema pekan ASI 2007

(World Breastfeeding Week) bahwa menyusu pada 1 jam pertama menyelamatkan lebih dari 1 juta bayi. (Ambarwati, 2008) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam istilah asing Early Initiation adalah memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk menyusu sendiri pada ibunya dalam 1 jam pertama kelahirannnya. Melalui sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada puting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormone oksitosin yang penting. Selain itu gerakan kaki bayi pada saat merangkak di perut ibu akan membantu masasage uterus untuk merangsang kontraksi uterus. (Roesly, 2008). Efek hormone oksitosin secara bersamaan memacu sel-sel miometrium pada uterus sehingga terjadi kontraksi uterus dan refleks aliran ini disebut dengan Letdown Refleks. (Sinclair, 2009). Oksitosin akan menyebabkan uterus berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi terjadinya perdarahan post partum. Oksitosin juga akan merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi lebih tenang, rileks, euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai bayinya.(Roesly,2008) Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan penatalaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap resiko perdarahan post partum di Klinik Tanjung Delitua Deli Serdang dan Klinik Bersalin Loly Medan. Hasil survey yang peneliti lakukan di Klinik Bersalin Tanjung, klinik Tanjung adalah klinik bidan praktik swasta yang menerapkan Asuhan Persalinan Normal (APN) yang menjadi acuan pertolongan persalinan normal dan menerapkan teknik Insiasi Menyusu Dini (IMD) sehingga memudahkan peneliti dalam pengambilan sampel pada ibu bersalin normal dengan IMD sebagai kelompok intervensi. Sedangkan Klinik Bersalin Kurnia adalah

klinik bersalin yang belum menerapkan teknik Inisiasi Menyusu Dini pada bayi baru lahir, sehingga peneliti melakukan penelitian di klinik tersebut untuk pengambilan sampel sebagai kelompok kontrol. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dirumuskan permasalahan yaitu : Adakah pengaruh pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap perdarahan post partum di Klinik bersalin Tanjung Delitua dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua Tahun 2012 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh Inisiasi Menyusu Dini dengan perdarahan post partum di Klinik Bersalin Tanjung Delitua dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua tahun 2012. 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi jumlah perdarahan post partum setelah dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Klinik Bersalin Tanjung. b. Mengidentifikasi jumlah perdarahan pada ibu post partum yang tidak dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Klinik Bersalin Kurnia c. Membandingkan jumlah perdarahan pada ibu post partum yang dilakukan IMD di Klinik Bersalin Tanjung dan jumlah perdarahan pada ibu post partum yang tidak dilakukan IMD di Klinik Bersalin Kurnia. d. Memperoleh informasi ada atau tidak ada pengaruh pelaksanaan IMD terhadap perdarahan post partum.

D.

Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat atau pasien dan setiap petugas kesehatan khususnya bidan yang terlibat dalam pemberian asuhan kebidanan pada persalinan dengan melakukan Inisiasi Menyusu Dini. Manfaat tersebut dapat meliputi manfaat bagi pelayanan, manfaat bagi bidang akademik, dan manfaat dari penelitian selanjutnya. 1. Manfaat bagi pelayanan Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi bidan yang melakukan pertolongan persalinan normal agar melakukan penatalaksanaan inisiasi menyusu dini untuk menurunkan perdarahan post partum yang merupakan penyebab tertinggi Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia bahkan di dunia. 2. Bagi Institusi a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah informasi, pengembangan ilmu dan referensi perpustakaan, sehingga dapat dijadikan bahan bacaan bagi mahasiswa. b. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan informasi tentang IMD untuk mengurangi perdarahan post partum bagi staf akademik dan mahasiswa kebidanan dalam rangka pengembangan proses belajar mengajar. 3. Bagi penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengaruh IMD terhadap perdarahan post partum.

4. Bagi masyarakat atau pasien Hasil penelitan ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat ataupun pasien tentang pelaksanaan IMD pada saat proses persalinan untuk mengurangi resiko terjadinya perdarahan postpartum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 1. Defenisi Inisiasi menyusu dini (IMD) dalam istilah asing Early Initiation adalah memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk menyusu sendiri pada ibunya dalam I jam pertama. Inisiasi Menyusu Dini disebut sebagai tahap keempat persalinan yaitu tepat setelah persalinan sampai 1 jam setelah persalinan, meletakkan bayi baru lahir dengan menengkurapkan bayi yang sudah dikeringkan tubuhnya namun belum dibersihkan dan tidak dibungkus di dada ibunya segera setelah persalinan dan memastikan bayi mendapat kontak kulit dini dengan ibunya, menemukan putting susu dan mendapatkan asupan kolostrum sebelum ASI keluar. Bayi memulai dengan menyentuh dan memijat payudara. Sentuhan lembut tangan bayi pertama kali di atas payudara ibu, akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan dimulainya pengeluaran air susu ibu serta menimbulkan perasaan kasih sayang pada bayi. Dilanjutkan dengan penciuman, emutan dan jilatan lidah bayi pada puting susu, akhirnya bayi akan meraih payudara dan meminumnya.(Roesly, 2008) Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini disebut merangkak mencari parudara (The Breast Crawl) yang merupakan perilaku alami dalam menyusu yang menakjubkan (WBW, 2007).

Inisiasi dini sebenarnya telah dilaksanakan di Indonesia, tetapi pelaksanaannya belum tepat. Ada 4 kesalahan dalam pelaksanaan selama ini, pertama, bayi baru lahir biasanya sudah dibungkus sebelum diletakan di dada ibu akibatnya tidak terjadi kontak kulit. Kedua, bayi bukan menyusu melainkan disusui, berbeda antara menyusu sendiri dengan di susui. Ketiga, memaksakan bayi untuk menyusu sebelum dia siap untuk disusukan .Keempat bayi dipisahkan dari ibunya untuk di bawa ke ruang pemulihan untuk tindakan lanjutan. Pada 1-2 jam pertama bayi lebih responsif dan sangat awas bahkan mudah melekat pada payudara (allert). Pada praktiknya, bayi baru lahir langsung dipisahkan dengan ibunya, sehingga setelah dia siap untuk menyusu, ibu tidak dapat meresponnya. Pelaksanaan yang kurang tepat ini menyebabkan keberhasilan menyusu tidak optimal. Meskipun banyak peneliti dan penulis menyatakan hal ini merupakan perilaku bayi yang normal, kita baru mengetahui sekarang bahwa pentingnya pemberian kesempatan menyusu dini memberikan pengalaman pada ibu dan bayi. Untuk pertama kali para peneliti menemukan pengaruh waktu pertama kali menyusu terhadap kematian bayi baru lahir dan kemampuan menyusu. (WBW, 2007) Pada tahun 1978, Sose dkk dari CIBA Foundation mendapatkan hasil penelitian yang menunjukan hubungan antara saat kontak pertama ibu-bayi terhadap lama menyusu. Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini dan terjadi kontak kulit setidaknya satu jam, hasilnya dua kali lebih lama di susui, selanjutnya penelitian yang sama dilakukan oleh Fika dan Syafiq tahun 2003 yang diterbitkan melalui Journal Kedokteran Trisakti menunjukan bahwa bayi

yang diberi kesempatan menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif. Pada tahun 1990 dr. Lennard Righard seorang dokter anak dari Departement of Pediatric Lund University Universitas Hospital Swedia dan bidan Margareta Alade, melakukan penelitian tehadap 72 pasang ibu-bayi yang dilahirkan dengan proses normal dan tindakan.Ketika lahir memiliki kemampuan untuk merangkak mendekati payudara ibunya dan menghisap putting. Dalam I jam pertama bayi langsung di tengkurapkan di atas perut dan dada ibu, umumnya berhasil menemukan payudara dan menghisapnya dalam waktu 50 menit setelah lahir tanpa bantuan dari siapapun sedangkan bayi yang langsung dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang , diukur dan dibersihkan, hasilnya 50% bayi tidak dapat menyusu sendiri. Berbeda dengan bayi yang dilahirkan dengan tindakan dan langsung dipisahkan dari ibunya maka tidak ada satu pun yang dapat menyusu sendiri. Selanjutnya sekelompok Scientist dari Inggris pimpinan Dr. Karen Edemond yang tergabung dalam Departement for International Development melakukan penelitian di Ghana terhadap 10.946 bayi yang lahir antara Juli 2003 sampai Juni 2004 yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics Maret 2006 menyatakan bahwa bayi yang diberi kesempatan menyusu dalam 1 jam pertama dengan dibiarkan kontak kulit ke kulit ibu, dapat mencegah 22% kematian bayi dibawah usia 28 hari, sedangkan jika mulai menyusu saat bayi berusia di atas 2 jam dan di bawah 24 jam pertama, tinggal 16% kematian bayi di bawah 28 hari dapat di cegah (Roesli, 2008). Hal ini menunjukan bahwa menunda permulaan menyusu dan kontak kulit dapat menyebabkan kesukaran dalam menyusu dan meningkatkan kematian bayi. Jam pertama bayi menemukan payudara ibunya adalah awal suatu life

10

sustaining breastfeeding relationshif before mather and child. Satu jam pertama setelah bayi lahir merupakan kesempatan emas sebagai penentu berhasilnya bayi untuk menyusu pada ibunya, berhasilnya ibu untuk menyusu secara optimal dan mengurangi angka kematian bayi. 2. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini a. Meningkatkan refleks menyusu bayi secara optimal Menyusu pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan antara tiga refleks yaitu refleks mencari (Rooting refleks), refleks menghisap (Sucking refleks), refleks menelan (Swallowing refleks) dan bernafas. Gerakan menghisap berkaitan dengan syaraf otak nervus ke-5, ke-7 dan ke-12. Gerakan menelan berkaitan dengan nervus ke-9 dan ke-10. Gerakan tersebut salah satu upaya terpenting bagi individu untuk mempertahankan hidupnya. Pada masa gestasi 28 minggu gerakan ini sudah cukup sempurna, sehingga bayi dapat menerima makanan secara oral, namun melakukan gerakan tersebut tidak berlangsung lama. Setelah usia gestasi 32-43 minggu, mampu untuk melakukan dalam waktu yang lama. Segera setelah lahir, bayi belum menunjukan kesiapan untuk menyusu. Refleks menghisap bayi timbul setelah 20-30 menit setelah lahir. Tanda-tanda kesiapan bayi untuk menyusu yaitu mengeluarkan suara kecil, menguap, meregang, adanya pergerakan mulut. Selanjutnya menggerakan tangan ke mulut, timbul refleks rooting, menggerakan kepala dan menangis sebagai isyarat menyusu dini. Dengan indra peraba, penghirup, penglihatan, pendengaran, refleks bayi baru lahir bisa menemukan dan menyentuh payudara

11

tanpa bantuan. Hal ini dapat merevitalisasi pencarian bayi terhadap payudara (Sinclair,2009) Menurut hasil penelitian Dr. Lenard bayi baru lahir setelah dikeringkan tanpa dibersihkan terlebih dahulu, diletakan di dekat putting susu ibunya segera setelah lahir, memiliki respon menyusu lebih baik. Apabila dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti ditimbang, diukur atau dimandikan, refleks menyusu akan hilang 50%, apalagi setelah dilahirkan dilakukan tindakan dan dipisahkan, maka refleks menyusu akan hilang 100% (Roesli, 2008). Bayi yang tidak segera diberi kesempatan untuk menyusu refleksnya akan berkurang dengan cepat dan akan muncul kembali dalam kadar secukupnya dalam 40 jam kemudian. Dengan inisiasi menyusu dini akan mencegah terlewatnya refleks menyusu dan meningkatkan refleks menyusu secara optimal. b. Perkembangan indra (sensory inputs) Bayi baru lahir mempunyai kemampuan indra yang luar biasa, terdiri dari penciuman terhadap bau khas ibunya setelah melahirkan, penglihatan; karena bayi baru mengenal pola hitam putih, bayi akan mengenali putting dan wilayah areola ibunya karena warna gelapnya. Berikutnya adalah indra pengecap: meskipun bayi hanya mentolelir rasa manis pada periode segera setelah lahir, bayi mampu merasakan cairan amniotic yang melekat pada jari-jari tangannya, sehingga bayi pada saat lahir suka menjilati jarinya sendiri. Indra pendengaran bayi sudah berkembang sejak dalam kandungan, dan suara ibunya adalah suara yang paling dikenalinya. Terakhir, indra perasa dengan sentuhan; sentuhan

12

kulit-ke-kulit antara bayi dengan ibunya adalah sensasi pertama yang memberi kehangatan dan rangsangan lainnya. Perkembangan indra ini diatur oleh central component yaitu otak bayi, dimana otak bayi baru lahir sudah siap untuk segera mengeksplorasi lingkungannya dan lingkungan yang paling dikenalnya adalah tubuh ibunya. Kemampuan ini memungkinkan bayi secara dini dapat mencari dan menemukan putting susu ibu, jika dibiarkan terlalu lama bayi akan kehilangan kemampuan ini. c. Menurunkan kejadian hipotermi, hipoglikemi, dan asfiksia Luas permukaan tubuh bayi 3 kali luas permukaan tubuh orang dewasa.

Lapisan insulasi jaringan lemak di bawah kulit tipis, kecepatan kehilangan panas pada tubuh bayi baru lahir 4 kali pada orang dewasa. Pada ruang bersalin

dengan suhu 20-25 celcius, suhu kulit tubuh bayi akan turun 0,3 celcius, suhu tubuh bagian dalam turun 0,1 celcius / menit. Selama periode dini setelah bayi lahir, biasanya berakibat kehilangan panas komulatif 2-3 celcius. Kehilangan panas ini terjadi melalui konveksi, konduksi, radiasi dan evavorasi. (Ladewig,et al.2006) Menurut penelitian Dr. Niels Bergman, kulit ibu berfungsi sebagai incubator, karena kulit ibu merupakan thermoregulator bagi bayi. Suhu kulit ibu 1 celcius lebih tinggi dari ibu yang tidak bersalin. Apabila pada saat lahir bayi mengalami hipothermi, dengan terjadi skin to skin contact secara otomatis suhu kulit ibu akan meningkat 2 celcius. Sebaliknya apabila bayi mengalami hipethermi, suhu kulit ibu akan turun 1 celcius (Roesli, 2008). Ini berarti, dengan IMD resiko hipothermi pada bayi baru lahir yang dapat menimbulkan kematian dapat

13

dikurangi. Bayi baru lahir sebaiknya tidak dibersihkan, cukup hanya dikeringkan saja, karena akan menghilangkan vernik caseosa. yaitu lapisan lemak hasil produksi kelenjar sebum berfungsi sebagai pelindung. Lapisan ini akan terlepas dengan sendirinya. Membersihkan tubuh bayi dengan menggunakan sabun yang mengandung heksaklorofen akan mengakibatkan adanya vaskuolisasi di susunan saraf pusat bayi yang ditandai dengan adanya kejang pada bayi. Dengan inisiasi menyusu dini, ibu dan bayi menjadi lebih tenang. Hal ini akan membantu pernapasan dan bunyi jantung lebih stabil. Inisiasi menyusu dini membuat bayi menjadi tenang dan frekwensi menangis kurang sehingga mengurangi pemakaian energy. Penelitian membuktikan bahwa bayi yang melakukan IMD memiliki tingkat gula darah yang lebih baik daripada bayi baru lahir yang dipisahkan dari ibunya (www. mediasehat.com, 2008) d. Meningkatkan kekebalan tubuh bayi Bayi akan mendapatkan kolostrum (Liquid Gold) untuk minuman pertama yang merupakan hadiah kehidupan (The gift of live). Meskipun volumenya sedikit, tetapi sangat baik untuk bayi baru lahir. Kolostrum mengandung banyak zat kekebalan aktif, antibody dan banyak protein protective. Zat kekebalan yang diterima bayi pertama kali akan melawan banyak infeksi. Hal ini akan membantu bayi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Kolostrum mengandung faktor pertumbuhan akan membuat lapisan yang melindungi usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan usus bayi dan mengefektifkan fungsinya. Menyususi dini yang efisisen berkorelasi dengan penurunan kadar bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi didalam kolostrum mempermudah ikatan

14

bilirubin dan kerja laksatif kolostrum unutk mempermudah perjalanan mekonium. (Bobak,2005) Kolostrum kaya akan vitamin A yang akan membantu menjaga kesehatan mata dan mencegah infeksi. Melalui jilatan bayi pada saat mulai menyusu, bayi akan tercemar terlebih dahulu oleh bakteri ibu yang tidak berbahaya. Bakteri ini akan membuat koloni di usus dan kulit bayi sehingga dapat menyaingi bakteri yang ganas dari lingkungan sekitar. e. Meningkatkan pengeluaran hormone oksitosin Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volemue intra uterine yang sangat besar. Selama 1 sampai 2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Ibu yang berencana menyususkan bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.(Bobak,2005) Melalui sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada putting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang penting. Selain itu gerakan kaki bayi pada saat merangkak di perut ibu akan membantu melakukan massage uterus untuk merangsang kontraksi uterus. Oksitosin akan menyebabkan uterus berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi terjadinya perdarahan post partum. Oksitosin akan merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks, euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri, dan mencintai bayinya. Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari payudara.

15

f. Memfasilitasi bounding attachment Bonding atau ikatan batin menunjukan perjalinan hubungan orang tua dan bayi pada saat awal kelahiran. Sebagai individu, orang tua akan mengembangkan hubungan kasih sayang dengan bayi menurut gaya dan cara mereka. Jam pertama merupakan saat peka dimana kontak pertama akan mempermudah jalinan batin. Sifat dan tingkah laku jalinan saling berhubungan yang tercipta antara ibu dan bayi sering berupa sentuhan halus ibu dengan ujung jarinya pada anggota gerak dan wajah bayi serta membelai dengan penuh kasih sayang. Sentuhan pada pipi akan membangkitkan respon berupa gerakan memalingkan wajah ke ibu untuk mengadakan kontak mata dan mengarah ke payudara disertai gerakan mencari dan menjilat putting susu selanjutnya menghisap payudara. Kontak pertama ini harus berlangsung pada jam pertama setelah kelahirannya (Nelson, 2007). Bayi baru lahir matanya terbuka lebih lama daripada hari-hari selanjutnya, sehingga paling baik untuk memulai perlekatan dan kontak mata antara ibu dan bayi. Janin dalam kandungan akan merasakan suasana yang aman, nyaman, merasa dilindungi, merasa dicintai dan disayangi. Bagi bayi, kelahiran merupakan suatu trauma. Bayi harus pindah dari pelukan rahim yang hangat ke suatu ruangan tanpa batas gerak yang menakutkan serta jauh dari detak jantung ibu yang menenangkan. Bayi yang diberikan ASI dini akan sering berada dalam dekapan ibu yang hangat pada saat menyusu sehingga akan sering merasakan lagi keadaan yang menenangkan, menyenangkan, dicintai dan dilindungi seperti waktu dalam rahim. Bayi seperti ini akan tumbuh dalam suasana aman atau secure attachment. Perasaan terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi yang baik dan membentuk kepribadian yang percaya

16

diri serta akan mudah bersosialisasi dengan lingkungannya.Ibu dan bapak akan merasa bahagia bertemu dengan bayi untuk pertama kalinya dimana mereka akan bersatu dalam satu rasa yaitu cinta. Hal ini sangat baik dilakukan pada 1-2 jam pertama, karena pada saat itu bayi dalam keadaan allert, setelah 2-3 jam bayi akan tidur lebih lama. g. Meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif Inisiasi menyusu dini dalam menit pertama sampai satu jam pertama kehidupannya, dimulai dengan skin to skin contac, akan membantu ibu dan bayi menerima menyusu secara optimal (WBW, 2007). Menunda permulaan menyusu lebih dari satu jam menyebabkan kesukaran menyusu (Roesli, 2008).Inisiasi menyusu dini akan meningkatakan peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan kegiatan menyusu secara eksklusif. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian, diantaranya penelitian yang dilakukan Sose dkk (1978) yang menyatakan bahwa menyusu dini disertai kontak kulit akan meningkatkan dua kali keberhasilan pemberian ASI. Penelitian terkini pada tahun 2003 yang dilakuka oleh Fikawati & Syafiq dari FK Trisakti tentang dampak kontak dini ibu-bayi terhadap lamanya menyusu. Hasil yang didapatkan pemberian ASI dini akan meningkatkan 2-8 kali lebih besar kemungkinan memberikan ASI eksklusif (Roesli, 2008). h. Mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) 1) Membantu mengurangi kemiskinan Mulai menyusu dini dalam satu jam pertama akan meningkatkan ASI eksklusif dan lama menyusu sehingga akan memenuhi kebutuhan sampai

17

usia 2 tahun, akan mengurangi pembiayaan untuk membeli susu formula sehingga akan mengurangi angka kemiskinan. 2) Membantu mengurangi kelaparan Inisiasi menyusu dini yang dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan diteruskan dengan menyusu hingga 2 tahun akan mencegah terjadinya malnutrisi . bagi anak usia 2 tahun, sebanyak 500 cc ASI ibunya mampu memenuhi kebutuhan kalori 31%, protein 38%, vitamin A 45% dan vitamin C 95%. ASI masih memenuhi kebutuhan kalori 70% untuk bayi usia 6-8 bulan, 55% untuk bayi usia 9-11 bulan, dan 40% untuk bayi usia 12-23 bulan. Keadaan ini akan secara bermakna memenuhi kebutuhan makanan bayi sampai usia 2 tahun. Dengan kata lain, pemberian ASI membantu mengurangi angka kejadian kurang gizi dan pertumbuhan yang terhenti yang umum terjadi pada usia ini. 3) Mengurangi angka kematian anak Saat ini sekitar 40% kematian balita terjadi pada satu bulan pertama kehidupan bayi. Inisiasi menyusu dini akan mengurangi 22% kematian bayi dibawah usia 28 hari. Pemberian ASI eksklusif akan mengurangi 13% kematian bayi dan memberikan makanan pendamping ASI (makanan keluarga) akan menurunkan 6% kematian anak. Dengan denilian kematian balita yang dapat dicegah melalui inisiasi dini, pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI sebesar 41% (Roesli, 2008).

18

3. Tahapan Inisiasi Meyusui Dini Jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan diatas perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam, semua bayi akan melalui lima tahapan perilaku (pre-feeding behavior) sebelum ia berhasil menyusu. a. Dalam 30 menit pertama stadium istirahat/diam dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak, sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan luar kandungan. b. Antara 30-40 menit bayi mengeluarkan suara, gerakan mulutnya seperti mau minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada ditangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan putting susu ibu. c. Setelah menyadari ada makanan disekitarnya, maka bayi akan mulai mengeluarkan air liurnya. d. Bayi mulai bergerak kearah payudara ibu. Areola sebagai sasaran dengan kaki menekan perut ibu. Bayi menjilati kulit ibu, menghentak hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri serta menyentuh dan meremas daerah putting susu dan sekitarnya dengan tangan.

19

e. Setelah itu bayi menemukan putting susu ibu, dan bayi pun mulai menjilat, mengulum putting dan membuka lebar mulutnya setelah itu bayi mulaim menghisap dengan baik. 4. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini a. Memberikan informasi kepada ibu dan keluarga tentang penatalaksanaan inisiasi menyusu dini sebelum persalinan. Inisiasi Menyusu Dini sangat membutuhkan kesabaran dari sang ibu, dan rasa percaya diri yang tinggi, dan membutuhkan dukungan yang kuat dari penolong, sang suami dan keluarga, jadi akan membantu ibu apabila saat inisiasi menyusu dini suami atau keluarga mendampinginya. b. Obat-obatan kimiawi untuk mengurangi rasa nyeri sebaiknya di hindari, diganti dengan cara non-kimiawi misalnya pijat, aromaterapi, gerakan atau hypnobirthing. c. Berikan suasana yang layak, nyaman dan penuh dukungan pada ibu saat proses persalinan. Ibu yang menentukan posisi melahirkan, karena dia yang akan menjalaninya d. Setelah bayi dilahirkan, secepat mungkin keringkan bayi (kecuali kedua lengannya) tanpa menghilangkan vernix yang menyamankan kulit bayi. Lengan bayi tidak perlu dikeringkan karena air ketuban yang menempel di lengan bayi mempunyai bau yang menyerupai ASI. Ini akan menjadi petunjuk bagi bayi untuk menemukan putting susu ibunya. e. Tengkurapkan bayi di dada ibu atau perut ibu dengan skin to skin contact, selimuti keduanya dan andai memungkinkan dan dianggap

20

perlu, beri si bayi topi. Posisi kontak kulit ini dipertahankan minimum 1 jam atau setelah menyusu awal selesai. f. Biarkan bayi mencari puting ibu sendiri. ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut dengan tidak memaksakan bayi ke puting ibunya. g. Dukung dan bantu ibu serta keluarga untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu (pre-feeding behavior) yang dapat berlangsung beberapa menit sampai 1 jam bahkan lebih. 5. Peran bidan dalam Inisiasi Menyusu Dini a. Sebelum persalinan (tahap persiapan dan informasi) 1) Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang penatalaksanaan inisiasi menyusu dini 2) Mengkaji kebersihan diri klien. Bila perlu anjurkan klien untuk membersihkan diri atau mandi terlebih dahulu. 3) Mempersiapkan alat tambahan untuk pelaksanaan inisiasi menyusu dini yaitu 3 buah kain pernel yang lembut dan kering serta sebuah topi bayi. 4) Menganjurkan agar klien mendapat dukungan dan pendamping selama proses persalinan dari suami atau keluarga. 5) Membantu meningkatakan rasa percaya diri klien. Memberikan suasana yang layak dan nyaman untuk persalinan 6) Memfasilitasi klien mengurangi rasa nyeri persalinan dengan mobilisasi dan relaksasi.

21

b. Proses persalinan (pelaksanaan) 1) Membuka baju klien di bagian perut dan dada. Menyimpan kain pernel yang lembut dan kering diatas perut ibu 2) Setelah bayi lahir, simpan bayi di atas perut ibu. 3) Bayi dikeringkan dari kepala hinga kaki dengan kain lembut dan kering (kecuali kedua lengannya, karena bau ketuban yang menempel pada lengan bayi akan memandu bayi untuk menemukan payudara ibu) sambil melakukan penilaian awal BBL. 4) Melakukan penjepitan, pemotongan dan pengikatan talipusat. 5) Melakukan kontak kulit dengan menengkurapkan bayi di dada ibu tanpa dibatasi alas. 6) Selimuti ibu dan bayi, kalau perlu pakaikan topi di kepala bayi 7) Menganjurkan ibu untuk memberikan sentuhan lembut pada punggung bayi. 8) Membantu menunjukkan pada ibu perilaku pre-feeding (Prefeeding behavior) yang positif : istirahat dalam keadan siaga, memasukan tangan ke mulut, menghisap dan mengeluarkan air liur, bergerak kearah payudara dengan kaki menekan perut ibu, menjilat-jilat kulit ibu, menghentakan kepala, menoleh ke kanan dan ke kiri, menyentuh putting susu dengan tangannya, menemukan putting susu, menghisap dan mulai minum ASI.

22

9) Membiarkan bayi menyusu awal sampai si bayi selesai menyusu pada ibunya dan selama ibu menginginkannya. Bidan

melanjutkan asuhan persalinan. 10) Segera setelah bayi baru lahir selesai menghisap, bayi akan berhenti menelan dan melepaskan puting susu ibu. Bayi dan ibu akan merasa mengantuk. Bayi kemudian dibungkus dengan kain bersih lalu lakukan penimbangan dan pengukuran bayi,

memberikan suntikan K1, dan mengoleskan salep antibiotik pada mata bayi. 11) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu sampai bayi hangat kembali (JNPK-KR,2008) 6. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini a. Bayi kedinginan tidak benar. Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan ibunya, karena suhu payudara ibu akan meningkat 0,5C dalam 2 menit jika bayi diletakan di dada ibu. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bregman (2005), suhu dada ibu yang melahirkan 1C lebih tingi dari ibnu yang tidak melahirkan. Jika bayi kedinginan suhu dada ibu akan naik 2C , sebaliknya bila bayi kepanasan suhu dada ibu akan turun 1C.

23

b. Setelah melahirkan ibu terlalu lelah untuk menyusu tidak benar. Ibu jarang merasakan terlalu lelah untuk memeluk bayinya, karena pengeluaran hormone oksitosin saat terjadi kontak kulit sera saat bayi menyusu akan membantu menenangkan ibu setelah melahirkan. c. Tenaga kesehatan kurang tersedia tidak masalah. Pada saat bayi di dada ibu, libatkan ayah dan keluarga untuk menjaga bayi sambil memberikan dukungan pada ibu, bayi akan menemukan sendiri payudara ibu dan penolong persalinan dapat melanjutkan asuhannya. d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk tidak masalah. Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruangan pemulihan sambil meneruskan memberi kesempatan dini. e. Ibu harus dijahit tidak masalah. Kegiatan mencari payudara terjadi di area payudara, sementara yang dijahit bagian bawah tubuh ibu. Selain itu ada salah satu manfaat proses IMD yaitu dikeluarkannya hormon yang mengurangi rasa nyeri, sehingga rasa nyeri akibat tindakan penjahitan akan berkurang dan ibu merasa tenang dan nyaman. f. Suntikan vitamin K, tetes mata untuk mencegar penyakit gonore harus segera diberikan setelah lahir tidak benar. Menurut American College of Obstetrics and Gynecology dan Academy Breastfeeding Medicine (WBW, 2007), tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama 1 jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi. g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang dan diukur tidak benar. Menunda memandikan bayi berarti menghindari hilangnya panas

24

badan bayi, selain itu kesempatan vernix meresap, melunakan dan melindungi kulit bayi lebih besar. h. Bayi kurang siaga tidak benar. Pada 1-2 jam pertama bayi sangat saiaga, setelah itu bayi akan tidur dalam waktu yang lama. i. Kolostrum tidak keluar atau jumlahnya tidak memadai sehingga diperlukan tambahan cairan lain tidak benar. Kolostrum cukup untuk makanan pertama bayi, karena bayi dilahirkan membawa cairan dan glukosa yang dapat digunakan pada saat itu. j. Kolostrum tidak baik bahkan berbahaya tidak benar. Kolostrum sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, karena berfungsi sebagai imunisasi pertama dan mengurangi jaundice pada bayi baru lahir serta membantu mematangkan dinding usus bayi (Roesli, 2008) B. Perdarahan Post Partum 1. Definisi Perdarahan post partum yaitu pengeluaran darah pervaginam >500ml, yang dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan yang disebut sebagai perdarahan postpartum primer atau setelah 24 jam persalinan sampai 6 minggu post partum (masa nifas) yang disebut dengan perdarahan post partum sekunder. (Lewellyns, 2002). Definisi perdarahan post partum yang lebih bermakna adalah kehilangan berat badan 1% atau lebih karena 1 ml darah beratnya adalah 1 gr. Perdarahan post partum adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal. Sekitar 8 % seluruh kelahiran mengalami komplikasi perdarahan postpartum. (Bobak, 2005)

25

2. Klasifikasi perdarahan post partum Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : a. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan postpartum primer, atau perdarahan pasca persalinan segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama. b. Perdarahan masa nifas (perdarahan pos partum sekunder atau perdarahan pasca persalinan lambat, atau Late PPH). Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. (Lange, 2007) 3. Gejala Klinis Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama.

26

4. Diagnosis Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta belum lahir biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat diketahui dengan palpasi uterus. Fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus lembek, kontraksi uterus tidak baik. Sisa plasenta yang tertinggal dalam kavum uteri dapat diketahui dengan memeriksa plasenta yang lahir apakah lengkap atau tidak kemudian eksplorasi kavum uteri terhadap sisa plasenta, sisa selaput ketuban, atau plasenta suksenturiata (anak plasenta). Eksplorasi kavum uteri dapat juga berguna untuk mengetahui apakan ada robekan rahum. Laserasi (robekan) serviks dan vagina dapat diketahui dengan inspekulo. (Varney, 2007) Penilaian jumlah pendarahan pasca persalinan dapat dilihat dengan mengkaji dan mencatat jumlah, tipe dan sisi perdarahan dengan menimbang dan menghitung pembalut untuk memperkirakan kehilangan darah. Pembalut yang basah keseluruhannya mengandung sekitar 100 ml darah. Satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kurang lebih 1 ml kehilangan darah. (Bobak, 2005) Faktor faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum a. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang

27

dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih besar. Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan

pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun. b. Perdarahan pasca persalinan dan gravida Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar. c. Perdarahan pasca persalinan dan paritas Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.

28

d. Perdarahan pasca persalinan dan Ante Natal Care Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat. e. Perdarahan pasca persalinan dan kadar Haemoglobin Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal. 5. Komplikasi perdarahan pasca persalinan Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan

memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual

29

dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi. (Oxorn, 2010) 6. Penanganan perdarahan pasca persalinan Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen. Walaupun demikian, terapi terbaik adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Di rumah sakit, diperiksa kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim. Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta. Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta

30

lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan pascapersalinan. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular. Kadangkadang pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. a. Atonia Uteri Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal

31

kontraksi untuk menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh

darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan. Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari pendarahan pasca persalinan. Sekitar 50-60% pendarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia uteri. (Outlook, 2008) Faktor-faktor predisposisi atonia uteri antara lain : 1) Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungdi instrinsik uterus 2) Penatalaksanaan yang slah pada kala plasenta : kesalahan paling sering adalah mencoba mempercepat kala tiga. Dorongan dan pemijatan uterus menganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang

mengakibatkan perdarahan. 3) Anasthesi inhalasi yang dalam merupakan factor yang sering menjadi penyebab. Terjadi relaksasi miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi serta retraksi.atonia uteri dan perdarahan post partum.

32

4) Kerja uterus yang tidak efektif selama dua kala persalinan yang pertama kemungkinan besar akan diikuti oleh kontraksi serta retraksi miometrium yang jelek pada kala tiga. 5) Uterus yang mengalami distensi yang berlebihan akibat keadaan seperti bayi yang besar, kehamilan kembar dan polihidramnion cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek. 6) Kelelahan akibat partus lama : bukan hanya rahim yang lelah cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi ibu yang keletihan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah. 7) Multiparitas : uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan 8) Mioma uteri dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi serta retraksi miometrium. 9) Melahirkan dengan tindakan, keadaan ini mencakup prosedur operatif seperti forceps tengah dan versi ekstraksi. (Oxorn, 2010) Penanganan atonia uteri adalah : a) Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin. b) Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu yang singkat, perlu dilakukan kompresi bimanual pada pada uterus. Tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita

33

dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain dibelakang uterus.Sekarang korpus uteri terpegang dengan antara 2 tangan; tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri. c) Tampon utero-vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24 jam kemudian.Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena umumnya dengan dengan usaha-usaha tersebut di atas pendarahan yang disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi. Lagi pula dikhawatirkan bahwa pemberian tamponade yang dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan pendarahan dalam uterus dibelakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka; selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada miometrium untuk berkontraksi. d) Tindakan operatif dilakukan jika upaya-upaya diatas tidak dapat menhentikan pendarahan. Tindakan opertif yang dilakukan adalah : Histerektomi, Ligasi arteri uterina, Ligasi arteri hipogastrika. Tindakan ligasi arteri uterina dan arteri hipogastrika dilakukan untuk yang masih menginginkan anak. Tindakan yang bersifat sementara untuk mengurangi perdarahan menunggu tindakan operatif dapat dilakukan metode Henkel yaitu dengan

34

menjepit cabang arteri uterina melalui vagina, kiri dan kanan atau kompresi aorta abdominalis. b. Laserasi jalan lahir Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Pada perdarahan yang kontinyu, walaupun kontraksi uterus pasca partum efisien, jalan lahir harus di inspeksi. Perdarahan yang kontinyu akibat sebab minor sama berbahayanya dengan kehilangan sejumlah darah secara tiba-tiba walaupun perdarahan ini sering kali diacuhkan sampai syok terjadi. (Bobak, 2005) 1) Robekan vulva : Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris. 2) Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipitobregmatika atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Tingkat robekan perineum adalah : Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek. Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang

35

menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding depan rektum. Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m. puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri. 3) Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai. Kadang ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum. Robekan atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks. Apabila ligamentum latum terbuka dan cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul perdarahan yang banyak. Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukan laparotomi dan pembukaan ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukan pengikatan arteri hipogastika. 4) Robekan Serviks Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan

36

yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. Apabila ada robekan, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik. Apabila serviks kaku dan his kuat, serviks uteri dapat mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan pembukaan tidak maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks atau pelepasan serviks secara sirkuler. Pelepasan ini dapat dihindarkan dengan seksio secarea jika diketahui bahwa ada distosia servikali Apabila sudah terjadi pelepasan serviks, biasanya tidak dibutuhkan pengobatan, hanya jika ada perdarahan, tempat perdarahan di lanjut. Jika bagian serviks yang terlepas masih berhubungan dengan jaringan lain, hubungan ini sebaiknya diputuskan. c. Retensio Plasenta Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta: Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak

37

ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus. (Bobak, 2005) Sebab sebab terjadinya Retensio Plasenta adalah : a) Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal. Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium. Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke

miometrium tetapi belum menembus serosa. Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim. b) Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata). Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus naik dimana pada perabaan uterus terasa bulat dan keras, bagian tali pusat yang berada di luar lebih panjang dan terjadi perdarahan secara tiba-tiba. (Yulianingsih, 2009)

38

Cara memastikan lepasnya plasenta adalah Kustner : Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis. Bila tali pusat tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat telah lepas. Strassman : Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika terasa getaran pada tali pusat, berarti tali pusat belum lepas. Ibu disuruh mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar bertambah panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti mengejan. Apabila plasenta belum lahir jam-1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah secara langsung dengan perasat Crede dan Brant Andrew dan secara langsung adalah dengan manual plasenta. d. Sisa Plasenta Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umum terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas (pendarahan pasca persalinan sekunder). Pendarahan post partum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan

39

perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta. e. Inversio Uteri Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau meneran, dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lnak di atas serviks atau dalam vagina sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat. Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada

40

korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup bulan. Walaupun inversio uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala dengan penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (1570%). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita. f. Kelainan pembekuan darah Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari perdarahan hebat dengan atau tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil yang hanya terdeteksi oleh tes laboratorium. Setiap kelainan pembekuan, baik yang idiopatis maupun yang diperoleh, dapat merupakan penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan persalinan, seperti pada defisiensi faktor pembekuan, pembawa faktor hemofilik A (carrier), trombopatia, penyakit Von Willebrand, leukemia, trombopenia dan purpura trombositopenia. Dari semua itu yang terpenting dalam bidang obstetri dan ginekologi ialah purpura trombositopenik dan hipofibrinogenemia.

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel, baik variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak diteliti. (Nursalam, 2008, hal. 55). Variabel independent dalam penelitian ini adalah pengaruh Inisiasi Menyususi Dini dan variable dependent adalah perdarahan post partum. Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Secara skematis, kerangka konsep penelitian digambarkan sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen

Inisiasi Menyususi Dini

Perdarahan Post Partum

B. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah Hipotesis alternatif (Ha) yaitu ada pengaruh pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dengan perdarahan post partum.

41

42

B. No.

Defenisi Operasional Definisi Operasinal Pemberian ASI yang dilakukan kepada bayi segera setelah bayi lahir dengan cara meletakkan bayi dia atas perut ibu dan membiarkan bayi mencari putting susu sendiri sampai akhirnya bayi menemukan putting susu dan terjadi proses laktasi diatas perut ibu. Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Nominal

Variabel

1.

Inisiasi Meyusui Dini

Lembar observasi

Observasi

1.Dilakukan 2. Tidak Dilakukan

2.

Perdarahan Post partum

Perdarahan pervaginam yang terjadi setelah bayi dilahirkan yang disebabkan karena atonia uteri (lemahnya kontraksi rahim), laserasi jalan lahir, plasenta rest, dan retensio plasenta.

1. Duk 2.Timbangan 3. Lembar Observasi Observasi gram 1 gram berat pembalut = 1 cc pengeluaran darah Rasio

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini, menggunakan desain penelitian quasi - eksperimen yang bersifat two group postest yaitu kelompok intervensi dan kontrol untuk mengidentifikasi pengaruh Inisiasi Menyusu Dini partum. Desain ini digambarkan : Kelompok Perlakuan Post-test terhadap perdarahan post

X Y

1 0 Skema 2. Desain Penelitian

01 01

Keterangan: X: Kelompok intervensi Y: Kelompok kontrol 1 : Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini 0: Tidak dilakukan Inisiasi Menyusu Dini 01: Penilaian perdarahan setelah dilakukan inisiasi menyusu dini

43

44

B.

Populasi Dan Sampel

1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bersalin di klinik bersalin Tanjung dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua. Berdasarkan penelitian awal didapatkan data rata-rata jumlah ibu yang bersalin di Klinik Tanjung kira-kira 35 orang per bulan dan di Klinik Kurnia kira-kira 20 orang per bulan. Dan dari data pemeriksaan ANC berdasarkan taksiran tanggal persalinan maka diperkirakan jumlah ibu yang akan melahirkan di klinik Tanjung dan Klinik Kurnia pada bulan Februari sampai Maret tahun 2012 adalah sekitar 68 orang. 2. Sampel Pada penelitian ini peneliti menggunakan Total Sampling yaitu yang menjadi responden adalah seluruh populasi ibu-ibu yang bersalin di Klinik Bersalin Tanjung Delitua. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 68 orang yang terbagi dalam dua kelompok yaitu 34 responden untuk kelompok intervensi yaitu ibu yang bersalin di Klinik Tanjung dan 34 responden untuk kelompok kontrol yaitu ibu yang bersalin di Klinik Kurnia Delitua tahun 2012. C. Tempat penelitian Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Klinik Bersalin Tanjung dan Klinik Bersalin Kurnia. Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di klinik tersebut

45

adalah karena kllinik Tanjung adalah klinik bidan praktik swasta yang menerapkan Asuhan Persalinan Normal (APN) yang menjadi acuan pertolongan persalinan normal dan menerapkan tekhnik Inisiasi Menyusu Dini sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian terhadap kelompok intervensi. Sedangkan klinik Kurnia adalah Klinik bidan praktek swasta yang belum menerapkan pelaksanaan Iniasasi Menyusu Dini pada bayi barui lahir sehingga peneliti melakukan pengambilan sampe ibu bersalin sebagai kelompok kontrol. Selain itu dari hasil survey awal jumlah pasien di kedua klinik tersebut mencukupi untuk dijadikan sampel pada penelitian ini. D. Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari tahun 2012 sampai dengan bulan ditentukannya sidang hasil penelitian. E. Etika penelitian Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari insitusi pendidikan yaitu Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU dan pemilik Klinik Bersalin Tanjung Delitua dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu : memberikan penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan dan prosedur penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka calon responden dipersilakan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri. Responden juga berhak mengundurkan

46

diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Kerahasian catatan mengenai data responden dijaga, tidak menuliskan nama responden pada instrument, tetapi mengunakan inisial. Responden juga berhak secara bebas untuk mengikuti penelitian atau tidak, dan dalam penelitian ini setiap responden tidak ada yang dirugikan dan data-data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. F. Alat Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah duk dan timbangan untuk mengukur jumlah perdarahan pada ibu post partum. Selain itu peneliti juga menggunakan lembar observasi yang terdiri dari pelaksanaan IMD dan penilaian banyaknya jumlah darah yang dikeluarkan kelompok intervensi setelah dilakukan IMD dan penilaian jumlah darah yang dikeluarkan oleh kelompok kontrol yang tidak dilakukan IMD. Serta format pengkajian data demografi yang terdiri dari karakteristik responden mengenai, umur,pendidikan, pekerjaan,dan paritas. G. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti setelah mendapat surat izin penelitian dari Program DIV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan permohonan izin kepada Kepala Bidan di Klinik Bersalin Tanjung Delitua dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua. Setelah mendapat persetujuan maka peneliti menjumpai ibu-ibu yang akan bersalin di klinik Tanjung dan klinik Kurnia dan menjelaskan tentang prosedur penelitian

47

dan manfaat penelitian. Peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian. Setelah mendapat persetujuan responden, pengumpulan data dimulai. Peneliti melakukan penatalaksanaan Inisiasi Menyusu Dini kepada ibu yang menjadi kelompok intervensi dan menilai perdarahan post partum setelah dilakukan Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Tanjung Delitua. Setelah itu peneliti mengisi lembar observasi dan format pengkajian yang telah ada. Setelah itu peneliti juga mengukur jumlah perdarahan post partum pada ibu yang menjadi kelompok kontrol yang tidak dilakukan Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kurnia, setelah itu peneliti membandingkan jumlah perdarahan yang terjadi pada ibu yang dilakukan IMD dan ibu yang tidak dilakukan IMD untuk melihat ada atau tidak ada pengaruh IMD terhadap perdarahan post partum.

H.

Pengolahan dan Analisis Data Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisa data kembali dengan memeriksa semua lembar observasi dan format pengkajian (editing). Kemudian data diberi kode (Coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data yang dimasukkan ke dalam bentuk tabel. Entry data dilakukan dengan teknik komputerisasi. Tahap terakhir dilakukan cleaning dan entry yakni pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan. Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

48

1. Analisa Univariat Analisis ini adalah suatu prosedur pengolahan data dengan

menggambarkan data dalam bentuk tabel atau grafik, meliputi data yang bersifat kategorik dicari frekuensi dan proporsinya yaitu data demografi responden yaitu umur,pendidikan,pekerjaan dan paritas, sedangkan data yang bersifat numerik dicari mean, dan standar deviasinya yakni jumlah perdarahan post partum. 2. Analisa Bivariat Analisis ini digunakan untuk membandingkan jumlah perdarahan post partum oleh ibu yang dilakukan IMD dengan jumlah perdarahan post partum pada ibu yang tidak dilakukan IMD. Menggunakan uji t- independen untuk menguji hipotesis. Pedoman dalam menerima hipotesis adalah apabila nilai P < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha menyatakan adanya pengaruh. Jika nilai P > 0,05 maka Ho gagal ditolak dan Ha menyatakan tidak ada nya pengaruh.

49

You might also like