You are on page 1of 50

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya termasuk di dalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku -perilaku yang negatif, yang antara lain; minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, seks bebas, dan lain lain yang dapat menyebabkan terjangkitny a penyakit HIV/AIDS. Zaman modern ini remaja harus diselamatkan dari globalisas karena globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek. Sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing yang masuk. Sementara tidak cocok dengan kebudayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat. Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual se cara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua juga hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan se rta pelaksanaan latihan kemoralan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam

bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjaka n. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan karena usia belasan tahun adalah fase kritis dalam perkembangan mental dan fisik manusia karena usia remaja adalah fase dimana anak-anak mulai tumbuh, mereka mengembangkan keinginan untuk memiliki dan ingin mengeksplorasi segala hal. Mereka ingin menjawab pertanyaan dasar, Siapa Aku?, y ang perlu diperhatikan yaitu apabila perkembangan jiwa remaja yang bergejolak itu tidak diseta i dengan bekal agama yang ada pada dirinya maka akibatnya akan berbahaya. Sebab peran agama dalam perkembangan jiwa pada remaja ini penting maka harus disertai dengan perkembangan agama yang cukup, supaya emosi yang mencuat dari dalam dirinya dapat terkendali dan terkontrol oleh aturan -aturan yang mengikat dirinya sendiri . Sebagaimana agama menurut Muh. Alim (2006:27) diambil dari bahasa sansekerta, yaitu kata a = tidak, dan gama = kacau atau kocar -kacir. Dengan demikian agama berarti tidak kacau, tidak koc ar-kacir, teratur. Pengertian ini mungkin dapat diterima karena dilihat dari sudut peran yang harus dimainkan oleh agama adalah agar setiap orang yang berpegang dengannya dapat memperoleh ketentraman, keteraturan, kedamaian dan jauh dari kekacauan. Hal dem ikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi lainnya. Agama selain sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat gaib ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang li ngkup kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai -nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang perorang maupun dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat. selain itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan sehari -hari. Dengan demikian secara psikologis, agama dapat berfungsi sebagai motif intrinsik (dalam diri) dan motif ekstrinsik (luar diri) dan motif yang didorong keyakinan agama dinilai memiliki kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan nonagama, baik doktrin maupun ideologi yang ber sifat profan.

Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma -norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianut nya. Sebagai sistem nilai agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas. Agama selain menjadi motivasi dan nilai etik juga merupakan harapan. Sebaliknya agama juga sebagai pemberi harapan bagi pelaku nya. Seseorang yang melaksanakan perintah agama umumnya karena adanya harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari suatu yang gaib. Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terkait kepada ketentuan antara yang boleh dan yang tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya. Keberagamaan yang terjadi pada remaja disebabkan oleh beberapa faktor menurut Thoules (2000:34), yaitu 1) pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial, termasuk pendidikan dari orangtua, tradisi -tradisi sosial, tekanan lingkungan sosial yang disepakati oleh lingkungan itu; 2) berbagai pengalaman yang membentuk sikap keagamaan, terutama pengalaman -

pengalaman mengenai keindahan, kesela rasan dan kebaikan di dunia ini, konflik moral dan pengalaman emosi beragama; 3) kebutuhan yang belum terpenuhi terutama kebutuhan keamanan, cinta kasih, harga diri serta adanya ancaman kematian; 4) berbagai proses pemikiran verbal atau faktor intelektual. Dari keempat faktor di atas salah satunya adalah mengenai keberagamaan yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, adapun pengaruh pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan agama I slam menurut Achmadi (2005:29) adalah sebagai usaha yang lebih khusus ditek ankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan (religiousitas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Pendidikan agama Islam merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan Islam.

Bahkan pendidikan agama Islam berfungsi sebagai jalur pengintegrasian wawasan agama dengan bidang pendidikan yang lain. Implikasi lebih lanjut, pendidikan agama harus sudah dilaksanakan sejak dini melalui pendidikan keluarga, sebelum anak memperoleh pendidikan atau p engajaran ilmu-ilmu yang lain. Dengan pendidikan agama Islam yang ada, ketaatan terhadap ajaran agama seorang remaja dapat tercermi n dari sikap religiusnya. Sebab, pengembangan pendidikan agama seharusnya diarahkan pada upaya bagaimana menumbuhkan sikap religius remaja dalam kehidupan sehari -hari. Pendidikan di abad modern ini sistem pendidikan modern memang menghasilkan manusia -manusia professional, namun tidak menghasilkan manusia -manusia yang sadar akan kemanusia annya, dan sadar bahwa dirinya adalah sa lah satu makhluk ciptaan Tuhan. Dengan demikian arahan pengajaran agama I slam yang ada di sekolah-sekolah selama ini harus diubah bukan sebatas agar para lulusan menghafal ajaran aga ma saja, tapi bagaimana ajaran Islam itu dipahami yang tidak hanya sebatas pengetahuan yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik tapi lebih kepada metode atau gaya pengajaran dari para guru, lebih kepada pengajaran yang aplikatif. Tidak banyak ceramah dalam proses pem belajaran melainkan sebuah praktik langsung yang sangat dibutuhkan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Adakah hubungan pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas siswa. C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah ada hubungan pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas siswa.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritik memadukan konsep Thoules bahwa keberagamaan seorang remaja dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pengalaman, dan kebutuhan dengan teori Zuhairani tentang pendidikan agama I slam itu terdapat di dalamnya nilai-nilai akidah, syariah, akhlak. Hal ini dikarenakan keberagamaan itu dapat terjadi melalui peran pendidikan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai Islam. Selain itu juga diharapkan dapat menambah wacana baru pada psikologi agama khususnya pendidikan agama Islam. 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dan juga gambaran tentang tingkat religiusitas pada masa remaja yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Memberikan sumbangan

pemikiran bagi para orang tua agar lebih memperhatikan pendidikan agama yang akan diberikan mulai sejak dini. 3. Bagi peneliti lanjut, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang mencakup sejumlah faktor pendidikan agama Islam, faktor yang mempengaruhi religisuitas remaja, sikap remaja terhadap agama dan unsur-unsur penting dalam agama. E.Telaah Pustaka Sejauh penelusuran peneliti tentang hasil karya ilmiah atau peneli tian mengenai pendidikan agama I slam dan tingkat religiusitas, ada beberapa hasil penelitian seperti: Penelitian Asep Saefulloh (2004) meneliti tentang pengaruh pendidikan agama Islam terhadap perilaku keagamaan siswa, dengan subjek yang digunakan sebanyak 62 orang (kelas I berjumlah 27 orang, kelas II berjumlah 17 orang dan kelas III berjumlah 18 orang). Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah madrasah aliyah Daar Et-Taqwa serang. Hasil penelitian tersebut menyatakan terdapat pengaruh pendidikan agama Islam terhadap perilaku keagamaan sebesar 59,7% . Yuli Dwi Astuti (2000) meneliti tentang pengaruh pendidikan agama Islam terhadap moralitas siswa MAN Godean, Sleman. Subjek yang digunakan

sebanyak 52 siswa. Hasil penelitian menyatak an bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan pendidikan agama Islam terhadap moralitas pada siswa MAN Godean Sleman, harga koefisien korelasinya adalah 0,347 dan harga determinasinya adalah 0,120, bila dipersenkan maka sumbangannya sebesar 12% .. Suratminingsih (2006) meneliti tentang pengaruh pendidikan agama Islam terhadap sikap dan perilaku siswa SDN Sl eman IV. Subjek yang digunakan sebanyak 48 orang, dengan mengambil lokasi penelitian di SDN Sleman IV, Triharjo Sleman. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan perilaku di SDN Sleman IV sebesar 64,14%. Ertyn Nurhayati (2000) meneliti tentang pengaruh pemahaman ajaran Islam dalam hal ibadah terhadap kematangan b eragama siswa MAN 1 Yogyakarta tahun ajaran 2003/2004, dengan mengambil subjek sebanyak 79 siswa. Hasil perhitungan di dapat harga mutlak koefisien korelasi sebesar 0,368 dan harga p=0,000 dengan taraf signifikansi 5% (0,368 > 0,195) dan 1% (0,368 > 0,256) . Asmadi Ahmad Purnawan (2005) meneliti tentang pengaruh tingkat religiusitas terhadap kedisiplinan guru SMA N 1 Mirit kabupaten Kebumen. Subjek yang digunakan sebanyak 20 orang, dengan mengambil lokasi di SMA N I Mirit kabupaten Kebumen . Hasil penelitian tersebut menyatakan te rdapat pengaruh antara tingkat religiusitas terhadap kedisiplinan guru. Hal ini terbukti dengan hasil perhitungan koefis ien korelasi sebesar 0,645 , Hanah Tri Marlina (1994) meneliti tentang hubungan sikap terhadap prostitusi dengan perilaku keagamaan remaja di Samas Srigading Sanden, Bantul Yogyakarta. Subjeknya yang digunakan sebanyak 32 orang. Hasil penelitian yang diperoleh ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap prostitusi dengan perilaku keagamaan remaja Samas Srigading Sanden Bantul Yog yakarta, diperoleh rxy sebesar -0,445 yang berada pada kisaran 0,40 -0,70 atau lebih besar dari r tabel pada taraf signifikansi 5% yaitu 0,349. Nelvi Lucyana (1999) meneliti tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap kesadaran beragama warga rumah susun Rw 11 Kelurahan Gowongan kecamatan Jetis Yogyakarta, dalam penelitian ini peneliti mengambil subjek dari rumah susun berjumlah 119 kepala keluarga. Dengan melihat hasil perhitungan Fo sebesar 12,8, Fo > Ft.

Iyat Solihat (2000) meneliti tentang pengaruh tingkat religiusitas terhadap kepercayaan diri pada mahasiswa FIAI UII, subjek yang digunakan untuk penelitian sebanyak 66 orang. Hasil penelitian bahwa r hitung 0,692 hasil tersebut lebih besar dari r tabel pada taraf signifikan 5% yaitu 0,250 dan harga r tabel pada taraf signifikan 1% sebesar 0,325. Miftah Khusurur (1999) meneliti tentang sikap dan perilaku kea gamaan siswa-siswi kelas 1 SMU Gama Yogyakarta, subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 siswa -siswi dengan hasil penelitian bahwa sikap keagamaan siswa-siswi kelas 1 termasuk dalam katagori baik dengan skor rerata 3,65 yang berarti responde n dalam meyakini keberadaan Allah swt, ketaatan kepada Allah dan pengetahuan keagamaan dalam katagori baik, sedangkan perilaku keagamaan siswa -siswi kelas 1 SMU Gama Yogyakarta dalam katagori baik dengan dipeoroleh skor rerata 3,46 yang berarti responden dalam melakukan shalat, berdoa, puasa, hubungan dengan lingkungan dan kehidupan sosial dalam katagori baik. Dari penelitian-penelitian yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu karena penelitian terdahulu hanya melihat bahwa pendidikan agama Islam itu dipengaruhi oleh perilaku agama, moralitas siswa, sikap dan perilaku siswa dan kematangan beragama, sedangkan tingkat religiusitas itu dipengaruhi oleh kedisiplinan guru di Sekolah Menengah Atas, sikap terhadap prostitusi, ting kat pendidikan dan kepercayaan diri, dalam penelitian ini pembahasannya lebih me nekankan pada hubungan pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas siswa dengan mengambil subjek sebanyak 50 orang siswa MAN Pakem Sleman Yogyakarta.

BAB II LANDASAN TEORI I. Pendidikan Agama Islam A. Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri (Ditbinpasiun), (dalam Zakiah Daradjat, 2008:88) pengertian pendidikan agama Islam adalah suatu bimbingan dan asuhan terhadap anak didik, agar nantinya setelah selesai dari pendid ikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya, sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhiratnya kelak. Menurut M. Arifin (1994:32) pendidikan agama Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan da sar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan perkembangannya. Pengertian di atas lebih menekankan kepada usaha membimbing pertumbuhan kemampuan dasar anak didik ketingkat yang maksimal. Ahmad Tafsir (1994:32) m endefinisikan pendidikan agama I slam adalah bimbingan yang diberikan oleh se seorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran I slam. Dalam pengertian ini terkandung makna adanya bimbingan dari seseorang (pendidik), kepada seseorang (peserta didik), agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan aja ran Islam (sebagai tujuan dan dasar pendidikannya). Pengertian diatas jika di uraikan bahwa dalam rangka pembentukan akhlak, di s amping dalam rangka mengembangkan fitrah manusia, mengembangkan potensinya, mengerahkan pertumbuhan dan

perkembangannya secara maksimal sesuai dengan ajaran I slam, sehingga diharapkan menjadi muslim yang baik, mampu berbuat bagi dirinya, tanah air, dan lingkungannya.

Ahmad D. Marimba (1989:23) pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam. Dari definisi ini pendidikan agama Islam lebih menitikberatkan kepada bimbingan jasmani rohani sebagai tujuan dalam membentuk kepribadian menurut ukuran Islam, dengan berdasarkan hukum-hukum agama Islam. Ramayulis (1994:4) pendidikan agama I slam adalah suatu proses edukatif yang mengarahkan kepada pembentukan akhlak atau kepribadian. Pengertian pendidikan agama Islam disini dimaksudkan memberikan perhatian pada pembentukan akhlak atau kepribadian dengan mengikuti sistem pendidikan agama Islam. Dari beberapa definisi pendidikan agama Islam di atas nampak sekali pendidikan agama Islam begitu sangat penting diberikan dimaksudkan dalam proses pembentukan akhlak (kepribadian), dimana manusi a itu sendiri memiliki fitrah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik lagi dengan usaha dan bimbingan secara sadar baik jasmani dan rohani menjadikan manusia yang sempurna (insan kamil) yakni manusia yang berilmu, beriman, bertakwa, terampil, bermoral, dan juga memiliki kepribadian baik yang mampu memposisikan dirinya dan lingkungan tempat tinggalnya. B. Dasar Pendidikan Agama Islam Dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan I slam. Menurut Hasan Langggulung (1988:6-7) dasar operasional pendidikan Islam terdapat enam macam, yaitu historis, sosiologis, ekonomi, politik dan administrasi, psikologi dan filosofis. 1. Dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada pengalaman pe ndidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang -undang maupun peraturan -peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik. Dasar ini juga dapat dijadikan acuan untuk memprediksi masa depan, karena dasar ini member i

data input tentang kelebihan dan kekurangan kebijakan serta maju mundurnya prestasi pendidikan yang telah ditempuh. 2. Dasar sosiologis adalah dasar yang memberikan kerangka sosio budaya, yang mana dengan sosiobudaya itu pend idikan dilaksanakan. Dasar ini juga berfungsi sebagai tolak ukur dalam prestasi belajar. Artinya , tinggi rendahnya suatu pendidikan dapat diukur dari tingkat relevansi output pendidikan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. 3. Dasar ekonomi adalah yang memberikan perspektif tentang potensi -potensi financial, menggali dan mengatur sumber -sumber, serta tanggungjawab terhadap rencana dan anggar an pembelanjaannya. 4. Dasar politik dan administratif adalah dasar yang memberikan bingkai ideologis, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama. 5. Dasar psikologi adalah dasar yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan ino vasi peserta didik, pendidik, tenaga administrasi serta sumber daya manusia yang lain. 6. Dasar filosofis adalah dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan member i arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya . Dari keenam dasar pendidikan agama Islam di atas dapat disimpulkan bahwa harus adanya sejarah yang melatarbelakangi maju mundurnya pendidikan yang disesuaikan dengan tatananan kehidupan masyarakat sekitar sehingga pendidikan yang ada akan berjalan dengan baik, ada sistem yang mampu memberikan pelayanan pendidikan dengan baik dan lancar tentunya dengan didukung oleh kebutuhan finansial yang diperoleh secara halal karenanya, kebutuhan finansial yang diperoleh secara tidak halal dalam proses pelaksanaan pendidikan agama Islam menjadi tidak berkah dengan hasil yang akan diperoleh nantinya.

Menurut Zakiah Daradjat (2008:19-21) dasar pendidikan agama Islam itu terdiri dari; 1) Al-Quran, 2) As Sunnah, 3) ijtihad. 1. Al-Quran adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh J ibril kepada nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam A l-Quran itu terdiri dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut akidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syariah. Istilah-istilah yang biasa digunakan dalam membicarakan tentang syari ah ini ialah: a) ibadah; untuk perbuatan yang langsung berhubungan dengan Allah, seperti yang tercantum dalam rukun I slam, melakukan taziyah, menjenguk orang sakit, rasa takut, mengharap, cinta, senang, dan lain -lain, b) muamalah; untuk perbuatan yang berhubungan selain dengan Allah, seperti berdagang, perkawinan, dan c) akhlak; untuk tindakan yang

menyangkut etika dan budi pekerti dalam pergaulan, seperti rasa malu, sabar, dermawan, puas, tegar, ulet, tabah dan lain -lain. Al-Quran merupakan sumber utama yang amat pent ing dalam ajaran dan kehidupan Islam. Al-Quran memiliki gagasan mendasar yang amat luas dalam berbagai kehidupan manusia yang semuanya dapat dijadikan landasan dasar utama dalam pengembangan pendidikan agama I slam. Sebab, Al-Quran telah memberikan gambaran dan pedoman yang amat berharga bagi semua persoalan kehidupan manusia. 2. As-Sunnah adalah perkataan, perbuatan -perbuatan, atau pun pengakuan rasul Allah swt, yang dimaksud dengan pengakuan itulah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupaka n ajaran kedua setelah Al-Quran. Seperti Al-Quran, sunnah juga berisi ak idah dan syariah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia seutuhnya atau mu slim yang bertaqwa untuk itu rasul A llah menjadi guru dan pendidik utama. Kedudukan As-sunnah dalam

kehidupan dan pemikiran I slam sangat penting karena di samping memperkuat dan memperjelas berbagai persoalan alam, Al-Quran juga banyak memberikan dasar pe mikiran mengenai berbagai aktivitas yang harus dikembangkan dalam ker angka hidup dan kehidupan umat I slam. 3. Ijtihad Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al -Quran dan assunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal -hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Ijtihad dibidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan As-sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsipnya saja.

C. Tujuan Pendidikan Agama Islam Menurut Zakiah Drajat (2008:30 -33) ada beberapa tujuan pend idikan agama Islam; yaitu 1. tujuan umum, 2. tujuan akhir, 3. tujuan sementara, 4. tujuan operasional. 1. Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusian yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda di setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Tujuan umum pendidikan I slam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan I slam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan. 2. Tujuan akhir, pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada wakt u hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk insan kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhi. Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk insan kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang -kurangnya pemeliharaan agar tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh

diri sendiri dan bukan dalam pendidikan f ormal. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah:


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu dengan takwa yang sungguhsungguh dan jangan sekali -kali kamu mati kecuali telah berserah diri kepada allah. Q.S Ali Imran 102. (Dahlan, 1999:111) 3. Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskip un dalam ukuran sederhana, sekurang kurangnya beberapa ciri pokok sudah kel ihatan pada pribadi anak didik, seperti tujuan pendidikan Islam di Madrasah Tsanawiyah berbeda dengan tujuan di Madrasah Aliyah, dan tentu saja berbeda dengan di SMTP. Meski demikian polanya sama yaitu takwa, sebagai bentuk insane kamil, hanya berbeda pada bobot dan mutunya. 4. Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari aspek anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepr ibadian. Menurut Al-Ghazali (dalam Abidin Ibnu Rusn, 1998: 57-59), dinyatakan tujuan pendidikan itu sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Orang dapat mendekatkan diri kepada Allah hanya setelah memperoleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan it u sendiri tidak akan dapat diperoleh manusia kecuali melalui pengajaran dan dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan itu dibagi menjadi dua yaitu, a. tujuan jangka panjang, dan b. tujuan jangka pendek. a. Tujuan jangka panjang ialah pendekatan diri kepada A llah. Pendidikan dalam prosesnya harus mengarahkan manusia menuju pengenalan dan kemudian pendekatan diri kepada tuhan pencipta alam. b. Tujuan jangka pendek ialah diraihnya profesi manusia sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Syarat untuk mencapai tujua n itu, manusia mengembangkan ilmu pengetahuan, baik yang termasuk fardhu ain maupun fardhu kifayat.

Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalam an siswa terhadap ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara(Departemen Agama, 20 04:4). Tujuan pendidikan Agama I slam ini mendukung dan menjadi bagian dari tujua n pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan oleh pasal 3 Bab II Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2003 ten tang sistem pendidikan nasional (Nazarudin, 2007:16). Tujuan Pendidikan agama Islam yang ada di sekolah menurut penulis bertujuan untuk menumbu hkan dan meningkatkan keimanan me lalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, peng hayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, tujuan pendidikan agama Islam haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan juga tidak melupakan etika atau moral. Penanaman nilai -nilai ini dimaksudkan untuk mencapai keberhasilan hidup yang baik di dunia maupun di akhirat. D. Fungsi Pendidikan Agama Islam Fungsi pendidikan agama I slam baik sebagai proses penanaman keimanan dan seterusnya maupun sebagai materi (bahan ajar) memiliki fungs i yang sangat jelas diantaranya menurut Nazarudin, (2007:17 -19). a. Pengembangan, adalah dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah swt, yang telah ditan amkan dalam lingkungan keluarga; b. Penyaluran, adalah untuk menyalurkan a nak-anak yang memiliki bakat khusus dibidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirin ya sendiri dan bagi orang lain; c. Perbaikan, adalah untuk memperbaiki kesalahan -kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran I slam dalam kehidupan sehari-hari yang sebelumnya mungkin mereka peroleh melalui sumber-sumber yang ada dilingkungan keluarga dan masyarakat;

d. Pencegahan, adalah untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya men uju manusia Indonesia seutuhnya; e. Penyesuaian, adalah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sos ial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam; f. Sumber nilai, adalah memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat . Menurut Abd Rahman (2001:55) ada 4 fungsi pendidikan Islam diantaranya: 1. Tahap takhliq (tahap penciptaan/konsepsi), yaitu tahap atau proses terbentuknya struktur dan kerangka serta kelengkapan -kelengkapan dasar ciptaan maupun potensi-potensi pembawaan manusia (anak), atau lebih dikenal dengan sebutan potensi fitr ah atau potensi mulai jadi, sehingga tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap pembentukan potensi fitrah; 2. Tahap taswiyah (tahap penyempurnaan penciptaan), yaitu proses bertumbuhkembangnya potensi fitrah anak secara bertahap dan berangsur angsur sampai sempurna; 3. Tahap takdir (tahap penentuan), yaitu tahap atau proses bertumbuhkembangnya potensi individual yang akan menentukan kapasitas dan kapabilitas serta kualitas masing -masing, yang sekaligus menunjukkan dan menentukan pembagian bidang tugas, kewena ngan dan tanggungjawab masing-masing dalam kehidupan masyarakat; 4. Tahap hidayah, yaitu proses pengarahan dan bimbingan agar setiap orang mampu melaksanakan tugas atau pengabdiannya m asing-masing secara efektif dan mengarahkan serta mendayagunakannya unt uk merealisasikan tugas dan fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi ini. Dari fungsi pendidikan Islam di atas lebih menekankan pada sifat individual yaitu dalam bentuk pengarahan, pembiasaan, dan pelatihan agar setiap orang mampu melaksanakan tugas hidupnya dengan baik dengan memberikan sumbangan dan partisipasinya secara aktif dan kreatif dalam membangun kehidupan bersama secara adil dan sejahtera dalam hal perilaku atau akhlak dengan masyarakat dan lingkungannya, dan mampu mengevaluasi dan memperbaiki diri terhadap tugas dan fungsi sebagai khalifah di muka bumi ini. E. Pemahaman Materi Pendidikan Agama Islam Dalam suatu pelajaran materi bukanlah merupakan tujuan, tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Oleh karenanya, penentuan materi pengajaran harus didasarkan pada tujuan, baik dari segi cakupan, tingkat kesulitan, ma upun

organisasinya. Pendidikan agama Islam diharapkan dapa t mengantarkan peserta didik supaya memiliki karakteristik/sosok manusia yang memiliki keberagamaan dan toleransi, karena memiliki karakteristik yang berbeda, maka perkembangan masing-masing dimensi keberagamaan juga memerlukan materi demikian pula sikap toleransi akan dapat berkembang melalui pemahaman secara objektif. Untuk memilih jenis materi agama Islam dan ajaran agama lain yang sesuai untuk mencapai tujuan, ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan patokan. Penentuan jenis tersebut didasarkan pada seberapa jauh materi tersebut dapat memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan. Sec ara garis besar, materi tersebut dapat dibedakan menjadi empat jenis menurut Chabib Thoha (1999:1620), yaitu: 1. Dasar, materi yang penguasaannya menjadi kualifikasi lulus an dari pengajaran yang bersangkutan. Diantara materi tersebut adalah materi yang ada dalam ilmu tauhid (dimensi kepercayaan), fiqh (dimensi perilaku ritual dan sosial), akhlak (dimensi komitmen). 2. Sekuensial, yaitu materi yang dimaksud untuk dijadikan dasar untuk mengembangkan lebih lanjut materi dasar. Dalam pendidikan agama Islam, materi ini akan menambah wawasan sek aligus memantapkan pencapaian materi dasar. Diantara subjek yang berisi materi jenis ini adalah tafsir dan hadits, yang bertujuan supaya peserta didik dapat memahami materi dasar yang lebih baik. 3. Instrumental, yaitu materi yang tidak secara langsung berguna untuk meningkatkan keberagamaan, tetapi penguasaanya sangat membantu sebagai alat untuk mencapai pengua saan materi dasar keberagama an, yang tergolong materi ini dalam pendidikan agama Islam, diantaranya adalah Bahasa Arab. Meskipun tidak secara langsung dapat meningkatkan ke beragaamaan, penguasaan bahasa Arab akan membantu mem permudah pemahaman tentang ajaran Islam yang diharapkan dap at meningkatkan keberagamaan Islam peserta didik. 4. Pengembangan personal, yaitu materi yang sec ara tidak langsung

meningkatkan keberagamaan atau toleransi beragama, tetapi mampu

membentuk kepribadian yang sangat diperlukan dalam kehidupan beragama yang dapat mendorong individu mengembang kan keberagamaannya atau hubungannya dengan umat beragama lain. Dari uraian tersebut di atas, maka materi pendidikan agama Islam tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu ke-berIslaman semata, tetapi juga ilmu lain yang d apat membantu pencapaian keberagamaan Islam secara komprehensif. Hal ini berarti akan meliputi materi diantaranya tercakup dalam bahasan ilmu -ilmu:

tauhid/akidah, fiqh/ibadah, akhlak, studi Al -Quran dan hadits, bahasa Arab, dan tarikh Islam. Dengan mempelajari materi ini, diharapkan peserta didik mampu mengembangkan pemahaman tentang orang lain, yang selanjutnya dapat meningkatkan toleransi beragamanya sehingga dapat tercipta kehidupan yang damai secara berdampingan dan s aling menghormati keyakinan masing -masing. Menurut Zuhairini dkk, (1981:58) materi pokok dalam pendidikan agama Islam meliputi: masalah keimanan (aqidah), masalah keI slaman (syariah), masalah ikhsan (akhlak). Tiga ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam, dan akhlak dan ketiganya lahirlah beberapa keilmuan agama, yaitu ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu akhlak. Ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam yaitu Al-Quran dan hadits, serta ditambah lagi dengan sejarah Islam (tarikh), sehingga secara berurutan itu adalah; ilmu tauhid/keimanan, ilmu fiqih, Al-Quran, hadits, akhlak, tarikh Islam. Menurut Muhammad Zein (1991:11) bahan pelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pend idikan di dalamnya terkandung nila i-nilai yang dianggap perlu untuk dimiliki oleh anak didik. Bahan-bahan pengajaran harus dikuasai oleh kaum guru, dipahami dan dimengerti sunguh -sunguh, karena kalau tidak maka akan menimbulkan kesulitan -kesulitan dalam proses belajar mengajar. Dalam dunia Islam telah dikenal secara populer secara minimum pengajaran agama itu dimaksud ialah tafsir, hadits, fiqih, sejarah Islam, akhlak/tasauf dan ditambah dengan bahasa Arab. Pengetahuan atau ilmu -ilmu

tersebut berkembang dan dijadikan bercabang -cabang lagi seperti tafsir, menjadi ada pengantar tafsir, tafsir Al -Quran, ada ulumul Quran dan ilmu baca Al Quran. Abudin Nata (2000:61) mengatakan bahwa di dalam upaya memahami ajaran Islam berbagai aspek yang berkenaan dengan Islam itu pe rlu dikaji secara seksama, sehingga dapat menghasilkan suatu pemahaman I slam yang

komprehensif. Hal ini penting dilakukan, karena kuali tas pemahaman ke-Islaman seseorang akan mempengaruhi pola piki r, sikap dan tindakan ke-Islaman yang bersangkutan. II.Religiusitas Religi berasal dari bahasa latin, menurut satu pendapat asalnya ialah relegere yang mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara -cara mengabdi kepada tuhan. Ini terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Menurut pendapat lain kata itu berasal dari kata relegare yang berarti mengikat. Ajaran -ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula ikatan antara roh manusia dengan tuhan dan agama lebih lanjut lagi memang meng ikat manusia dengan tuhan. Dari ketiga istilah agama, din, religi nampaknya dapat mewakili berbagai defini agama yang ada selama ini. Harun Nasution (1984:14) dalam hal ini, membantu dalam menyimpulkan beberapa definisi agama diantaranya sebagai berikut: 1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekutan gaib yang harus dipatuhi; 2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang mengusai manusia ; 3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan -perbuatan manusia; 4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu;

5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari suatu kekuatan gaib; 6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib; 7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terd apat dalam alam sekitar manusia; 8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang rasul. A. Unsur-Unsur yang Terdapat Dalam Agama Harun Nasution (1984:14) mengemukakan adanya empat unsur yang terdapat dalam agama; yaitu 1. Kekuatan gaib: manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib sebagai tempat minta tolong. Oleh karena itu manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mamatuhi perintah dan larangan kekuatan gaib itu; 2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia dan dihidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula; 3. Respon yang bersifat emosionil dari manusia. Respon itu bisa mengambil bentuk perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama agama primitif, atau perasaan cinta, seperti yang terdapat dalam agama agama monoteisme. Selanjut nya respons mengambil bentuk

penyembahan yang terdapat dalam agama -agama primitif, atau pemujaan yang terdapat dalam agama -agama monoteisme. Lebih lanjut lagi respons itu mengambil bentuk cara hidup tertentu ba gi masyarakat yang bersangkutan;

4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci. Dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran -ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu. Berdasarkan uraian di atas dapat mengambil kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk member i tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akh irat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respons emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib. B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Religiusitas Menurut Robert (2000:34) ada 4 faktor yang mempengaruhi tingkat religiusitas antara lain adalah: 1. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (fak tor sosial); 2. Berbagai pengalaman yang membantu sikap keagamaan, terutama pengalaman-pengalaman mengenai a. keindahan, keselarasan, dan kebaikan didunia lain (fak tor alami); b. konflik moral(faktor moral); c. pengalaman emosional keagamaan (fak tor afektif). 3. Faktor-faktor yang seluruhya atau sebagian timbul dari kebutuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan -kebuthan terhadap a. kemanan; b. cinta kasih; c. harga diri; d. ancaman kematian. 4. Berbagai proses pemikiran verbal (fak tor intelektual). Berdasarkan penjelasan di atas penulis mengambil kes impulkan bahwa setiap individu berbeda-beda tingkat religiusitasnya dan juga dipengaruhi oleh dua faktor

yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal yang dapat mempengaruhi tingkat religiusitas seperti adanya pengalaman -pengalaman emosional keagamaan, kebut uhan-kebutuhan individu yang mendesak untuk dipenuhi seperti kebutuhan rasa aman, harga diri dan cinta kasih. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi tingkat religiusitas adalah seperti pendidikan formal, pendidikan agama dalam keluarga, tradisi sosial yang berdasarkan nilai agama, dan tekanan lingkungan sosial dalam kehidupan individu. C. Dimensi Keberagamaan Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang perjalanan sejarah umat manusia adalah fenomena beragama ( religiosity). Salah satu konsep yang akhir akhir ini dianut banyak ahli psikologi dan sosio logi adalah konsep religiusitas rumusan C.Y Glock & R. Stark (1988:291). Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas berag ama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah) ta pi juga ketika melakukan aktivitas lain yang di dorong oleh kekuatan supranatu ral. Bukan hanya yang berkaitan dengan akitvitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak nampak dan terjadi dalam hati seseorang . Sebab, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi. Dengan demikian, agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Agama dalam pengertian Glok (dalam Djamaludin, 1994:77 -78) adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan si stem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada perso alan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi ( ultimate meaning). Menurut Glok ada lima macam dimensi keberagamaan yaitu dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktek agama, dimensi penghayatan, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama. 1. Dimensi keyakinan. Dimensi ini berisi pengharapan -pengharapan banyak orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin -doktrin tersebut. Setiap agama mempertah ankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat.

Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan i kut bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga di antara tradisi -tradisi dalam agama yang sama. Dalam dimensi keyakinan atau akidah dalam Islam menunjukkan pada seberapa tingkat keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran yang bersifat fundamental atau dogmatik. Di dalam keber-Islaman isi dimensi keimanan menyangkut keyakinan kepada Allah, para malaik at, nabi/rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka serta qadha dan qadar. 2. Dimensi praktik agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komit men terhadap agama yang dianutnya. Praktik -praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu: a. Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan ke agamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan. Dalam Kristen sebagian dari pengharapan ritual itu diwujudkan dalam kebaktian di gereja, per sekutuan suci, baptis, perkawinan dan semacamnya. Pada prinspnya agama Islam melarang (haram) perkawinan antara seorang beragama Islam dengan seorang yang tidak beragama Islam; b. Ketaatan, ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komit men sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dan ko ntemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi. Keta atan dilingkungan penganut kristen diungkapkan melalui sembahyang pribadi, membaca injil dan barangkali menyanyi himne bersama-sama. Dalam keber-Islaman, dimensi

peribadatan menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Quran, doa, zikir, ibadah kurban, iktikaf dimasjid dibulan puasa dan sebagainya. 3. Dimensi pengalaman. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan -pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pad a suatu

waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung men genai kenyataan terakhir (kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural). Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didifenisikan oleh suatu kelompok keaga maan (suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dal am suatu esensi ketuhanan, yaitu dengn tuhan, kenyataan terakhir , dengan otoritas

transendental. Dalam Islam perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Quran, berderma. 4. Dimensi pengetahuan agama, dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar -dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan satu sama lain, karena pengetahuan meng enai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Walaupun demikian, keyakinan tidak perlu diikuti oleh sya rat pengetahuan, juga semua pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada keyakinan. Lebih jauh, seseorang dapat berkeyakinan bahwa kuat tanpa benar-benar memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit. Dalam ajaran Islam seorang muslim harus dapat mempelajari ilmu dalam agama Islam seperti syariah Islam, akidah Islam, akhlak. Hal ini sangatlah penting untuk menambah dan mempertebal ketaatan dan ketakwaan kepada Allah swt. 5. Dimensi pengalaman atau konsekuensi. K onsekuensi komitmen agama bernilai dari empat dimensi yang sudah dibicarakan diatas. Di mensi ini mengacu pada identifikasi akibat -akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari kehari. Istilah kerja dalam pengertian teologis digunakan disini. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi -konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata -mata berasal dari agama. Dalam Islam dicontohkan, keyakinan akan surga dan

neraka jika seseorang mampu menghindarkan segala yang dilarang oleh Allah swt maka tentunya surga yang diperolehnya (Djamaludin, 1994:77-78). D. Religiusitas Pada Masa Remaja Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan, dengan penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja. Perkembangan agama pada r emaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck (Jalaluddin, 2010:74-77), adalah: a. Pertumbuhan pikiran dan mental ; b. Perkembangan perasaan; c. Pertimbangan sosial; d. Perkembangan moral; e. Sikap dan minat; f. Ibadah. Religiusitas remaja menurut Baharuddin (2008: 138) diantaranya; 1. Pra remaja (puber/negatif) 13-16 tahun Perkembangan jiwa agama pada usia pra remaja atau disebut masa puber/negatif kedua ini bersifat berurutan mengikuti sikap keberagamaan orang-orang yang ada di sekitarnya. Secara singkat perkembangan jiwa agama pra remaja, yaitu: a. i badah karena pengaruh keluarga, teman, lingkungan, dan peraturan sekolah. b . Kegiatan agama lebih banyak dipengaruhi emosional da n pengaruh luar. 2. Remaja awal (16-18 tahun) Perkembangan jiwa agama pada remaja awal adalah menerima ajaran dan perilaku agama dengan dilandasi kepercayaan yang semakin mantap. Kemantapan jiwa agama pada remaja awal ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu:

a. Timbul kesadaran untuk melihat dirinya sendiri. Dengan semakin matang organ jasmani yang diiringi kematangan emosi maupun pikiran maka para remaja semakin banyak merenungkan dirinya sendiri, baik kekurangannya, kelebihannya maupun masa

depannya. Kesadaran akan dirinya sendiri ini akan mengarahkan mereka juga berpikir secara mendalam tentang ajaran dan perilaku agama. b. Timbul hasrat tampil ke depan umum (sosial) termasuk dalam bidang agama sehingga para remaja termotivasi terlibat dalam berbagai organisasi keagamaan. c. Seiring dengan semakin mantapnya jiwa agama remaja maka tumbuh semangat dalam melakukan agama, yaitu semangat positif yang diwujudkan dalam perilakunya menjauhkan diri dari bidah dan kurafat. 3. Remaja akhir (18-21 tahun) Perkembangan jiwa agama pada remaja akhir ibarat grafik bukan semakin naik tetapi malah semakin menurun apabila dibandingkan dengan masa sebelumnya. Dengan demikian ada beberapa karakteristik umum perkembangan jiwa agama remaja akhir yaitu; a. Percaya tetapi penuh keraguan dan bimbang; b. Keyakinan beragama lebih dikuas ai pikiran ketimbang dikuas ai emosional; c. Dengan demikian mereka dapat mengkritik, menerima, atau menolak ajaran agama yang diterima waktu kecil. III.Hubungan PAI Dengan Tingkat Religiusitas Remaja Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Namun demikian, besar kecilnya pengaruh tersebut sangat tergantung pada berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Pendidikan agama pada hakekatnya merupakan pendidikan nilai. Pendidikan agama lebih dititikberatkan pada bagaimana kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama.

Pendidikan agama dalam sekolah sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan pertumbuhan kepribadian anak didik, karena pendidikan agama mempunyai dua aspek terpenting. Aspek pertama, ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian. Anak didik diberi kesadaran adanya Tuhan, lalu dibiasakan melakukan perintah -perintah Tuhan dan meninggalkan larangannya. Harus juga melatih anak didik untuk melakukan ibadah yang diajarkan dalam agama, karena praktek ibadah itulah yang akan membawa dirinya merasa dekat dengan Tuhan. Semakin sering dilakukannya ibadah, semakin tertanam kepercayaan kepada Tuhan dan semakin dekat pula jiwanya kepada Tuhan. Apabila anak telah terbiasa dengan peraturan akhlak dan hubungan sosial yang sesuai dengan ajaran agama sejak kecil, maka akhlak yang baik itu akan menjadi bagian integral dari kepribadiannya yang dengan sendirinya akan mengatur tingkah laku dan sikapnya waktu dewasa nanti. Aspek kedua, ditujukan kepada pikiran yaitu pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi ajaran -ajaran Tuhan itu tidak diketahui dengan benar. Memang untuk mendalami ajaran agama itu di segala bidang tidaklah mudah, oleh karenanya pendidikan agama harus memberikan nilai-nilai yang dapat dimiliki dan diamalkan oleh anak didik, supaya semua perbuatannya dalam hidup mempunyai ni lai-nilai agama, atau tidak kel uar dari moral agama. Setiap guru agama hendaknya menyadari, bahwa pendidikan agama bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan ag ama dan melatih keterampilan anak melaksanakan ibadah. Pendidikan agama jauh lebih luas daripada itu, pertama-tama bertujuan untuk membentuk kepribadian anak, sesuai dengan ajaran agama. Pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak, sehingga agama itu, benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali dalam hidupnya dikemudian harinya. Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja d an tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan agama saja, akan tetapi menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-latihan (amaliyah) sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama,

sampai kepada pengenalan dan pengertian terhadap ajaran aga ma, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri. Supaya agama itu benar-benar dapat dihayati, dipahami dan digunakan sebagai pedoman hidup bagi manusia, maka agama itu hendaknya menjadi unsur unsur dalam kepribadiannya. Hal itu dapat dilakukan dengan percontohan, latihan latihan dan pengertian tentang ajaran agama, jadi agama adalah amaliah dan ilmiah sekaligus. Pendidikan agama Islam dapat dimaknai dari dua sisi, yaitu pertama, dapat dipandang sebagai mata pelajaran seperti dalam kurikulum sekolah umum (SD, SMP, SMA). Kedua, dapat berlaku sebagai rumpun pelajaran yang terdiri atas mata pelajaran akidah akhlak, fiqih, quran hadits, sejarah kebudayaan Islam, dan bahasa Arab. Sebagai mata pelajaran pendidikan agama Islam memiliki peranan penting dalam penyadaran nilai -nilai agama Islam kepada peserta didik. Muatan mata pelajaran yang mengandung nilai, moral, dan etika agama menempatkan pendidikan agama Islam pada posi si terdepan dalam pengembangan moral beragama siswa. Hal itu sekaligus berimplikasi pada tugas -tugas guru pendidikan agama Islam yang kemudian dituntut lebih banyak perannya dalam p enyadaran nilai-nilai keagamaan tidak hanya dalam penyampaian materi saja a kan tetapi materi yang telah disampaikan dapat dipahami oleh siswa sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan kepribadian yang baik. Semakin tinggi siswa mampu memahami materi pelajaran agama maka semakin tinggi juga tingkat keberagamaannya. Berdasarkan penelitian Gillesphy dan Young (dalam Jalaluddin, 2010:296) menyatakan walaupun latarbelakang pendidikan agama dilingkungan keluarga lebih dominan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak, barangkali pendidikan agama yang diberikan di lembaga pendidikan i kut berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan anak. Kenyataan sejarah menunjukkan kebenaran itu. Sebagai contoh adalah adanya tokoh -tokoh agama yang dihasilkan oleh pendidikan agama melalui kelembagaan pendidikan khusus seperti pondok

pesantren, seminari maupun vihara. Pendidikan keagamaan (religious pedagogyc), sangat mempengaruhi tingkah laku keagamaan (religious behavior). Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dulu. Seorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti, anak tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang waktu kecilnya mempunyai pengalaman pengalaman agama, misalnya ibu bapaknya orang yang mengetahui tentang ajaran agama, lingkungan sosial dan kawan -kawannya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama secara sengaja dirumah, sekolah dan masyarakat. Apabila dalam pribadinya banyak unsur agam a, maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama. Menurut Zakiah Daradjat, (1976 :89) masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak -kanak menuju dewasa. Masa perpanjangan dari kanak-kanak sebelum mencapai dewasa. Anak -anak jelas kedudukannya yaitu yang belum dapat hidup sendiri, belum matang dari segala segi, tubuh masih kecil, organ -organ belum dapat menjalankan fungsinya secara sempurna, kecerdasan, emosi dan hubungan sosial belum selesai pertumbuhannya. Pada masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa berada dalam peralihan atau di atas jembatan goyang, yang menghubungkan masa kanak -kanak yang penuh kebergantungan, dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri. Untuk menghindari bias modernisasi dan mampu mengubah sikap negative thingking menjadi positive thingking, dengan berusaha untuk meningkatkan kualitas jiwa seseorang dari tingkat yang rendah menuju tingkat lebih tinggi. Dalam tasawuf, memiliki ajaran -ajaran yang bertujuan untuk membantu seseorang supaya seseorang dapat memelihara dan meningkatkan kesucian jiwanya atau fitrah nya sehingga dengan begitu akan merasa damai dan mampu menciptakan suasana religius dan agamis.

Ada tiga tahapan yang perlu dilakukan oleh seseorang untuk meningkatkan kualitas jiwanya. Pertama, melakukan zikir atau taalluq pada Tuhan, yaitu seseorang harus berusaha mengingatkan dan mengikatkan kesadaran hati dan pikiran kepada Allah. Dari berzikir ini akan meningkat sampai pada tahap kedua yaitu takhalluq seseorang secara sadar meniru sifat -sifat Tuhan sehingga seorang mukmin memiliki sifat-sifat mulia sebagaimana sifatnya. Ketiga , tahaqquq yaitu seseorang harus dapat mengaktualisasikan kesadaran dan kapasitas dirinya sebagai seorang mukmin atau agamis yang dirinya sudah didominasi sifat -sifat Tuhan sehingga tercermin dalam perilakunya yang suci dan mul ia.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

A. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Penelitian Variabel penelitian menurut Suryabrata (Muhammad Idrus, 2007:104) mendefiniskan variabel sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian dan sering pula variabel penelitian itu dinyatakan sebagai gejala yang akan diteliti. Adapun variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Pendidikan agam a Islam merupakan variabel bebas atau independent variabel (X), sedangkan tingkat religiusitas adalah variabel terikat atau dependent variabel (Y). Jika digambarkan maka:

Variabel (X) Pendidikan Agama Islam

Variabel (Y) Tingkat Religiusitas

Hubungan antara independent dan dependent variabel tidak selalu merupakan hubungan kausal. Lebih tegasnya lagi dapat dikatakan bahwa terdapat variabel yang saling berhubungan, tetapi yang satu tidak mempengaruhi. 2. Pendidikan agama Islam Merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dengan melihat pemahaman materi pendidikan agama Islam. Nilai yang tinggi menunjukkan pendidikan agama Islam yang tinggi sedangkan nilai yang rendah menujukkan pendidikan agama Islam yang rendah.

3. Keberagamaan atau religiusitas Diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah) tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang di dorong oleh kekuatan gaib. Bukan hanya yang berkaitan dengan akitvitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak nampak dan terjadi dalam hati seseorang. Keberagamaan seseor ang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi diantaranya dimensi keyakinan, peribadatan, pengalaman, pengetahuan agama dan dimensi konsekuensi . Nilai yang tinggi menunjukkan tingkat religiusitas yang tinggi seda ngkan nilai yang rendah menujukkan tingkat religiusitas yang rendah. B. Tempat atau lokasi penelitian Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah Madrasah Aliyah Negeri Pakem Sleman Yogyakarta. C. Populasi 1. Populasi penelitian Pengertian populasi seperti yang dik emukakan oleh Suharsimi (1986:102) adalah Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus Populasi dalam penelitian ini adalah siswa MAN Pakem Yogyakarta. Jumlah siswa MAN pakem yang didata peneliti berdasarka n keterangan tata usaha adalah 138 orang. Karena subjek penelitian ini banyak, maka hanya diambil 35% dari jumlah populasi yang ada untuk dijadikan sampel . 2. Sampel penelitian Tentang sampel yang harus diambil oleh peneliti, menurut Gay (Muhammad Idrus, 2007:123) memberikan ancer -ancer sebagai berikut: bahwa ukuran sampel yang diambil tergantung pada jenis penelitian ; jika penelitian

deskriptif besar sampel 10% dari populasi ; penelitian korelasional besar sampel minimum 30 subjek; kausal komparatif sebesar 30 subjek per kelompok dan penelitian eksperimental sebesar 15 subjek per kelompok. Meski begitu Gay menyarankan sampel sedapat mungkin berjumlah besar . Berdasarkan pendapat di atas penulis mengambil sampel sebanyak 50 sampel. Sampel yang besar dimaksudkan agar lebih representatif, dan hasilnya lebih mendekati generalisasi populasi. Tabel 3.1 Proporsi Pengambilan Sampel Siswa MAN Pakem Kelas I II Jumlah 70 68 138 Perimbangan 35/100x70 = 26 35/100x68 = 24 = 50

3. Teknik sampling Pengambilan sampel dilakukan dengan menggabungkan beberapa teknik pengambilan sampel, agar kelemahan yang ada pada suatu cara tertentu dapat ditutupi dengan cara lain. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik stratified sampling (sampling bersrata atau bertingkat) yaitu apabila terda pat kelompok-kelompok subjek, yang di antara kelompok satu dengan lainnya ada tingkatan yang membedakan. Cara

pengambilan sampelnya dengan random sampling yaitu dalam pengambilan sampelnya, peneliti memperhatikan angkatan subjek di dalam populasi dan menentukan proporsi sampel terlebih dahulu, sedangkan proses pengambilannya dilakukan secara acak. D. Cara memperoleh data Untuk memperoleh data yang diperlukan, teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Angket/Kuesioner Angket atau kwestioner (questionnaire) ialah suatu penyelidikan mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepenting an umum (orang banyak), dilakukan dengan jalan mengedarkan suatu daftar pertanyaan berupa formulir-formulir, diajukan secara tertulis kepada sejumlah subyek untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan (respons) tertulis seperlunya (kartini kartono,1980:200). Angket, yaitu daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain dengan maksud agar orang yang diberi angket tersebut bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan. Adapun angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu angket yang disajikan den gan serangkaian alternatif, sedangkan responden cukup memberikan tanda silang, melingkar, ataupun mencentang (sesuai permintaan) pada jawaban yang dianggapnya sesuai dengan keadaan dirinya (Muhammad Idrus, 2007:127). Untuk penilaian pemahaman materi pendid ikan agama Islam, jawaban hanya mempunyai dua kemungki nan yaitu benar dan salah. Penilaian selengkapnya sebagai berikut: Benar: 1, Salah :0. Sedangkan penilaian untuk tingkat religiusitas setiap jawaban favorable diberi penilaian 5,4,3,2,1 unfavorable diberi penilaian 1,2,3,4,5. E. Instrumen Penelitian Kisi-kisi instrumen dalam penelitian menunjukkan hubungan antara variabel dan data, metode dan instrumen ya ng disusun. Kisi-kisi instrumen dibuat berdasarkan konsep teori yang mendukung penelitian selanjutnya menjadi bahan yang akan dituangkan sebagai angket penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis kisi-kisi instrumen, yaitu isntrumen pendidikan agama I slam dan tingkat religiusitas. Instrumen merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dengan cara pengukuran. Cara ini dilakukan untuk memperoleh data yang objektif yang diperlukan untuk menghasilkan kesimpula n

penelitian yang objektif pula (Purwanto, 2008:183). Instrumen atau alat ukur dalam penelitian ini adalah berupa angket yang berisi butir -butir pertanyaan untuk diberi tanggapan oleh para subyek atau responden yang diteliti pengembangan alat tersebut didasarkan konstruksi teoritis yang telah disusun sebelumnya, kemudian atas dasar teori tersebut dapat dikembangkan dalam indik ator-indikator, dan selanjutnya dijabarkan dalam butir-butir pertanyaan.

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Intrumen Pendidikan Agama Islam Variabel Pemahaman materi pai Aspek Aqidah akhlak Fiqih Indikator a. Rukun iman b. Rukun Islam a. b. c. d. cara jual beli hari raya qurban mengurusi jenazah pembunuhan No item 1-5 6-13 14-16 17-19 20, 24,25 21,22,23 26,27,36,37 28,34,35 29,30-33 38-44 45-50

Al-quran hadits

a. nama-nama Al-Quran b. sejarah turunnya Al-Quran c. nama ayat &arti Al-Quran a. pola pemerintahan khulafaur rasyidin b. masa pemerintahan bani umayyah

SKI

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Tingkat Religiusitas

Variabel Tingkat Religiusit as

Aspek 1. Dimensi keyakinan a. b. c. d. e. f.

Indikator Yakin kepada allah Para malaikat Nabi/rasul Kitab-kitab allah Surga & neraka Qadha & qadar

Nomer Item Favorable Unfavorable 1,2 3,4 5,6 7,8 11,12 9,10 15,16 13,14 19,20 17,18 21,22 23,24 25,27 29,30 33,35 26,28 31,32 34,36

2. Dimensi a. Ritual peribadatan b. Ketaatan 3. Dimensi pengalama n 4. Dimensi pengetahua n agama a. Pengalaman keagamaan

a. Akidah Islam

37,39

38,40

5. Dimensi a. Keyakinan surga & konsekuens neraka i

41,43

42,44

1. Uji Validitas Instrumen Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang di inginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat menguk ur data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud (Suharsimi, 1986:136). Dalam metode ini menggunakan teknik korelasi product moment. Analisis yang digunakan dengan menggunakan SPSS 16.

2. Uji Reliabilitas Instrumen Reliabilitas adalah suatu instrumen yang cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data kerena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliab el akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya mem ang benar sesuai dengan kenyataannya maka berapa kalipun dia mbil, tetap akan sama (Suharsimi, 1986:141-142). Dalam penelitian ini untuk mencari reliabilitas digunakan rumus alpha sebagai berikut: Untuk mempermudah pengujian terhadap validitas atau kesahihan alat ukur dan reliabilitas untuk keandalan alat ukur, dipergunakan bantuan komputer dengan seri program statistik (SPSS) versi 16 dengan menggunakan buku panduan karangan Jonathan (2006: 224-228).

F. Teknik Analisis Data Untuk memenuhi penelitian yang valid, benar dan lengkap, maka diperlukan metode analisi s yang valid. Adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis data dengan cara mendeskripsikan data dalam bentuk angka -angka yang dihasilkan melalui rumus statistik dan pengolahan-pengolahan data yang akan diperoleh kesimpulan dengan angka, tabel dan sebagainya. Kemudian diterjemahkan dalam bentuk kata -kata sehingga akan dapat dimengerti makna yang terkandung. Untuk analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode teknik korelasional dengan mencari hubungan antara dua variabel atau lebih. Dimana pendidikan agama I slam (X) dan tingkat religiusitas (Y) dengan menggunakan SPSS versi 16.

BAB IV HASIL PENELITIAN A.Visi, Misi, Dan Tujuan Madrasah Aliyah Negeri Pakem 1. Visi Visi pendidikan MAN Pakem adalah untuk menyelenggarakan pendidikan berlandaskan nilai-nilai keislaman dan kemandirian sehingga mewujudkan warga madrasah yang terdidik, taqwa, terampil dan mandiri (T3M). a. Terdidik Diindikasikan dengan: 1) Peningkatan prestasi akademik; 2) Peningkatan nilai UN; 3) Peningkatan jumlah siswa yang melanjutkan ke PT . b. Taqwa Diindikasikan dengan: 1) Memiliki landasan iman yang kuat ; 2) Mampu melaksanakan syariat Islam secara baik dan benar ; 3) Melaksanakan amar maruf nahi mung kar. c. Terampil Diindikasikan dengan: 1) Kreatif dibidang seni, olah raga dan budaya ; 2) Mampu berdakwah dan syiar Islam dan ; 3) Mampu berkomunikasi dalam bahasa asing . d. Mandiri Diindikasikan dengan: 1) Memiliki jiwa wirausaha yang kompetitif ; 2) Semangat, tekun, dan ulet ; 3) Berorientasi ke masa depan (visioner) .

2. Misi a. Meningkatkan prestasi akademik sehingga mampu berpikir ilmiah, objektif, realistis seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Meningkatkan keyakinan ter hadap Allah swt serta kembangkan kebiasaan beribadah dan akhlakul karimah; c. Meningkatkan bimbingan dan pelatihan agar memili ki bekal kemampuan keterampilan; d. Memberikan motivasi agar tumbuh semangat berusaha dalam menumbuh

menghadapi setiap tantangan k ehidupan masa depan. 3. Tujuan a. Tujuan secara umum: Menjadi madrasah yang berkualitas, bermartabat, meiliki keunggulan dan kompetitif melalui: 1) Membekali siswa dengan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kecerdasan dan kecakapannya serta dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (perguruan tinggi); 2) Meningkatkan wawasan dan pengetahuan siswa agar dapat

mengembangan diri sejlaan d engan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian dan keterampil an dengan dijiwai ajaran agama Islam; 3) Menigkatkan kemampuan dan kemandirian siswa agar mampu mengabdikan diri serta turut berperan aktif dalam kehidupan di lingkungan masyarakat sebagai warga Negara yang bertanggun g jawab dan berakhlakul karimah. b. Tujuan khusus atau sasaran yang akan di capai pada tahun pelajaran 2009/2010 adalah: 1) Siswa MAN PAKEM memiliki akhlakul karimah yang berasal dari penghayatan nilai-nilai agama Islam yang diterapkan secara vertical (hablumminallah) maupun horizontal (hablumminannas); 2) Siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa A rab;

3) Siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa in ggris baik lisan maupun tulisan; 4) Memiliki grup band dan qosidah yang ma mpu menjadi juara dalam lomba tingkat kabupaten; 5) Siswa lulusan program menjahit/tata busana dapat menjahit pakaian pria/wanita dan membuat karya seni berbahan kain y ang bernilai jual; 6) Siswa dapat mengoperasikan k omputer, menguasai program -program office dan grafis serta mampu memanfaatkan internet untuk memperoleh informasi secara berakhlak; 7) Siswa lulusan keterampilan elektronika dapat melakit dan menservis alat elektronik; 8) Siswa lulusan keterampilan PHP (pengolahan hasil pertanian) dapat membuat produk unggulan keterampilan yang layak jual.

B. Lokasi Penelitian Penelitian yang dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri Pakem,

Harjobinangun Sleman Yogyakarta. Sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1992 tanggal 27 januari 1992 berasal dari PGA Negeri Pakem yang sebelumnya bernama PGAP (Pendidikan Guru Agama Tingkat Pertama) yang d idirikan di bawah naungan sebuah yayasan HMI Pakem, dan kemudian dinegerikan pada tahun 1968.

C. Pelaksanaan Uji Angket Sebelum digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya, terlebih dahulu peneliti melakukan try out terhadap kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini. 1. Validitas Perhitungan validitas dalam penelitian ini menggunakan SPSS versi 16. Perhitungan ini menggunakan 50 siswa yang berarti r tabelnya dengan tingkat signifikan 5%. Dari hasil perhitungan komputer diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Pendidikan agama Islam Dari 30 butir soal angket yang disebarkan kepada 50 siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Yogyakarta ditemukan butir soal yang gugur sebanyak 22 butir soal yaitu nomor 1, 2, 3, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, 17, 20, 26, 27, 30, 32, 33, 34, 43, 47, 48, 49 . b. Tingkat religiusitas Dari 30 butir soal angket yang disebarkan kepada 50 siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Yogyakarta ditemukan butir soal yang gugur sebanyak 14 butir soal yaitu nomor 1, 2, 4, 7, 8, 11, 12, 13, 22, 25, 30, 37, 38, 39. 2. Uji reliabilitas Sama dengan uji validitas, uji reliabilitas ini juga menggunakan jasa computer SPSS versi 16. Dari hasil uji reliabilitas diperoleh hasil sebagai berikut: a. Pendidikan agama Islam Dari hasil uji reliabilitas dengan menggun akan analisis Guttman. b. Tingkat religiusitas Dari uji validitas dan reliabilitas ditemukan n ilai reliable atau r alpha 0,665, ini berarti lebih besar dari r tabel 0,25 . Jadi jika r alpha lebih besar dari r tabel, maka dapat dikatakan angka tersebut reliable (andal). 3. Hasil uji Instrumen Untuk menghindari kesalahan pada analisis data, data hasil penyebaran kuesioner terlebih dahulu akan dilakukan seleksi terhadap item kuesioner. Secara tereperinci tabel 4.1 dan 4.2 berikut ini menyajikan hasil seleksi item yang telah dilakukan Tabel dibawah ini menujukkan bahwa jumlah butir -butir item dalam setiap aspek berbeda-beda. Suharsimi (2005: 147) menyatakan bahwa jumlah butir tidak perlu dipaksa sama banyak jika dilakukan hanya dalam rangka mencapai imbangan jumlah butir anta r variabel yang terpenting setiap variabel sudah diwakili

Tabel 4.1 Blue Print Skala Pendidikan Agama Islam Variabel Pemahaman materi pai Aspek Aqidah akhlak Fiqih Indikator a. Rukun iman b. Rukun Islam a. cara jual beli b. hari raya qurban c. mengurusi jenazah d. pembunuhan No item 4,5 10,11,12 16 18,19 24,25 21,22,23 36,37 28,35 29,31 38,39,40,41,42, 44 45,46,50 Jumlah Item 2 3 1 2 2 3 2 2 2 6 3

Al-quran a. nama-nama Al-Quran hadits b. sejarah turunnya Al-Quran c. nama ayat &arti Al-Quran SKI a. pola pemerintahan Khulafaur Rasyidin b. masa pemerintahan Bani Umayyah

Hasil blue print di atas, item yang valid digunakan untuk analisis data dan dijadikan kuesioner penelitian diantaranya adalah no. 4(1), 5(2), 10(3), 11(4), 12(5), 16(6), 18(7), 19(8), 21(9), 22(10), 23(11), 24(12), 25(13), 28(14), 29(15), 31(16), 35(17), 36(18), 37(19), 38(20), 39(21), 40(22), 41(23), 42(24), 44(25), 45(26), 46(27), 50(28).

Tabel 4.2 Blue print Tingkat Religiusitas

Variabel Tingkat Religiusitas

Aspek 1. Dimensi keyakinan

Indikator a.Yakin kepada allah b.Para malaikat c.Nabi/rasul d.Kitab-kitab allah e.Surga & neraka f.Qadha & qadar a.Ritual b.Ketaatan a.Pengalaman keagamaan

Nomer Item Favorable Unfavorable 3 5,6 9,10 15,16 14 19,20 17,18 21 23,24 27 29 33,35 26,28 31,32 34,36

Jumlah Item 1 2 2 3 4 3 3 3 4

2. Dimensi Peribadatan 3.Dimensi pengalaman

4.Dimensi pengetahuan a.Akidah Islam agama 5.Dimensi konsekuensi a.Keyakinan surga & neraka

40

41,43

42,44

Hasil blue print di atas, item yang valid digunakan untuk analisis data dan dijadikan kuesioner penelit ian diantaranya adalah no. 3(1), 5(2), 6(3), 9(4), 10(5), 14(5), 15(6), 16(7), 17(8), 18(9), 19(!0), 20(11), 21(12), 23(13), 24(14), 26(15), 27(16), 28(18), 29(19), 31(20), 32(21), 33(22), 34(23), 35(24) ,36(25), 40(26), 41(27), 42(28), 43(29), 44(30). D. Hasil Penelitian
4.3 Model Summary
b

Adjusted R Model 1 R .518


a

Std. Error of the Estimate

R Square .268

Square .253

6.98371

a. Predictors: (Constant), pai b. Dependent Variable: religiusitas

Dari tabel di atas dapat diketahui koefisien determinasi (R ) sebesar 0,268 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,268 maka dapat diartikan bahwa 26 ,8% tingkat religisitas siswa dipengaruhi oleh variabe l bebas yaitu pendidikan agama Islam, sedangkan sisanya sebesar 73,2 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model pene litian.
b

4.4 ANOVA Model 1 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), pai b. Dependent Variable: religiusitas Sum of Squares 858.057 2341.063 3199.120 df

Mean Square 1 48 49 858.057 48.772

F 17.593

Sig. .000
a

Dari uji anova atau F test, di dapat F hitung adalah 17.593 dengan tingkat signifikan 0,000, karena p robabilitas 0,000 > 0,05 dengan uji F hitung 17.593 > f
0,05;1;48

4,038 dengan kata lain dengan dua uji ini diperoleh bahwa faktor (X)

pemahaman materi pendiidkan agama Islam memiliki hubungan dengan faktor (Y) tingkat religiusitas siswa.
4.5 Coefficients
a

Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) pai B 106.707 1.290 Std. Error 6.167 .307 .518 Coefficients Beta t 17.303 4.194 Sig. .000 .000

a. Dependent Variable: religiusitas

Berdasarkan hasil analisa pada tabel, didapatkan model persmaan regresi sederhana sebagai berikut: Model : Y = Y = 106.707 + 1.290X

Nilai konstanta (a) adalah 106.707 ; artinya, jika pendidikan agama Islam bernilai 0 (nol), maka tingkat religiusita s bernilai negatif, yaitu 106.707.

Nilai koefisien regresi variabel pendidikan agama Islam (b) bernilai positif, yaitu 1.290; ini dapat diartikan bahwa setiap peningkatan pendidikan agama Islam sebesar 1, maka tingkat religiusitas juga akan meningkat sebesar 1.290.

E. Hasil Uji Hipotesis Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas siswa maka digunakan analisis regresi linier s ederhana dengan menggunakan SPSS versi 16 . Ketentuan pengujian analisis regresi linier sederhana menurut Duwi Priyatno, (2009: 136) adalah sebagai berikut; 1. Merumuskan hipotesis Ho : tidak ada hubungan antara pemahaman materi pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas siswa Ha : ada hubungan antara pemahaman materi pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas siswa 2. Menentukan t hitung dan signifikansi Dari output didapat t hitung sebesar 4.194 dan signifikansi 0,000. 3. Menentukan t tabel T tabel dapat dilihat pada tabel statistik pada signifikan 0,05/2 = 0,025 dengan derajat kebebasan df = n -2 atau 50-2 = 48. Hasil yang diperoleh untuk t tabel sebesar 2,011. 4. Kriteria pengujian Jika t tabel t hitung tabel, maka Ho diterima. Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka Ho ditolak.

Berdasarkan signifikansi: Jika signifikan > 0,05, maka Ho di terima. Jika signifikan < 0,05, maka Ho di tolak.

5. Kesimpulan Karena nilai t hitung > t tabel (4.194 > 2,011) dan signifikansi <0,05 (0,000 < 0,05), maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan pemahaman materi pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas.

F. Pembahasan Setelah dilakukan penelitian maka dapa t diketahui dari analisis regresi sebesar 0,518 lebih besar dari r tabel pada taraf signifikan 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang p ositif antara pemahaman materi pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas siswa MAN Pakem. Hal ini juga dilihat dari nilai t hitung > t tabel (4.194 > 2,011) dan signifikansi <0,05 (0,000 < 0,05) dapat diartikan adanya hubungan pemahaman materi pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas siswa. Hasil ini sejalan dengan pendapat Zakiah Daradjat (1980:65), bahwa perkembangan agama pada anak terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga di sekolah maupun di dalam masyarakat lingkungannya. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agam a (sesuai dengan ajaran agama) maka akan semakin banyak unsur agama dalam pribadi anak. Pendidikan Agama khususnya Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah mata pelajaran adalah bagaimana mengimplementasikan pendidikan agama Islam bukan hanya mengajarkan peng etahuan tentang agama akan tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, taqwa dan akhlak mulia. Dengan demikian materi pendidikan agama bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat dan kehidupannya senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia dimanapun mereka berada, dan dalam posisi apapun mereka bekerja. Dengan berbagai macam metode pembelajaran yang dilakukan oleh para guru harus dapat memperluas pemahaman dan mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia yang benar -benar mempunyai kualitas

keberagamaan yang kuat yang dihiasi dengan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai salah satu proses pembelajaran pendidikan agama Islam itu sendiri memiliki implikasi yang luas terhadap pendidikan nilai agama melalui pendidikan agama Islam. Pendekatan melalui cara memahami dari segi materi pendidikan agama Islam diantaranya dengan pendekatan k ontekstual dengan memenuhi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut harus dikembangkan secara terpadu dalam setiap bidang kajian agama, seperti akidah, syariah dan akhlak. Hasil koefisien determinasi diketahui sebesar 0,26 8 maka dapat diartikan bahwa 26,8% tingkat religisitas siswa dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu pendidikan agama Islam, sedangkan sisanya sebesar 73 ,2 % dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya; karena hasil determinasi sebesar 73 ,2% dari hasil tersebut juga menjadi kelemahan peneliti yaitu dari proses pembuatan angket antara dua variabel, dari cara pengisian para responden , atau dari segi pertanyaan yang mungkin tidak dimengerti sehingga sulit untuk memberikan jawaban yang sebenarnya. Kelemahaman penelitian ini hanya meneliti pada aspek materi pendidikan agamanya dan dilihat pada masa remaja saja tidak melihat pada siswa yang berada pada tingkatan SD atau SMP, dan peran orangtua dalam meningkatkan pemahaman terkait dengan mata pelajaran agama di sekol ah yang nantinya akan mencerminkan kepribadian yang baik.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas siswa. Hal ini terbukti dengan hasil perhitungan regresi sebesar 0,518 lebih besar dari r tabel pada taraf signifikan 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang p ositif antara pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas siswa MAN Pakem. Hal ini juga dilihat dari nilai t hitung > t tabel (4.194 > 2,011) dan signifikansi <0,05 (0,000 < 0,05) dapat diartikan adanya hubungan pemahaman materi pendidikan agama Islam dengan tingkat religiusitas s iswa. B. Saran Bertitik tolak dari hasil penelitian, penulis kemukakan saran yang kiranya dapat menjadi pedoman bagi semua pihak: 1. Kepada lembaga pendidikan dalam hal ini seko lah MAN Pakem Sleman Yogyakarta diharapkan pada guru agama untuk lebih pro fessional dalam mendidik terutama dalam mata pelajaran keagamaan dengan memberikan pendalaman nilai-nilai keagamaan yang tidak hanya sekadar materi saja akan tetapi di praktekkan secara langsung, supaya siswa tidak hanya belajar memahami tapi dapat merasak an efek dari ibadah yang dilakukan . 2. Kepada orangtua supaya sejak dini peduli terhadap kehidupan beragama pada anak remajanya ditunjukkan dengan kesediaan menanamkan ajaran -ajaran agama serta berperilaku sesuai dengan norma agama. Sebab, bimbingan yang diberikan sejak dini akan memberikan fondasi bagi perkembangan religiusitas berikutnya. 3. Bagi peneliti lanjut supaya dapat mengembangkan dengan melihat perbedaan suasana pembentukan keagamaan pada remaja baik di sekol ah maupun di rumah, dengan mengaitkan peran serta guru agama dan juga orangtua.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Ibnu Rusn, 1998, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan , Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Abuddin Nata, 2005, Filsafat Pendidikan Agama Islam , Jakarta:Gaya Media Pratama. Ahmad D. Marimba, 1962 , Pengantar Filsafat Pendidikan Islam , Bandung:PT Almaarif. Ahmad Tafsir. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam . Bandung:Rosda karya. Asep Saefullaoh. 2004. Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Modern Daa r Et-Taqwa Serang. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Asmadi Ahmad Purnawan. 2005. Pengaruh Tingkat Religiusitas Terhadap Kedisiplinan Guru Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Mirit Kabupaten Kebumen. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Baharuddin, 2005, Aktualisasi Psikologi Islam . Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2008, Psikologi Agama Dalam Perspektif Islam, Malang:UIN Malang Press. Djamaludin Ancok. 1994. Psikologi Islam, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Duwi Priyatno. 2009. 5 Jam Belajar Data Dengan SPSS 17 . Yogyakarta: Andi Offset. Endang Saifuddin Anshari. 1980. Agama dan Kebudayaan. Surabaya:PT Bina Ilmu. Ertyn Nurhayati.2000.Pengaruh Pemahaman Ajaran Islam Dalam Hal Ibadah Terhadap Kematangan Beragama Siswa MAN 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2003/2004.Skripsi.Yogyakarta:Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Hanah Tri Marlina.1994.Hubungan Sikap Terhadap Prostitusi Dengan Perilaku Keagamaan Remaja di Samas Srigading Sanden, Bantul Yogyakarta.Skripsi.Yogyakarta:Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Harun Nasution. 1984. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya . Jakarta:UI Press,

Iyat Solihat.2000.Pengaruh Tingkat Religiusitas Terhadap Kepercayaan Diri Pada Mahasiswa FIAI UII,Skripsi.Yogyakarta:Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Jalaluddin, 2010. Psikologi Agama, Jakarta:Rajawali Pers. Jonanthan Sarwono. 2006. Analisis Data Penelitian, Menggunakan SPSS 13 . Yogyakarta:Andi Offset. Kartini, Kartono. 1980, Pengantar Metodologi Research Sosial , Bandung: Penerbit Alumni. Miftah Khusurur.1999.Sikap dan Perilaku Keagamaan Siswa -Siswi Kelas 1 SMU Gama Yogyakarta,Skripsi.Yogyakarta:Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Mudjahid Abdul Manaf. 1994. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. Muhammad Alim, 2006, Pendidikan Agama Islam, Bandung:Remaja Rosdakarya. Muhammad Arifin. 1994. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinajuan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisip liner. Jakarta: Bumi Aksara. Muhammad Idrus, 2007, Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Yogyakarta:UII Press. Muslih Usa & Aden Wijdan. 1997. Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial.Yogyakarta:Aditya Media. Nazarudin, 2007, Manajemen Pembelajaran , Yogyakarta: Teras. Nelvi Lucyana.1999.Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kesadaran Beragama Warga Rumah Susun Rw 11 Kelurahan Gowongan Kecamatan Jetis Yogyakarta,Skripsi.Yogyakarta:Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Purwanto, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Psikologi dan Pendidikan , Jakarta:Pustaka Pelajar Robert h. Thouless, 2000. Pengantar Psikologi Agama . Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. Rohmat Mulyana, 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai . Bandung: Alfabeta Shalih bin fauzan bin Abdullah al -fauzan. 1998. Kitab Tauhid 1. Jakarta:Akafa Press Suharsimi Arikunto, 1986, Prosedur Penelitian,Suatu Pendekatan Praktik , Jakarta: Bina Aksara.

, 2005. Manajemen Penelitian, Jakarta:PT Rineka Cipta. Sulaiman Rasjid. 1994. Fiqih Islam. Bandung:Sinar Baru Algensindo. Suratminingsih.2006.Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Sikap dan Perilaku Siswa SDN Sleman IV .Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Yuli Dwi Astuti.2000.Pendidikan Agama Islam Terhadap Moralitas Siswa MAN Godean, Sleman. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Zainal Arifin Abbas, 1984, Perkembangan Pikiran Terhadap Agama , Jakarta:Pustaka Al Husna Zakiah Daradjat, dkk, 2008, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksrasa , 1970. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta:Bulan Bintang. Zaky Mubarok. 1998. Akidah Islam. Yogyakarta:UII Press Zuhairini, dkk, 2008, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

You might also like