Professional Documents
Culture Documents
developer/pasar pemerintah
dengan/tanpa rencana pembangunan
2
urban sprawl (perkembangan kota yang tidak beraturan) dan privatisasi ruang publik yang
tidak terkendali. Dalam ranah sosial, polaritas masyarakat kaya-miskin yang berdampingan
secara terang-terangan dan sentimen asli-pendatang menyimpan potensi ketegangan sosial
dan kegagalan untuk menciptakan tatanan sosial masyarakat baru yang harmonis.
Fragmentasi fisik kota yang tidak terkendali juga menyebabkan tata kota semrawut.
Developer yang hanya mementingkan keuntungan ekonomi tidak memperhitungkan akibat
jangka panjang dari kesemrawutan tata perumahan. Akibatnya, pembangunan infrastruktur
oleh pemerintah menjadi tidak efektif karena masyarakat menyebar. Hal ini merupakan
inefisiensi infrastruktur yang memboroskan belanja pemerintah.
Gated Community di Yogyakarta gagal untuk memenuhi fungsi inovasi kebijakan tata
ruang karena perencanaan wilayah (site plan) perumahan seringkali hanya bersifat mikro,
hanya mengatur daerah perumahan, bukan daerah sekitarnya. Jadi, perumahan gated
community bukanlah daerah yang terintegrasi dengan wilayah desa, baik secara fisik
maupun sosial. Kesan eksklusivisme dapat dibeli dengan harga murah (seharga rumah
70m2) sehingga mempermudah proses segregasi masyarakat karena semakin banyak orang
yang dapat memasuki kelas ‘menengah ke atas’ dan merasa nyaman dengan fragmentasi
terhadap kelas yang dianggapnya lebih rendah.
Tidak mustahil, suatu saat akan timbul gap yang cukup tajam antara Gated
Community dengan warga desa. Dua lapisan masyarakat ini memiliki gaya hidup dan cara
berpikir yang berbeda satu sama lain namun Gated Community selalu mencoba memasuki
wilayah warga desa dengan membangun pemukiman mewah baru. Tidak mustahil pula
semua warga Yogyakarta mengadopsi gaya hidup Gated Community yang dianggap modern
dan lebih baik. Jika hal ini terjadi, tentu nilai-nilai kultural dan ciri khas Yogyakarta sebagai
kota yang penduduknya ramah, guyub dan suka menolong akan terkikis dan menjadi lebih
individualistis, seperti layaknya kehidupan penduduk di kota-kota besar dunia.
Referensi :
Anonim. 2000. Arogansi “Gated Communit”y di Kota Kita. Diakses dari
http://www.urbane.co.id/userdata/artikel/files/In%20between%20-
%20Arogansi.pdf tanggal 20 Mei 2008.
Anonim, 2006. Studi Implikasi Spasial dan Sosial Perkembangan Komunitas
Berpagar (Gated Communities) dan Prospek Penatalaksanaan Ruangnya:
Studi kasus Yogyakarta (Laporan penelitian). Diakses dari
http://www.ftsp1.uii.ac.id/twiki/bin/viewfile/Proyek/GatedCommunitiesResear
chGroup?rev=1;filename=2006_LAPORAN_2.doc tanggal 20 Mei 2008.
Anonim. tanpa tahun. Gated Community. Diakses dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Gated_community, tanggal 20 Mei 2008.
3
Overberg, Paul. 2002. Gated communities more popular, and not just for the rich.
Diakses dari http://www.usatoday.com/news/nation/2002-12-15-gated-
usat_x.htm, tanggal 20 Mei 2008.
Ragil-mpwk. 2007. Pemanfaatan Aset Publik sebagai bagian dalam Perencanaan
dan Implementasi Manajemen Pembangunan Wilayah dan Kota. Diakses
dari http://www.blogger.com/feeds/9115985778091769857/posts/default,
tanggal 20 mei 2008.
Rahmah, Andi dkk. 2004. Loe Loe, Gue Gue : Hancurnya Kerekatan Sosial,
Rusaknya Lingkungan Kota Jakarta. Diakses dari
http://www.pelangi.or.id/publikasi/2006/loe_loe_gue_gue.pdf, tanggal 20 Mei
2008.