You are on page 1of 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Remaja a.

Definisi Remaja Menurut Sarwono (2010) remaja sebagai periode transisi antara masa kanakkanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah tidur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya. Remaja adalah individu yang sedang mengalami perubahan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Menurut WHO (World Health Organization) remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat mencapai kematangan seksual, dengan batasan usia remaja awal 10-14 tahun, remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 2010). Masa remaja meupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Sebagian besar masyakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatmodjo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.

b.

Tahap-tahap Perkembangan Remaja

Menurut Sarwono (2010) dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkambangan remaja:
1) Remaja awal (early adolescent)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahanperubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, mudah terangsang secara erotik. Kepekaan terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti oaring dewasa.
2) Remaja madya (middle adolescent)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan.
3) Remaja akhir (late adolescent)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:
a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. c) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
e) Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum. c. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Sarwono (2010) tugas perkembangan remaja adalah: 1) Menerima kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif. 2) Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang manapun. 3) Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan). 4) Berusaha melepaskan diri dari kepentingan emosi terhadap orang tua dan dewasa lainnya. 5) Mempersiapkan karier ekonomi. 6) Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
7) Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.

Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini sangat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugastugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya (Ali dan Asrori, 2009). d. Perubahan Fisik Pada Remaja 1) Tanda seks primer Tanda seks primer merupakan tanda yang menunjukkan alat kelamin Pada wanita

10

Alat kelamin wanita bagian luar terdiri dari: a) Bibir luar (labia mayora) b) Bibir dalam (labia minora) c) Klitorisis, yaitu bagian penuh dengan ujung-ujung syaraf sehingga sangat peka terhadap rangsangan/sentuhan. Sentuhan-sentuhan pada klitorisis dapat menyebabkan terjadinya orgasme (puncak kenikmatan seksual) pada wanita. d) Uretra (liang saluran seni) e) Liang senggama (vagina) berfungsi sebagai jalan keluar haid, jalan masuk penis dalam senggama, dan jalan keluar bayi waktu melahirkan. Alat kelamin wanita bagian dalam terdiri dari: a) Hymen (selaput dara)
b) Mulut rahim (serviks) yang menghubungkan vagina dengan rahim

c) Rahim (uterus), yaitu jaringan sebesar telur ayam, tetapi punya kemampuan melar yang sangat besar sekali dalam mengandung bayi. d) Saluran telur (tuba palopii) disebelah kanan dan kiri rahim. e) Indung telur (ovarium) yang menghasilkan hormon-hormon estrogen, progesterone dan sel telur. Pada laki-laki Alat kelamin pria terdiri dari: a) Testis menghasilkan hormon-hormon testosterone dan androgen dan spermatozoa diproduksi dalam jumlah ratusan juta. b) Saluran deferens (vas deferens), yaitu yang menghubungkan testis dengan kelenjar prostat. c) Kelenjar prostat yaitu tempat penyimpanan spermatozoa untuk sementara.

11

d) Saluran kencing (uretra), yaitu tempat keluarnya air mani dalam keadaan penis berereksi. (Sarwono, 2010) 2) Tanda seks sekunder Menurut Sarwono (2010) tanda-tanda seks sekunder merupakan tandatanda badaniah yang membedakan pria dan wanita.
a) Pada wanita bisa ditandai antara lain: pertumbuhan tulang-tualng (badan

menjadi tinggi, anggota badan menjadi panjang), pertumbuhan payudara, tumbuh bulu yang halus dan lurus gelap dikemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan setiap tahunnya, bulu kealuan menjadi keriting, haid, dan tumbuh bulu-bulu ketiak. b) Pada laki-laki bisa ditandai dengan pertumbuhan tulang-tulang, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara, bulu kemaluan menjadi keriting, tumbuh rambut-rambut halus diwajah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, tumbuh bulu didada. 2. Pengetahuan Seksual a. Pengetahuan 1) Definisi Pengetahuan Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku, spanduk, petugas kesehatan dan sebagainya. Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu onjek tertentu. Penginderaan melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

12

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang (over behavior). Penelitian Atmodjo (2007) mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. 2) Domain Pengetahuan Menurut Efendi dan Makhfudli (2009) tingkat pengetahuan tercakup didalam domain kognitif pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a)

Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat satu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam tingkatan pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Pengetahuan yang rendah, kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain masih menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b)

Memahami (comprehensive) Comprehensive diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap objek harus dapat juga menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipahami

c)

Aplikasi (aplication) Application diartikan sebagai mana kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontesk atau situasi yang lain.

13

d)

Analisa (analisis) Analisis ini adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur tersebut dan masih ada kaitannya satu-sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja yang dapat menggambarkan (membuat bagian), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e)

Sintesis (synthesis) Synthesis menunjukkan suatu kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau atau rumusan yang telah.
f) Evaluasi (evaluation)

Kemampuan dalam melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan kriteria yang sudah ada.
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu tingkat pendidikan, jenis pendidikan, budaya, dan pengalaman (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pendidikan yaitu kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok. Jenis pendidikan adalah macam jenjang pendidikan formal yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, sehingga tingkat pendidikan dan jenis pendidikan dapat menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan siswa / remaja tentang seksualitas. Informasi juga mempengaruhi

14

pengetahuan yaitu dengan kurangnya informasi tentang seksualitas menurunkan tingkat pengetahuan remaja (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Di Indonesia membicarakan tentang seks masih dianggap tabu sehingga pengetahuan tentang seksualitas yang diperoleh juga akan terbatas. Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman. Pengalaman disini berkaitan dengan umur, dengan tingkat pendidikan seseorang, maksudnya tingkat pendidikan yang tinggi pengalaman akan lebih luas sebagaimana dengan umur yang semakin bertambah (Notoatmodjo, 2003). b. Pengetahuan Seksual 1) Definisi Pengetahuan seksualitas menurut Wildan (2003) merupakan pengetahuan yang menyangkut cara seseorang bersikap atau bertingkah laku yang sehat, bertanggung jawab serta tahu apa yang dilakukannya dan apa akibat dagi dirinya, pasangannya dan masyarakat sehingga dapat membahagiakan dirinya juga dapat memenuhi kehidupan seksualnya. Nugraha (2002) menyatakan bahwa pengetahuan tentang seksualitas diartikan sebagai proses pembudayaan seksualitas diri sendiri dalam kehidupan bersama orang lain yang harus ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat. 2) Manfaat Pengetahuan Seksualitas Sarwono (2001) menerangkan manfaat pengetahuan seksualitas adalah : a) Mengerti tentang perbedaan seksualitas antara pria dan wanita dalam keluarga pekerjaan dan seluruh kehidupan yang selalu berubah dan berbeda dalam tiap masyarakat dan kebudayaan.

15

b) Mengerti tentang peranan seksual dalam kehidupan manusia, keluarga dan pekerjaan. c) Mengembangkan pengertian tentang diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan kebutuhan seks. d) Membantu untuk mengembangkan kepribadian sehingga remaja mampu untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Pemahaman yang keliru mengenai seksualitas pada remaja menjadikan mereka mencoba untuk bereksperimen mengenai masalah seks tanpa menyadari bahaya yang timbul dari perbuatannya, dan ketika permasalahan yang ditimbulkan oleh perilaku seksnya mulai bermunculan, remaja takut untuk mengutarakan permasalahan tersebut kepada orang tua. Remaja lebih senang menyimpan dan memilih jalannya sendiri tanpa berani mengungkapkan kepada orang tua. Hal ini disebabkan karena ketertutupan orang tua terhadap anak terutama masalah seks yang dianggap tabu untuk dibicarakan serta kurang terbukanya anak terhadap orang tua karena anak merasa takut untuk bertanya (Dhede, 2002).
3. Peer Group Education

a. Definisi Menurut Abdilah (2011) kelompok adalah suatu kelompok meliputi dua atau lebih manusia yang diantara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan. Bersama kelompok teman sebaya (peer group), individu merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lainnya seperti dibidang usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat memperkuat kelompok itu. Di dalam peer group tidak dipentingkan adanya struktur organisasi, namun diantara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab atas

16

keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Peer group adalah teman setingkat dalam perkembangan, tetapi tidak perlu sama usianya, yaitu sekumpulan orang yang memiliki keadaan atau tingkat perkembangan yang setingkat, dengan usia tidak harus sama (Haditomo, 2004). Tampubolon (2002) menyatakan bahwa peer group adalah kumpulan orang yang memiliki berbagai kesamaan, seperti kesamaan usia, status sosial atau kecenderungan yang sama terhadap sesuatu hal. Karena banyaknya kesamaan ini mereka memutuskan untuk membuat kelompok. Sedangkan menurut Santrock (2003) teman sebaya (peer) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau kedewasaan yang sama. Dari beberapa pengertian tentang peer group dapat diambil kesimpulan bahwa peer group adalah sekelompok orang yang merasa memiliki beberapa kesamaan, baik dari segi usia, pola berfikir, atau hal yang lain, sehingga dari kesamaan itulah mereka memutuskan untuk membuat sebuah komunitas atau kelompok. Santrock (2003) mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya yang sedang berlangsung. Suntrock beranggapan bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Mengenal kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih sayang (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban dan hubungan seksual. Dalam kelompok teman sebaya (peer group) akan memungkinkan individu untuk saling berinteraksi, bergaul dan memberikan semangat dan motivasi terhadap

17

teman sebaya yang lain secara emosional. Adanya ikatan secara emosional dalam kehidupan peer group akan mendatangkan berbagai manfaat dan pengaruh yang besar bagi individu yang berada dalam kelompok tersebut. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peer group adalah sekelompok teman sebaya yang mempunyai ikatan emosional yang kuat dan mereka dapat berinteraksi, bergaul, bertukar pikiran dan pengalaman dalam memberikan perubahan dan pengembangan dalam kehidupan sosial dan pribadinya. Menurut Santrock (2003) ada beberapa strategi yang tepat dalam mencari teman sebaya yaitu: 1) Menciptakan interaksi sosial yang baik mulai dari menanyakan nama, usia dan aktifitas favorit.
2) Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian.

3) Tingkah laku yang proposial seperti jujur, murah hati dan mau bekerja sama. 4) Menghargai diri sendiri dan orang lain.
5) Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, duduk

berdekatan, berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan pujian. Peer Education yaitu pendidikan bagi remaja oleh remaja. Sebelum menjadi peer educator, para remaja ini mendapat pendidikan dulu mengenai masalahmasalah remaja, termasuk seksualitas dan kesehatan reproduksi dari para ahli. Setelah itu, diharapkan mereka dapat menularkan pengetahuannya tadi ke rekanrekan sebayanya, serta mempengaruhi mereka untuk mengambil keputusan yang sehat dan bertanggung jawab. Pada intinya peer educator berperan sebagai pemberi informasi bagi rekan sebayanya. Kegiatan yang dilakukan oleh peer educator bermacam-macam,

18

misalnya,

memfasilitasi

diskusi

kelompok,

memberikan

informasi

secara

interpersonal, menjadi motivator untuk kegiatan-kegiatan remaja di sekolah atau di lingkungannya.


b. Ciri-ciri Peer Group

Peer group merupakan suatu kelompok yang dibentuk oleh individuindividu yang mempunyai persamaan usia dan status sosial. Peer group atau kelompok sebaya mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan dengan jenis kelompok lain. Ciri-ciri peer group menurut Santosa (2004) yaitu: 1) Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas Peer group atau kelompok sebaya terbentuk secara spontan. Kelompok ini tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas karena semua anggota mempunyai kedudukan dan fungsi yang sama, tetapi tetap ada satu orang diantara anggota dianggap sebagai seorang pemimpin yaitu anak yang paling disegani dan paling mendominasi dalam kelompok. 2.Bersifat sementara Peer group ini bukanlah merupakan suatu organisai resmi dan kemungkinan tidak dapat bertahan lama karena tidak ada struktur organisasi yang jelas, lebih-lebih jika keinginan masing-masing anggota berbeda-beda dan tidak mencapai kesepakatan.
3.

Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan luas Setiap anggota peer group berasal dari lingkungan yang berbeda dan

mempunyai aturan serta kebiasaan yang berbeda pula. Dalam peer group mereka akan saling memperkenalkan kebiasaan masing-masing, sehingga mereka dapat saling belajar. 4.Anggotanya adalah individu yang sebaya

19

Peer group yang terbentuk secara spontan ini beranggotakan individuindividu yang memiliki persamaan usia dan posisi sosial. Contoh konkritnya ialah pada anak-anak SMP atau SMA, dimana mereka mempunyai tujuan serta kebutuhan yang sama. c. Fungsi Peer Group Peer group sebagai wadah sosialisasi, sebagai mana di ungkapkan Havighurst dalam Ahmadi (2004) ada tiga fungsi peer group: 1) Mengajarkan kebudayaan Dalam peer group diajarkan kebudayaan yang berada ditempat itu, misalnya orang luar negeri dating ke Indonesia, maka teman sebayanya di Indonesia mengajarkan kebudayaan Indonesia ata sebaliknya. 2) Mengajarkan mobilitas sosial (perubahan status) Misalnya ada middle-class, lower-class dan inilah yang disebut mobilitas sosial. Hasil penelitian Neugarten yang dilakukan pada anak-anak kelas V dan VI menyimpulkan bahwa bila mereka ditanya siapa teman mereka paling baik, kebanyakan menjawab teman mereka yang berasal dari kelas sosial diatas mereka kemudian teman yang berasal dari kelas social mereka sendiri. 3) Membantu peranan sosial yang baru Peer group memberi kesempatan anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru, misalnya anak belajar bagaimana mendapat pangkat, bagaimana menjadi pemimpin yang baik dan lain sebagainya.
d.

Kriteria tutor sebaya

Seorang tutor hendaknya memiliki kriteria:


1) Memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata siswa satu kelas. 2) Mampu menjalin kerja sama dengan sesama siswa.

20

3) Memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademis yang baik. 4) Memiliki sikap toleransi, tenggang rasa dan ramah dengan sesama. 5) Memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya sebagai yang

terbaik.
6) Bersikap rendah hati, pemberani, dan bertanggung jawab serta suka membantu

sesamanya yang mengalami kesulitan. (Sawali, 2007)


e. 1)

Tugas dan tanggung jawab tutor sebaya Memberikan tutorial kepada anggota terhadap materi ajar yang

sedang dipelajari.
2) 3)

Mengkoordinir proses diskusi agar berlangsung kreatif dan dinamis. Menyampaikan permasalahan kepada guru pembimbing apabila ada

materi ajar yang belum dikuasai.


4)

Menyusun jadwal diskusi bersama anggota kelompok, baik pada saat

tatap muka di kelas maupun di luar kelas, secara rutin dan insidental untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
5)

Melaporkan perkembangan akademis kelompoknya kepada guru

pembimbing pada setiap materi yang dipelajari. Peran guru dalam metode diskusi kelompok terbimbing model tutor sebaya hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing terbatas. Artinya, guru hanya melakukan intervensi ketika betul-betul diperlukan oleh siswa.

f.
1)

Cara menyiapkan tutor sebaya Guru memberikan petunjuk kepada tutor sebagaimana mendekati

temannya dalam hal memahami materi.

21

2)

Guru menyampaikan pesan kepada tutor-tutor agar tidak selalu

membimbing teman yang sama.


3)

Guru membantu agar semua siswa dapat menjadi tutor sehingga

mereka merasa dapat membantu teman belajar. 4) Tutor sebaiknya bekerja dalam kelompok kecil, campuran siswa

berbagai kemampuan (heterogen) akan lebih baik. 5) Guru memonitoring terus kapan tutor maupun siswa yang lain

membutuhkan pertolongan. 6) Guru memonitoring tutor sebaya dengan berkunjung dan menayakan

kesulitan yang dihadapi setiap kelompok pada saat mereka diskusi dikelas. 7) Tutor tidak mengetest temannya untuk grade, biarkan hal ini

dilakukan guru (Suparno, 2007). B. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu abstrak, logika secara teliti, secara arti harfiah akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan dengan ilmu pengetahuan. Kerangka konsep merupakan teori yang biasa diukur yang telah dikembangkan dalam keperawatan atau disiplin ilmu lain (Nursalam, 2003). Sedangkan kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoadmotjo, 2005). Skema 1 Kerangka konsep penelitian Input Proses Output

22

Siswa/siswi SMKN 1 Benai

Pre test Pengetahuan tentang seksualitas: - Tinggi - Rendah

Metode Peer Group Education

Post test Pengetahuan tentang seksualitas: - Tinggi - Rendah

C. Hipotesa Hipotesa adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesa tersebut dapat diterima atau harus ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian (Hidayat, 2007). Hipotesa dari penelitian ini adalah: Ha: ada pengaruh pendidikan teman sebaya terhadap peningkatan pengetahuan seksualitas. Ho: tidak ada pengaruh pendidikan teman sebaya terhadap peningkatan pengetahuan seksualitas.

You might also like