You are on page 1of 40

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Salah satu ciri dari era globalisasi yang sedang atau akan kita hadapi di masa depan, ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas diwarnai dengan semakin meningkatnya persaingan serta fluktuasi harga pasar yang membuat ketidakpastian dunia usaha semakin meningkat baik bagi perusahaan maupun Negara yang terlibat dalam perdagangan antar negara. Dengan demikian, maka suatu perusahaan maupun negara dituntut untuk mampu mengembangkan agar mampu bersaing di dunia internasional. Perdagangan antar dua negara berbeda dengan perdagangan yang terjadi dalam satu negara yang hanya memakai satu mata uang, karena untuk perdagangan dua negara memakai dua mata uang yang berbeda. Adanya transaksi dengan mata uang yang berbeda dapat menimbulkan risiko keuangan bagi perusahaan akibat adanya perubahan kurs mata uang. Risiko tersebut dapat dihindari dengan melakukan transaksi tunai. Namun tidak semua transaksi yang terjadi pada perusahaan dapat dilakukan secara tunai, akibatnya akan timbul hutang dan piutang dalam mata uang asing. Sehingga apabila terjadi perubahan nilai tukar valuta asing, perusahaan akan mengalami kerugian/keuntungan akibat perubahan tersebut. Risiko ini juga akan dihadapi oleh para importir maupun eksportir serta perusahaan-perusahaan yang bertransaksi atau mempunyai kewajiban dan aktiva dalam bentuk mata uang asing. Untuk itu terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perusahaanperusahaan termasuk di sektor publik yang sering kali atau kerap bertransaksi dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan nilai tukar dan suku bunga. Diantaranya adalah perusahaan tersebut harus melakukan peramalan pergerakan kurs valuta asing, memonitor kinerja perusahaan terhadap risiko kerugian yang ditimbulkan oleh fluktuasi valuta asing, serta merancang strategi untuk menghindari kerugian dari risiko fluktuasi valuta asing. Untuk itu sangat penting artinya bagi perusahaan termasuk di sektor publik untuk menerapkan strategi lindung nilai (hedging ) untuk menghindari risiko kerugian akibat fluktuasi valuta asing.

B. Tujuan Penulisan Paper ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang dan bagaimana penerapan strategi lindung nilai (hedging) untuk meminimalisir risiko yang timbul akibat fluktuasi pasar, valuta asing, suku bunga, serta variabel ekonomi lainnya sebagai dampak dari perdagangan bebas. Dimulai pembahasan tentang definisi, konsep dan teori

hedging sampai dengan penerapannya di berbagai negara di dunia termasuk prospek


apabila diterapkan di Indonesia. Pembahasan juga diarahkan kepada langkah-langkah strategi di masa depan berkaitan dengan konsep hedging yang dapat dikembangkan sebagai langkah mitigasi risiko perdagangan bebas.

C. Ruang Lingkup Pembahasan paper ini kami fokuskan pada strategi penerapan hedging yang efektif sebagai pengalih risiko yang muncul akibat fluktuasi pasar, valuta asing, suku bunga, serta variabel ekonomi lainnya sebagai dampak dari perdagangan bebas. Beserta contoh penerapan di beberapa negara pelopor (pioneer), motif yang mendasari penerapan hedging, tujuan dan manfaat penerapan, risiko akibat kegagalan dalam penerapan hedging itu sendiri, serta penyebab kegagalan penerapan. Pembahasan juga kami arahkan kepada beberapa krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia, berikut penyebab serta upaya-upaya pemerintah dalam mengatasi krisis tersebut. Kami mencoba mengaitkannya dengan ketidakmampuan bangsa Indonesia dalam mengantisipasi era globalisasi yang ditandai dengan perdagangan antar negara. dapat dihindarkan dalam perdagangan bebas. Strategi lindung nilai (hedging) yang dianggap sebagai salah satu solusi dalam memitigasi risiko tersebut, kami bahas secara komprehensif termasuk dalam hal wacana penerapannya di Indonesia. Hal ini meliputi dasar hukum dan peraturan yang mengatur tentang praktik hedging, serta contoh-contoh kasus yang pernah dan mungkin akan terjadi di Indonesia. Faktorfaktor fluktuasi pasar, valuta asing, suku bunga, dan lain-lain merupakan hal yang tidak

BAB II LANDASAN TEORI

A. HEDGING 1. Definisi Hedging

Hedging merupakan transaksi lindung nilai dimana pihak yang akan melindungi nilai
komoditas/keuangannya membayar sejumlah premi kepada pihak lain untuk melindungi nilai keuangan ataupun komoditasnya terhadap volatilitas pasar. Terdapat beberapa definisi tentang hedging yang disampaikan oleh beberapa ahli:

Hedging adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi sebuah perusahaan dari exposure terhadap nilai tukar. Exposure terhadap fluktuasi nilai tukar adalah sejauh
mana sebuah perusahaan dapat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar. (Madura 2000

: 275)

Hedging adalah suatu tindakan melindungi perusahaan untuk menghindari atau


mengurangi risiko kerugian atas valuta asing sebagai akibat dari terjadinya transaksi bisnis. Sehingga perusahaan dapat melakukan penjualan atau pembelian sejumlah mata uang, untuk menghindari risiko kerugian akibat selisih kurs yang terjadi karena adanya transaksi bisnis yang dilakukan perusahaan tersebut . (Faisal 2001 : 8 )

Hedging merupakan sebuah bagian dari currency exposure yang berarti menentukan
sebuah pengganti kerugian kurs mata uang, misalnya kerugian atau keuntungan pada nilai asal currency exposure sebenarnya dapat disamakan dengan keuntungan atau kerugian nilai tukar mata uang pada currency hedge (Shapiro 1999 : 144)

Hedging merupakan pembelian suatu kontrak (termasuk foward exchange) atau


barang nyata yang nilainya akan meningkat dan kerugian dari jatuhnya nilai tersebut dari kontrak lain atau barang nyata. Pelaku hedging berusaha melindungi pemilik dari kerugian. (Eiteman 2003 : 171-174)

2. Tujuan Penerapan Hedging Dalam setiap kegiatan perdagangan, suatu perusahaan baik di sektor privat maupun sektor publik selalu mengharapkan keuntungan. Namun, di sisi lain perusahaan tersebut juga dihadapkan kepada risiko kerugian yang selalu melekat dalam kegiatan usahanya. Risiko umumnya berasal dari akibat perubahan harga barang, perubahan kurs mata uang, suku bunga, inflasi dan lain sebagainya. Untuk melindungi pengusaha dari risiko tersebut dapat dilakukan melalui penerapan strategi lindung nilai (hedging) di bursa berjangka. Dengan melakukan lindung nilai, risiko tersebut dapat dialihkan (transfer of risk) kepada investor yang mengharapkan keuntungan dari perubahan harga di bursa berjangka.

Hedging adalah suatu kegiatan pengambilan posisi di pasar berjangka yang


berlawanan dengan posisinya di pasar fisik. Dengan mengambil posisi yang berlawanan antara pasar berjangka dan pasar fisik, maka kerugian yang timbul akibat adanya fluktuasi harga di pasar fisik dapat dikurangi dengan keuntungan yang diperoleh di pasar berjangka, atau sebaliknya.

Hedging bukan kegiatan yang bersifat spekulasi karena untuk

melakukannya dibutuhkan pengetahuan yang memadai dan perhitungan yang cermat. Dengan demikian sebelum melakukan lindung nilai perlu menentukan strategi yang tepat guna mencegah terjadinya kerugian.

Hedging sangat bermanfaat bagi perusahaan atau negara yang memiliki usaha dan
sering bertransaksi yang berkaitan dengan suku bunga atau nilai tukar. Jika perusahaan mempunyai hutang dalam valuta asing dan suku bunga mengambang, mereka pasti akan terpengaruh. Menghadapi suku bunga yang cenderung naik dan nilai tukar berfluktuatif, kebutuhan hedging juga dirasakan semakin besar khususnya oleh perusahaan-perusahaan umum yang kerap melakukan ekspor dan impor.

Hedging juga dapat mengurangi kemungkinan bangkrut, memungkinkan perusahaan


untuk mendapatkan kredit dari kreditor dengan lebih mudah, menjalin kerjasama yang lebih baik dengan pemasok, dan memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah karena risiko yang dirasakan oleh pemberi pinjaman lebih rendah. Hedging juga dapat memungkinkan perusahaan atau negara pelaku hedging untuk mampu meramalkan pengeluaran dan penerimaan kas di masa depan dengan lebih akurat, sehingga dapat mempertinggi kualitas dari keputusan penganggaran kas ( Weston

dan Copeland, 1995 ).

3. Teori dan Konsep Hedging Teknik penerapan hedging terdiri dari teknik hedging jangka pendek dan teknik

hedging jangka panjang.

Mengenai teknik mana yang akan digunakan oleh suatu

perusahaan atau negara tergantung dari strategi mana yang paling menguntungkan dan memiliki risiko kegagalan paling rendah sesuai dengan review dan peramalan masingmasing perusahaan / negara. Teknik-teknik yang biasanya dapat digunakan dalam meng-hedge sebagian atau seluruh transaksinya dalam jangka pendek antara lain: (Madura 2000 : 322-333) a. Hedging memakai future contract

Future contract adalah kontrak yang menetapkan penukaran suatu valuta dalam
volume tertentu pada tanggal penyelesaian tertentu. b. Hedging memakai forward contract Suatu kontrak antara nasabah dan bank untuk melakukan sejumlah penjualan atau pembelian valuta terhadap valuta lainnya dimasa yang akan datang dengan rate yang telah ditentukan pada saat kontrak dibuat. Keuntungan forward contract antara lain : Menghindari dan memperkecil resiko kurs Dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan nasabah

Tujuan dari forward contract adalah :

Forward contract digunakan untuk meng-cover resiko exchange rate untuk


pembelian / penjualan valuta di masa mendatang

Jika ada suatu transaksi bisnis, forward contract dapat menghilangkan

currency exposure karena kurs valuta untuk masa yang akan datang telah
ditetapkan. Perhitungan kalkulasi biaya yang pasti Untuk tujuan spekulasi

c. Hedging memakai instrumen pasar uang. Hedging memakai instrumen pasar uang melibatkan pengambilan suatu posisi dalam pasar uang untuk melindungi posisi hutang atau piutang di masa depan. d. Hedging memakai opsi (option) valuta Opsi menyediakan hak untuk membeli atau menjual suatu valuta tertentu dengan harga tertentu selama periode waktu tertentu. Tujuan dari option ini untuk hedging. Sedangkan teknik-teknik hedging yang sering digunakan untuk meng-hedge

exposure jangka panjang antara lain : (Madura 2000 : 342-345)


a. Kontrak foward jangka panjang (Long foward)

Long Foward adalah forward contract

jangka panjang.

Sama seperti forward

contract jangka pendek, dapat dirancang untuk mengakomodasi kebutuhankebutuhan khusus dari perusahaan. Long foward sangat menarik bagi perusahaan yang telah menandatangani kontrak ekspor atau impor bernilai tetap jangka panjang dan melindungi arus kas mereka jangka panjang. b. Currency Swap

Currency swap

adalah

kesempatan

untuk

mempertukarkan

satu valuta

dengan valuta lain pada kurs dan tanggal tertentu dengan menggunakan bank sebagai perantara antara dua belah pihak yang ingin melakukan currency swap. Tujuan dari currency swap antara lain: Meng-cover resiko exchange rate untuk pembelian / penjualan valuta Transaksi swap akan menghilangkan currency exposure karena pertukaran kurs pada masa yang akan datang telah ditetapkan. Perhitungan kalkulasi biaya yang pasti Untuk tujuan spekulasi Strategi gapping

Keuntungan currency swap : Menghindari resiko pertukaran uang Tidak menganggu pos-pos di neraca perusahaan / negara

c. Parallel Loan

Parallel loan adalah kredit yang melibatkan pertukaran valuta antara dua pihak,
dengan kesepakatan untuk menukarkan kembali valuta-valuta tersebut pada kurs dan tanggal tertentu di masa depan. Parallel loan bisa diidentikan dengan dua swap yang digabungkan menjadi satu, satu

swap

terjadi

pada

permulaan

kontrak parallel loan dan satunya lagi pada tanggal tertentu di masa depan.

B. HEDGING SEBAGAI PENGALIH RISIKO 1. Hedging sebagai Mitigasi Risiko Beberapa pengamat ekonomi menyatakan bahwa krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia (tahun 1998) diakibatkan karena tidak diterapkannya hedging terhadap PLN dan BULOG pun diberitakan terus beberapa sektor seperti terhadap mata uang dollar (US$) yang notabene Indonesia sangat tergantung terhadap suplai mata uang tersebut. mengalarni kerugian, padahal PLN dan BULOG merupakan penyedia barang publik yang sangat monopolis. Beberapa pengamat pun mencermati hal tersebut karena keduanya tidak menerapkan strategi hedging. BULOG yang selama ini melakukan sistem tender tetap tergantung dari fluktuasi Dollar, yang semakin hari tetap menguat terhadap Rupiah.

Hedging adalah membeli dan menjual kontrak berjangka untuk menutupi resiko
atas perubahan harga di pasar spot (fisik). Fungsi hedging juga dapat diberlakukan untuk jenis komoditi pertanian, seperti kopi dan CPO yang akan diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Indonesia yang memiliki potensi di bidang komoditi sangat rentan terhadap adanya fluktuasi harga yang terjadi. Lada, karet, kakao, teh dan banyak lagi, sering mengalami fluktuasi harga yang akhirnya justru merugikan produsen pada saat panen.

Hedging yang dilakukan dalam perdagangan berjangka merupakan bentuk lain dari
kegiatan asuransi / penjaminan yang diciptakan berdasarkan mekanisme pasar yaitu dengan melakukan pasar turunan atau derivatif dari pasar fisiknya. Dengan melakukan transaksi di

dua pasar tersebut (futures dan fisik) secara bersamaan dengan posisi yang berlawanan untuk jumlah dan jenis komoditi yang sama, maka kedua pasar akan saling menutupi kerugian yang diderita pada salah satu pasar. Dengan demikian perdagangan berjangka memberikan manfaat ekonomi berupa pengalihan resiko yang kegiatan hedging . 2. Strategi Hedging Secara umum dapat dikemukakan bahwa langkah-langkah yang sangat diperlukan para hedger (perusahaan atau negara pelaku hedging) baik produsen maupun konsumen untuk menyusun strategi hedging dalam pasar berjangka komoditi antara lain sebagai berikut : a. Meneliti dan menghitung perkembangan harga komoditi yang bersangkutan baik pada pasar fisik maupun pasar berjangka. b. Menghitung biaya operasi yang termasuk di dalarnnya, biaya penyimpanan, biaya asuransi, beban bunga. c. Memperhitungkan kemungkinan pergerakan harga yang terjadi dengan menganalisa pasar, baik secara pendekatan fundamental maupun teknikal. d. Menghitung basis yang terjadi antara pasar fisik dan pasar berjangka. e. Menelaah sumber-sumber informasi lain yang diterima. f. Segera melikuidasi (offset) setiap posisi pada saat harga mulai bergerak ke arah yang tidak diharapkan, sehingga kerugian yang harus ditanggung tidak terlalu besar. Salah satu strategi yang sering dilakukan adalah menganalisa pasar secara fundamental dan teknikal. Analisa fundamental menitik beratkan pada faktor-faktor permintaan dan penawaran yang menjadi dasar dari pergerakan harga. ekonomi. Dalam analisa fundamental ini biasanya selalu berkaitan dengan karakteristik komoditi dan faktor-faktor Karakteristik komoditi merupakan faktor-faktor alarni yang dimiliki oleh setiap komoditi yang berpengaruh terhadap pola produksi, mutu produksi, teknologi produksi dan sumber produksi dari komoditi yang bersangkutan. Sedangkan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi tingkat harga yaitu meliputi permintaan, penawaran dan keseimbangan harga. tidak diinginkan melalui

Sedangkan analisa teknikal tidak terlepas dari analisa fundamental. Apabila analisa fundamental memusatkan perhatiannya pada faktor-faktor supply dan demand yang menjadi dasar pergerakan harga, maka pada teknikal lebih menitik beratkan pada pergerakan analisa harga itu sendiri. Analisa teknikal disebut juga dengan charting karena pergerakan chart, merupakan perubahan harga yang sesungguhnya terjadi. Charting dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan peramalan harga dan fluktuasi pasar dengan penggunaan data pasar seperti harga, volume, dan open interest untuk menentukan harga komoditi di pasar futures atau kontrak di financial futures.

BAB III PEMBAHASAN

A. DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA 1. Ketidakpastian Dunia Usaha Dengan adanya era globalisasi saat ini telah meningkatkan interaksi antar negara dalam berbagai bidang, termasuk di dalamnya perdagangan internasional. Pemenuhan kebutuhan suatu negara tidak hanya dilakukan melalui produksi dalam negeri saja, tetapi dilakukan dengan impor dan ekspor. Pada umumnya dalam ekonomi internasional, perdagangan antar negara adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi secara langsung akan kondisi ekonomi suatu negara. Setiap negara mempunyai kekhasan corak, ragam, kualitas dan kuantitas sumber daya yang berbeda-beda. Kegiatan ekonomi suatu negara haruslah bersifat inovatif sehingga dapat mengeksploitasi kelebihan yang dimiliki oleh negara tersebut, sehingga dapat menghasilkan barang dan jasa yang lebih efisien dan bermutu. Suatu perdagangan internasional terjadi karena negara-negara mengekspor produk yang memerlukan faktor produksi mereka yang melimpah dan mengimpor produk yang memerlukan faktor produksi mereka yang langka. Setiap kegiatan perdagangan internasional tidak hanya memiliki keuntungan atau manfaat yang didapatkan oleh setiap negara, tetapi ada pula risiko yang harus ditanggung oleh setiap negara yang melakukan kegiatan perdagangan internasional. Risiko perdagangan internasional yang muncul paling dominan adalah dari pergerakan nilai tukar. Suatu perusahaan yang melakukan transaksi ekspor dan impor akan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar, terutama yang berfungsi sebagai alat pembayaran transaksi. Hal tersebut karena fluktuasi nilai tukar yang mengakibatkan jumlah kas yang dibutuhkan untuk melakukan pembayaran juga tidak pasti. Walaupun nilai tukar tidak dapat diperkirakan secara akurat, setidaknya perlu mengantisipasi atau menyusun strategi dalam menghadapinya. Karena apabila mata uang lokal melemah atau terdepresiasi terhadap mata uang asing tentunya biaya impor akan semakin besar dan kemudian pada saat penjualan ekspor mata uang lokal kembali menguat penerimaan atas ekspor akan tidak

sebanding dengan biaya impor yang telah dikeluarkan. Untuk mengurangi atau meminimalisir risiko fluktuasi nilai tukar maka perusahaan melakukan hedging. Dengan pengaruh nilai tukar terhadap kondisi dunia usaha maka faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar tentu juga akan juga mempengaruhi keberlangsungan dunia usaha. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Supply and demand foreign currency


Setiap perubahan permintaan dan penawaran suatu valuta asing yang terjadi sesuai dengan mekanisme pasar di bursa akan mengubah nilai valuta asing tersebut yang ditunjukan dengan nilai kurs valuta asing. b. Posisi balance of payment Posisi balance of payment adalah suatu catatan yang disusun secar sistematis tentang semua transaksi ekonomi internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter atas suatu negara dengan negara lain dalam suatu periode. c. Tingkat inflasi Jika inflasi di dalam negeri lebih tinggi daripada inflasi luar negeri maka harga barang-barang di dalam negeri akan lebih mahal sehingga impor akan meningkat yang kemudian menyebabkan permintaan di luar negeri akan meningkat pula. Di lain pihak hal tersebut akan mengurangi nilai ekspor sehingga permintaan mata uang domestik menurun yang tentu hal ini akan berdampak pada melemahnya nilai tukar atas mata uang lokal. d. Tingkat bunga Jika suku bunga dalam negeri lebih tinggi dari pada suku bungan luar negeri maka investor asing akan menginvestasikan uangnya kedalam negeri sehingga permintaan mata uang domestik akan meningkat dan mata uang asing domestik mengalami apresiasi. e. Tingkat pendapatan Kenaikan tingkat pendapatan di suatu negara akan menyebabkan kemampuan daya beli masyarakat akan tinggi yang menyebabkan harga barang akan naik sehingga memaksa terjadinya impor barang untuk memenuhi permintaan. Impor tersebut

akan mempengaruhi permintaan valuta asing dan akhirnya akan mempengaruhi nilai tukar valuta asing. f. Pengawasan pemerintah Pengawasan pemerintah dijalankan dalam bentuk kebijakan moneter, fiskal, dan perdagangan internasional untuk tujuan tertentu. Hal ini tentu akan mempengaruhi suatu keadaan ekonomi suatu negara karena regulasi adalah landasan yangkuat atas suatu tatanan dunia usaha untuk dapat berkembang sesuai dengan alur yang direncanakan. g. Ekspektasi dan spekulasi Dalam pasar ekonomi, terdapat pengharapan atas terjadinya inflasi yang tinggi di masa datang. Sehingga para pemilik modal akan menginvestasikan modalnya ke dalam bentuk barang yang diperkirakan akan mengalami kenaikan di masa datang. Apabila transaksi atas pengharapan ini terjadi dalam waktu yang bersamaan maka inflasi tinggi yang diharapkan pun akan menjadi kenyataan. Faktor-faktor diatas merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi kondisi suatu nilai tukar valuta asing dalam suatu negara yang tentu saja akan mempengaruhi keberlangsungan dunia usaha. Hal-hal tersebut akan menimbulkan suatu ketidakpastian dalam pembayaran perdagngan internasional karena nilai transaksi dapat berubah sejalan dengan fluktuasi kurs valuta asing. Kondisi ini tentu akan berusaha untuk dihindari oleh para pengusaha sehingga mereka berusaha membuat kepastian dengan mengalihkan risiko keteidakpastian ke padak pihak lain yaitu spekulan-spekulan dalam bentuk transaksi hedging. 2. Penerapan Hedging di Beberapa Negara Pioneer Meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mempermudah perdagangan antar negara yang mengakibatkan meningkatnya perdagangan internasional. Perdagangan internasional ini menhadapkan setiap negara pada suatu risiko yang tidak dapat dihindari, yaitu risiko nilai tukar. Agar dapat mengurangi dampak resiko tersebut maka para investor mengalihkan sebagian atau seluruh resiko tersebut dengan melakukan hedging. Bila berbicara mengenai hedging maka kita perlu kembali ke masa Aristoteles. Pada masa Aristoteles telah melakukan transaksi yang sebenarnya merupakan transaksi hedging. Transaksi tersebut bermula ketika Aristolteles bertaruh tentang bumper tanaman zaitun, ia

bertengkar dengan pemilih pemeras zaitun sampai ia memperoleh hak eksklusif untuk menggunakan peralatan di panen mendatang. Hal itu dilakukan demi untuk mendapatkan kemungkinan keuntungan yang lebih di masa datang. Istilah hedging atau lindung nilai umumnya lebih dikenal dalam rangka transaksi yang terkait dengan perbankan. Sebenarnya, hedging ini juga banyak dipakai pada transaksi perdagangan komoditas. Dalam sejarahnya selanjutnya, CBOT (Chicago Board of Trade) yang dibentuk tahun 1848 oleh para pengusaha pertanian di Amerika digunakan sebagai solusi atas fluktuasi harga komoditas biji-bijian (grains). Saat itu diperkenalkan transaksi

forward contract yang kemudian berkembang menjadi futures contract (kontrak berjangka).
Hal ini merupakan salah satu cikal bakal sistem hedging mulai berkembang. Lalu pada tahun 1949, Alfred Winslow Jones, seorang akademisi dan jurnalis, menulis sebuah artikel di Fortune tentang model baru dalam peramalan keuangan. Karena terpikat atas subjek tulisannya tersebut maka ia mencoba melakukan model tersebut dengan mendirikan AW Jones. Dasar investasi pendekatan Jones adalah dengan menjual saham pendek lainnya untuk melindungi saham panjang terhadap risiko pasar yang timbul. Yang kemudian timbul istilah dana hedging. Sejak era jones tersebut maka banyak berdiri entitas- entitas baru yang bergerak di bidang pengelolaan dana hedging. Tetapi pada era tersebut yang menjadi komoditas hedging adalah pasar saham. Pada era 1990-an baru lah berkembang hedging pada valuta asing. Fenomena yang terkenal adalah hal yang dilakukan oleh George Soros yang terkenal dengan quantum fund. Spekulasi nakal yang dilakukan oleh Soros pada tahun 1992 pada mata uang inggris yaitu Poundsterling telah menyebabkan guncangan hebat bagi ekonomi Inggris. Sehingga memaksa Inggris untuk menarik diri sementara dari mekanisme nilai kurs demi menstabilkan mata uangnya dengan biaya yang sangat besar tentunya. Pada tahun 1998, Soros dituding sebagai biang keladi terjadinya krisis di asia dan menghancurkan tiang ekonomi negara asia yang dibangun dalam puluhan tahun. Saat ini hedging tidak hanya memberikan efek negatif bagi perekonomian, tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian. Antara lain dilakukan untuk menjaga ekonomi suatu negara dengan menjaga harga suatu komoditas yang merupakan kebutuhan yang vital bagi keberlangsungan ekonomi suatu negara. Misalnya perdagangan minyak bumi

dan proyek-proyek pembangunan serta juga komoditas pertanian yang merupakan kebutuhan utama hampir bagi setiap negara. Dalam hal ini kita bisa melihat negara jepang. Jepang sebagai salah satu negara termaju di asia merupakan negara dengan mobilitas transaksi internasional yang tinggi. Tidak hanya dalam bidang industri dan teknologi, bidang pertanian Jepang telah berkembang dengan pesat. Perkembangan dengan baik ini telah mendorong futures market komoditas sebagai media untuk melakukan hedging komoditas berkembang dengan pesat.

Hedging dilakukan bukan hanya melakukan lindung nilai dengan mata uang saja tetapi juga
dilakukan dengan melindungi nilai suatu komoditas dengan komoditas lain yang pergerakan harganya relatif stabildalam periode waktu tertentu. Alternatif hedging yang dilakukan di Jepang ini diharapkan mempunyai nilai lebih dibandingkan hedging valuta asing karena setiap negara dapat meng-hedge menggunakan komoditas yang banyak diproduksi di negara asalnya sendiri dimana dengan sendirinya pergerakn nilai komoditas tersebut dapat dikendalikan. B. POSISI INDONESIA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1. Globalisasi Ekonomi Pada awalnya, kelahiran sistem perdagangan dunia yang teratur ditandai dengan adanya konferensi Bretton woods. Konferensi yang diprakarsai oleh Amerika dan Inggris ini menghasilkan tiga institusi keuangan dunia, yaitu IMF (International Monetary Fund), Bank Dunia (Word Bank), dan WTO (Word Trade Organization). Sistem Bretton Woods dibentuk dalam rangka menyelesaikan pertarungan yang terjadi antara otonomi yang dimiliki oleh domestik dan stabilitas internasional. Terdapat dua tujuan utama konferensi Bretton

Woods, yaitu:
1. Mendorong pengurangan tarif dan hambatan lain dalam perdagangan internasional 2. Menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik ekonomi yang terjadi di antara negara-negara, yang salah satu bagiannya adalah mencegah terjadinya Perang Dunia II. Pada dasarnya, konferensi Bretton woods ini diharapkan agar tercipta perdagangan internasional yang mampu mengalirkan dana investasi yang diberikan oleh Bank Dunia kepada negara-negara yang tergabung dalam anggota konferensi tersebut. Namun konfrensi tersebut akhirnya gagal. Sistem Bretton Woods bubar pada tahun 1976 setelah beberapa negara di Eropa mengalami kehancuran ekonomi sehingga tidak lagi bisa menjadi

partner perdagangan Amerika Serikat, disamping itu resesi ekonomi dunia yang berlangsung besar-besaran pada periode waktu itu telah mendorong negara-negara di dunia untuk mengedepankan kepentingan nasionalnya masing-masing. Meskipun secara umum konferensi Bretton Woods gagal, namun saat ini sistem perdagangan dunia tetap diatur dan dikendalikan oleh tiga badan yang diciptakan oleh

Bretton Woods, yaitu IMF, Word Bank, dan WTO. Karena sistem pengambilan keputusan
dari lembaga-lebaga tersebut diambil berdasarkan pada saham yang disetorkan, maka kebijakan ekonomi dunia biasanya berdasarkan kepentingan negara-negara maju yang tergabung dalam G7 (Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jepang, Inggris, Jerman, Perancis). Negara-negara inilah pemegang saham terbesar dari organisasi keuangan dan perdagangan dunia. Selama Indonesia masih menjadi bagian dari masyarakat dunia, terlibat dalam perdagangan internasional, dan menjadi anggota IMF maupun WTO, maka Indonesia akan terikat pada kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh IMF maupun WTO yang notabene memihak kepentingan-kepentingan negara G7. 2. Krisis Keuangan yang Terjadi Selama era Globalisasi

a. Krisis Ekonomi 1997/1998


Dengan adanya sistem ekonomi globalisasi, krisis yang dialami oleh suatu negara akan berpengaruh pada kondisi perekonomian negara lainnya, termasuk Indonesia. Contoh yang paling nyata adalah pada krisis ekonomi tahun 1997/1998 kemarin. Krisis yang dimulai dari Thailand pada Juli 1997 ini mempengaruhi mata uang, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia. Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak krisis ini. Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta Dollar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar Dollar, dan sektor bank yang baik. Bahkan menurut Furman dan Stiglitz (1998), di antara 34 negara bermasalah yang diambil sebagai contoh (sample) penelitiannya, Indonesia adalah negara yang paling tidak diperkirakan akan terkena krisis bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya dalam sampel tersebut. Setidaknya ada empat penyebab krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997-1998. Empat penyebab tersebut adalah :

1. Hutang Luar Negeri Swasta Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek. Hal ini telah menciptakan kondisi ketidakstabilan. Awalnya hutang luar negeri swasta ini kurang mendapatkan perhatian dan memang tidak ada mekanisme pengawasan hurtang luar negeri swasta oleh pemerintah. Negara hanya dapat menjaga hutang hutang luar negeri pemerintah pada porsi yang dapat tertangani

(managable).

Sedangkan hutang swasta telah membengkak antara tahun 1992

hingga bulan Juli 1997. Sekitar 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Saat itu sektor swasta memang sedang terjadi boom (ledakan) karena sebagian dipengaruhi oleh arus modal masuk tadi, tetapi sebaliknya kinerja ekspor yang selama ini menjadi andalan ekonomi nasional justru mengalami perlambatan, akibat apresiasi nilai tukar yang terjadi, antara lain, karena derasnya arus modal yang masuk itu. Hutang-hutang luar negeri tersebut adalah hutang jangka pendek dan menjelang Desember 1997 jumlah hutang yang harus dilunasi dalam tempo kurang dari satu tahun adalah sebesar US$ 20,7 milyar (World Bank 1998). 2. Lemahnya Sistem Perbankan Indonesia Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada pertengahan tahun 1980-an, mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan. Tidak ada sanksi ketika terjadi pelanggaran ketentuan serta banyak bank yang tidak bermodal cukup (under

capitalized) namun tetap beroperasi. Dengan kelemahan sistem perbankan tersebut,


masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri. Sistem perbankan tidak mampu sebagai peredam kerusakan akibat adanya krisis, namun justru menjadi korban langsung akibat neracanya yang tidak sehat. 3. Permasalahan politik Yang semakin memperparah krisis ekonomi di Indonesia adalah permasalahan politik yang merebak seiring dengan krisis ekonomi. Karena tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula. Ketika terjadi krisis ekonomi, peran pemerintah dalam menyelamatkan ekonomi nasional dengan tindakan tegas. Namun ketika krisis terjadi, justru pemerintah sendiri mengalami masalah dan mengalami krisis

kepercayaan. Akibat dari krisis kepercayaan itu, modal yang dibawa keluar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru. 4. Perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memperbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri. Faktor ini merupakan hal yang paling sulit diatasi. Kegagalan dalam mengembalikan stabilitas sosial-politik telah mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum pemulihan secara mantap dan berkesinambungan. Meskipun persoalan perbankan dan hutang swasta menjadi penyebab dari krisis ekonomi, namun, kedua faktor yang disebut terakhir di atas adalah penyebab lambatnya pemulihan krisis di Indonesia. Pemulihan ekonomi musykil, bahkan tidak mungkin dicapai, tanpa pulihnya kepercayaan pasar, dan kepercayaan pasar tidak mungkin pulih tanpa stabilitas politik dan adanya permerintahan yang terpercaya (credible).

Penanganan krisis 1998


Dalam menangani krisis, pemerintah Indonesia dibantu oleh dari IMF IMF melalui tersebut

rekomendasi-rekomendasinya.

Namun

rekomendasi-rekomendasi

dipercaya justru memperburuk keadaan ekonomi Indonesia. Hal ini terbukti dari lamanya Indonesia pulih dari krisis. Pada akhir tahun 2004 pun, GDP perkapita belum mencapai kembali pada titik sebelum krisis.

Langkah rehabilitasi Pasca Krisis


Banyak langkah yang telah dilakukan pemerintah dalam pemulihan ekonomi pasca krisis, terutama adalah kebijakan penyehatan perbankan serta program penjaminan simpanan masyarakat (blanket guarantee). Kebijakan penyehatan perbankan dilakukan dengan cara likuidasi bank yang bermasalah serta bail out bank yang masih bisa diselamatkan melalui BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). BLBI ini sendiri hingga kini masih menjadi masalah karena adanya indikasi penyelewengan dana BLBI tersebut.Pada bulan Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun. Sedangkan kebijakan blanket guarantee ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.

Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, LPS, suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, dibentuk. Undang-undang ini berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS resmi beroperasi.

b. Krisis Perusahaan Listrik Negara (PLN)


PLN adalah BUMN yang menguasai semua aspek kelistrikan di Indonesia. Dalam kerangka PSO (Public Service Obligation), PLN mengemban penugasan pemerintah untuk menyediakan tenaga listrik dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat umum. Sehubungan dengan PSO tersebut, PLN menerima subsidi dari pemerintah sebagai pengganti selisih antara harga jual listrik PSO dengan BPP listrik. Produksi listrik sangat tergantung pada minyak dan batu bara sebagai pembangkitnya. Harga minyak yang tidak bisa diprediksi meningkatkan risiko penambahan subsidi bagi PLN. Tabel 1 Subsidi ke PLN ( dalam Triliun Rupiah)
Tahun 2006 2007 2008 2009 Subsidi 30,4 33,1 83,9 53,7 Keterangan LKPP LKPP LKPP LKPP

2010

55,1
Sumber Nota Keuangan 2011

APBN-P

Selama periode 2005 hingga 2008 PLN mengalami kerugian yang cukup besar. Demikian juga hutangnya yang semakin besar terkait dengan proyek pembangunan pembangkit 10.000 MW. Namun pada tahun 2009 dan 2010 PLN telah mencatat keuntungan seiring dengan penetapan margin oleh pemerintah sebesar masing-masing 5% dan 8%. Penetapan margin ini dalam rangka perbaikan struktur permodalan BUMN tersebut.

c. Krisis PERTAMINA
PT Pertamina (Persero) yang dahulu bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara adalah sebuah BUMN yang bertugas mengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Pertamina pernah mempunyai monopoli pendirian SPBU di Indonesia, namun monopoli tersebut telah dihapuskan pemerintah pada tahun 2001. Perusahaan ini juga mengoperasikan 7 kilang minyak dengan kapasitas total 1.051,7 MBSD, pabrik petrokimia dengan kapasitas total 1.507.950 ton per tahun dan pabrik LPG dengan kapasitas total 102,3 juta ton per tahun. Kinerja keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang terus meningkat. Rasio utang dan modal juga mengalami kenaikan, yang berarti bahwa peningkatan aktiva lebih banyak bersumber dari utang daripada modal sendiri. Walaupun demikian, PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu BUMN penyumbang pajak dan dividen terbesar. Risiko terbesar pada PT Pertamina (Persero) adalah sangat sensitif terhadap perubahan harga minyak dan nilai tukar terutama terkait dengan pengadaan BBM disamping volume permintaan BBM dalam negeri yang terus meningkat. PT Pertamina (Persero) mengemban penugasan dari Pemerintah untuk menyediakan dan mendistribusikan BBM bersubsidi kepada masyarakat. Sehubungan dengan PSO tersebut, PT Pertamina (Persero) menerima subsidi dari Pemerintah sebagai pengganti selisih antara hargajual BBM PSO dengan harga keekonomiannya. Tabel 2 Subsidi pertamina (triliun rupiah)
Tahun 2006 Subsidi 64,2 Keterangan LKPP

2007 2008 2009 2010

83,8 139,1 45,0 88,9

LKPP LKPP LKPP APBN-P

Sumber Nota Keuangan 2011

Karena produksi minyak PT Pertamina (Persero) sangat terpengaruh pergerakan harga minyak internasional dan nilai tukar, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada besarnya subsidi yang harus disediakan pemerintah, maka penanggulangan terhadap risiko kenaikan harga minyak dan nilai tukar mata uang sangat diperlukan. d. Krisis 2008 Pada tahun 2008, dunia kembali diguncang krisis ekonomi yang dipicu oleh sub-

prime mortgage dari Amerika Serikat. Krisis tersebut ditandai dengan bangkrutnya bank
investasi yang cukup besar dan ternama, Lehman Brothers. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat ekonomi dunia tidak lepas dari dampak krisis financial ini. Apalagi krisis tersebut berasal dari Amerika yang notabene adalah negara penguasa ekonomi dunia. Banyak pakar ekonomi yang memperkirakan bahwa krisis ekonomi akan sebesar atau bahkan lebih besar daripada krisis tahun 1998. Maka dari itu, segala persiapan, kehati-hatian dalam melangkah, segala perhitungan dan kebijakan diambil dalam rangka meredam segala dampak kerusakan yang mungkin terjadi akibat krisis ekonomi ini. Banyak kalangan berpendapat bahwa kondisi fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat untuk bertahan selama krisis. Namun juga tidak sedikit kalangan yang pesimis akan pandangan ini. Mereka mengingatkan bahwa pada awal krisis tahun 1998, pemerintah juga berkoar-koar bahwa kondisi fundamental Indonesia sedang bagus, sehingga tidak mungkin terkena dampak krisis. Namun nyatanya Indonesia termasuk negara yang paling parah terkena dampak merusak krisis ekonomi. Untuk mengatasi krisis, presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan sepuluh arahan untuk mempertahankan kestabilan ekonomi pada tanggal 6 Oktober 2008. Arahan ini ditujukan kepada jajaran menteri dan para pimpinan BUMN. Isi arahan ini antara lain adalah menjaga keberlangsungan sektor riil, optimalisasi penyerapan APBN 2009,

menjaga indikator-indokator kinerja ekonomi, hingga melakukan komunikasi dengan cara yang tepat untuk mencegah kepanikan. Setelah krisis 2008 berlalu, ternyata Indonesia tidak terlalu terkena dampak krisis tersebut. Indonesia termasuk negara yang pling stabil diantara negara Asia lainnya dengan pertumbuhan ekonomi yang tetap positif pada kisaran 4,4%. 3. Risiko Fiskal Risiko Fiskal pertama kali muncul pada Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran (RAPBN) 2008. Munculnya topik Risiko ini dipicu oleh krisis ekonomi tahun 1998. Seiring dengan semakin perbaikan pasca krisis, muncul gerakan reformasi dengan berbagai macam tuntutan yang pada dasarnya dapat digolongkan dalam empat tema dasar, yaitu (i) perbaikan ekonomi, (ii) perbaikan tata pemerintahan atau governance, (iii) supremasi hukum, dan (iv) demokrasi. pengelolaan keuangan negara. Ditinjau dari sisi pengelolaan fiskal, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa posisi fiskal pemerintah selalu dibayangi potensi terjadinya risiko fiskal yang mengancam kesinambungan anggaran akibat adanya contingent liabilities dan berbagai macam risiko fiskal yang tidak diantisipasi sebelumnya. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada pertengahan 1997 merupakan contoh yang sangat baik untuk menunjukkan terjadinya risiko fiskal yang berpeluang mengganggu kesinambungan anggaran. Jaminan pemerintah baik eksplisit maupun implisit, misalnya kebijakan rekapitalisasi perbankan, dalam waktu singkat berubah dari contingent liabilities menjadi actual liabilities dan menimbulkan beban anggaran yang sangat besar. Terjadinya risiko fiskal yang tidak diantisipasi dengan baik akan membebani anggaran dan mempengaruhi target pertumbuhan ekonomi dengan cakupan dan kedalaman efek yang berbeda antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Risiko fiskal yang terjadi pada negara-negara maju akan menimbulkan beban pada anggaran dan berpeluang menghambat pertumbuhan ekonomi. Pada negara-negara berkembang implikasinya lebih berat. Terjadinya risiko fiskal yang membebani anggaran akan menjalar dengan cepat pada perekonomian secara keseluruhan, mendorong capital outflow dan bahkan merubah arah pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, pada negara-negara berkembang dengan kelembagaan ekonomi yang masih lemah, ekspektasi akan terjadinya risiko fiskal Topik risiko fiskal muncul untuk memenuhi tuntutan perbaikan ekonomi terutama terkait transparansi

akan mempengaruhi prilaku agen-agen ekonomi sehingga berpeluang menghambat pertumbuhan ekonomi bahkan sebelum risiko fiskal tersebut terjadi. Segala poin-poin yang diperkirakan akan menjadi tambahan anggaran belanja pemerintah tercakup dalam pembahasan risiko fiskal ini. Poin-poin tersebut antara lain adalah risiko kenaikan harga minyak mentah dunia, kurs valuta asing, kewajiban kontijen pemerintah, hingga risiko bencana alam. Penentuan risiko fiskal ini dengan perhitungan yang matang, berdasarkan analisa berbagai indikator ekonomi makro yang mempengaruhi struktur APBN serta kinerja BUMN. C. HEDGING SEBAGAI PENGALIHAN RISIKO DALAM PERDAGANGAN BEBAS 1. Peran Hedging dalam Menghindari Risiko Perdagangan Bebas Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa perdagangan bebas, sebagai salah satu ciri globalisasi, memberikan dampak terhadap perilaku perdagangan pada dunia internasional. Dimana pada masa lalu persaingan yang terdapat dipasar tidaklah terlalu kompleks membuat pengaruh ekonomi suatu negara atau entitas ekonomi tidak terlalu terpengaruh oleh entitas ekonomi lain, namun sejalan dengan adanya perdagangan bebas dimana kemampuan ekonomi suatu entitas dapat sangat mempengaruhi entitas lain, mengakibatkan adanya gejolak harga pada pasar dan timbulnya ketidakpastian. Perdagangan bebas memungkinkan dua negara atau lebih yang memiliki mata uang, serta sistem ekonomi yang berbeda dapat berinteraksi secara lebih luas. Dimana pada perdagangan bebas, pasar dari suatu barang dapat terdapat dimana saja di negara manapun. Sehingga mengakibatkan, pengaruh dari kemampuan ekonomi suatu negara sangat berperan. Hal ini menimbulkan adanya ketidakpastian terutama, seperti yang telah disinggung di awal, bahwa dampak yang paling terlihat adalah timbulnya hutang-piutang dalam mata uang yang berbeda. Dimana tingkat kemampuan mata uang negara yang berbeda tersebut dalam pasar ekonomi memiliki kemampuan yang berbeda. Hal ini membuka suatu resiko yang tidak hanya dialami oleh sektor privat, namun juga dialami oleh sektor publik. Perbedaan nilai tukar mata uang hanyalah salah satu risiko yang harus dihadapi perusahaan atau negara dalam melaksanakan perdagangan bebas. Hal ini menjadi suatu resiko yang nyata karena perbedaan nilai antara mata uang satu dengan yang lain sangat tergantung pada banyak faktor, yang mengakibatkan dinamisnya fluktuasi dari nilai mata uang yang satu terhadap mata uang yang lain. Ketidakpastian inilah yang dapat

menimbulkan kerugian bagi suatu entitas ekonomi dalam melakukan perdagangan bebas terutama yang berkaitan dengan negara lain. Selain itu resiko lain yang terdapat akibat adanya perbedaan sistem ekonomi suatu negara adalah adanya perbedaan nilai suku bunga antar suatu negara dengan negara lain. Hal yang satu ini sangat tergantung pada kebijakan ekonomi makro dari negara tersebut. Perdagangan bebas yang dilakukan tanpa memperhitungkan resiko-resiko yang terdapat pada transaksi tersebut, dapat mengakibatkan entitas ekonomi yang terlibat mengalami kerugian yang besar atau bahkan kebangkrutan. Hal ini disebabkan sangat tingginya pengaruh resiko-resiko yang telah dijabarkan tadi terhadap nilai dari transaksi yang dilakukan. Untuk menanggulangi resiko tersebut, hedging sebagai salah satu alat (tools) ekonomi yang ada dapat dipergunakan untuk meminimalisir risiko. Tujuan utama penggunaan hedging pada perdagangan bebas bukanlah ditujukan untuk mendapatkan keuntungan atas pelaksanaan hedging itu sendiri, namun lebih kepada pengurangan resiko yang ada, yang diakibatkan oleh suatu faktor yang dinamis dan sulit untuk dapat dipastikan nilainya di masa mendatang pada saat melakukan transaksi. Dengan menggunakan hedging maka entitas ekonomi dapat berperan serta lebih pada perdagangan bebas, hal ini dikarenakan dengan hedging, entitas tersebut dapat mengurangi resiko atas faktor-faktor yang disebabkan karena perbedaan antar negara tersebut. Penting bagi entitas tersebut untuk mendapatkan keuntungan ini, karena dengan berpartisipasi lebih banyak pada era perdagangan bebas, maka kemampuan entitas tersebut dalam berkompetisi menjadi lebih tinggi serta meningkatkan survivabilitas dari entitas tersebut. Salah satu hal mengakibatkan hedging sebagai alat yang efektif dalam mengurangi resiko yang disebutkan tadi adalah, bahwa di dalamnya memilki banyak instrumen yang mencakup hampir seluruh resiko yang terjadi karena adanya perdagangan bebas. Dimana instrument yang dimiliki (derivatif) memilki karakteristik dan keunggulan masing-masing yang dapat digunakan sesuai dengan keperluan dari entitas yang bertransaksi. Dengan adanya hal ini, entitas memiliki pilihan lebih banyak dalam menyiasati risiko yang terdapat pada transaksi diperdagangan bebas. Instrumen hedging sendiri, memang dirancang sesuai untuk mengatasi atau menanggulangi resiko yang disebabkan ata faktor penting yang sifatnya dinamis dan sulit diukur. Terdapat beberapa macam instrument hedging seperti futures, forward, dan option. Penggunaan instrumen-instrumen ini pada praktiknya disesuaikan dengan karakter dari item

yang akan dilindungi nilainya atau sering disebut objek hedging. Hal ini dikarenakan tidak seluruh objek hedging memiliki karakter yang sama. Yang mengakibatkan entitas ekonomi perlu untuk menyiasati adanya resiko yang dapat terjadi. 2. Strategi Penerapan Hedging yang Efektif Hal yang timbul selanjutnya, setelah mengetahui adanya risiko karena perdagangan bebas adalah bagaimana menerapkan strategi hedging agar efektif. Penerapan hedging yang efektif sangat dipengaruhi oleh tingkat penerapan manajemen risiko dari entitas yang bersangkutan. Dimana hedging merupakan tindak lanjut daru proses manajemen risiko. Untuk dapat melakukan hedging yang efektif, manajemen risiko harus mempelajari objek yang akan di lindungi nilainya. Hal ini sangat berkaitan dengan adanya perbedaan karakter dari objek yang akan di hedging atau dilindungi nilainya dengan karakter dari resiko yang dapat terjadi pada objek tersebut. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah dengan membuat profil resiko dari item yang akan dihedging tersebut. Berdasarkan beberapa artikel yang diperoleh penyusun, dapat simpulkan bahwa untuk membuat profil resiko diperlukan beberapa langkah, yaitu : a. Inventarisasi risiko yang mungkin ada Dilakukannya inventarisi atas risiko yang mungkin terjadi, hal ini dilakukan agar tidak ada risiko yang tidak terlindungi nantinya. Sehingga hedging yang dilakukan dapat efisien b. Mengkategorikan risiko Hal ini dilakukan agar dapat memperhitungkan langkah yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko yang ada. Dengan mengelompokan risiko, entitas dapat mempertimbangkan alat apa yang instrument apa yang pas guna mengurangi risiko tersebut. c. Mengukur tingkat eksposur pada setiap risiko Hal ini ditujukan agar terdapat prioritas atas risiko yang dimiliki oleh objek yang akan di-hedge, sehingga pelaksanaannya dapat tepat pada sasaran risiko. d. Menganalisa risiko Setelah mengkategorikan dan mengukur setiap resiko, maka langkah selanjutnya adalah menentukan langkah guna mengatasi resiko yang ada. Pilihan-pilihan ini nantinya akan memetukan penggunaan alat yang cocok untuk melindungi nilai suatu transaksi.

Setelah pembentukan profil risiko dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah dengan mempertimbangkan faktor pasar atau environment, yang mempengaruhi transaksi yang rentan akan adanya perubahan nilai. Hal ini sangat mempengaruhi keputusan entitas dalam penerapkan hedging atau tidak. Seperti yang ditulis dalam nota keuangan pemerintah tahun 2009 mengenai pengelolaan risiko melalui kontrak lindung nilai ...

penggunaan instrumen derivatif akan menuntut Pemerintah mencermati dan memperhatikan semua faktor yang akan mempengaruhi pergerakan pasar.
Pentingnya memperhitungkan faktor-faktor ynag terdapat dipasar bagi penerapan startegi hedging yang efektif berkaitan dengan adanya perbedaan faktor antara pasar yang satu dengan yang lain. Contoh faktorfaktor pasar yang perlu dipertimbangkan, pada pasar berjangka komoditi : Harga komoditi yang bersangkutan baik pada pasar fisik maupun pasar berjangka Biaya operasi : biaya penyimpanan, asuransi Kemungkinan pergerakan harga Sumber sumber informasi lain yang diterima Pada akhirnya penetapan

hedging atau tidak haruslah dilakukan dengan

mempertimbangkan bahwa biaya untuk melakukan hedging lebih sedikit daripada manfaat yang akan diperoleh dengan melakukan hedging. 3. Beberapa Manfaat Lain Secara umum manfaat hedging adalah untuk mengurangi pengaruh terjadinya risiko dari suatu transaksi yang memiliki faktor ketidakpastian. Namun di luar hal tersebut terdapat beberapa manfaat lain yaitu : Memeberikan kepastian atas biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh entitas Entitas dapat mengelola biaya dan risiko dari portofolio atas transaksi yang di-

hedging
Pengurangan kemungkinan beberapa tipe risiko, menimbulkan kebebasan bagi entitas untuk mengelola struktur modal mereka. Dengan adanya hedging, investor dapat memperoleh lebih banyak informasi dalam laporan keuangan mengenai risiko yang mereka hadapi. Mencegah kebangkrutan

D. PENERAPAN HEDGING DI BEBERAPA NEGARA 1. Contoh Penerapan Hedging di Beberapa Negara

Saat ini penerapan hedging telah banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan multinasional di seluruh dunia. Bahkan tidak hanya perusahaan swasta yang mempraktekkan hedging, namun juga perusahaan yang dimiliki oleh negara. Tujuan dari penerapan hedging ini secara umum adalah untuk meredam dampak fluktuasi harga dari suatu komoditi sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya risiko yang tidak diinginkan. Jenis kontrak hedging yang banyak dipraktekkan adalah terhadap harga minyak mentah. Hal ini dilakukan karena tingkat volatilitas (ketidakstabilan) harga minyak yang sangat tinggi sehingga perusahaan yang banyak mengkonsumsi minyak rentan terhadap risiko kerugian yang diakibatkan oleh perubahan harga minyak ini. Berbagai perusahaan dan negara berusaha untuk meminimalisir risiko dengan mengikat suatu perjanjian hedging dengan pihak spekulator yang sering kali adalah berupa bank-bank besar. Salah satu jenis perusahaan yang menerapkan hedging terhadap harga minyak adalah perusahaan penerbangan. Perusahaan penerbangan menggunakan kontrak hedging untuk menstabilkan harga yang harus mereka bayar untuk bahan bakar pesawat terbang. Kontrak hedging ini biasanya berupa perjanjian untuk membeli bahan bakar pesawat pada harga dan periode tertentu yang telah ditentukan. Kontrak hedging ini dapat juga disebut sebagai perjudian melawan ketidakstabilan harga minyak. Jika suatu perusahaan penerbangan memperkirakan bahwa harga minyak di masa depan akan mengalami kenaikan, maka mereka dapat mengikat kontrak hedging untuk membeli bahan bakar dengan harga saat ini dalam waktu beberapa bulan atau tahun ke depan. Apabila ternyata dalam beberapa waktu kemudian harga minyak meningkat, maka perusahaan dapat membeli minyak dengan harga lama yang sudah terkunci dalam perjanjian kontrak sehingga perusahaan dapat menghemat selisih harga lama dan harga baru tersebut. Namun apabila ternyata setelah kontrak ditandatangani harga minyak ternyata turun, maka perusahaan akan menglami kerugian karena harus membayar harga beli di atas rata-rata harga pasar. Jadi suatu kontrak hedging dapat menguntungkan atau merugikan perusahaan tergantung bagaimana kemampuan perusahaan tersebut untuk mamprediksi naik-turunnya harga di masa depan. Salah satu contoh penerapan hedging minyak di perusahaan penerbangan adalah seperti yang dilakukan oleh Southwest Airlines yang merupakan sebuah perusahaan penerbangan yang melayani rute domestik di Amerika Serikat. Maskapai penerbangan ini mampu menghemat hingga sebesar 3,5 milyar dolar dengan mengikat perjanjian hedging

minyak antara tahun 1998 dan 2008. Kontrak ini berperan sebagai mekanisme kontrol biaya bagi Southwest Airlines, melindungi perusahaan dari dampak kenaikan harga minyak mentah. Kebijakan hedging yang agresif dari Southwest dimulai sekitar tahun 1990-an dimana perusahaan mengikat kontrak hedging atas 20-30 persen dari total kebutuhan bahan bakar perusahaan untuk tiga sampai enam bulan ke depan. Saat itu hedging masih dianggap tidak terlalu penting bagi perusahaan penerbangan lain mengingat harga bahan bakar yang masih relatif rendah. Pandangan ini berubah seiring terjadinya krisis di pasar ekonomi Asia pada tahun 1998. Southwest mengikat kontrak hedging untuk membeli minyak seharga 12,50 dolar per barel di tahun 1999, dan tidak lama setelahnya, harga minyak meroket menjadi 26,10 dolar per barel kemudian meningkat lagi menjadi 34,00 Dollar per barel. Hasilnya, antara 1999 dan 2003 Southwest membayar harga bahan bakar antara 25-40 persen lebih rendah dari yang harus oleh perusahaan kompeitor yang tidak melakukan praktik hedging. Southwest Airlines juga tetap menghasikan keuntungan selama tahun 2001-2005 ketika industri penerbangan Amerika Serikat mengalami penurunan dan menderita kerugian total sebesar lebih dari 35 milyar Dollar. 2. Risiko Kegagalan Penerapan Hedging Di sisi lain, kontrak hedging yang dilakukan secara agresif mendatangkan kemungkinan terjadinya dampak negatif bagi perusahaan ketika terjadi penurunan tajam harga minyak dan bahan bakar. Southwest merasakan hal ini ketika pada 2008 mengikat kontrak hedging atas 70 persen dari total kebutuhan bahan bakarnya dengan harga 51,00 dolar per barel. Kontrak ini terlihat menguntungkan pada awal 2008 saat harga minyak di atas 125,00 dolar per barel, namun harga minyak lalu jatuh di paruh kedua tahun 2008. Total kerugian yang diderita Southwest Airlines pada 3 bulan terakhir tahun 2008 mencapai 117 juta dolar. Kerugian ini sebagai akibat dari penurunan tajam harga minyak dan bahan bakar hingga di bawah harga yang telah disepakati oleh perusahaan dalam kontrak. Peristiwa ini memberikan pelajaran bahwa perusahaan yang selama ini selalu mendapatkan keuntungan dari praktek hedging minyak ternyata juga masih rentan terhadap volatilitas harga minyak dan bahan bakar. Contoh lain dari kerugian yang disebabkan oleh penerapan kontrak hedging terjadi di Sri Lanka. Sebuah perusahaan minyak milik pemerintah Sri Lanka, Ceylon Petroleum Corporation (CPC) menyepakati kontrak dengan 5 bank besar diantaranya adalah Standard Chartered Bank, Citibank dan Deutsche Bank untuk melindungi perusahaan dari fluktuasi

harga minyak dunia yang terjadi pada saat itu. Pada saat harga minyak dunia berada pada kisaran 135 Dollar per barel pada pertengahan 2008, perusahaan memperoleh keuntungan karena mendapat perlindungan harga dari kontrak hedging tersebut. Namun ketika harga minyak dunia jatuh hingga menyentuh 41 Dollar per barel, CPC terancam menderita kerugian dan harus membayar hutang yang sangat besar kepada bank-bank tersebut yaitu hingga mencapai kisaran 1 milyar Dollar. Hal ini diperparah dengan adanya indikasi korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara Sri Lanka dalam proses perundingan perjanjian hedging tersebut. Dugaan korupsi yang terjadi membuat pemerintah Sri Lanka memutuskan untuk menghentikan sementara pembayaran hutang CPC kepada pihak bank sementara menunggu proses penyidikan lebih lanjut. Konsekuensi dari penundaan pembayaran ini menyebabkan bank-bank yang menjadi lawan transaksi hedging CPC tersebut terancam akan mengalami kerugian hingga mencapai 8,93 juta Dollar. kewajiban mereka kepada pihak bank. Dari kedua contoh penerapan kontrak hedging di dunia internasional tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hedging tidak dapat sama sekali menghilangkan risiko bisnis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Hedging dapat menjadi bumerang apabila tidak didukung dengan kemampuan analisa atas tren harga yang kemugkinan akan terjadi di masa yang akan datang. E. PENERAPAN HEDGING DI INDONESIA 1. Dasar Hukum yang mengatur Praktik Hedging di Indonesia Transaksi Lindung nilai (hedging) merupakan salah satu bentuk skema pengelolaan risiko harga melalui instrument pasar (derivatives contract). Bersama dengan forward Di samping itu nama baik pemerintah Sri Lanka juga menjadi taruhan apabila ternyata mereka gagal membayar

contract, future market, option dan swap, hedging


diatur oleh peraturan-peraturan berikut ini:

di Indonesia digolongkan ke dalam

skema Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK). Di Indonesia, pelaksanaan transaksi di PBK,

a. Undang-Undang Nonor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) b. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK)

c. Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 2001 tentang Komoditi yang dijadikan sebagai subyek perdagangan berjangka d. Peraturan peraturan yang diterbitkan Bapebti (Badan Pelaksana Bursa Komoditi); e. Perturan Tata Tertib (PTT) Bursa Berjangka f. Peraturan Tata Tertib (PTT) Lembaga Kliring Berjangka

2. Permasalahan Ekonomi di Indonesia terkait Perdagangan Bebas Di era perdagangan bebas seperti sekarang ini, ketidakpastian kondisi ekonomi global menjadi ancaman besar bagi hampir seluruh negara di dunia. Secara umum, dalam beberapa tahun ke depan, ketidakpastian ekonomi tersebut disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu:

a. Ketidakpastian Makroekonomi
Hal ini dipicu oleh merosotnya ekonomi Amerika sebagai pilar ekonomi dunia yang disebabkan oleh melonjaknya deficit anggaran dalam beberapa bulan terakhir. Menurut data

Monthly Treasury Statement, hingga 31 Agustus 2009, defisit anggaran AS mencapai US$
1.378 Miliar. Seiring ketidakpastian kondisi ekonomi AS tersebut, secara langsung berimbas kepada tidak pastinya kondisi makro ekonomi secara global. Contoh yang paling mutakhir adalah bagaimana krisis mortgage subprime yang terjadi di AS secara sporadis merembet dengan cepat dan memukul perekonomian negara-negara lain di dunia.

b. Harga Minyak Yang Sulit Diprediksi


Dalam tiga tahun terakhir, harga minyak sulit diprediksi. Hal ini ditunjukkan dengan rentang prediksi harga minyak yang sangat lebar, yakni antara US$ 45 sampai US$ 120 per barel. Berfluktuasinya harga minyak tersebut membawa masalah yang hampir sama bagi seluruh Negara di dunia. Bila harga naik dengan tajam, maka persoalan subsidi akan membebani anggaran Negara mereka.

c.

Dampak Perubahan Iklim & Bencana Alam


Periode abad 21 adalah periode penuh bencana bagi Indonesia secara khusus, dan

dunia secara umum. Dampak bencana tersebut bukan hanya secara sosial, namun juga secara ekonomi. Secara sosial, sudah barang tentu bencana tersebut menimbulkan korban jiwa yang tak sedikit. Dari sisi ekonomi, bencana yang menghancurkan harta benda dan

infrastruktur menciptakan masalah ekonomi yang besar terkait hancurnya berbagai potensi ekonomi yang ada, melumpuhkan kegiatan ekonomi dan pada akhirnya meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran. Ketiga faktor tersebut ditambah dengan persaingan usaha yang semakin ketat di tengah harga komoditas (seperti kopi, minyak kelapa sawit, plywood, karet, kakao, lada, gula pasir, kacang tanah, kedelai, cengkeh, udang, ikan, bahan bakar minyak, gas alam, tenaga listrik, emas, batubara, timah, pulp dan kertas, benang, semen, dan pupuk) yang mudah berfluktuasi, membuat aktifitas perdagangan internasional yang dilakukan pemerintah Indonesia penuh dengan resiko tinggi. Oleh karena itu, pengelolaan risiko terkait hal-hal di atas wajib dilakukan dengan sebaik-baiknya agar tidak merugikan APBN. Secara umum, transaksi lindung nilai yang baru akan dilakukan pemerintah Indonesia, sebagaimana dimuat dalam Nota Keuangan RUU APBN 2011, masih sebatas pada lindung nilai untuk mengantisipasi refinancing risk, yaitu risiko potensi naiknya tingkat biaya utang pada saat melakukan pembayaran kembali utang luar negeri. Sedangkan untuk mengelola risiko harga barang komoditas pada perdagangan global, pemerintah belum melakukannya. 3. Beberapa Contoh Wacana Penerapan Hedging sebagai Strategi Pengamanan APBN

Saatnya Hedging BBM?


(sumber : http://opiniindonesiaonline.wordpress.com/2009/10/22/saatnya-hedging-bbm/)

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) pada saat itu (sebelum 24 Mei 2010), Anggito Abimanyu, dalam artikelnya berjudul Mengantisipasi Ketidakpastian Ekonomi 2010, mengisyaratkan bahwa kemungkinan pemerintah untuk mengaplikasikan lindung nilai

(hedging) pada risiko keuangan dan harga komoditas, terutama minyak, dan asuransi
terjadinya kerusakan dari bencana alam, serta upaya meningkatkan kewaspadaan, diharapkan dapat mengurangi dampak negatif tersebut. Isyarat tersebut tentunya berkaitan

dengan berbagai kemungkinan atau ketidakpastian yang akan terjadi. Sebagaimana diketahui, setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi faktor penyebab ketidakpastian tersebut. Pertama, ketidakpastian makroekonomi. Hal ini berkaitan dengan kondisi global, terutama AS, sebagai pilar ekonomi dunia saat ini. Dalam beberapa bulan terakhir, defisit anggaran di AS melonjak secara tajam. Berdasarkan Monthly Treasury Statement yang dirilis Departemen Keuangan AS, hingga 31 Agustus 2009 realisasi defisit anggaran AS mencapai US$ 1.378 miliar. Diperkirakan, sampai akhir tahun anggaran, realisasi defisit AS diperkirakan akan membengkak mencapai US$ 1,4 triliun. Kedua, sulitnya memprediksi harga minyak. Sebagaimana diakui oleh pemerintah via Menteri Keuangan, harga minyak adalah salah satu indikator yang paling sulit diprediksi, mengingat jejak historisnya selama tiga tahun terakhir. Prediksi rentang harga minyak dunia belakangan ini sangat lebar, yaitu US$ 45 sampai US$ 120 per barel sampai 2010. Jika harga minyak naik di pasar internasional, penerimaan negara dari minyak bumi juga akan meningkat pula. Namun, di sisi pengeluaran, subsidi minyak juga akan membengkak (karena untuk konsumsi dalam negeri digunakan minyak impor). Sebaliknya, jika harga minyak turun, penerimaan negara juga akan turun, dan subsidi juga berkurang. Menurut perhitungan Oliver Jacob, Managing Director Petromatrix, sebuah institusi periset minyak di Amerika Serikat, saat ini harga minyak sedang diuji ke level harga atas (resistance) US$ 75 per barel. Menurut dia, jika harga minyak berhasil menembus level tersebut, harga minyak mentah akan dengan gampang menembus level US$ 100 per barel. Faktanya menunjukkan bahwa harga minyak sudah berhasil menembus level resistance tersebut. Bloomberg mencatat, Oktober 2009, harga minyak mentah terbaik jenis WTI di NYMEX untuk pengiriman Desember sudah menembus level US$ 77,2 per barel. Ini artinya, harga minyak dunia pada 2010 dan seterusnya berpotensi menembus US$ 100 per barel. Apabila proyeksi harga minyak dunia menjadi kenyataan, APBN akan semakin terimpit, karena subsidi bisa melonjak tajam. Kondisi ini tentunya akan memaksa pemerintah untuk mencari alternatif solusi. Adapun pilihan menaikkan BBM diharapkan merupakan pilihan terakhir. Ketiga, dampak perubahan iklim dan bencana alam. Sejak memasuki abad ke-21, bencana alam berupa banjir, tanah longsor, dan gempa tidak henti-hentinya melanda bumi

Indonesia. Dampaknya, tidak hanya merenggut ribuan jiwa dan memusnahkan berbagai harta benda yang dimiliki, tetapi juga menghilangkan potensi ekonomi yang ada. Gempa telah meningkatkan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran secara signifikan.

Penerapan
Salah satu solusi yang ditawarkan oleh Kementerian Keuangan, dalam hal ini melalui Kepala BKF, untuk melakukan hedging minyak mentah sudah sangat tepat, namun terdapat beberapa hal yang harus dipikirkan pemerintah. Pertama, pada pilihan, yakni apakah pemerintah yang akan melakukan hedging atau PT Pertamina. Pilihan ini tentunya akan berkaitan dengan obyek yang hendak di-hedge, apakah harga minyak ataukah subsidi minyak. Apabila yang akan di-hegde adalah harga minyak, akan tepat apabila yang melakukan PT Pertamina. Namun, apabila yang akan di-hedge adalah plafon subsidi minyak, akan lebih tepat pemerintah yang melakukan. Kedua, masalah mekanisme pelaksanaan hedging. Perlu diketahui bahwa ada beberapa kelemahan pemerintah dalam menerapkan mekanisme hedging. Untuk menerapkan

hedging, dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan memprediksi harga
dengan baik. Apabila tidak tersedia sumber daya yang memadai, dalam pelaksanaannya hedging akan cenderung hanya akan seperti gambling saja. Opsi hedging berpotensi menguntungkan, namun sekaligus merugikan. Untuk itu, dalam melakukan hedging itu dibutuhkan analisis yang ketat. Dalam konteks di atas, pemerintah perlu menyiapkan suatu kajian yang komprehensif berkenaan dengan peraturan pendukung, sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan terkendala oleh mekanisme anggaran dan pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran. Jangan sampai nantinya ada kesan bahwa, apabila ternyata dalam pelaksanaannya pemerintah merugi akibat meng-hedge minyak, hal itu dianggap merugikan negara. Untuk itu, dalam penerapannya pun harus mendapat dukungan sepenuhnya dari semua stake holder, seperti DPR, BPK, dan KPK, agar nantinya tidak terjadi tudingan merugikan negara, sekiranya pemerintah salah dalam melakukan analisis harga minyak. Upaya menerapkan instrumen hedging harus bijaksana dan berhati-hati (prudent), karena instrumen dapat menguntungkan atau sebaliknya merugikan negara. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari instrumen ini, namun di sisi lain juga sangat berisiko. Untuk itu, diperlukan aturan main dalam hal transaksi derivatif. Perlu jelas dan detail, agar nantinya

tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari. Perlu disadari bahwa hedging tidak gratis.

Hedging tidak jauh berbeda dengan berasuransi. Pemerintah membayar asuransi untuk
menjaga agar ada kepastian atas harga minyak. Biaya hedging ini harus dipahami oleh para

stakeholder agar program hedging ini dapat berjalan dengan baik. Pemerintah dapat belajar
dari kasus hedging harga minyak di Ekuador yang berakhir dengan perseteruan politik dan berakhir di pengadilan. Kasus Metallgesellschaft (MGRM) harus berakhir dengan melikuidasi posisi hedging di bursa futures di NYMEX, hanya karena petinggi MGRM tidak mengetahui proses, mekanisme, dan hakikat hedging dengan penggunaan instrumen derivatif. Penulis berharap cerita buram ini tidak menyurutkan niat pemerintah untuk menerapkan instrumen hedging, melainkan menjadi pembelajaran, sehingga pemerintah dapat menyiapkan aturan main yang jelas dan mendapatkan dukungan dari semua stakeholder.

Analisis Ekonomi Hedging minyak, Langkah Strategis Amankan APBN


(sumber : http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL)
Harga minyak mentah dunia telah menembus US$ 110 per barel. Kenaikan harga minyak antara lain dipicu oleh melemahnya nilai tukar dolar Amerika terhadap euro. Meski terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia, OPEC sebagai pemasok 40 persen minyak mentah global belum memberi sinyal akan menaikkan produksinya. Keengganan OPEC untuk tidak menaikkan produksi minyak memang rasional. Di tengah kelesuan ekonomi global yang dipicu oleh krisis finansial di Amerika Serikat, permintaan terhadap energi seharusnya menurun dan harganya justru harus turun. Namun faktanya, harga minyak justru mengalami kenaikan. Indikasi ini menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak saat ini bukan dipicu oleh faktor pasokan, melainkan ada unsur spekulasi. Kuatnya faktor spekulasi ikut bermain juga dapat dilihat dari lonjakan investasi di bursa komoditas. Barclays Capital mencatat investasi pada sektor komoditas global melonjak tiga kali lipat menjadi US$175 miliar pada 2007. Di sisi lain, berdasarkan data Bank for International

Settlement (BIS) aktivitas perdagangan derivatif pada kuartal IV/2007 mencatat penurunan
terbesar dalam 14 tahun terakhir.

Peralihan secara masif investasi portofolio dari instrumen keuangan ke komoditas inilah yang diperkirakan turut memicu kenaikan harga secara tajam terhadap harga minyak dan komoditas lainnya. Situasi ini memperlihatkan bahwa prospek harga minyak dunia sangat bergantung pada sejauh mana otoritas dan pelaku di pasar keuangan dan komoditas (terutama di AS) mampu menenangkan situasi pasar.

Respons APBN
Sebagaimana diketahui bahwa imbas dari kenaikan harga minyak dunia ini, APBN kini mengalami tekanan. Pemerintah bahkan harus mengajukan perubahan lebih awal atas APBN 2008. Dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2008, pemerintah menargetkan defisit sebesar 2 persen dari PDB, lebih tinggi dibandingkan dengan APBN 2008 sebesar 1,7 persen dari PDB. Itu pun diperoleh setelah pemerintah melakukan berbagai langkah pengamanan atas APBN 2008. Tanpa langkah-langkah ini, defisit APBN 2008 diperkirakan bisa mencapai 4,3 persen dari PDB. Berbagai langkah pengamanan APBN tersebut adalah (i) penggunaan dana cadangan APBN; (ii) penghematan dari perkiraan penyerapan alamiah belanja negara; (iii) pemanfaatan dana kelebihan daerah penghasil migas; (iv) penajaman prioritas anggaran belanja Kementerian/Lembaga; (v) perbaikan parameter produksi di subsidi BBM dan listrik; (vi) efisiensi Pertamina dan PLN; (vii) optimalisasi penerimaan perpajakan dan dividen BUMN; (viii) pelonggaran defisit APBN 2008 diikuti dengan penyesuaian pembiayaan anggaran; dan (ix) melakukan counter cyclical untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi makro. Kalau melihat karakteristiknya, kesembilan langkah tersebut lebih bersifat pada upaya menutup kerugian akibat kenaikan harga minyak, bukan pada upaya mencegah terjadinya kerugian akibat faktor minyak. Sebagai gambaran, dampak kenaikan harga minyak mentah (asumsi US$ 100 per barel) dari perubahan parameter dan makro pada defisit APBN tanpa upaya pengamanan dapat menyebabkan tambahan defisit APBN sekitar Rp 54,7 triliun. Kerugian sebesar Rp 54,7 triliun inilah yang dicoba ditutupi dengan menjalankan sembilan langkah pengamanan tersebut. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah penting dalam rangka

menyelamatkan APBN 2008. Namun, berbagai langkah tersebut sesungguhnya tidak perlu terjadi bila sejak awal kita menyiapkan langkah substansial dengan menutup sumber

terjadinya kerugian bagi APBN akibat gejolak harga minyak dunia ini. Salah satunya adalah pemerintah menerapkan lindung nilai (hedging) atas harga minyak impor.

Kenapa hedging? Hedging merupakan transaksi lindung nilai di mana pihak yang akan melindungi nilai
komoditas/keuangannya membayar sejumlah premi kepada pihak lain untuk melindungi nilai keuangan ataupun komoditasnya terhadap volatilitas pasar. Bila dilakukan dengan perhitungan yang matang, hedging akan memberikan kepastian atas nilai tertentu dan tingkat biaya tertentu, sehingga dapat meminimalkan risiko-risiko yang timbul karena volatilitas pasar. Tentu saja strategi hedging ini juga memiliki risiko. Bila harga minyak mentah lebih rendah dibandingkan dengan harga swap, pembeli harus menanggung kerugian dari premi yang sudah dibayarkan di muka. Saat ini, kebutuhan konsumsi BBM dalam negeri meningkat terus. Konsumsi BBM selama 2007 mencapai 378 juta barel, lebih tinggi dibandingkan dengan 2006 sebesar 373 juta barel. Selama 2007, PT Pertamina mengimpor BBM sebanyak 137 juta barel, lebih tinggi dibandingkan dengan 2006 sebesar 130 juta barel. Peningkatan impor BBM tersebut untuk memenuhi konsumsi BBM dalam negeri karena keterbatasan kilang yang belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Saat ini, 10 kilang pengolahan hanya mampu berproduksi sebesar 1,2 juta barel per hari. Biaya impor BBM dan minyak mentah selain dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia, juga dipengaruhi oleh volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Volatilitas nilai tukar rupiah selama ini cukup tinggi. Implikasinya, tingginya volatilitas nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah menyebabkan biaya akhir pengadaan BBM menjadi lebih mahal dan subsidi yang ditanggung APBN menjadi tinggi. Tingginya volatilitas nilai tukar rupiah ini juga merugikan Pertamina selaku importir BBM dan minyak mentah. Posisi Pertamina sebagai leader dalam permintaan valas, dapat dimanfaatkan oleh para spekulan untuk meraih gain dari fluktuasi nilai tukar dengan cara menggoreng dolar AS di pasar. Hedging dapat menghindarkan risiko akibat kenaikan harga yang tidak terduga. Sebab, harga kontrak impor BBM untuk periode tertentu sudah disepakati sejak awal.

Bila ini dilakukan, APBN akan terhindar dari tambahan biaya subsidi BBM. Bagi Pertamina, selain memberikan kepastian, hedging juga dapat meminimalkan risiko kerugian akibat fluktuasi nilai tukar rupiah. Dalam kondisi saat ini, di mana harga minyak mentah tidak wajar, hedging memang tidak tepat dilakukan. Sebab harga swap dan premi yang terbentuk akan merugikan kita. Namun, mengingat adanya kemungkinan pembalikan harga minyak pada 2008 ini, tidak ada salahnya bila kita mempersiapkan segala sesuatunya, terutama aspek regulasinya, untuk menuju penerapan hedging ini ketika gejolak harga minyak sudah tenang. Tentunya, hal ini sangat bergantung pada seberapa besar minat pemerintah untuk menerapkan strategi hedging ini.

Perbankan Syariah Dunia Terapkan Transaksi Hedging


(sumber :

http://www.detikfinance.com/read/2010/12/13/142245/1523332/5/perbankan-

syariah-dunia-terapkan-transaksi-hedging)
Dewan Pasar Keuangan Syariah Internasional (International Islamic Financial Market/IIFM) akan meuncurkan fasilitas lindung nilai (hedging) bagi industri perbankan syariah dunia. Nantinya seluruh industri perbankan syariah termasuk bank syariah di Indonesia dapat menggunakan fasilitas hedging syariah pada semester I-2011. Menurut Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Mulya Siregar, fasilitas

hedging ini akan tertuang dalam Master of Agreement (MA) yang ditandatangani masingmasing anggota IIMF di Jakarta. Master Agreement ini dibuat IIFM agar bank syariah di dunia dapat melakukan transaksi-transaksi hedging. Fasilitas hedging saat ini memang hanya digunakan oleh bank konvensional saja tetapi belakangan karena kurs yang bergejolak industri perbankan syariah sangat membutuhkan fasilitas tersebut. Fasilitas ini diperlukan perbankan syariah untuk menghadapi risiko-risiko, nantinya akan memudahkan pelaku pasar bank syariah untuk bertransaksi yang berhubungan dengan kurs sehingga lebih efisien. Seiring dengan meningkatnya populasi masyarakat muslim di dunia IIFM terus bekerja keras untuk mengembangkan produk pasar keuangan syariah untuk terus tumbuh.

Pengembangan working grup untuk produk yang diminati market, Sehingga bank juga bisa mengembangkan studi yang dapat memitigasi juga risikonya. Dengan produk hedging bernama "Tawahuh" menjadikan seluruh masyarakat yang menggunakan pasar keuangan syariah dapat menggunakan produk lindung nilai ketika harga kurs yang bergejolak. Hal lain yang menjadi pertimbangan yaitu transaksi perbankan memang tidak bisa dipisahkan atau jauh dari risiko kerugian valas. Maka dari itu diperlukan

hedging, ini sangat mudah bagi bank islam juga di Indonesia untuk melindungi bank syariah
dalam bertransaksi yang menggunakan kurs valuta asing. Master Agreement dari kebijakan ini setelah dilakukan finalisasi di akhir tahun 2010 dan diharapkan nantinya dapat di implementasikan pada semester I-2011. Beberapa bank-bank syariah besar sudah siap untuk prosesnya bahkan commercial bank seperti Standard Chartered sudah siap bermitra dan implementasinya diharapkan di semester I-2011. IIFM yang berkantor pusat di Bahrain merupakan lembaga internasional dengan fungsi melakukan standarisasi produk, dokumentasi dan proses terkait pasar keuangan dan pasar uang berbasis syariah. IIFM sendiri diharapkan mampu untuk memberikan kontribusi dalam bentuk memenuhi kebutuhan standarisasi keuangan syariah, menyediakan pijakan unniversal bagi pelaku pasar melalui kelompok kerja global untuk mengembangkan pasar modal dan pasar uang syariah. Serta diharapkan mampu melakukan harmonisasi dalam dokumentasi, produk dan proses keuangan syariah

PLN lakukan "Hedging",menekan kerugian transaksi valas.


(sumber : http://www.indonesiapower.co.id/)

PT Perusahaan Listrik Negara akan melakukan lindung nilai (Hedging) terhadap kewajiban perseroan yang mencapai 6,6 miliar dollar AS. Hal itu dilakukan PLN sebagai upaya menekan kerugian dari selisih transaksi dalam Valuta Asing.

Karena nilai kewajiban yang harus dikeluarkan cukup besar, PLN hanya melakukan

hedging sekitar 50 persen dari 6,6 miliar dollar AS itu. Beban premi hedging relatif besar,
sekitar 2 persen. Nilai tukar menjadi salah satu faktor yang berpengaruh signifikan bagi PLN. Ini terutama untuk biaya bahan bakar, yakni minyak, gas, batubara, dan suku cadang. Sementara, semua pemasukan PLN dalam rupiah. Selain untuk biaya bahan bakar, kebutuhan dollar AS PLN juga untuk kewajiban membayar utang,yaitu senilai Rp 6 triliun yang jatuh tempo tahun ini, diantaranya kewajiban membayar biaya sewa PLTU Tanjung Jati B, subpinjaman dari pemerintah ke PLN, dan pinjaman di luar proyek 10.000 megawatt. Pada 2008, meskipun mencatat kenaikan laba usaha, PLN membukukan kerugian bersih Rp 12,3 triliun. Hal iitu disebabkan adanya rugi selisih kurs yang bersifat non-tunai Rp 9,3 triliun. Pada tahun tersebut selisih kurs mencapai 15 persen.

Revisi
PLN berencana merevisi rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Asumsi yang diubah antara lain patokan harga minyak, semula 60 dollar AS, menjadi 45 dollar AS, batubara dari Rp 800.000,- per ton menjadi Rp 600.000,- per ton. PLN juga akan merevisi angka pertumbuhan penjualan. Semula RKAP mematok pertumbuhan 6 persen tanpa memperkirakan dampak krisis ekonomi global. PLN akan menggunakan beberapa skenario pertumbuhan ekonomi, termasuk skenario terburuk 4,8 persen sesuai perkiraan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Perubahan asumsi dalam RKAP diperkirakan akan mendorong PLN mencapai laba bersih tahun 2009 di atas Rp 1 triliun.

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN Dari paper yang telah kami buat ini, dapat diambil kesimpulan bahwa sangat penting artinya bagi perusahaan termasuk di sektor publik untuk menerapkan strategi lindung nilai (hedging ) untuk menghindari risiko kerugian akibat fluktuasi valuta asing. Dengan melakukan lindung nilai, risiko tersebut dapat dialihkan (transfer of risk) kepada investor yang mengharapkan keuntungan dari perubahan harga di bursa berjangka.

Hedging sangat bermanfaat bagi perusahaan atau negara yang memiliki usaha dan
sering bertransaksi yang berkaitan dengan suku bunga atau nilai tukar. Hedging juga dapat mengurangi kemungkinan bangkrut, memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan kredit dari kreditor dengan lebih mudah, menjalin kerjasama yang lebih baik dengan pemasok, dan memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah karena risiko yang dirasakan oleh pemberi pinjaman lebih rendah. Ada beberapa konsep dan teknik hedging yaitu teknik hedging jangka pendek dan teknik hedging jangka panjang. Hedging sangat bermanffat sebagai salah satu cara mitigasi risiko bagi perusahaan dalam perekonomian yang semakin fluktuatif ini. Transaksi Lindung nilai (hedging) merupakan salah satu bentuk skema pengelolaan risiko harga melalui instrument pasar (derivatives contract). Bersama dengan forward

contract, future market, option dan swap, hedging


diatur oleh peraturan-peraturan berikut ini:

di Indonesia digolongkan ke dalam

skema Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK)Di Indonesia, pelaksanaan transaksi di PBK,

a. Undang-Undang Nonor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) b. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) c. Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 2001 tentang Komoditi yang dijadikan sebagai subyek perdagangan berjangka d. Peraturan peraturan yang diterbitkan Bapebti (Badan Pelaksana Bursa Komoditi); e. Perturan Tata Tertib (PTT) Bursa Berjangka f. Peraturan Tata Tertib (PTT) Lembaga Kliring Berjangka

B. SARAN Saran kami dengan dibuatnya paper ini yaitu pemerintah harus sangat berhati-hati dalam menerapkan hedging, meskipun memiliki banyak manfaat dalam segi keuangan, tetapi tetap ada resiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah : 1. Pemerintah harus mempunyai pengetahuan yang memadai, perhitungan yang cermat dan menentukan strategi yang tepat dalam melakukan hedging guna mencegah terjadinya kerugian. 2. Teknik penerapan hedging terdiri dari teknik hedging jangka pendek dan teknik

hedging jangka panjang.

Mengenai teknik mana yang akan digunakan oleh

pemerintah tergantung dari strategi mana yang paling menguntungkan dan memiliki risiko kegagalan paling rendah sesuai dengan situasi dan kondisi pemerintah saat ini. 3. Pemerintah harus bijak dalam melaksanakan hedging yang telah direncanakan.

You might also like