Professional Documents
Culture Documents
DARI LIANG
KUBUR
Kesadaran seperti itu tidak sepenuhnya dipahami oleh seorang pedagang rempah-
rempah yang bersala dari daerah Blora, Jawa tengah ini. Ia lebih memilih jalan sesat
untuk mencapai kesuksesan hidup. Allah pun murka dan memberi azab yang tak terkira
pedihnya. Kepala dan sebagian badannya hancur. Keanehan lantas terjadi saat jenazahnya
akan dimakamkan. Lubang kubur yang telah disiapkan tiba-tiba mengeluarkan cairan
laksana darah yang merembes dari sela-sela tanah. Demi menjaga nama baik
keluarganya, semua tokoh di dalam cerita (termasuk nama narasumber) serta lokasi
kejadian sengaja kami samarkan.
Khayalan akan kesenangan hidup telah membuat Rasimah lupa diri. Diam-diam ia
menjalin asmara dengan seorang pedagang kelontong yang cukup sukses di pasar tempat
ibunya berjualan. Bahkan ia sampai berani membawa selingkuhannya itu kerumah saat
suaminya pergi bekerja, namun “sepintar-pintarnya menyimpan bangkai pasti akan
tercium juga”. Kemudian suaminya tahu dan sempat terjadi pertengkaran sengit.
“Tetangga-tetangganya jadi bingung, yang minta cerai itu bukan suaminya, tapi Rasimah,
padahal setahu saya meski hati Pak Tumijan sakit, tapi ia masih sayang sama isterinya.
Apalagi mereka sudah dikarunia dua orang anak laki-laki. Bisa jadi selama berkeluarga
Rasimah lebih mendominasi”, ujar Supriyanto (32 thn) yang termasuk keluarga jauh
namun masih tinggal satu desa.
Entah bagaimana kejadiannya, setelah beberapa tahun menjanda, Rasimah rujuk kembali
dengan suami yang pertama. Resminya hubungan mereka ditandai dengan syukuran
secara sederhana yang dihadiri oleh para saudara dan tetangganya.
“Entah kemana Rasimah pergi, tapi ada yang bilang kalu ia ingin menemui kakak
pertamanya yang tinggal di daerah Purworejo, Jawa Tengah, semanjak pulang dari sana
ia sepenuhnya menggantikan ibunya berjualan rempah-rempah, kata orang ia
menggunakan penglaris. Bagaimana tidak baru beberapa bulan berjualan ia sudah bisa
membeli sepeda motor baru dengan cash. Padahal setahu saya hasil jualan ibunya
kemarin hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan beberapa hari,” ujar Supriyanto
hamper tak percaya.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama kurang dari setahun, Rasimah sudah bisa
membangun rumah dan membeli mobil truk berukuran sedang. Kini ia bukan lagi
pedagang cabai dan bawang merah yang menepati emperan pasar, ia sudah mempunyai
ruko khusus sekaligus menjadi penyalur kebutuhan pedagang rempah-rempah di pasar
Rembang dan sekitarnya.
Kedua suami isteri itu pergi mengendarai truk berukuran sedang bersama Adna,
keponakan dari suaminya yang bertugas sebagai sopir. Setelah beberapa jam menempuh
perjalanan , akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Para petani yang sudah menunggu
kedatangannya segera menimbang dan memasukkan cabai serta bawang merah ke dalam
karung. Jumlah semuanya sekitar satu ton lebih. Karung-karung tersebut kemudian
Al-Maaidah Moslem’s Review- Hidayah_3_36_0704_Darah Keluar Dari Liang Kubur
4
dimasukkan kedalam truk, sementara Rasimah menghitung uang untuk melakukan
pembayaran.
Mobil berjalan kencang seakan berburu dengan malam yang merambat pagi.
Suasana yang lenggang membuat sopir tak ragu menginjak pedal gasnya dalam-dalam.
Padahal ia sudah beberapa kali menguap tanda kantuk tak tertahan. Rokok kretek entah
yang keberapa kembali ia nyalakan, kepulan asap dan kenikmatan rasanya tetap tak
membuat tegar matanya, terlebih Tumijan yang seharusnya menemaninya mengobrol
malah mendengkur sambil kakinya selonjor ke dashboard mobil. Sama halnya dengan
Rasimah, kelelahan telah membalutnya mengarungi mimpi meski ditempat seadanya.
Perjalanan panjang telah ditempuh dan mobil mulai memasuki daerah Rembang.
Tiba-tiba mobil yang mencapai kecepatan 100 km/jam itu menghantam sebuah lobang
lumayan besar. Sopir yang sekejap tertidur kaget dan kehilangan kendali. Laju mobil tak
tertahan dan meluncur melewati bahu kiri jalan yang sedikit curam. Operan kopling ke
gigi rendah yang dibarengi dengan pengereman, tak membantu usaha sang sopir.
Jenazah Rasimah langsung dimandikan dan diberi kain kafan. Petugas yang
mengurusnya memberi saran agar kain kafannya nanti jangan dibuka, sebab muka
Rasimah yang hancur dan badannya yang penuh luka bisa jadi akan membuat ngeri dan
tidak tega orang yang melihatnya.
“Seumur hidup saya belum pernah melihat kejadian seperti itu. Saya langsung
mengucapkan istigfar. Orang lain pun banyak mengucapkan kalimat yang sama. Lalu
saya perintahkan dua orang penggali kubur untuk menguruknya dengan sedikit tanah.
Karena oarang pada ketakutan akhirnya saya berinisiatif untuk turun ke lubang kubur
dengan ditemani Pak Tumijan, serta satu orang saudaranya. Sebelumnya mereka meminta
agar tanah urukan itu digali lagi. Saya bilang tidak perlu karena beceknya tidak terlalu
parah”, kenang ustadz Murtadha (60 thn) menjelaskan perihal kejadian itu.
Bagian-bagian dinding kubur tempat asal mula keluarnya cairan sudah ditutup
dengan tanah, meski demikian bercampurnya tanah dengan cairan tadi membuat dasar
kubur menjadi becek dan kemerah-merahan, lalu ustadz Murtadha meminta para
pengantar untuk mengeluarkan jenazah Rasimah dari keranda untuk dikebumikan, sebab
penguburan harus disegerakan.
Kain kafan jenazah yang semula putih menjadi kotor, kemudian jenazah segera
dimasukan ke liang lahat dan ditutup dengan potongan-potongan papan yang telah
disiapkan. Sekitar jam dua petang prosesi penguburan selesai dengan menyisakan beribu
pertanyaan. Amalan apa yang telah diperbuat Rasimah semasa hidupnya? Banyak orang
yang menarik kesimpulan kejadian itu terkait dengan kongsi (pesugihan) Rasimah dengan
setan untuk meminta kekayaan. Naudzubillah tsumma Naudzubillah. Entah benar atau
tidak dugaan itu, wallahu a’lam!