You are on page 1of 6

1.

1 Latar Belakang Kata alumen pertama kali dinyatakan oleh Pliny dalam bukunya yang berjudul Natural History. Buku ini merupakan Jilid ke-35 dan tepatnya dalam bab 15 ia memberikan penjelasan bahwa alumen ditemukan secara alami di bumi. Ia beranggapan bahwa alumen merupakan salah satu jenis obat-obatan dan berfungsi dalam proses perubahan warna suatu zat. Anggapannya ini muncul ketika melihat fakta bahwa ketika ada sumber air yang tercemar kemudian diberikan alumen, maka air akan berubah warna yang tadinya hitam menjadi berkurang kadar kekotorannya. Sifat yang dimiliki alumen ini kemudian menjadi solusi untuk pencemaran besi sulfat dalam air. Namun, Pliny menganggap bahwa larutan (kalium) tawas biasa tidak memiliki sifat ini melainkan senyawa yang memiliki sifat koagulan tersebut adalah spesies sulfat dari besi dan aluminium. Alumen zaman dahulu berbeda dengan zaman modern seperti sekarang ini. Dahulu, mereka tentu tahu bagaimana untuk menghasilkan alum dari nontronit. Alumen asli dari Melos tampaknya telah tercampur oleh spesies alunogen (Al2(SO4)3.17 H2O) dengan tawas dan sulfat kecil lainnya. Gurun barat Mesir adalah sumber utama pengganti tawas di zaman kuno. Berbagai mineral nontronit yang digunakan dalam pembuatan tawas adalah tawas sekis , bauksit dan cryolite. Pada abad ke-18, JH Pott dan Andreas Sigismund Marggraf menunjukkan bahwa alumina adalah konstituen. Pott dalam bukunya Lithogeognosia menunjukkan bahwa endapan diperoleh ketika alkali dituangkan ke dalam larutan tawas, dan endapan yang dihasilkan ternyata sangat berbeda dengan endapan kapur. Ia juga menunjukkan bahwa kristal alum dapat diperoleh dengan melarutkan alumina dalam asam sulfat dan penguapan, dan ketika suatu larutan kalium atau amonia diteteskan ke dalam cairan ini, segera terbentuk kristal tawas. Torbern Bergman juga mengamati bahwa penambahan kalium atau amonia membuat larutan alumina dalam asam sulfat mengkristal, tetapi bahwa efek yang sama tidak terjadi ketika dilakukan penambahan soda atau larutan kapur. Selain itu, bahwa kalium sulfat sering ditemukan dalam tawas. Setelah MH Klaproth menemukan adanya kalium dalam leucite dan lepidolite , terpikir oleh LN Vauquelin bahwa Kalium mungkin merupakan bahan juga di banyak mineral . Mengetahui bahwa alum tidak dapat diperoleh dalam kristal tanpa penambahan kalium , ia mulai curiga bahwa alkali ini merupakan unsur penting dalam garam, dan pada 1797 ia menerbitkan suatu analisis disertasi produk tawas yang merupakan garam ganda , terdiri dari asam sulfat, alumina , dan kalium. Segera setelah itu, JA Chaptal menerbitkan analisis dari empat jenis tawas, yaitu Romawi tawas, Levant tawas, tawas Inggris dan tawas diproduksi oleh dirinya sendiri. Analisis ini menyebabkan hasil yang sama seperti Vauquelin. Mesir dilaporkan menggunakan koagulan alum sejak 1500 SM untuk mengurangi kekeruhan di dalam air. Alum banyak diimpor ke Inggris terutama dari Timur Tengah dan negara-negara Kepausan selama ratusan tahun mulai dari akhir abad ke 15. Salah satu aplikasinya digunakan sebagai pewarna untuk wol (yang merupakan salah satu industri yang utama Inggris). Namun, setelah lengsernya jabatan Raja Henry VIII, pasokan alum dari negara Kepausan terhenti.

Sehingga timbul dorongan untuk mengembangkan sumber di Inggris. Dengan pembiayaan negara, upaya dilakukan sepanjang abad ke-16, namun tidak berhasil sampai pada awal abad ke17. Sebuah industri didirikan oleh Yorkshire untuk proses serpih yang mengandung bahan utama, aluminium sulfat , dan membuat kontribusi penting bagi Revolusi Industri. Salah satu situs bersejarah tertua untuk produksi alum adalah karya alum Peak di Ravenscar , North Yorkshire. Tawas (dikenal sebagai turti / sphatika dalam bahasa Indian setempat) juga digunakan untuk pengolahan air oleh orang India selama ribuan tahun. Ayurveda menggambarkan sphatika sebagai antiseptik zat, haemostatic. Ia memiliki sifat anti-inflamasi, anti-piretik dan antibiotik. Menggunakan Sphatika dalam mengobati tonsilitis telah disebut dalam teks-teks kuno Ayurvedic. Sphatika digunakan secara internal maupun eksternal. Dengan produksi di seluruh dunia 2,9 juta ton pada tahun 1982, aluminium sulfat adalah senyawa aluminium terpenting setelah aluminium oksida dan hidroksida. Senyawa ini sudah tercakup dalam Non-Ferrous Metals Bref. Para produsen yang paling penting adalah Amerika Serikat (dengan 1,1 juta ton pada tahun 1984 atas dasar 17% Al2O), Eropa Barat (dengan 0,9 juta ton per tahun) dan Jepang (dengan 0,8 juta ton per tahun atas dasar 14% Al2O3). Aluminium sulfat juga merupakan bahan awal untuk senyawa aluminium lainnya. Produk komersial adalah salah satu garam padat terhidrasi, dengan rumus kimia Al2(SO4)3. 13 sampai 15 H2O. Produk ini dikirim dalam bentuk serpih, bubuk atau balok. Di Eropa, bagian terbesar dari aluminium sulfat dihasilkan oleh reaksi asam sulfat dengan aluminium hidroksida basah atau kering. 2.1.1 Prinsip Tawas adalah garam sulfat terhidrat dengan formula M+, M3+ (SO4)2.12H2O. M+ merupakan kation univalen, umumnya Na+, Fe+, Cr+, Ti3+ atau Co3+. Aluminium sulfat biasanya dihasilkan oleh reaksi antara aluminium hidroksida (atau bahan baku aluminium lainnya seperti bauksit atau kaolin) dan asam sulfat, produk yang dihasilkan berupa padatan terhidrat dan larutan. Ada dua macam prosedur untuk reaksi, yaitu reaksi terus menerus dan batch. Dilihat dari segi waktu, untuk reaksi lengkap yang cukup panjang, reaksi batch biasa digunakan. Kedua prosedur di atas tergantung pada kebutuhan konsumen, kondisi dalam pengangkutan produk dan sebagainya. Aluminium sulfat cair dalam banyak kasus diperoleh setelah mengencerkan aluminium sulfat hidrat yang solid dalam air. Proses ini hanya menghasilkan emisi udara dan air. Untuk pembuatan aluminium sulfat sebagai padatan, campuran yang keluar dari reaktor dikirim tabung pendingin, flaker atau kotak pembekuan sesuai dengan bentuk yang diperlukan. Perawatan lebih lanjut mungkin termasuk penghancuran, penggilingan, penyaringan sebelum dilakukannya pengemasan. Proses ini menghasilkan air limbah dan emisi udara yang mengandung partikulat. Tawas ada 5 macam, yaitu: 1. Natrium aluminium sulfat dodekahidrat (tawas natrium) dengan formula NaAl(SO4)2. 12H2O

2. Kalium aluminium sulfat dodekahidrat (tawas kalium) dengan rumus 12H2O Reaksi yang terbentuk adalah : 2Al(s) + 2K+(aq) + 2OH-(aq) + 6H2O(l) > 2K+(aq) + 2Al(OH)4-(aq) + 3H2(g).

KAl(SO4)2.

Dimana Ion aluminium, Al(OH)4- yang bersifat ampoter jika direaksikan dengan asam sulfat, dan diendapkan sebagai aluminium hidroksida, tetapi larut pada pemanasan. Reaksi yang terbentuk yaitu : 2K+(aq) + 2Al(OH)4-(aq) + 2H+(aq) + SO42-(aq) > 2Al(OH)3(s) + 2K+(aq) + SO42-(aq) + 2H2O(l) 2Al(OH)3(s) + 6H+(aq) + 3SO42-(aq) > 2Al3+(aq) + 3SO42-(aq) + 6H2O(l) 1. Amonium aluminium sulfat dodekahidrat (tawas amonium) dengan formula NH4Al(SO4)2.12H2O. 2. Kalium kromium(III) sulfat dodekahidrat (tawas kromium) dengan formula KCr(SO4)2.12H2O Reaksi yang terbentuk : 8H+(aq) + CrO72-(aq) + 3C2H5OH(aq) > 3CH3CHO(aq) + 2Cr3+(aq) + 7H2O(l) Dimana ion sulfat dari asam sulfat dan ion kalium dari kalium dikromat bergabung dengan ion kromium(III) membentuk kristal tawas kromium yang terbentuk oktahedron dan berwarna violet sampai hijau gelap jika larutan yang pekat didinginkan. Reaksi yang terbentuk : K+(aq) + Cr3+(aq) + 2O42-(aq) + 12H2O(l) > KCr(SO4)2. 12H2O(c). 1. Amonium besi(III) sulfat dodekahidrat (tawas besi(II)) dengan formula NH4Fe(SO4)2.12H2O Reaksi yang terbentuk yaitu : 2H+(aq) + NO3-(aq) +Fe2+(aq) > Fe3+(aq) + NO2(g) + H2O(l) Dimana ion amonium dan ion sulfat dari amonium sulfat, (NH4)SO4, mengkristalkan ion besi(III) sebagai tawas besi(III). NH4+(aq) + Fe3+(aq) + 2SO42-(aq) + 12H2O(l) > NH4Fe(SO4)2. 12H2O(c).

Sifat sifat Properties Rumus molekul Al 2 (SO 4 ) 3 342,15 g / mol (anhidrat) Massa molar 666.42 g/mol (octadecahydrate) kristal putih solid Penampilan hidroskopis 2,672 g / cm 3 (anhidrat) Kepadatan 1,62 g / cm 3 (octadecahydrate) 770 C (decomp, anhidrat) Titik lebur 86,5 C ( octadecahydrate ) 31.2 g/100 mL (0 C) Kelarutan dalam 36,4 g/100 mL (20 C) air 89,0 g/100 mL (100 C) sedikit larut dalam alkohol , encerkan Kelarutan mineral asam Keasaman (p K a) 3.3-3.6 Indeks bias (n D) 1.47 ada uji kelarutan lipid, hampir semua jenis lipid, yaitu lemak dan minyak tidak larut dalam pelarut polar seperti air, namun larut dalam pelarut non polar sepertio kloroform, eter, dan benzena. Asam oleat dan gliserol larut dalam air maupun alkohol. Hal ini disebabkan karena pada gliserol dan asam oleat mempunyai kepala polar berupa gugus -OH yang dapat berikatan hidrogen dengan molekul air ataupun alkohol. Lemak hewan dan minyak kelapa tengik dapat terdispersi menjadi misel yang megubah asamasam lemak penyusunnya menjadi sabun.

Bilangan yodium adalah ukuran derajat ketidakjenuhan. Lemak yang tidak jenuh dengan mudah dapat bersatu dengan yodium (dua atom yodium ditambahkan pada setiap ikatan rangkap dalam lemak). Semakin banyak yodium yang digunakan semakin tinggi derajat ketidakjenuhan. Biasanya semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak tidak jenuh dan demikian pula derajat ketidakjenuhan (bilangan yodium) dari lemak bersangkutan. Asam lemak jenuh biasanya padat dan asam lemak tidak jenuh adalah cair; karenanya semakin tinggi bilangan yodium semakin tidak jenuh dan semakin lunak lemak tersebut. Karena setiap ikatan kembar dalam asam lemak akan bersatu dengan dua atom yodium maka dapatlah ditentukan setiap kenaikan dalam jumlah ikatan rangkap (kemungkinan ketengikan) yang timbul pada waktu lemak tersebut mulai disimpan. Pengetahuan mengenai bilangan yodium adalah penting untuk menentukan derajat dan jenis lemak yang akan digunakan dalam ransum. Sesungguhnya bilangan yodium suatu jenis lemak perlu ada dalam batasbatas tertentu. Untuk lemak sapi bilangan yodium harus ada dalam batasan 35 dan 42. Untuk lemak babi bilangan yodiumnya dapat bervariasi antara 52 dan 67. Perubahan bilangan yodium dapat merupakan hal yang penting. Bila bilangan yodium tersebut lebih tinggi dari normal maka hal tersebut dapat berarti bahwa ada pemalsuan dengan jenis lemak lain yang mempunyai bilangan yodium lebih tinggi. Lemak kuda mempunyai bilangan yodium 69. Minyak tumbuhtumbuhan atau minyak ikan (tidak dihidrogenasi) mempunyai bilangan yodium yang lebih tinggi, kerap sekali melebihi 100. Sebaliknya bila bilangan yodium adalah lebih rendah dari normal maka hal itu berarti bahwa lemak telak mengalami perlakuan khusus. Perlakuan tersebut kerap kali berupa penguraian lemak untuk memisahkan asam oleat dari trigliserida. Dengan demikian akan diperoleh lemak yang sangat tinggi kandungan ester-ester palmitat dan stearat. Bilangan yodium dapat pula diperendah dengan cara menggunakan lemak-lemak yang telah dihidrogenasi. Pada waktu sekarang hidrogenasi minyak ikan yang rendah harganya menjadi terkenal dan minyak-minyak tersebut kerap kali dijual di pasaran bercampur dengan lemak sapi. Bila dipasaran ada lemak sapi atau lemak domba murni yang mempunyai bilangan yodium sangat rendah maka dapat diduga bahwa ada pemalsuan. Bilangan yodium beberapa jenis lemak yang sering digunakan dalam pakan ternak adalah sebagai berikut : sapi (35-42); domba (32-60); babi (52-67); kuda (65-70); unggas (80); sardencis (148-180); kelapa sawit (8-10); mentega (26-35); jagung (15-127); kacang kedelai (130-138).

Bilangan Iodium (BI) Bilangan iodium mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak danlemak. Asam lemak tak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh.Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap. Lemak yang tidak jenuhdengan mudah dapat bersatu dengan iodium (dua atom iodium ditambahkan pada setiap ikatanrangkap dalam lemak). Semakin banyak iodium yang digunakan semakin tinggi derajatketidakjenuhan. Biasanya semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak tidak jenuhdan demikian pula derajat ketidakjenuhan (bilangan iodium) dari lemak bersangkutan. Asamlemak jenuh biasanya padat dan asam lemak tidak jenuh adalah cair; karenanya semakin tinggibilangan iodium semakin tidak jenuh dan semakin lunak lemak tersebut.Bilangan iodium dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100 gramminyak atau lemak. Penentuan Bilangan iodium dapat dilakukan dengan cara Hanus atau caraKaufmaun dan cara Von Hubl atau cara Wijs (Sudarmadji dkk, 1997). Pada cara Hanus, larutaniod standarnya dibuat dalam asam asetat pekat (glasial) yang berisi bukan saja iod tetapi jugaiodium bromida. Adanya iodium bromida dapat mempercepat reaksi. Sedang cara Wijsmenggunakan larutan iod dalam asam asetat pekat, tetapi mengandung iodium klorida sebagaipemicu reaksi (Winarno, 1997).Pada percobaan kali ini, penentuan bilangan iodium dilakukan dengan cara Hanus.Pereaksi iodomonobromida bereaksi dengan ikatan olefenik.C=C + 2IBr Pereaksi iodomonobromida ditambahkan ke dalam sampel yang dilarutkan dalamkloroform menggunakan buret. Campuran dikocok, kemudian disimpan dalam wadah tertutuprapat, dan terhindar dari cahaya (di tempat gelap). KI dan iodium yang telah dibebaskan ,ditambahkan ke dalam campuran, dan kemudian campuran dititrasi dengan natrium tiosulfat0,1N menggunakan indikator kanji. Kemudian dilakukan titrasi blangko. Bilangan iodiumdihitung dengan rumus:

You might also like