You are on page 1of 2

TIDAK PERLU MEMBELA GUS DUR

Judul Buku Penulis Penerbit Cetakan Tebal : Gus Dur, Siapa sih Sampeyan? Tafsir Teoritik atas Tindakan & Pernyataan Gus Dur : Al-Zastrouw Ng : Erlangga, Jakarta : Kedua, Oktober 1999 : 290 + xii halaman

Gus Dur adalah salah satu tokoh paling kontroversial dalam sejarah politik Indonesia. Tokoh yang pernah menguasai Istana Negara ini memang sulit dipahami orang-orang, bahkan oleh pakar politik sekalipun. Pada suatu saat mungkin Gus Dur dipujii karena keberanian dan kecerdasannya dalam tindakan politiknya, namun tak jarang juga Gus Dur dihujat habis-habisan karena statement atau langkah politik tertentunya oleh media massa dan politikus lainnya. Acap kali Gus Dur disebut sebagai reformer jauh sebelum gerakan reformasi meluas, dan juga ada pula orang yang menyebutnya sebagai destroyer. Buku yang laku keras di pasaran ini ditulis oleh salah seorang mantan asisten pribadi Gus Dur, Al-Zastrouw Ng. Buku ini dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya klarifikasi atas beberapa tindakan politik Gus Dur, terutama pada masa-masa terakhir kepemimpinan Soeharto, dan menjelang terpilihnya Gus Dur sebagai Presiden Republik Indonesia. Secara spesifik, ada lima pokok masalah yang dibahas secara panjang lebar pada buku ini, yaitu kehadiran Gus Dur di Istana Negara dua hari menjelang lengsernya Soeharto, pembantaian di Banyuwangi, Deklarasi Ciganjur, rangkaian silaturrahim ke tokoh-tokoh Orde Baru, serta Open House di kediaman Gus Dur. Jika anda cermati dengan kritis, di sisi inilah sebenarnya terdapat kelemahan buku ini. Pembanca tentu akan berharap bahwa buku ini akan banyak membahas tentang sosok pribadi Gus Dur, presiden Bangsa Indonesia di Era Reformasi. Judul yang diberikan kepada buku ini setidaknya mengarah pada bayangan yang demikian. Nyatanya, buku ini lebih banyak bercerita tentang kelima pristiwa tersebut diatas secara lebih luas, sehingga pemikiran Gus Dur secara spesifik dan personal yang mendalam terasa terabaikan. Contohnya terdapat dalam uraian tentang kasus pembantaian di Banyuwangi yang ditulis hampir lima puluh halaman misalnya, penulis buku ini lebih banyak mendeskripsikan tentang data kasus Banyuwangi tersebut. Sementara itu, untuk memahami pokok pemikiran Gus Dur dalam kasus Banyuwangi tersebut, pembanca sebenarnya hanya cukup mencermati alinea terakhir di akhir bab saja. Terlepas dari masalah-masalah tersebut, fakta bahwa buku ini mampu menyedot animo pasar adalah sesuatu yang menarik. Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia atau

setidaknya pendukung Gus Dur, sangat merindukan informasi-informasi menarik tentang Gus Dur dari orang-orang terdekatnya. Dilihat dari segi isi, buku ini cukup bisa dikatakan sebagai pembelaan Gus Dur atas kelima langkah politik menjelang Pemilu 1999 tersebut. Pembelaan memang tidak terlalu penting untuk dilakukan. Gus Dur sendiri mungkin tidak suka dengan hal itu. Bahkan, ...Tuhan pun tidak perlu dibela, tulis Gus Dur pada pertengahan 1982 di Majalah Tempo. Berdasarkan pada isi, buku ini sangat layak untuk dijadikan pegangan dan referensi mengenai langkah-langkah Gus Dur dalam mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi. Buku ini juga menjadi jabaran klarifikasi atau pembelaan Gus Dur terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi pada saat masa-masa lengsernya Soeharto, dilantiknya Gus Dur sebagai Presiden ke-4 RI, hingga masa kejatuhan pemerintahannya. Dalam segi kebahasaan, sang penulis, Al-Zastrouw Ng menggunakan bahasa yang mudah dipahami dengan penjelasan yang cukup mendetail.

You might also like