You are on page 1of 10

DAFTAR ISI

Halaman Cover Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Rumusan masalah BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian B. Faktor-faktor yang mempengaruhi nikah dini C. Dalil D. Hukum nikah dini E. Nilai negative dari pernikahan dini BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Semarang, . Maret 2012 Penulis

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Isu pernikahan dini saat ini marak dibicarakan. Hal ini dipicu oleh pernikahan Pujiono Cahyo Widianto, seorang hartawan sekaligus pengasuh pesantren dengan Lutviana Ulfah. Pernikahan antara pria berusia 43 tahun dengan gadis belia berusia 12 tahun ini mengundang reaksi keras dari Komnas Perlindungan Anak. Bahkan dari para pengamat berlomba memberikan opini yang bernada menyudutkan. Umumnya komentar yang terlontar memandang hal tersebut bernilai negatif. Di sisi lain, Syeh Puji, begitu ia akrab disapa berdalih untuk mengader calon penerus perusahaannya. Dia memilih gadis yang masih belia karena dianggap masih murni dan belum terkontaminasi arus modernitas. Lagi pula dalam pandangan Syeh Puji, menikahi gadis belia bukan termasuk larangan agama. Sebenarnya kalau kita mau menelisik lebih jauh, fenomena pernikahan dini bukanlah hal yang baru di Indonesia, khususnya daerah Jawa. Penulis sangat yakin bahwa mbah buyut kita dulu banyak yang menikahi gadis di bawah umur. Bahkanjaman dulu pernikahan di usia matang akan menimbulkan preseden buruk di mata masyarakat. Perempuan yang tidak segera menikah justru akan mendapat tanggapan miring atau lazim disebut perawan kaseb. Namun seiring perkembangan zaman, image masyarakat justru sebaliknya. Arus globalisasi yang melaju dengan kencang mengubah cara pandang masyarakat. Perempuan yang menikah di usia belia dianggap sebagai hal yang tabu. Bahkan lebih jauh lagi, hal itu dianggap menghancurkan masa depan wanita, memberangus kreativitasnya serta mencegah wanita untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. B. Tujuan a) Untuk mengetahui nikah dini b) Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi nikah dini c) Untuk mengetahui dalil dalilnya d) Untuk mengetahui hukum nikah dini e) Untuk mengetahui nilai negative dari nikah dini C. Rumusan Masalah a) Apa yang dimaksud dengan nikah dini ? b) Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi nikah dini? c) Apa saja Dalil-dalilnya ? d) Apa hukum nikah dini? e) Apa nilai negative dari nikah dini?

BAB II PEMBAHASAN
a) Pengertian Menurut syara, menikah adalah sebuah ikatan seorang waniata dengan seorang lakilaki dengan ucapan-ucapan tertentu ( ijab dan qabul ) yang memenuhi syarat dan rukunnya. Arti pernikahan dalam islam adalah suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam rumah tangga dan berketurunan,yang dilaksakan menurut ketentuan syariat islam. Sedangkan dini tersimpul dalam ungkapan seorang penulis,Banyak orang mengatakan bahwa menikah saat kuliah akan mengganggu dan merugikan kita, padahal sangat sangat menguntungkan. Bahkan ada yang mengatakn bahwa barang siapa mengetahui tentang keutamaan menikah sejak dini ( kuliah ) maka orang tersebut tidak ingin menundannya hingga esok hari, apalagi tahun depan. Dari itu maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud nikah dini adalah sebuah ikatan suami istri yang dilakukan pada saat kedua calon suami dan istri masih usia muda. Meskipun muda ini berbeda pengertian menurut daerah tertentu.

b) Factor-faktor yang mempengaruhi nikah dini

1. Menurut RT. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan usia muda adalah: a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya. c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja. 2. Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan oleh: a. Masalah ekonomi keluarga

b. Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila mau mengawinkan anak gadisnya. c. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992 : 65). Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu : a. Ekonomi Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu. b. Pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur. c. Faktor orang tua Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya. d. Media massa Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern kian Permisif terhadap seks. e. Faktor adat Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.

c) Dalil Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS al-Isr [17]: 32

Nikah dipersulit, gaul bebas dipermudah. Seringkali manusia suka terbalik dalam menilai suatu perbuatan. Sebab, yang jadi patokan mereka dalam berbuat cuma mengandalkan perasaan dan tidak mau menggunakan akalnya. akhirnya, sering dibuat pusing oleh keputusannya sendiri. Dalam masalah pergaulan bebas, masyarakat suka menilai bahwa baik dan buruknya suatu perbuatan hanya dilihat dari apakah perbuatan itu menguntungkan baginya secara materi atau tidak. Itu salah besar. Sebab, yang kita anggap baik, belum tentu baik dalam pandangan Allah. Dan begitupun sebaliknya. Firman Allah Swt: Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS al-Baqarah [2]: 216).

d) Hukum nikah dini Pernikahan Dini menurut Negara Undang-undang negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undangundang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.[1] Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental. Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan dini mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Menurut para sosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Pernikahan Dini menurut Islam

Hukum Islam secara umum meliputi lima prinsip yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal. Dari kelima nilai universal Islam ini, satu diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan (hifdzu al nasl). Oleh sebab itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al Bajuri menuturkan bahwa agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyariatkan pernikahan, niscaya geneologi (jalur keturunan) akan semakin kabur.[2] Agama dan negara terjadi perselisihan dalam memaknai pernikahan dini. Pernikahan yang dilakukan melewati batas minimnal Undang-undang Perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah. Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam kaca mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh. Terlepas dari semua itu, masalah pernikahan dini adalah isu-isu kuno yang sempat tertutup oleh tumpukan lembaran sejarah. Dan kini, isu tersebut kembali muncul ke permukaan. Hal ini tampak dari betapa dahsyatnya benturan ide yang terjadi antara para sarjana Islam klasik dalam merespons kasus tersebut. Pendapat yang digawangi Ibnu Syubromah menyatakan bahwa agama melarang pernikahan dini (pernikahan sebelum usia baligh). Menurutnya, nilai esensial pernikahan adalah memenuhi kebutuhan biologis, dan melanggengkan keturunan. Sementara dua hal ini tidak terdapat pada anak yang belum baligh. Ia lebih menekankan pada tujuan pokok pernikahan. Ibnu Syubromah mencoba melepaskan diri dari kungkungan teks. Memahami masalah ini dari aspek historis, sosiologis, dan kultural yang ada. Sehingga dalam menyikapi pernikahan Nabi Saw dengan Aisyah (yang saat itu berusia usia 6 tahun), Ibnu Syubromah menganggap sebagai ketentuan khusus bagi Nabi Saw yang tidak bisa ditiru umatnya. Sebaliknya, mayoritas pakar hukum Islam melegalkan pernikahan dini. Pemahaman ini merupakan hasil interpretasi dari QS. al Thalaq: 4. Disamping itu, sejarah telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi dalam usia sangat muda. Begitu pula pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat. Bahkan sebagian ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah umur sudah menjadi konsensus pakar hukum Islam. Wacana yang diluncurkan Ibnu Syubromah dinilai lemah dari sisi kualitas dan kuantitas, sehingga gagasan ini tidak dianggap. Konstruksi hukum yang di bangun Ibnu Syubromah sangat rapuh dan mudah terpatahkan.[3] Imam Jalaludin Suyuthi pernah menulis dua hadis yang cukup menarik dalam kamus hadisnya. Hadis pertama adalah Ada tiga perkara yang tidak boleh diakhirkan yaitu shalat ketika datang waktunya, ketika ada jenazah, dan wanita tak bersuami ketika (diajak menikah) orang yang setara/kafaah.[4] Hadis Nabi kedua berbunyi, Dalam kitab taurat tertulis bahwa orang yang mempunyai anak perempuan berusia 12 tahun dan tidak segera dinikahkan, maka anak itu berdosa dan dosa tersebut dibebankan atas orang tuanya.[5] Pada hakekatnya, penikahan dini juga mempunyai sisi positif. Kita tahu, saat ini pacaran yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi acapkali tidak mengindahkan

norma-norma agama. Kebebasan yang sudah melampui batas, dimana akibat kebebasan itu kerap kita jumpai tindakan-tindakan asusila di masyarakat. Fakta ini menunjukkan betapa moral bangsa ini sudah sampai pada taraf yang memprihatinkan. Hemat penulis, pernikahan dini merupakan upaya untuk meminimalisir tindakantindakan negatif tersebut. Daripada terjerumus dalam pergaulan yang kian mengkhawatirkan, jika sudah ada yang siap untuk bertanggungjawab dan hal itu legal dalam pandangan syara kenapa tidak ? e) Nilai negative dari nikah dini 1. Rentan KDRT Menurut temuan Plan, sebanyak 44 persen anak perempuan yang menikah dini mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tingkat frekuensi tinggi. Sisanya, 56 persen anak perempuan mengalami KDRT dalam frekuensi rendah. 2. Risiko meninggal Selain tingginya angka KDRT, perkawinan dini berdampak pada kesehatan reproduksi anak perempuan. Anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal lima kali lebih besar, selama kehamilan atau melahirkan, dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun. Sementara itu, anak yang menikah pada usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar. 3. Terputusnya akses pendidikan Di bidang pendidikan, perkawinan dini mengakibatkan si anak tidak mampu mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Hanya 5,6 persen anak kawin dini yang masih melanjutkan sekolah setelah kawin.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

pernikahan dini tentunya bersifat individual-relatif. Artinya ukuran kemaslahatan di kembalikan kepada pribadi masing-masing. Jika dengan menikah usia muda mampu menyelamatkan diri dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan, maka menikah adalah alternatif terbaik. Sebaliknya, jika dengan menunda pernikahan sampai pada usia matang mengandung nilai positif, maka hal itu adalah yang lebih utama. Wallahu Alam Kebijakan pemerintah maupun hukum agama sama-sama mengandung unsur maslahat. Pemerintah melarang pernikahan usia dini adalah dengan pelbagai pertimbangan di atas. Begitu pula agama tidak membatasi usia pernikahan, ternyata juga mempunyai nilai positif. Sebuah permasalahan yang cukup dilematis. B. Saran Agar Pernikahan dini yang terjadi di masyarakat tidak semakin meningkat, sebagai orang tua perlu terus menerus melakukan pendampingan pada anak agar dapattumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Selain itu juga para orang tua tidak membiarkan anak-anak perempuannya yang masih belia, dipinangpria pujaan walau diiming-imingi angin surga, yang kemudian ternyata menghancurkan masa depan anak perempuan itu.

DAFTAR PUSTAKA

http://1000motivasi.blogspot.com/2009/06/pernikahan-dini.html http://alfiyah23.student.umm.ac.id/category/faktor-faktor-pernikahan-dini/

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php? option=com_content&view=article&id=1240:pernikahan-dini-dalamperspektif-agama-dan-negara&catid=2:islam-kontemporer&Itemid=57 http://female.kompas.com/read/2011/10/06/15331434/3.Dampak.Buruk.Pernik ahan.Dini http://tyasajida.blogspot.com/2011/12/makalah-bk-pernikahan-dini-semester3.html

You might also like