You are on page 1of 16

Akademik Paper Peningkatan Proses dan Hasil Belajar Biologi dalam Pendekatan Kontekstual melalui Model Pembelajaran Think-Pair-Share

pada Peserta Didik Kelas X SMA

Milatun Nikmah 08680009

Prodi Pendidikan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga Abstraks Model pembelajaran pada saat ini masih bersifat tradisional yang mengakibatkan peran guru lebih dominan sehingga siswa tidak dapat menjalankan perannya secara optimal. Sejalan dengan permasalahan tersubut mengakibatkan hasil belajar siswa menurun. Model pembelajaran yang efektif adalah model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa tidak merasa bosan dan bersifat pasif di kelas. Selama ini peserta didik berpendapat bahwa belajar biologi adalah belajar hafalan. Salah satu alasan peserta didik berpendapat demikian, karena di dalam mata pelajaran biologi banyak istilah-istilah bahasa latin atau yang dilatinkan yang dirasa sulit oleh peserta didik, sehingga mereka tidak termotivasi untuk mempelajari biologi dengan baik. Dalam tulisan berjudul Peningkatan Proses dan Hasil Belajar Biologi dalam Pendekatan Kontekstual melalui Model Pembelajaran Think-Pair-Share pada Peserta Didik Kelas X di SMA . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pendekatan kontektual melalui model pembelajaran Think-pair-Share dapat meningkatan proses dan hasil belajar biologi pada peserta didik kelas X. Dengan model pembelajaran think-pair-share (TPS) diharapkan semua peserta didik berpikir tentang pertanyaan/masalah yang dilontarkan oleh guru, kemudian mereka bertukar pendapat untuk menjawab pertanyaan/masalah tersebut, yang pada akhirnya, semua peserta didik terlibat dalam menyelesaikan pertanyaan/masalah guru. Kata kunci: Pembelajaran biologi,motivasi siswa, hasil belajar, pendekatan kontekstual, model Think-Pair-Share (TPS).

PENDAHULUAN

Tidak disangkal bahwa guru merupakan faktor kunci dalam keberhasilan proses pendidikan sehingga kuantitas dan kualitas guru selalu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Sebagai contoh, marilah kita perhatikan sikap kaisar Jepang ketika kalah di Perang Dunia ke dua. Dalam refleksinya, kaisar meminta aparatnya untuk menghitung berapa jumlah guru yang tersisa, bukan jumlah tentara. Kaisar memahami bahwa guru memiliki peran penting dalam membangun kembali bangsa yang porak poranda akibat perang. Keberhasilan mengajar seorang guru tidak hanya berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar, misalnya tujuan yang jelas, menguasai materi, pemilihan metode yang tepat, penggunaan sarana, dan evaluasi yang tepat. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah keberhasilan guru dalam mencegah timbulnya perilaku subyek didik yang mengganggu jalannya proses belajar mengajar, kondisi fisik belajar dan kemampuan mengelolanya. Dalam proses pembelajaran di kelas yang sangat urgen untuk dilakukan oleh seorang guru adalah mengupayakan atau menciptakan kondisi belajar mengajar yang baik. Dengan kondisi belajar yang baik diharapkan proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik pula. Proses pembelajaran yang baik akan meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan serta kesalahan dalam pembelajaran. Maka dari itu penting sekali bagi seorang guru memiliki kemampuan menciptakan kondisi belajar mengajar yang baik dan untuk mencapai tingkat efektivitas yang optimal dalam kegiatan instruksional kemampuan pengelolaan kelas merupakan salah satu faktor yang juga harus dikuasai oleh seorang guru, di samping faktor-faktor lainnya. Kemampuan tersebut yang kemudian disebut dengan kemampuan mengelola kelas.

Sebagai subyek pembelajaran siswa harus diperhatikan sikap atau pola berpikir siswa. Siswa adalah individu yang memiliki keinginan dan rasa keingintahuan yang besar. Oleh karena itu sebagai seorang guru harus bertindak memfasilitasi dan memotivasi siswa untuk belajar. Selain itu guru berperan sebagai pembimbing,pendorong,fasilitator dan menjadi psikolog yang berusaha memberdayakan seluruh potensi siswa. Pola pembelajaran konvensional seperti ceramah merupakan pembelajaran yang sering digunakan oleh para pengajar. Hal ini dimungkinkan tetap digunakan oleh guru dengan mempertimbangkan aspek kemudahan, keefektifan, serta biaya. Pembelajaran ini cenderung menimbulkan kebosanan pada diri siswa karena siswa tidak ikut berperan aktif di dalam proses pembelajarannya. Hal ini akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Ada 2 kemungkinan yang harus dilakukan oleh pengajar agar tidak mempengaruhi siswa yaitu dengan beralih ke pola pembelajaran modern atau mengkombinasikan dengan model yang baru.

PEMBAHASAN

Pendidikan merupakan investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk membangun suatu bangsa. Sering kali kemajuan suatu bangsa diukur dari sejauh mana masyarakat mengenyam pendidikan. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat maka semakin majulah bangsa tersebut. Kualitas pendidikan tidak saja dilihat dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki, tetapi sejauh mana output (lulusan) suatu pendidikan dapat membangun bangsa sebagaimana fungsi dari pendidikan. Setiap tindakan pendidikan merupakan bagian dari suatu proses menuju kepada tujuan tertentu. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan peserta didik, baik di dalam maupun di luar sekolah. Sebagian orang memahami arti pendidikan sebagai pengajaran karena pendidikan pada umumnya selalu membutuhkan pengajaran ataupun interaksi antara pendidik dan peserta didik. Tenaga pendidik, baik guru maupun dosen harus memenuhi syarat psikologis yang lengkap, utuh, dan menyeluruh untuk setiap jejang pendidikan meliputi kompetensi profesionalisme keguruan, yakni kompetensi ranah cipta (kognitif); kompetensi ranah rasa (afektif); dan kompetensi ranah karsa (psikomotorik). Tujuan langsung pendidikan saat ini adalah perubahan kualitas hasil belajar siswa baik ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketercapaian tujuan tersebut dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor dari dalam diri peserta didik misalnya motivasi, dan faktor eksternal, misalnya media dan pendidik. Sebagaimana dikemukakan oleh Das Salirawati, Guru merupakan komponan pembelajaran yang berperan langsung dalam pemblajaran. Keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam memerankan fungsinya baik sebagai pemimpin, fasilitator, dinamisator, maupun sebagai pelayan. (Salirawati,2004: 5). Guru banyak menghadapi hambatan dan permasalaha dalam praktek pembelajaran di lapangan, sehingga sebagai praktisi pendidikan yang berinteraksi langsung dengan siswa, guru ditntut memiliki kemampuan menyikapi dan mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Permasalahanpermasalahan tersebut menuntut guru agar mengembangkan kreatifitas dalam melakukan praktek pembelajaran. Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar, untuk itu diperlukan sebuah strategi baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak

mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Salah satu masalah pendidikan yang masih berkembang dewasa ini adalah lemahnya proses pembelajaran. Pembelajaran yang sering dipakai berorientasi kepada guru sehingga siswa hanya sebagai objek ajar yang terus dijejali dengan segudang informasi. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan eksistensi dirinya guna berpartisipasi dalam pembelajaran. Fenomena seperti ini mengakibatkan menurunnya motivasi berprestasi siswa untuk belajar yang pada akhirnya keberhasilan pembelajaran menjadi berkurang. Biologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat kompleks. Keilmuannya bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Untuk mempelajarinya, perlu pembelajaran yang menyenangkan guna mencapai kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran. Beberapa faktor yang dapat mendukung tercapainya kompetensi dasar di antaranya adalah metode pembelajaran, pendekatan dalam proses pembelajaran, penguasaan materi, dan fasilitas pembelajaran seperti kelas, ruang laboratorium, ruang perpustakaan serta media pembelajaran yang digunakan. Pada waktu proses belajar mengajar di dalam kelas fungsi guru selain sebagai demonstrator dan fasilitator juga memiliki peran yang tidak kalah penting, yaitu sebagai pemberi penguasaan terhadap respon siswa. Pengajaran bertintikan antara guru dan siswa, hal ini berarti guru harus memberikan motivasi. Setiap perbuatan termasuk perbuatan belajar didorong oleh suatu atau beberapa motivasi. Pembelajaran yang bersifat teacher centered untuk masa sekarang dipandang kurang efektif karena kurang melibatkan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak secara kritis, kurang dapat mengembangkan kemampuan berkolaborasi dalam proses belajar, peserta didik kurang termotivasi dan kurang bertanggungjawab terhadap proses belajar.

Motivasi siswa merupakan salah satu faktor yang menentukan prestasi belajar. Oleh karena itu diperlukan suatu cara yang membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar. Banyak cara membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa. Misalnya dalam strategi belajar mengajar penggunaan metode belajar dan media belajar (Sudjana, 2005:3). Dalam setiap proses belajar, selalu akan ada tiga komponen penting yang saling terkait satu sama lain. Tiga komponen penting itu adalah kurikulum (materi yang akan diajarkan). Proses (bagaimana materi diajarkan) dan produk (hasil dari proses pembelajaran). Ketiga aspek ini sama pentingnya karena merupakan satu kesatuan yang membentuk lingkungan pembelajaran. Satu kesenjangan yang selama ini kita alami adalah kurangnya pendekatan yang benar dan efektif dalam menjalankan proses belajar. Selama ini peserta didik berpendapat bahwa belajar biologi adalah belajar hafalan. Salah satu alasan peserta didik berpendapat demikian, karena di dalam mata pelajaran biologi banyak istilah-istilah bahasa latin atau yang dilatinkan yang dirasa sulit oleh peserta didik, sehingga mereka tidak termotivasi untuk mempelajari biologi dengan baik. Model pembelajaran Think-pair-Share pertama kali dikembangkan oleh Professor Frank Lyman dari Universitas di Maryland pada tahun 1981. Think-pair-share merupakan sebuah strategi cooperative learning yang dapat membantu memberikan motivasi kepada peserta didik di dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran ini bertujuan untuk mempermudah dalam pengelolaan informasi, komunikasi, dan mengembangkan cara berpikir peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Dalam think-pair-share, peserta didik diharapkan bisa berbagi informasi, mendengarkan, mengajukan pertanyaan, merangkum ide orang lain dan menyusunnya menjadi sebuah kata yang bisa dimengerti oleh dirinya sendiri dan orang lain.( Elliott. 2005)

Gambar 1 . Diagram Think-Pair-Share

Di dalam kelas, ketika seorang guru melontarkan pertanyaan atau masalah kepada para peserta didik, hanya sedikit peserta didik yang dapat merespon pertanyaan guru tersebut. Dengan model pembelajaran think-pair-share (TPS) diharapkan semua peserta didik berpikir tentang pertanyaan/masalah yang dilontarkan oleh guru, kemudian mereka bertukar pendapat untuk menjawab pertanyaan/masalah tersebut, yang pada akhirnya, semua peserta didik terlibat dalam menyelesaikan pertanyaan/masalah guru. Terdapat empat tahap dalam TPS: a. Tahap 1, guru mengemukakan pertanyaan/ memberikan permasalahan,

b. Tahap 2, peserta didik berpikir secara individu. Tahap kedua ini merupakan tahapan yang secara otomatis menyediakan waktu tunggu. c. Tahap 3, setiap peserta didik mendiskusi-kan jawabannya dengan seorang mitra.

d. Tahap 4, peserta didik berbagi jawaban dengan seluruh kelas. Pada tahap ini peserta didik secara individu mewakili kelompok atau berdua/berempat maju bersama untuk

melaporkan hasil diskusinya ke seluruh kelas. Jika perlu, mereka dapat pula menyusun poster atau transparan untuk menyajikan jawaban mereka, terutama kalau dalam bentuk gambar atau diagram. Dengan model pembelajaran think-pair-share (TPS) diharapkan semua peserta didik berpikir tentang pertanyaan/masalah yang dilontarkan oleh guru, kemudian mereka bertukar pendapat untuk menjawab pertanyaan/masalah tersebut, yang pada akhirnya, semua peserta didik terlibat dalam menyelesaikan pertanyaan/masalah guru. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi siswa, yaitu dengan meningkatkan proses dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran biologi. Peningkatan proses dan hasil belajar tersebut diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa sehingga konsep materi yang disampaikan akan lebih dikuasai. Berbagai penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual melalui model pembelajaran Think-Pair-Share adalah diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Rosmaini S dkk (2004) , Nina Septriana dan Budi Handoyo (2006), Margaret Bowering dkk (2007) dan Helen Ngozi ibe (2009).

1. Jurnal PENERAPAN PENDEKATAN STRUKTURAL THINK-PAIR-SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS SISWA KELAS 1.7 SLTP N 20 PEKAN BARU PADA POKOK BAHASAN KEANEKARAGAMAAN HEWAN TA. 2002/2003 Penelitian ini dilakukan oleh Rosmaini, Evi Suryati dan Mariani N.L (2004). Penelitian ini bertujuan untuk megetahui peningkatan hasil belajar dan

aktivitas siswa di kelas dengan menggunakan model pembelajaran Think-PairShare. Keunggulan dari pendekatan struktural Think-Pair-Share (TPS) adalah optimalisasi partisipasi siswa untuk lebih berpikir aktif, menjawab dan saling membantu dalam kelompok kecil yang heterogen baik secara akademik maupun jenis kelamin. Dengan kelompok kecil ini diharapkan siswa lebih aktif belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik dan semua anggota kelompok merasa terlibat didalamnya. Adapun masalah dari penelitian ini adalah bagaimanakah pendekatan Struktural Think-Pair-Share (TPS) mampu meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dikelas

2. Jurnal

PENERAPAN

THINKPAIR-SHARE

(TPS)

DALAM

PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI. Penelitian ini dilakukan Nina Septiana dan Budi Handoyo (2006). Penelitian ini dilakukan karena kekurang aktifan siswa yang terlibat dalam pembelajaran dapat terjadi karena metode yang digunakan kurang melibatkan aktivitas siswa yang secara langsung sehingga mendorong guru untuk kreatif meningkatkan minat belajar siswa karena kebanyakan siswa mengalami kebosanan dalam pendidikan sains sebagian besar disebabkan oleh faktor didaktif, termasuk metode pengajaran yang berpusat pada guru sehingga berdampak pada prestasi belajar yang secara umum kurang memuaskan. Salah satu metode yang

digunakan untuk memecahkan masalah tersebut adalah penerapan Think-PairShare (TPS). Keunggulan dari metode ini adalah mudah diterapkan pada berbagai tingkat kemampuan berpikir dan dalam setiap kesempatan siswa diberi waktu lebih banyak berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Prosedur yang digunakan juga cukup sederhana. Bertanya kepada teman sebaya dan berdiskusi kelompok untuk mendapatkan kejelasan terhadap apa yang telah dijelaskan oleh guru bagi siswa tertentu akan lebih mudah dipahami. Diskusi dalam bentuk kelompok-kelompok kecil ini sangat efektif untuk memudahkan siswa dalam memahami materi dan memecahkan suatu permasalahan. Dengan cara seperti ini , siswa diharapkan mampu bekerjasama, saling membutuhkan, dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Kelemahannya adalah kurangnya waktu untuk mengimplementasikan metode TPS di dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran sebaiknya siswa dilibatkan untuk melakukan pengamatan langsung di lingkungan sekitar sehingga diharapkan daya kritisnya semakin meningkat.

3. Jurnal OPENING UP THINKING: REFLECTIONS ON GROUP WORK IN A BILINGUAL POSTGRADUATE PROGRAM Penelitian ini dilakukan oleh Margaret Bowering dkk (2007). Think-PairShare digunakan oleh dosen untuk membantu keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran dan mengembangkan pemahaman mereka lebih lanjut.

Kelebihan dari Model Think-Pair-Share ini adalah mampu memberikan kesempatan mahasiswa untuk mendekonstruksi dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Selain dapat memahami isi pokok materi yang di bahas, TPS membantu untuk menciptakan hubungan yang akrab sesama mahasiswa. Beberapa mahasiswa mengakui potensi dari Think-Pair-Share untuk mengkontruksikan pengetahuan baru menggunakan pembelajaran kooperatif dan refleksi. 1. Dengan saling membantu satu sama lain dan belajar dari orang lain, kita dapat terinspirasi untuk mendapatkan pemikiran baru dan dapat membuat kemajuan bersama. 2. Dengan berpasangan, kita dapat mempelajari apa yang belum kita pelajari atau pikirkan.

4. Jurnal

METACOGNITIVE AND

STRATEGIES

ON

CLASSROOM IN SENIOR

PARTICIPATION

STUDENT

ACHIEVEMENT

SECONDARY SCHOOL SCIENCE CLASSROOMS Penelitian ini dilakukan oleh Helen Ngozi ibe (2009). Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa efek dari strategi metakognitif pada partisipasi kelas dan untuk melihat prestasi siswa dengan menggunakan strategi think-pair-share dan pertanyaan metakognitif dalam suatu kelompok. Kelebihan dari strategi metakognitive adalah paling efektif mampu meningkatkan prestasi akademik yang dipadukan dengan model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS).

Penelitian ini merekomendasikan bahwa strategi metakognitif dan pertanyaan ditanamkan di kelas sehingga mampu membantu siswa mempelajari materi lebih efisien, mempertahankan informasi lebih lama dan

menggeneralisasikan keterampilan.dalam penelitian ini, model pembelajaran TPS membantu untuk membantu melibatkan respon berpikir siswa dan mendiskusikan ide-ide mereka dengan pasangan sebelum membagikan ide mereka ke depan kelas. Dengan model pembelajaran PTS, mampu membantu siswa menggunakan metakognisi untuk memeriksa pemikiran mereka dengan menganalisis dan mengembangkan pertanyaan kognitif tentang topik yang sedang di pelajari. Dengan praktek metakognitif yang terkandung dalam model pembelajaran ThinkPair-Share ini membantu siswa memungkinkan untuk memeriksa pengetahuan siswa. Ketika siswa berpasangan dengan teman sekelas, para siswa akan dipaksa untuk mendiskusikan bagaimana mereka berpikir, dan dengan berbagi informasi keseluruh kelas, siswa akan mampu mengevaluasi diri sementara mengumpulkan informasi dari teman sekelas lainnya. Guru juga akan memiliki kesempatan untuk mengevaluasi pemahaman siswa berdasarkan isi dari diskusi. Namun telah diamati oleh peneliti bahwa banyak siswa, setelah belajar tentang konsep-konsep ilmu melalui kegiatan yang membahas berbagai kecerdasan dan gaya belajar, masih memilih untuk tidak berpartisipasi dalam diskusi kelas. Hanya beberapa siswa saja yang mampu berpartisipasi untuk menjawab pertanyaan tentang topik yang dipelajari sementara siswa yang lainnya tetap pasif. Karena kurangnya respon dari mayoritas mahasiswa, banyak guru yang mengasumsikan bahwa siswa yang tidak berbicara telah menguasai materi

tetapi hasil penilaian atas topik yang sedang dipelajari sering menunjukkan sesuatu yang berbeda. Dari keempat jurnal tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran Think-PairShare dapat membantu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Namun dalam jurnal yang membahas model pembelajaran Think-Pair-Share ini memiliki kelemahan dan kelebihan. Adapun kelemahan dan kelebihan tersebut diantaranya: 1. Kelemahan a. Cara memasukkan konten bahasan materi belum dijelaskan b. Masih banyak siswa yang pasif dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas 2. Kelebihan a. Penjelasan mengenai langkah-langkah model pembelajaran Think-Pair-Share sudah dijelaskan secara mendetail b. Jurnal mudah dimengerti karena disertai dengan penjelasan yang mudah dimengerti c. Dalam jurnal tersebut terdapat kelebihan dan kelemahan yang membahas model pembelajaran Think-Pair-Share sehingga pembaca dalam melakukan penilaian sebelum memutuskan untuk menerapkan d. Dalam menyampaikan informasi penulis menggunakan bahasa diskusi sehingga pembaca diajak berfikir dan berusaha memahami apa yang menjadi maksud dari penulis e. Telah dijelaskan metode dan model-model yang digunakan sebagai media pembelajaran dengan pengumpulan pengumpulan tugas yang merupakan inovasi dalam bidang pembelajaran

Dalam upaya menerapkan model pembelajaran Think-Pair-Share masih menemui kendala seperti kurang kondusifnya kelas yang digunakan sehingga informasi yang diterima siswa belum bisa dibatasi karena luasnya informasi. Pada dasarnya semua guru menginginkan kompetensi tercapai dalam setiap proses pembelajaran. Salah satu wujud kompetensi tersebut adalah keterampilan berfikir dan kerjasama siswa. Aktivitas berpikir dan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan pembelajaran. Melalui keaktifan siswa dan kerjasama diharapkan prestasi belajar siswa akan mengalami peningkatan. Salah satu cara untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam kerjasama adalah melalui penerapan pembelajaran konstektual dengan metode kooperatif. Pengajaran kooperatif berfokus pada penggunaan sekelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

REKOMENDASI

Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian-penelitian mengenai model pembelajaran Think-Pair-Share, penulis membuat rekomendasi bagi praktisi di dunia pendidikan yaitu: 1. Model pembelajaran Think-Pair-Share dapat membantu siswa untuk mempermudah memahami materi yang di ajarkan dan membantu keaktifan siswa 2. Membantu guru untuk mengajar materi di kelas 3. Menekankan pada kemajuan guru-guru untuk kreatif menciptakan metode pembelajaran di kelas. 4. Melibatkan siswa untuk ikut aktif berpartisipasi di dalam kelas sehingga diharapkan daya kritisnya semakin meningkat.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Model pembelajaran Think-Pair-Share dapat membantu siswa untuk meningkatkan proses dan hasil belajarnya 2. Salah satu cara untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam kerjasama adalah melalui penerapan pembelajaran kontekstual dengan metode kooperatif karena pengajaran kooperatif berfokus pada penggunaan sekelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. 3. Model Think-Pair-Share mampu menjembatani interaksi antara siswa dan guru dimana siswa terlibat langsung dalam pembelajaran sehingga terwujud proses pembelajaran yang efisien dan bersemangat. 4. Dengan model pembelajaran TPS siswa dilatih untuk berpikir sendiri dalam menjawab dan memecahkan masalah yang autentik sehingga siswa dilatih mengembangkan keterampilan berpikir dan memecahkan masalah sehingga siswa dapat belajar secara mandiri dan terbiasa memandang sesuatu dari sudut disiplin ilmu yang berbeda. 5. Dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa serta siswa mempunyai kesempatan berpartisipasi di kelas dan meningkatkan banyaknya informasi yang dapat diingat oleh siswa .

DAFTAR PUSTAKA

Bowering, Margaret dkk. 2007. Opening up Thinking: Reflections on Group Work in a Bilingual Postgraduate Program. International Journal of Teaching in Higher Education vol.19 No.2 2007. Elliott, Daniel C. 2005. Teaching on target: models, strategies, and methods that work. The university of Michigan: Corwin Press. Ibe, Helen Ngozi. 2009. Metacognitive Strategies on Classroom Participation and Student Achievement in Senior Secondary School Science Classrooms. Science Education International Vol.20 No 1/2, Desember 2009, 25-31. Rosmaini, dkk. 2004. Penerapan Pendekatan Struktural Think-Pair-Share (TPS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa kelas 1.7 SLTPN 20 Pekan Baru Pada Pokok Bahasan Keanekaragaman Hewan TA.2002/2003. Jurnal Biogenesis Vol.1(1): 9-14, 2004. Salirawati, Das. 2005. Pendidikan Sains dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (kurikulum 2004). Makalah ini disampaikan pada pertemuan guru MA se-DIY sebagai pendamping acara lomba cerdas cermat MIPA se-DIY di Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 3 April 2005. Hal.5 Septriana, Nina dkk. 2006. Penerapan Think-Pair-Share (TPS) dalam Pembelajaran Kooperatif untuk meningkatkan Prestasi Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan Inovatif Vol. 2 No. 1, September 2006. Sudjana, Nana. 2002. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo., Hal. 28.

You might also like