You are on page 1of 17

BAB II TINJAUAN TEORI A. Ibu bekerja Ibu adalah wanita yang melahirkan anak (Purwadarminta, 2003).

Peranan ibu sangat banyak, peranan ibu sebagai istri dan ibu dan anak anaknya, ibu mempunyai peran untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak anaknya, dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Disamping itu ibu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarganya (Effendy, 1998). Menurut Friedman yang dikutip oleh Effendy (1998), Peran ibu di definisikan sebagai kemampuan untuk mengasuh, mendidik dan menentukan nilai kepribadian. Yang dimaksud peran pengasuh adalah peran dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya teipelihara sehingga diharapkan mereka menjadi anak anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Selain itu peran pengasuh adalah peran dalam memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya. Ibu bekerja adalah ibu yang melakukan suatu kegiatan dengan tujuan untuk mencari nafkah (Purwadarminta, 2003). Selain itu salah satu motif ibu bekerja adalah untuk aktualisasi diri guna menerapkan ilmu yang

telah dimiliki olehnya. Menurut Rachmani (2006) Motif bekerja pada ibu dapat diklasifikasikan menj adi: 1. Karena keharusan ekonomi, untuk meningkatkan ekonomi keluarga Hal ini terjadi karena ekonomi keluarga yang menuntut ibu untuk bekerja Misalnya saja bila kehidupan ekonomi keluarganya kurang, Penghasilan suami kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari hari keluarga sehingga ibu hams bekerja. 2. Karena ingin mempunyai atau membina pekerjaan. Hal ini terjadi sebagai wujud aktualisasi diri ibu, misalnya bila ibu seorang sarjana akan lebih memilih bekerja untuk membina pekerjaan. 3. Karena kesadaran bahwa pembangunan memerlukan tenaga kerja baik tenaga kerja pria maupun wanita. Hal ini terjadi karena ibu mempunyai kesadaran nasional yang tinggi bahwa negaranya memerlukan tenaga kerja demi kelancaran pembangunan. Ibu bekerja merupakan peran sebagai akibat pergeseran nilai, dahulu ibu hanya berfokus pada anak dan urusan rumah tangga, sedikit sekali ibu yang bekerja tapi sekarang banyak ibu mempunyai peran ganda sebagai pengasuh dan pendidik anak.

B. Pola Asuh
Pola artinya "sistem cara kerja", asuh artinya "menjaga (merawat dan mendidik)" anak, membimbing (membantu, melatih) supaya dapat mandiri (Purwadarminta,2003). Pola asuh yang telah diterapkan oleh ibu yang bekerja diluar rumah bisa berbeda dengan pola asuh yang diterapkan oleh ibu yang hanya bekerja didalam rumah atau sebagai ibu rumah tangga yang dapat dengan waktu penuh dapat mengasuh anaknya. Menurut Baumrind (1967) yang dikutip oleh Petranto (2006), terdapat empat macam pola asuh : a.Pola asuh Demokratis Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu ragu mengendalikan mereka. Dengan pola asuh ini pengasuh selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran pemikiran, bersikap realistis terhadap kemampuan anak,memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya bersikap hangat. Pada pola asuh ini akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal hal yang baru,dan kooperatif terhadap orang lain. b. Pola asuh Otoriter Pola asuh Otoriter cenderung menetapkan standar mutlak dimana anak hams mentaatinya serta akan diiringi oleh ancaman ancaman. Pengasuh

tipe ini cenderung pemaksa, memerintah, menghukum serta tidak mengenal kompromi. Dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah tidak memerlukan umpan balik dan anak. Pada pola asuh ini akan menghasilkan anak dengan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menantang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas serta menarik diri. c.Pola asuh Permisif atau Pemanja Pada pola asuh ini biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Pengasuh cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, sedikit bimbingan yang diberikan oleh pengasuh namun biasanya pengasuh bersikap hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak anak. Pada pola asuh ini akan menghasilkan anak anak impulsive, agresif,

tidak patuh, manja, kurang mandiri, menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial. d.Pola asuh Penelantar Pola asuh ini pada umumnya pengasuh memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak anaknya. Pola ini biasanya banyak dilakukan oleh ibu ibu yang bekerja. Pada pola asuh ini akan menghasilkan karakteristik anak anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, harga diri rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman

(Petranto, 2006).
Jadi dapat disimpulkan dari teori teori yang ada bahwa ibu bekerja mempunyai peran ganda yaitu peran dalam mengasuh dan mendidik anak termasuk didalamnya memandirikan anak. Menurut Papalia & Olds (1993) ada beberapa karakteristik pola asuh dari orang tua yang dapat meningkatkan ataupun menghambat kemandirian anak, orang tua yang hangat, responsive, dan mempunyai harapan harapan yang realistik terhadap anak dapat meningkatkan kemandirian anak, sedangkan orang tua yang terlalu perfeksionis, suka mengkritik anak, terlalu mengontrol atau melindungi anak, memanjakan dengan berbagai keinginan anak, mengabaikan, serta tidak memberi batasan batasan aturan yang jelas hal tersebut dapat berakibat dapat menghambat kemandirian anak (Petranto, 2006).

B. 1. Faktor faktor yang mempengaruhi pola asuh


a. Aktifitas ibu Kebutuhan wanita terhadap tugas tugas lain diluar tugas sebagai ibu adalah berbeda beda. Ada beberapa wanita yang merasa bahagia dengan peranan sebagai ibu rumah tangga dan ada pula yang ingin mengaktualisasi dirinya dengan cara bekerja diluar rumah. Aktifitas ibu bekerja diluar rumah sangat dapat mempengaruhi pola asuh yang diterapkan pada anaknya di rumah. Perubahan wanita sebagaiibu yang bekerja diluar rumah mengakibatkan pengaruh tertentu dalam

hubungannya dengan anggota keluarga terutama anak- anaknya. b. Pendidikan ibu Pendidikan dan pengalaman ibu dalam merawat anak akan mempengaruhi kesiapan mereka menjalankan peran pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyadiakan waktu untuk anak anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dalam keperawatan anak. Hasil riset menunjukkan bahwa orang tua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran asuh. Selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda tanda pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal. c.Stress ibu Stress yang dialami oleh ibu akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam menjalankan pola asuh, terutama dalam kaitannya dengan strategi penyelesaian masalah yang dimiliki dalam menghadapi permasalahan anak, bila seorang ibu mengalami masalah di tempat kerjanya maka tidak menutup kemungkinan bahwa permasalahan tersebut akan terbawa kerumah sehingga berdampak pada keluarga yang salah satunya adalah akan berdampak pada pengasuhan terhadap anaknya.

d.Hubungan suami istri Dalam pemberian pola asuh kepada anak, hubungan yang kurang harmonis antara suami istri akan berdampak kepada kemampuan ibu dalam memberikan pola asuh secara bahagia. Hubungan suami yang tidak harmonis dapat ditandai oleh keluarga yang sering bertengkar bahkan seringkali adanya kekerasan dalam keluarga antara kedua orang tua. e. Umur ibu Usia antara 17 tahun untuk wanita mempunyai alasan yang kuat dengan kesiapan menjadi orang tua. Rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran pengasuhan. Apabila terlalu muda atau terlalu tua, mungkin tidak dapat menjalankan peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial.

B. 2. Pola asuh yang tepat untuk semua anak


Semua ibu mengharapkan anaknya kelak tumbuh atau berkembang dengan baik. Namun untuk mewujudkan harapan tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, orang tua dituntut untuk jeli mengamati perkembangan anak dan tentunya menerapkan pola asuh yang tepat. Untuk itu seorang ibu hams dapat mengetahui karakteristik kepribadian anak. Tipe kepribadian anak dapat dikenali dengan ciri ciri antara lain: tipe sulit, mudah, dan tipe campuran. Untuk itu dituntut kejelian orang tua agar pola asuh yang tepat bisa diterapkan tanpa hambatan.

Pada prinsipnya untuk ketiga tipe anak yang telah disebutkan diatas, pola pengasuhan yang tepat menurut Enoch markum (2006) adalah pola asuh demokratis. Dimana ibu mendorong anak untuk menjadi mandiri, tetapi memberikan batasan (aturan) serta mengontrol perilaku anak. Ibu bersikap hangat, mengasuh dengan penuh kasih sayang (Petranto, 2006). Jadi seorang ibu tidak sepihak memutuskan berdasarkan kehendak sendiri. Pola asuh demokratis memang ideal, tetapi mungkin adakalanya seorang ibu tidak mampu menerapkan pola asuh tersebut dengan sepenuhnya terutama pada saat emosi ibu sedang tidak stabil (Wicaksono, 2006). Saat tersebut ibu cenderung otoriter atau bisa jadi saat senang ibu cenderung menjadi permisif. Kondisi seperti ini masih manusiawi, karena memang emosi manusia cenderung naik turun yang penting situasi tetap terkontrol, maksudnya segera menyadari dan kembali pada rambu rambu yang telah ditetapkan.

C. Kemandirian anak kelas 1 - 3 SD


Kemandirian anak adalah kemampuan anak untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari hari atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya (Lie, 2004). Kemandirian pada masa anak anak bersifat motorik, seperti berusaha makan sendiri, mandi, dan berpakaian sendiri (Mu'tadin, 2002) dan dapat diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara anak dengan teman sebaya. Hurlock (1999) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, anak belajar berfikir secara mandiri dan mengambil keputusan sendiri. Dalam mencapai

keinginan untuk mandiri sering kali anak mengalami hambatan hambatan yang disebabkan oleh masih adanya kebutuhan untuk tetap tergantung pada orang lain (Mu'tadin, 2002). Kemandirian akan memberikan banyak dampak positif bagi perkembangan individu sehingga kemandirian dapat diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuan anak (Mu'tadin, 2002), latihan kemandirian hams diberikan sesuai dengan usia anak, contoh untuk anak usia sekolah dasar kelas 1 3 dapat berupa melatih anak untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya dari sekolah sendiri, orang tua tidak mengambil alih tugas anak dan sekolah atau mengajari anak untuk melipat atau merapikan pakaiannya sendiri (Lie, 2004). Ketidakmandirian pada anak ditandai dengan ketidakmampuan anak untuk mengurus dirinya sendiri (ketidakmandirian fisik), dan

ketidakmampuan anak dalam membuat keputusan (ketidakmandirian psikologis) (Intisari, 2003). Penyebab ketidakmandirian pada anak antara lain: adanya kekhawatiran yang berlebihan dari orang tua terhadap anaknya, orang tua sering membatasi dan melarang anaknya berbuat sesuatu secara berlebihan, dan kasih sayang orang tua yang berlebihan terhadap anak (Ma'ruf, 2007).

10

1 Pertumbuhan anak usia sekolah. Pertumbuhan (Growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam

besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran

panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi natrium dan nitrogen tubuh) (Soetjiningsih, 1995). Pada usia sekolah pertumbuhan tinggi dan berat badan cenderung lebih stabil, rata rata akan tumbuh 5cm (2 inci) setiap tahunnya, serta berat badan akan bertambah 2 3 kg (4,5 6,5 pon) pertahun, terdapat sedikit perbedaan pertumbuhan antara laki laki dengan perempuan anak laki laki akan lebih tinggi serta lebih berat dibanding perempuan (Wong, 2001). 1. Perkembangan anak usia sekolah Perkembangan (Development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai proses pematangan (Soetjiningsih, 1995). a. Perkembangan Psikososial Erikson.

Selama masa ini anak berjuang untuk mendapatkan kompetisi dan ketrampilan yang penting bagi mereka untuk berfungsi sama seperti dewasa Anak sekolah yang mendapatkan keberhasilan positif merasa adanya perasaan berharga Anak anak yang menghadapi kegagalan dapat merasakan mediokritas (biasa saja) atau perasaan tidak

11

berharga yang dapat mengakibatkan menarik diri dari sekolah dan sebaya. b.Perkembangan Kognitif Piaget

Perubahan kognitif pada usia sekolah adalah pada kemampuan untuk berfikir dengan cara logis tentang disini dan saat ini dan bukan tentang abstraksi. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi didominasi oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan memahami dunia secara luas mereka mulai menggunakan proses pemikiran yang logis dengan meteri konkret (objek, manusia dan peristiwa yang dapat mereka lihat dan sentuh). c.Perkembangan Moral Kohlberg

Kebutuhan kode moral dan aturan soaial menjadi lebih nyata sesuai peningkatan kemampuan kognitif dan pengalaman sosial anak sekolah, mereka memandangg aturan sebagai prinsip dasar kehidupan bukan hanya perintah dari yang memiliki otoritas. d.Perkembangan Spiritual Pada usia ini anak anak mulai berfikir tentang agama, mempunyai keinginan besar untuk belajar sekitar Tuhan mereka dan mulai membandingkan antara surga dan neraka (Whaley & Wong, 2001).

12

2. Faktor faktor yang menyebabkan anak tidak mandiri menurut Nadzifah (2007) antara lain: a. Kehawatiran yang berlebih dari orang tua terhadap anak Misalnya, orang tua melarang anaknya mandi sendiri karena khawatir kurang bersih. Segala kekhawatiran lingkungan yang berlebihan akan menyebabkan anak tidak mandiri b. Orang tua sering membatasi dan melarang anaknya berbuat sesuatu secara berlebihan Setiap anak beraktifiatas orang tua sering mengatakan "jangan" tanpa diikuti argumen yang jelas, kondisi seperti ini akan mendidik anak untuk tidak berani mengambil keputusan (decession making) dalam kehidupannya. c. Kasih sayang yang berlebihan terhadap anak. Karena terlalu sayang terhadap anaknya maka apapun keinginan anaknya akan dipenuhi, menjadikan anak sebagai raja kecil atau "the

little king" dalam rumah merupakan penyebab anak tidak mandiri.

D. Peran ibu bekerja dalam memandirikan anak sekolah dasar kelas 1 - 3


Pada masa usia sekolah perkembangan anak mulai beranjak untuk menjadi manusia sosial dan belajar bergaul dengan yang lain. Menurut Lie (2004) ada beberapa peran ibu bekerja untuk memandirikan anak usia sekolah yaitu:

18 a. Mengajari anak untuk merawat tubuhnya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajarkan anak untuk mandi sendiri secara teratur pada pagi dan sore hari. b. Membiarkan anak menyiapkan sarapannya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajarkan anak untuk menyiapkan sarapannya sendiri pada pagi hari. c. Mengajari anak untuk menata buku sekolahnya sendiri.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajarkan anak untuk menyiapkan buku buku sesuai dengan jadwal pelajaran anak tersebut. d. Tidak mengerjakan pekerjaan rumah anak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendampingi anak saat mengerjakan pekerjaan rumahnya serta mengajari dan membantunya pada saat anak mengalami kesulitan sewaktu mengerjakan pekerjaan rumahnya. e. Tidak mengambil alih tugas sekolah anak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membiarkan anak mengerjakan tugas sekolahnya sendiri misalnya berupa pekerjaan kerajinan tangan akan tetapi membantunya pada saat anak mengalami kesulitan. f. Mengajari anak untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajarkan bagaimana anak menghadapi temannya pada saat anak bermasalah dengan temannya

14 g. Mengajari anak untuk merapikan mainannya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajarkan anak agar meletakkan mainannya sendiri pada tempat yang telah disediakan, misalnya: lemari atau rak kecil tempat menyimpan mainan. h. Mengajari anak untuk merapikan atau melipat pakaiannya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajarkan anak untuk menyimpan pakain kedalam lemari sesuai dengan kategorinya, misalnya: pakaian rumah, seragam sekolah, atau pakaian dalam. i. Menghargai kebebasan anak dalam memilih pakaiannya Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberi peluang anak untuk memilih pakaian yang akan dipakai tetapi tetap memberi pengarahan bila ada kesalahan dalam berpakaian. j. Mengajari anak untuk merapikan dan membersihkan kamarnya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengikutsertakan anak dalam merapikan kamar tidurnya, misalnya: mengajak anak saat mengganti sprei dikamar anak. k. Mengajari anak untuk menjaga barang bawaannya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajarkan anak untuk menjaga peralatan sekolahnya. 1. Mengajari anak untuk mengembalikan buku yang sudah dibaca pada tempatnya kembali. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meminta anak mengembalikan buku yang sudah dibaca ketempat yang sesuai serta mengajak untuk

15 menata buku dan majalah majalah sesuai dengan kategorinya. m. Memberi uang saku secukupnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberi uang saku secukupnya pada anak agar anak bisa mulai mengelola keuangan mereka secara sederhana. n. Mengajari anak untuk menabung dan berhemat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajari dan meminta anak untuk menabung sebagian dari uang sakunya agar suatu saat anak bisa membeli barang barang yang diinginkannya sendiri o. Melibatkan anak dalam kegiatan memasak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajak anak untuk membantu memasak serta memberi tugas tugas kecil pada anak, misalnya: mengocok telur. p. Meminta anak untuk melakukan beberapa pekerjaan ruma tangga. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak untuk mencuci piring dan gelas nya sendiri setelah selesai makan. q. Melibatkan anak dalam kegiatan belanja. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajak anak saat belanja serta mengajak anak untuk mencari beberapa barang yang akan dibeli.

16

r. Mengajak anak untuk menjaga adiknya (bila mempunyai). Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajari bagaimana cara menjaga adiknya serta mengikutsertakan anak dalam melakukan pekerjaan,misalnya: mendongeng untuk adiknya.

E. KERANGKA TEORI Kerangka teori penelitian dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Gambar 2.1 : Kerangka Teori

17

F. KERANGKA KONSEP
Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep

G. VARIABEL PENELITIAN
1.Variabel Independent Dalam penelitian ini sebagai variabel independent adalah pola asuh, pola asuh merupakan sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependent (variabel terikat) yaitu tingkat kemandirian anak SD kelas 1 3 atau dapat dikatakan bahwa pola asuh adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003).

2.Variabel Dependent Dalam penelitian ini sebagai variabel dependent adalah Tingkat kemandirian anak SD kelas 1 3 karena variabel tersebut adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas (Sastroasmoro, 1995).

H. HIPOTESIS
Ada hubungan antara pola asuh dengan tingkat kemandirian anak SD kelas 1 3 studi pada ibu bekerja.

You might also like