You are on page 1of 7

Penggunaan Rapid Diagnostic Test( Basundari Sri Utami, et al)

PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) OLEH KADER SEBAGAI ALAT BANTU DALAM PENEMUAN KASUS MALARIA DI DESA GUNTUR, KECAMATAN BENER, KABUPATEN PURWOREJO The Used of Rapid Diagnostic Test (RDT) as a Tool for Case Finding Activity by Malaria Trained Cadre in Guntur Village, Bener Sub-District, Purworejo District
Basundari Sri Utami*, Lusi Estiana**, Sekar Tuti*

Abstract. Guntur is a village in Bener sub-district; in 2005 the annual parasite incidence (API) was 9.02%o. This village is the only a high case incidence area (HCI) left among 27 villages in this area. Geographically, is a hilly area which is also far from health facility (remote area). Malaria active case finding done by village malaria trained person (Juru malaria desa/JMD) had been abandoned since September 2005, this situation makes the accessibility to health facility became more difficult. A mobile health center has been operated in this area, with once a month visit schedule. To increase the accessibility to health facility, in October 2005 village malaria cadres had been trained to identify clinical malaria sign and symptoms, also to make malaria blood smear from a finger prick. One cadre was responsible to 40 house hold or about one dukuh (hamlet). The case findings were reported to the health center; through a certain mechanism which had been develop before according to the village situation. Parasitological confirmation was done by microscopy examination in Guntur health center. Standard anti malaria treatment was given to the positive cases. To simplify the case finding activity, the cadres also trained to use a rapid diagnostic test (RDT).The used of RDT by cadres who had been trained to identify clinical malaria cases and make a blood smear from a finer prick will be discussed. The result suggest that RDT can be used as a tool for cadres to increase the case finding activity, because this device is simple and do not need a special training program, even though since the cadres are not yet frequently expose to a delicate work, the used of this device should be carefully consider to prevent higher expenses as a consequences of technically fault. Keywords : malaria cadre, malaria case finding, Rapid Diagnostic Test

PENDAHULUAN Kabupaten Purworejo adalah daerah endemis malaria. Secara epidemiologis kabupaten tersebut tidak terisolasi, sehingga kemungkinan penularan malaria antar fokus dapat selalu terjadi. Meskipun sejak tahun 2003 kasus malaria sudah turun, tetapi daerah-daerah tertentu masih menunjukkan API di atas 5. Di Kabupaten Purworejo pada tahun 2005 dari 494 desa yang ada masih terdapat 10 desa dengan kategori HCI (High Case Incidence), dimana desa-desa tersebut tersebar di Kecamatan Gebang, Purworejo, Bener, Loano, Kaligesing, Bagelen dan Kemiri. Pada umumnya daerahdaerah tersebut merupakan daerah sulit dijangkau oleh layanan kesehatan (puskesmas setempat) (Profil Malaria Kabupaten Purworejo, 2005).

Desa Guntur Kecamatan Bener pada tahun 2005 masih menunjukkan angka API 9,02, dan merupakan daerah HCI dan merupakan daerah perberbukitan dan jauh dari layanan kesehatan Puskesmas Bener (Profil Malaria Kabupaten Purworejo, 2005). Sejak September 2005 pendanaan Juru Malaria Desa (JMD) dihentikan sehingga Desa Guntur menjadi semakin jauh dari layanan kesehatan. Kunjungan Puskesmas keliling hanya dilakukan 1 kali setiap bulan. Untuk lebih mendekatkan Desa Guntur dengan layanan kesehatan setempat sejak bulan Oktober 2005 dibentuk kader malaria desa. Para kader dilatih untuk mengenali gejala klinis malaria dan melakukan pengambilan darah jari untuk dibuat sediaan darah (SD). Setiap kasus yang ditemukan dilaporkan ke puskesmas sesuai dengan alur yang telah dibentuk sesuai dengan keadaan setempat, kemudian dilakukan pemeriksaan

* Puslitbang Biomedis Dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan ** Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No 2, Agustus 2008 : 740 746

mikroskopis dan penentuan pemberian obat anti malaria sesuai spesies yang ditemukan. Satu kader bertanggung jawab atas satu dukuh (Basundari Sri Utami, 2007). Pada saat ini telah banyak dikembangkan cara baru dalam menegakkan diagnosa malaria, yang bertujuan untuk melakukan konfirmasi cepat rapid diagnostic test (RDT), sehingga pemberian obat anti malaria dapat dilakukan secepatnya. Kelebihan dari RDT adalah konfirmasi dapat dilakukan cepat, pelatihan tenaga mudah, tidak memerlukan pengetahuan dan peralatan khusus; prosedur sederhana, mudah menyimpulkan hasil dengan validitas sama atau bahkan lebih baik dibandingkan mikroskopis (Tjitra, 1999; Jelinek, 1999; Basundari.S.U.,2002). Untuk menyederhanakan proses kerja, para kader desa dilatih untuk menyiapkan sediaan darah tersangka penderita malaria dengan menggunakan RDT. Keuntungan menggunakan RDT adalah, kader tidak perlu menyiapkan sediaan darah (SD) yang relatif lebih sulit, karena seringkali sediaan darah yang disiapkan kader rusak sebelum diserahkan ke puskesmas setempat. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 20052006, yang menekankan bahasan tentang peran kader malaria dalam melakukan pemeriksaan menggunakan RDT dengan baik.

gejala klinis malaria yaitu, demam (37 C) ditambah dengan salah satu atau lebih gejalagejala menggigil, pucat, mual, muntah, pegel linu, berkeringat dan sakit kepala. Disamping itu para kader dilatih untuk melakukan pengambilan darah jari secara aseptis, dan membuat sediaan darah malaria, serta RDT. Populasi penelitian adalah penduduk asli desa Guntur, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Sampel penelitian adalah apusan sediaan darah dari tersangka penderita malaria semua golongan umur lakilaki dan perempuan, yang memenuhi persyaratan inklusi sampel penelitian, datang ke kader atau ditemui di rumah oleh kader, bersedia ikut dalam penelitian dan bersedia/ setuju untuk berpartisipasi dengan menanda tangani informed concent setelah diberikan penjelasan. Kriteria eksklusi adalah tersangka penderita malaria berat (dengan komplikasi) yaitu yang menunjukkan gejala seperti pada kriteria inklusi disertai dengan gangguan fungsi organ (menurunnya kesadaran, syok dll) dan atau tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Rapid Diagnostic Test yang dipakai pada penelitian ini adalah ICT (Immunochromatographic test dari PT. Binax). Prinsip diagnosis cepat adalah menangkap target antigen yang diproduksi oleh P.falciparum (HRP-2) dan P. vivax (LDH) dalam darah penderita, dengan antibodi klon tunggal spesifik terhadap HRP2 atau LDH, yang ditempelkan pada kertas nitrocellulose (Beadle, 1994). Apabila darah penderita mengandung HRP-2 dan atau mengandung LDH, antigen tersebut akan ditangkap oleh anti-HRP-2 atau anti-LDH pada kertas nitrocellulose. Hasil positif akan menunjukkan perubahan warna merah jambu pada lokasi tersebut, hal sebaliknya terjadi bila sampel darah negatif; tidak ada antigen yang ditangkap oleh anti-HRP-2 atau antiLDH sehingga tidak ada perubahan warna merah jambu pada kertas nitrocellulose. Besar sampel penelitian dihitung berdasarkan asumsi bahwa sensitivitas RDT (ICT) atau mikroskopis sebesar 95%, dan spesifisitas 95%, jarak 5%, Confidence Interval 95% dan Z2 1- /2= 1,96, maka jumlah sampel adalah 146 sampel (Lemeshow,S., 1990).

BAHAN DAN CARA Penelitian dilakukan di Desa Guntur, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, pengamatan dilakukan pada bulan Oktober 2005 sampai dengan September 2006. Pembentukan kader malaria desa Guntur mengadopsi konsep dasa wisma (dawis), dimana setiap 10 rumah di desa di koordinir oleh 1 kepala dawis, dengan mempertimbangkan kelayakan jangkauan kerja kader maka setiap 4 kepala dawis dipilih 1 kader malaria. Sehingga 1 kader malaria akan mempunyai wilayah kerja 40 rumah, penentuan kader sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat desa setempat. Para kader tersebut dilatih untuk mengenal

Penggunaan Rapid Diagnostic Test( Basundari Sri Utami, et al)

Analisa dilakukan dengan uji chi square untuk membandingkan perbedaan proporsi penderita positif dan negatif malaria dengan menggunakan sediaan darah mikroskopis dibandingkan dengan menggunakan RDT (ICT). Menentukan validitas RDT (ICT) hasil pemeriksaan kader dibandingkan dengan hasil baca SD sebagai baku emas. Penentuan positif dan negatif SD dilakukan oleh mikroskopis Puslitbang Biomedis dan Farmasi. Analisa dan pengolahan data dilakukan menggunakan paket program dalam perangkat komputer.

HASIL Selama penelitian para kader malaria berhasil mengidentifikasi 119 orang tersangka penderita malaria yang diperiksa dengan membuat sediaan darah (SD) dan RDT, meskipun demikian hanya sebanyak 106 (89%) sediaan dapat dievaluasi. Sebanyak 7,56% SD gagal/ rusak dan tidak bisa dilakukan proses pewarnaan, dan sebanyak 10,9% sediaan RDT gagal tidak bisa disimpulkan hasilnya. Gambaran secara rinci tertera pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Kader dalam menyiapkan sediaan darah (SD) dan RDT selama penelitian berjalan (Oktober 2005 September 2006) Jenis sediaan darah SD RDT Positif 11 (9,24%) 7 (5,8%) Negatif 99 (83,2%) 99 (83,2%) Gagal 9 (7,56%) 13 (10,9%) Jumlah 119 119

Hasil pemeriksaan baku emas pada 106 sediaan darah (SD) tersangka penderita malaria menunjukkan jumlah sediaan negatif sebanyak 96 (80,7%) dari 106 sediaan darah dan jumlah sediaan positif sebanyak 10 (9,43%) dari 106 sediaan darah positif secara mikroskopis mengandung plasmodium;

jumlah sediaan positif P.falciparum sebanyak 3 dari 10 sediaan, P.vivax sebanyak 5 dari 10 sediaan, P.f dan P.v (mixed infection) sebanyak 2 dari 10 sediaan. Tabel 2 berikut menggambatkan hasil pemeriksaan baku emas pada sediaan darah tersangka penderita malaria.

Tabel 2. Hasil baca baku emas pada sedaan tersangka penderita malaria Hasil pemeriksaan SD SD Neg P.falciparum (%) 3 (30) Positif P.vivax (%) 5 (50) P.f + P.v (%) 2 (20) (%) 10 (9,43)

106

96

Pembacaan dan menyimpulkan hasil RDT dilakukan oleh mikroskopis puskesmas, dan dilakukan segera setelah RDT diterima dari coordinator kader, kros cek hasil baca RDT dilakukan oleh mikroskopis Puslitbang Biomedis dan Farmasi. Kesimpulan hasil RDT yang sepakat dengan hasil baku emas dalam menentukan P.falciparum sebanyak 1 sampel, dalam menentukan P.falciparum dan P.vivax (mixed infection) sebanyak 2 sampel dan dalam menentukan hasil negatif

sebanyak 94 sampel, tetapi tidak ada hasil sepakat dalam menentukan P.vivax saja. (tabel 3) Keputusan RDT untuk menentukan penderita positif P.falciparum, positif malaria campuran (mixed infection), keputusan dalam menyatakan tidak ada yang mengandung P.vivax serta dalam menentukan hasil negatif, tidak berbeda bermakna dengan baku emas (x = 0,35, p >0,05, x = 0,69, p>0,05 dan x = 0,86, p>0,05).

* Puslitbang Biomedis Dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan ** Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No 2, Agustus 2008 : 740 746

Tabel 3. Hasil uji RDT dibandingkan dengan hasil baku emas pada 106 sediaan darah tesangka penderita malaria selama penelitian berjalan (Oktober 2005 September 2006) P.falciparum RDT P.falciparum P.vivax P.f + P.v negatif 1 0 0 2 3 P.vivax 0 0 2 3 5 Baku emas P.f + P.v 0 0 2 0 2 Negatif 2 0 0 94 96 Jumlah 3 0 4 99 106

Jumlah x = 83,35, p< 0,05

sedangkan hasil tidak sepakat antara RDT dan baku emas pada 106 sediaan yang di periksa, untuk menentukan P.falciparum sebanyak 4, untuk menentukan P.vivax

sebanyak 3, untuk menentukan infeksi campuran P.f dan P.v tidak ada, tertera pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Jumlah hasil tidak sepakat antara RDT dengan baku emas dalam deteksi P.falciparum dan P.vivax pada 106 sediaan tersangka penderita malaria selama penelitian berjalan (Oktober 2005 - September 2006) P.falciparum Positif palsu Negatif palsu Jumlah hasil salah 2 2 4 P.vivax 0 3 3 P.f dan P.v 0 0 0

Dari hasil diatas dapat diperhitungkan validitas hasil RDT yang dilakukan kader, untuk menentukan penderita positif malaria P.falciparum ber turut-turut sebagai berikut sensitifitas (se) 60% (60,09 59,91), spesifisitas (sp) 97,9% (97,92 97,88), nilai duga positif (ndp) 60% (60,09 59,91), nilai duga negatif (ndn) 97,9% (97,92 97,88), akurasi (ak) 96,04% (96,07 96,01), rasio kecenderungan positif (rkp) dan rasio kecenderungan negatif (rkn) masing-masing 28,84 dan 0,41, kesepakatan hasil sedang (kappa = 0,57) (tabel 5). Untuk menentukan penderita positif malaria P.vivax ber turut-turut sebagai berikut sensitifitas (se) 57,14% (57,23 -

57,05), spesifisitas (sp) 100% (0 0), nilai duga positif (ndp) 100% (0 0), nilai duga negatif (ndn) 96,9% (96,93 96,57), akurasi (ak) 97,03% (97,06 97), rasio kecenderungan positif (rkp) dan rasio kecenderungan negatif (rkn) masing-masing 0 dan 0,43, kesepakatan hasil baik (kappa = 0,71) (tabel 5). Untuk menentukan penderita positif malaria P.f dan P.v ber turut-turut sensitifitas (se), spesifisitas (sp), nilai duga positif (ndp), nilai duga negatif (ndn), akurasi (ak), rasio kecenderungan positif (rkp) dan rasio kecenderungan negatif (rkn) masing-masing 100% (0 0), kesepakatan hasil sangat baik (kappa = 1) (Tabel 5).

Penggunaan Rapid Diagnostic Test( Basundari Sri Utami, et al)

Tabel 5. Validitas hasil temuan kader desa Guntur dengan menggunakan RDT untuk menentukan penderita malaria P.falciparum dan malaria P.vivax pada 106 sediaan tersangka penderita malaria selama penelitian berjalan (Oktober 2005 September 2006)
Jenis plasmodium P.falciparum Se (95% CI) 60 (60,09 59,91) 57,14 (57,23 57,05) 100 Sp (95% CI) 97,9 (97,92 97,88) 100 NDP (95% CI) 60 (60,09 59,91) 100 NDN (95% CI) 97,9 (97,92 97,88) 96,9 (96,93 96,57) 100 Akurasi (95% CI) 96,04 (96,07 96,01) 97,03 (97,06 97) 100 Rasio kecenderungan pos neg 28,84 0,41 Kappa Nilai P 0,000

0,57

P.vivax

0,43

0,71

0,000

P.f + P.v

100

100

0,000

PEMBAHASAN Juru Malaria Desa (JMD) yang merupakan tenaga harian, berasal dari masyarakat penduduk setempat. JMD diharapkan dapat mengenal penyakit malaria, mampu mengidentifikasi, melakukan pengambilan darah dan membuat sediaan darah dan sediaan RDT penderita malaria, serta mau melakukan kunjungan rumah dan mampu melakukan pencatatan dan pelaporan (Direktorat Jenderal PP&PL, Departemen Kesehatan RI, 2006). Diharapkan JMD mengatasi kasus malaria dini, terutama untuk daerah yang jauh dari pusat layanan kesehatan. Dengan berhentinya pendanaan bagi JMD, strategi untuk mengatasi penemuan kasus malaria dini dialihkan menjadi pengembangan kader malaria desa. Konsep dasar dari kader malaria desa yang meliputi kriteria tenaga, maupun materi pelatihan sama dengan JMD, hanya saja berbeda dalam hal pendanaan. Pendanaan kader malaria desa sepenuhnya di serahkan pada masyarakat yang berupa swadana masyarakat (Sahat O, 2005). Untuk evaluasi apakah para kader terlatih dapat melakukan pengambilan sediaan darah dan RDT dengan benar, maka dilakukan kegiatan penelitian ini. Dari hasil di atas dapat dilihat, bahwa sebagai alat bantu kader RDT mempunyai manfaat yang positif, alat tersebut sederhana, pelatihan tenaga mudah, tidak memerlukan pengetahuan dan peralatan khusus, mudah menyimpulkan hasil dan yang utama adalah alat tersebut mudah disimpan dan aman dari gangguan serangga.

Kelemahan para kader jika menggunakan RDT adalah, kertas nitroselulose yang ada pada RDT relatif dalam ukuran lebih kecil dibandingkan dengan gelas obyek, diameter pad tempat meneteskan darah sangat terbatas, oleh karena para kader tidak terbiasa melakukan pekerjaan halus, sebagai akibatnya banyak kesalahan yang terjadi, yang berupa terlalu banyak atau terlalu sedikitnya tetesan darah, sehingga darah tidak dapat terabsorbsi sempurna yang mengakibatkan pita indikator tidak muncul. Sebagai perbandingan kegagalan kader dalam menyiapkan sediaan darah dengan gelas obyek sebesar 9 dari 119 sediaan (7,5%), sedangkan dalam menyiapkan RDT kegagalan sebesar 13 dari 119 sediaan (10,9%), meskipun demikian perbedaan jumlah kesalahan ini tidak bermakna. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, diagnosa malaria dengan menggunakan RDT yang dilakukan oleh mikroskopis puskesmas didaerah hipoendemis di Kabupaten Purworejo, biaya diagnosis RDT (ICT) per penderita akan dihemat sebesar 61,2% - 61,7%, dengan menambah keberhasilan 1,7%. Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk daerah hipo endemis diagnosis malaria RDT (ICT) mempunyai nilai keefektifan biaya (cost effectiveness) yang lebih baik dari pada mikroskopis. (Basundari Sri Utami, 2004). Kesalahan RDT negatif palsu yang dilakukan mikroskopis puskesmas untuk diagnosa P.falciparum sebesar 1,3% dan untuk P.vivax sebesar 4,6% (Basundari.S.U., Validitas ICT Sebagai Alat Diagnosis Malaria Vivax Dan Falciparum Di 3 Puskesmas Di Kabupaten

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No 2, Agustus 2008 : 740 746

Purworejo, Jawa Tengah, 2002). Dengan demikian perlu menjadi pertimbangan adalah besarnya kesalahan yang dilakukan oleh kader (10,9%), kesalahan yang dilakukan kader merupakan kesalahan teknis karena kurang terampilnya kader dalam menyiapkan RDT. Dari hasil perhitungan unit cost yang sudah dilakukan, komponen bahan untuk pemeriksaan mikroskopis yang terdiri dari lancet, alkohol, kapas, gelas obyek frosted end, minyak imersi, methanol, counter hitung, mikroskop, kotak penyimpan, pewarna giemsa dan aqua, menghasilkan harga pemeriksaan mikroskopis per sampel sebesar Rp 3.051,2. Sedangkan komponen bahan untuk pemeriksaan RDT terdiri dari lancet, alkohol, kapas, pipet kapiler dan ICT, menghasilkan harga pemeriksaan RDT per sampel sebesar Rp 53.319,5 (Basundari Sri Utami, 2007). Dengan jumlah kesalahan diatas pemborosan yang terjadi bila pemeriksaan dilakukan dengan membuat SD sebesar (9 x Rp 3.051,2) Rp 27.460,-, dibandingkan bila pemeriksaan dilakukan dengan RDT sebesar (13 x Rp 53.319,5) Rp 693.153,-, sehingga pemeriksaan tersangka malaria oleh kader dengan menggunakan RDT, sebaiknya dipertimbangkan dengan lebih hati-hati. Validitas hasil RDT sebagai alat bantu kader dalam penemuan kasus malaria P.falciparum menunjukkan sensitififitas yang lebih baik dari pada untuk deteksi P.vivax (tabel 5), dengan hasil yang tidak berbeda dengan baku emas. Meskipun demikian bila dibandingkan dengan hasil yang sudah dilakukan pada tahun 2003, hasil untuk diagnosa P.falciparum lebih rendah. Di 3 daerah meso endemis di Kabupaten Purworejo RDT (ICT) menunjukkan sensitifitas 76,4%; 72,9%; 76,4%, dan spesifisitas 91,1%; 92,1%; 92% (Basundari.S.U., Validitas ICT Sebagai Alat Diagnosis Malaria Vivax Dan Falciparum Di 3 Puskesmas Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, 2002), di daerah hipoendemis sensitifitas dan spesifisitas 85%, dan 98,1% (Basundari SU, 2003). Tetapi untuk diagnosa P.vivax hasil kader lebih baik dibandingkan dengan 3 daerah meso endemis tersebut, yaitu sensitifitas dari 3 daerah tersebut hanya 20%; 14,5%; 30,9%

dan spesifisitas 100%; 99,2%; 96,9% (Basundari.S.U., Validitas ICT Sebagai Alat Diagnosis Malaria Vivax Dan Falciparum Di 3 Puskesmas Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, 2002), sebaliknya bila hasil kader dibandingkan dengan yang sudah dilakukan di daerah hipo endemis menunjukkan hasil yang lebih rendah. Sensitifitas didaerah hipo endemis untuk P.vivax 78,5% dan spesifisitas 100% (Basundari SU, 2003). Dari perbandingan tersebut membuktikan bahwa siapapun yang menggunakan RDT untuk konfirmasi tersangka penderita malaria, tidak menjadi masalah. Meskipun dilakukan oleh kader dengan pengetahuan terbatas, maupun dilakukan oleh tenaga mikroskopis puskesmas menunjukkan hasil tidak berbeda dengan hasil mikroskopis. Kesalahan positif palsu dan negatif palsu untuk deteksi P.falciparum masingmasing 2 sediaan, dan kesalahan negatif palsu untuk deteksi P.vivax terjadi pada 3 sediaan. Kesalahan positif palsu terjadi pada 2 orang dewasa yang baru pulang dari merantau, hal ini dapat dijelaskan karena adanya sisa sisa metabolit pasca pengobatan yang masih ada dalam peredaran darah dan metabolit ini akan ditangkap oleh antibodi monoklonal dari RDT. Hal ini dapat terjadi pada penderita 2 minggu pasca pengobatan, meskipun sudah tidak ditemukan plasmodium secara mikroskopis. Kesalahan negatif palsu kemungkinan berhubungan dengan kepadatan parasit (Basundari Sri Utami, 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil yang telah disajikan dapat disimpulkan, meskipun RDT dapat dipakai sebagai sebagai alat bantu kader dalam penemuan kasus malaria, karena alat tersebut sederhana, dengan pelatihan tenaga yang sangat mudah, tetapi perlu pertimbangan dengan sangat hati-hati, untuk mencegah pemborosan akibat adanya kesalahankesalahan teknis yang terjadi.

UCAPAN TERIMAKASIH kepada Ucapan terimakasih disampaikan Kepala Badan Penelitian dan

Penggunaan Rapid Diagnostic Test( Basundari Sri Utami, et al)

Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Kepala Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, yang telah memberikan kesempatan pada peneliti untuk melakukan penelitian ini. Kepada Dr. dr. Ulfah Hidayati, MM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah; dr. M. Sururi mantan Kepala Dinas Kesehatan yang saat ini sudah menjalani masa pensiun, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya atas segala bantuan dan dukungannya untuk kegiatan penelitian di lapangan sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. Kepada Kepala Puskesmas Bener, penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak banyaknya atas semua bantuan dan partisipasinya sehingga penelitian ini berjalan dengan baik di lapangan. Kepada Direktur NAMRU-2 Jakarta dan Bapak Drs. Sofyan Masbar, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuannya dalam pelatihan mikroskopis di daerah dan pengecekan sediaan darah penderita selama penelitian ini dilakukan. DAFTAR PUSTAKA
Basundari Sri Utami; laporan akhir Pengembangan Pelayanan Kesehatan Untuk Malaria di Daerah Sulit Dijangkau (2006 2007), Puslitbang Biomedis dan farmasi, Badan Litbang Kesehatan. Basundari Sri Utami, 2004. RDT (Rapid Diagnostic Test) sebagai Alat Diagnosis Malaria Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan 14 (3) : 51-59. Basundari.S.U., Supriyanto.S.,Ekowatiningsih.R., Lamsudin.R. 2002. Validitas ICT Sebagai Alat Diagnosis Malaria Vivax Dan Falciparum Di 3 Puskesmas Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Maj.Parasitol.Ind. 15(1), 28-36.

Basundari SU. 2003. Laporan Hasil Penelitian : Studi Cost effectiveness Rapid Diagnostic Test (ICT) dibandingkan dengan Mikroskopis Sebagai Alat Diagnosis Malaria falciparum di Puskesmas dan UGD rumah sakit di daerah Hipoendemis. Basundari Sri Utami, M Sururi, Sekar Tuti, Sofyan Masbar, Riyanti Ekowatiningsih, Budi Prasetyorini, Oerip Pancawati. 2006. Penggunaan Immuno Chromatographic Test (ICT NOW) Sebagai Perangkat Diagnosis Malaria di Kabupaten Purworejo. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. 16 (1) : 1-7. Basundari.S.U., Supriyanto.S.,Ekowatiningsih.R., Lamsudin.R. 2002. Validitas ICT Sebagai Alat Diagnosis Malaria Vivax Dan Falciparum Di 3 Puskesmas Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Maj.Parasitol.Ind. 15(1), 28-36. Beadle,C., LongG.W., Weiss,W.R., McElroy,P.D., Maret,S.M., Oloo,A.J., Hoffman,S.L.,1994. Diagnosis of malaria by detection of Plasmodium falciparum HRP-2 antigen with a rapid dipstick antigen - capture assay, Lancet., 343, 564-68. Jelinek, T., Grobusch, M.P., Schwenke, S., Steidl, S., Sonnenburg, F., Nothdurft, H.D., Klein, E. and Loscher, T. 1999. Sensitivity and Specificitty of Dipstick Test for Rapid Diagnosis of Malaria in Nonimmune Travelers. J. Clin Microbiol, 37 (3), 721-723. Lemeshow,S., Hosmer, D.W., Klar, J., Lwanga, S.K., (1990). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan) Gadjah Mada University Press. Modul Pelatihan Malaria. 2006. Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Direktorat Jenderal PP&PL, Departemen Kesehatan RI. Profil Malaria Kabupaten Purworejo tahun 2005. Sahat O., Harijani AM., Sekar Tuti Sulaksono., Nurhayati., Rita Marleta Dewi (2005). Pengembangan Peran Serta Masyarakat Melalui Kader Dan Dasa Wisma Dalam Penemuan Dan Pengobatan Penderita Malaria Di Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo, Bul. Penel. Kesehatan, 33 (3) : 140 151. Tjitra, E., Suprianto, S., Dyer, M., Bart, J., Currie, Anstey N.M. 1999. Field Evaluation of he ICT P.f/P.v. Immunochromatographic Test for Detection of Plasmodium falsiparum and Plasmodium vivak in Patiens with Presumptive Clinical Diagnosis of Malaria in Eastern Indonesia., J. Clin. Microbiol, 37 (8), 2412- 2416.

You might also like