Professional Documents
Culture Documents
makala
Page 1
Tujuan Bandar Udara Internasioanal GeTengan 1) Supaya masyarakat Toraja mudah untuk menjangkau tempat tujuan 2) Penduduk Toraja tidak jauh-jauh lagi pergi mencari bandara udara yang lain jika
mereka pergi keluar kota,atau untuk meringankan beban masyarakat yang ingin berpergian. 3) Pembangunan bandar udara yang dapat didarati pesawat berbadan lebar hendaknya menjadi prioritas pembangunan sarana-prasarana Toraja. Bandara tsb akan menjadi sangat vital dalam pengembangan industri pariwisata Toraja, mengingat budaya Toraja yang unik sesungguhnya sudah mendunia dan sangat menarik perhatian masyarakat internasional. Keluhan yang sering dilontarkan oleh mereka yang pernah ke Toraja adalah jarak Makasar dengan Toraja sangat jauh dan memerlukan waktu minimal dua hari dua malam perjalanan serta sangat melelahkan. Karena itu sangat jarang wisatawan domestik apalagi mancanegara yang melakukan perjalanan wisata berulang 4) Dengan tersedianya bandara udara yang terhubung dengan semua kota di Indonesia sebagai salah satu jalur alternatif menuju Toraja dapat meningkatkan pihak wisatawan baik lokal dan mancanegara yang akan berkunjung ke Toraja dan swasta yang ingin menanamkan investasi disegala bidang di Tanah Toraja. Keluhan yang sering dilontarkan oleh mereka yang pernah ke Toraja adalah jarak Makasar dengan Toraja sangat jauh dan memerlukan waktu minimal dua hari dua malam perjalanan serta sangat melelahkan. Karena itu sangat jarang wisatawan domestik apalagi mancanegara yang melakukan perjalanan wisata berulang-ulang ke Toraja, meskipun mereka sebetulnya sangat tertarik dengan buadaya Toraja. Dengan adanya bandara di Toraja yg besar dan dapat menghubungkan dengan titik penerbangan nasional dan internasional dipastikan keluhan demikian tak akan muncul lagi.
Peraturan
1. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan mengajukan permohonan penyusunan DELH atau DPLH kepada kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri sesuai kewenangan penilaiannya atas DELH atau DPLH sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri melakukan verifikasi terhadap permohonan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan menggunakan kriteria:
makala
Page 2
a. telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; b. telah melakukan kegiatan tahap konstruksi sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; c. lokasi usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan; dan d. tidak memiliki dokumen lingkungan hidup atau memiliki dokumen lingkungan hidup tetapi tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan tidak memenuhi kriteria tersebut di atas, maka usaha dan/atau kegiatan dimaksud tidak dapat diproses melalui mekanisme DELH atau DPLH. 3. Kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri menggolongkan usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan penyusunan DELH atau DPLH mengacu pada Peraturan Menteri yang mengatur tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal. Apabila tergolong sebagai usaha dan/atau kegiatan wajib amdal, maka wajib DELH, atau apabila tergolong sebagai usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL, maka wajib DPLH. 4. Bagi usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan DELH, maka: a. untuk usaha dan/atau kegiatan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota, (1) kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota melakukan verifikasi permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 menyampaikan usulan penyusunan DELH yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 kepada kepala instansi lingkungan hidup provinsi dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan. (2) kepala instansi lingkungan hidup provinsi melakukan verifikasi usulan penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyampaikan usulan penetapan DELH yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 kepada Menteri melalui Deputi Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya usulan penyusunan. b. untuk usaha dan/atau kegiatan yang menjadi kewenangan provinsi, kepala instansi lingkungan hidup provinsi melakukan verifikasi permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan menyampaikan usulan penyusunan DELH yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 kepada Menteri melalui Deputi Menteri dengan tembusan kepada kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan. c. untuk usaha dan/atau kegiatan yang menjadi kewenangan Pusat, Menteri melakukan verifikasi permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan menetapkan permohonan penyusunan DELH yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan tembusan kepada kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota dan kepala instansi lingkungan hidup provinsi. 5. Dalam hal terjadi keberatan terhadap usulan permohonan dan/atau penetapan DELH, Menteri melakukan koordinasi dengan instansi lingkungan hidup kabupaten/kota dan/atau
makala
Page 3
instansi lingkungan hidup provinsi untuk menyelesaikan keberatan yang diajukan. 6. Dalam hal tidak ada keberatan sebagaimana dimaksud pada angka 5, maka berdasarkan usulan penyusunan DELH dan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c, Deputi Menteri menetapkan usaha dan/atau kegiatan yang wajib menyusun DELH. Penetapan dimaksud diterbitkan dalam bentuk surat perintah penyusunan DELH. 7. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang diperintahkan untuk menyusun DELH melakukan penyusunan DELH sesuai dengan format pada Lampiran II Peraturan Menteri ini. 8. Bagi usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan DPLH, maka: a. kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi atau Deputi Menteri melakukan verifikasi permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan. b. dalam hal verifikasi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2, kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi atau Deputi Menteri menetapkan permohonan DPLH dalam bentuk surat perintah penyusunan DPLH. 9. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang diperintahkan untuk menyusun DPLH melakukan penyusunan DPLH sesuai dengan format pada Lampiran III Peraturan Menteri ini. 10. Dalam hal DELH telah selesai disusun oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, maka: a. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan mengajukan permohonan penilaian DELH kepada kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi atau Deputi Menteri sesuai dengan kewenangannya. b. kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi atau Deputi Menteri memberikan tanda bukti penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah memenuhi format penyusunan DELH. c. kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi atau Deputi Menteri setelah menerima DELH yang memenuhi format sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas melakukan penilaian terhadap DELH yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh unit kerja yang menangani penilaian dokumen amdal. Mekanisme penilaian dimaksud dilakukan dalam bentuk rapat dengan mengundang wakil dari pihak-pihak yang terkait langsung dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut. 11. Dalam hal DPLH telah selesai disusun oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, maka: a. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan mengajukan permohonan penilaian DPLH kepada kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri sesuai dengan kewenangannya. b. kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi atau Deputi Menteri memberikan tanda bukti penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah memenuhi format penyusunan DPLH. c. kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi atau Deputi Menteri setelah menerima DPLH yang memenuhi format sebagaimana dimaksud
makala
Page 4
pada huruf b di atas melakukan penilaian terhadap DPLH yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh unit kerja yang menangani penilaian UKL-UPL. Nah, untuk para pelaku usaha, yang telah beroperasi namun belum memiliki dokumen AMDAL atau UKL-UPL, sebaiknya segera berkoordinasi dengan Instansi Pengelola Lingkungan di Lokasi usaha Anda. Karena waktunya sudah tidak banyak lagi (Deadline 3 Oktober 2011) dan setelah tanggal tersebut akan dilakukan penegakan hukum sesuai amanat UU 32 2009.
makala
Page 5
pembangunannya rampung, pesawat yang dapat mendarat bukan lagi hanya jenis perintis, tetapi minimal pesawat dengan 50 kursi.
makala
Page 6
Theofilus Allorerung saat lauching Cafe PKK di Makale pekan lalu. Hadir adalah acara ini Ketua Tim Penggerak PKK, Ny Yariana Somalinggi, Sekkab Enos Karoma dan para pimpinan SKPD. Dijelaskan Theofilus, untuk tahun anggaran 2011 ini Pemkab Tator menyiapkan dana Rp 5 miliar untuk pengembangan obyek wisata lama, dan pembukaan 20 obyek wisata baru. Salah satu obyek wisata alam yang mendesak untuk dikembangkan adalah permandian alam Sarambuassi di Bittuang, agrowisata di Makale Selatan, dan pembangunan pohon natal raksasa di Burake. Yang terakhir ini merupakan salah satu obyek wisata rohani dan budaya dan menelan biaya Rp 400 juta, dan diklaim tidak ada duanya di tanah air. ''Untuk tahun anggaran 2011 ini, khusus peningkatan infrastruktur jalan ke obyek wisata disiapkan dana sekitar Rp 2 miliar,'' sebut mantan Kepala Inspektorat Sulsel itu. Selain itu, juga dipersiapkan pertunjukan wisata budaya yang masih kental di tengah masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Minggu di lapangan basked. Theofilus optimis, sektor pariwisata di daerah ini akan berkembang pesat di tahun 2014, seiring dengan berfungsinya akses bandara. Pada saat bersamaan investor di sektor ini mulai masuk. Disebutkan Bupati, untuk pembebasan lahan bandara dibutuhkan dana Rp 20 miliar. Kehadiran infrastruktur ini tidak boleh merugikan masyarakat. Melainkan sebaliknya, harus memberi keuntungan baik kepada pemerintah maupun investor. Kepala Dinas Pariwisata Tator, Lexianus Lintin meyakini, kehadiran bandara di Mengkendek kelak akan menguntungkan masyarakat setempat, utamanya kalangan pengusaha. Makassar (ANTARA News) - Pembangunan bandar udara baru berlokasi di Desa Buntu Kunik, Kecamatan Mangkendek, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, mulai dilaksanakan. "Pembangunan sementara berjalan, persoalan tanah sudah beres," kata anggota Komisi D DPRD Sulsel asal Tana Toraja, Alex Palinggi, saat dihubungi via telepon seluler dari Makassar, Selasa. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Sulsel sendiri, telah menyelesaikan master plan, demikian juga dengan desain detail engineering sisi darat dan udara pada 2010. Kepala Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Perhubungan Kementrian Perhubungan, Hanggoro Budiwiryaman saat menghadiri Rakor Pariwisata se Sulawesi dan Bali akhir Desember 2010 di Toraja, menjamin pembangunan bandara tersebut tuntas 2014. "Untuk pembangunan bandara perintis dengan panjang landasan pacu 1.200 meter bisa selesai dalam 3-4 tahun, dengan catatan bupati melaksanakan apa yang disampaikan gubernur," katanya. Ia yakin Kemhub mampu menuntaskan pembangunan Bandara Buntu Kunik melalui dana APBN sekitar Rp50 miliar sampai Rp100 miliar yang akan dikucurkan selama tiga tahun berturutturut, jika pada 2011 Pemkab Toraja mampu menuntaskan membebaskan lahannya. Ia juga mengemukakan, keberadaan bandara baru di Toraja mutlak harus ada demi mendukung Sulsel sebagai satu dari 10 provinsi yang masuk dalam destinasi pengembangan pariwisata nasional 2011 yang meliputi Sultra, Jabar, Riau, Maluku, NTT, NTB, Papua dan Papua Barat. "Untuk mendukung program nasional 10 destinasi daerah wisata, harus didukung oleh sarana transportasi. Yang paling cepat adalah pembangunan bandara, karena kalau jalan darat sangat lama, untuk ke sini ada 300 km lebih", ujarnya. Bandara baru ini nantinya mampu didarati pesawat jenis ATR berkapasitas 60 hingga 70 penumpang, jauh lebih berbobot dibanding Bandara Pongtiku yang sekarang beroperasi, hanya bisa menampung pesawat jenis Cassa dengan jumlah penumpang 20 orang.
makala
Page 7