You are on page 1of 8

bailout adalah tindakan memberi/menyuntikkan modal untuk sebuah perusahaan di

situasi kritis dalam upaya untuk menyelamatkan dari kebangkrutan,likuidasi dan kehancuran,atau membantu perusahaan yang hampir bangkrut agar tidak terjadi dampak yang mempengaruhi keadaan ekonomi. http://nusantaranews.wordpress.com/2009/11/21/fakta-kesalahan-sistemik-bi-dalampenanganan-kasus-bank-century/

Apakah Benar Bank Century Berpotensi Dampak Sistemik?


Pihak yang bertanggungjawab dalam pengucuran dana ke BC(Bank Century) selalu beralasan bahwa penyelamatkan BC karena bank ini berpotensi sistemik dalam merusak sistem perbankan nasional. Karena berpotensi resiko sistemik maka negara melalui ini LPS bertanggung jawab untuk menyuntikkan dana 6,7 triliun rupiah ke bank tersebut. Tanpa data yang lengkap, argumen ini saja masih layak diperdebatkan. Dari segi ukuran dan networking, apakah hipotesis bahwa kalau Bank Century tidak diselamatkan (langsung ditutup) akan mengalami kerusakan sistemik?

Fakta I : BI Ragu Apa itu Sistemik!


Berdasarkan catatan rapat tanggal 21 November 2008, penyelamatan Bank Century sempat ditolak sejumlah pejabat tinggi Departemen Keuanganyang dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku ketua KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dan Gubernur BI Boediono. Para pejabat Depkeu tersebut mempertanyakan dan tidak setuju dengan argumentasi dan analisis Bank Indonesia (Boediono) yang menyatakan bahwa persoalan Bank Century ditengarai berdampak sistemik. Menanggapi penolakan tersebut, pihak Bank Indonesia mengakui sulit untuk mengukur apakah masalah Bank Century dapat menimbulkan risiko sistemik karena hal tersebut merupakan dampak yang sulit diukur dari awal secara pasti. Yang dapat diukur menurut BI hanyalah perkiraan biaya yang timbul apabila dilakukan penyelamatan mengingat situasi. Dengan mengingat situasi yang tidak menentu, maka BI melakukan penyelamatan dengan meminimalisasi biaya (Kompas). Yang parahnya bahwa penjelasan sistemik KSSK (Sri Mulyani) tidak disampaikan kepada Wapres Jusuf Kalla selaku pimpinanan tertinggi negara (ketika SBY melakukan kunjungan ke LN). Sri Mulyani baru menyampaikan konfirmasi kepada JK pada 25 November 2008, 2 hari setelah pengucuran dana perdana sebesar 2,7 triliun pada tanggal 23 Nov. Disisi ukuran dan pengaruh dalam dunia perbankan, BC hanya menyumbang0,68 % dalam rasio DPB bank/DPK industri dan rasio kredit bank/kredit industri hanya 0,42 %. Maka, fungsi BC dalam industri perbankan tidak ada artinya sama sekali. Di mana sistemiknya?

Mungkin sangat berarti untuk pihak-pihak tertentu yang menggunakan BC sebagai pencuci uang dan berbagai praktik kotor yang masih harus dibuktikan oleh laporan final oleh BPK.

Fakta II : Siapa yang Membuat Kerusakan Sistemik, BI atau Century?


Kelahiran BC yang sangat bermasalah beserta keseluruhan proses kerusakannya dibiarkan secara sistemik oleh BI. Berikut beberapa fakta kerusakan sistemik BC (bukan sistemik perbankan) yang telah dibiarkan BI sejak berdirnya BC: Laporan Keuangan Bank Pikko dan Bank CIC, yang dinyatakan disclaimer oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), dijadikan dasar merger BC. Pengurus bank, yaitu direksi dan komisaris, ditunjuk tanpa melalui fit and proper test. Pemegang saham pengendali yang tidak memenuhi fit and proper test tetapdipertahankan. Lalu, mengapa ada deposan yang berani menitip uang di Bank Century?

Fakta III : BI Tergesa-gesa Membuat Peraturan demi Menyelamatkan Century


Sebagai otoritas pengawas perbankan nasional, mestinya BI bekerja secara adil dan proportional kepada seluruh perbankan nasional. BI mestinya membuat kebijakan untuk mengakomodasi kepentingan seluruh Bank dan nasabah. Namun, detik-detik menjelang penyelamatan BC, justru BI mengeluarkan aturan hanya demi menyelamatkan BC. Pada 30 Oktober 2008, BC mengajukan permohonan fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) kepada BI sebesar Rp 1 triliun karena kesulitan likuiditas. Permohonan tersebut diulangi pada 3 November 2008 karena pada saat mengajukan permohonan FPJP I, posisi CAR BC (analisis BI) adalah +2,35% (per 30 September 2008), sedangkan persyaratan untuk memperoleh FPJP sesuai dengan PBI No. 10/26/PB/2008 tentang FPJP Bank Umum, CAR-nya minimal harus 8%, sehingga BC tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. Demi menyelamatkan BC, pada 14 November 2008, BI Bank Indonesia (PBI)mengubah Peraturan mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula CAR minimal 8% menjadi CAR minimal positif (> 0%). Dengan perubahan ketentuan tersebut dan dengan menggunakan posisi CAR per 30 September 2008 sebesar positif 2,35%, BI menyatakan bahwa BC memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. Namun fakta lain menunjukkan bahwa bahwa CAR BC per 31 Oktober 2008 sudah -3,53%, sehingga seharusnya BC tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. Selain itu, sebagian jaminan FPJP yang diperjanjikan sebesar Rp. 469,99 miliar ternyata tidak secured. Berdasarkan perubahan PBI tersebut, pada 14 November 2008, BI menyetujui pemberian FPJP kepada BC. Jumlah FPJP yang telah disalurkan kepada BC adalah Rp 689,39 miliar yang dicairkan pada 14 November 2008 sebesar Rp 356,81 miliar, 17 November 2008 sebesar Rp 145,26 miliar, dan 18 November 2008 sebesar Rp. 187,32 miliar.

Fakta IV : BI Lalai dalam Pengawasan ketika Status Pengawasan Khusus BC


Secara sistemik, BC digerogoti oleh pemilik dan atau manajemennya sendiri, yang secara sistemik pula dibiarkan oleh BI. Faktanya sebagai berikut. Setelah BC ditempatkan dalam pengawasan khusus pada 6 November 2008, BI mestinya tidak mengizinkan penarikan dana secara besar-besara dari pihak terkait yang tersimpan dalam BC. Hal ini didasar oleh Peraturan BI No. 6/9/PBI/2004 yang diubah dengan Peraturan BI No. 7/38/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank. Namun, setelah BC dalam pengawasan khusus BI, ternyata ada penarikan dana oleh pihak terkait yaknimasing-masing Rp 454.9 miliar, USD 2.22 juta atau Rp 23 miliar, AUD 164.8 ribu atau Rp 1.3 miliar dan SGD 41.3 ribu.

Fakta V : Menkeu, Gubernur BI dan LPS Mengabaikan Aspek Kriminalitas pada BC


Pada 31 Agustus 2009, JK memberi keterangan pers pasca pernyataan Sri Mulyani yang sebelumnya berkilah (pernyataan tidak benar) bahwa ia telah melapor kepada JK sebelum bailout BC. Wapres menegaskan, masalah yang lahir di BC bukan karena krisis, melainkan akibat perampokan yang dilakukan oleh pemiliknya sendiri. Dalam kondisi semacam ini yang diperlukan adalah tindakan dari Bank Indonesia. Namun, kenyataannya tidak.

Presiden: "Bail Out" Century Kebijakan Benar


Senin, 1 Maret 2010 | 16:38 WIB Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (8/2/2010) pagi menghadiri pembukaan Rapat Pimpinan Polri Tahun 2010 di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa upaya pemerintah untuk memberikan dana talangan terhadap Bank Century adalah kebijakan yang benar untuk menyelamatkan perekonomian dan perbankan dari krisis keuangan dunia saat itu. Saat berdialog dengan Masyarakat Perbankan Indonesia di Istana Merdeka Jakarta, Senin (1/3/2010), Presiden Yudhoyoyono juga menyatakan, dirinya siap bertanggung jawab atas kebijakan untuk memberikan bail out terhadap Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. "Saya katakan yang dilakukan dalam upaya penyelamatan perekonomian perbankan kita benar. Sebagai kebijakan, sebagai tindakan untuk menyelamatkan perekonomian dan perbankan itu benar," katanya.

Presiden menyatakan tetap bertanggung jawab meskipun operasional teknis dilakukan pejabat-pejabat yang memiliki kewenangan sesuai undang-undang. "Meski saya tidak memberi instruksi atau direction, tetapi saya benarkan tindakan itu," kata Presiden. Menurutnya, meski pada saat keputusan itu diambil dirinya tidak berada di Tanah Air, Presiden mengatakan, keputusan itu memang tidak harus meminta persetujuan dirinya karena Menteri Keuangan dan Gubernur BI memiliki kewenangan serta harus bergerak cepat. Presiden menjelaskan bahwa keputusan untuk menalangi Bank Century merupakan pilihan dari opsi pilihan lain yang tersedia, yaitu menutup bank itu dengan tetap mengeluarkan dana sekitar Rp 6 triliun untuk mengganti dana pihak ketiga di bank itu. "Pilihannya menutup Century dengan mengeluarkan dana Rp 6 triliun atau mem-bail out Rp 6,7 triliun, tetapi dengan pengelolaan yang bisa recovery," katanya. Dikatakan Presiden, dengan kenyataan seperti itu seharusnya tidak perlu ada panitia angket di DPR RI, tetapi untuk meredam tuduhan bahwa bail out itu dimanfaatkan oleh parpol dan capres tertentu maka dirinya menyetujui panitia angket itu. "Asalkan lurus pada tujuan, jernih dalam konteks. Penyelidikan harus dilakukan meskipun penyelidikan angket oleh parlemen secara universal dalam undang-undang kita itu tidak termasuk penyelidikan projustisia apalagi penyidikan," katanya. Namun, Presiden mengatakan, apa pun hasil dari DPR tetap akan ada proses lanjutan. "Saya akan respons sesuai dengan ketentuan yang ada tidak mungkin tidak direspons, tetapi penyelidikan oleh parlemen itu tidak termasuk kegiatan projustisia sebagaimana penyelidikan oleh kepolisian atau kejaksaan," katanya. Presiden mengatakan, dirinya tetap menghormati proses yang dilakukan DPR RI dalam kasus ini. "Saya menunggu sebagai kepala pemerintahan apa yang menjadi pikiran, pendapat, dan posisi DPR dalam 1-2 hari ini," katanya. Presiden dalam kesempatan itu juga mengatakan telah meminta kepolisian dan kejaksaan untuk meminimalkan kerugian dari kasus Bank Century dengan membekukan dana-dana yang diduga dilarikan dari bank itu. Presiden juga menyetujui permintaan para bankir bahwa pemerintah harus segera mengusahakan agar UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) diterbitkan untuk mengantisipasi tindakan apabila kembali terjadi krisis. "Saya setuju UU JPSK perlu dimiliki negara sebagai rujukan sah supaya tidak menimbulkan komplikasi baru," katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengapresiasi para bankir yang memuji keputusan pemerintah dalam mengucurkan dana talangan Rp 6,7 triliun kepada Bank Century (kini Bank Mutiara). Menurut Menkeu, para bankir lega atas keputusan yang diambil oleh pemerintah saat itu. Pasalnya, dengan pengucuran bail out itu, industri perbankan masih tetap terjaga stabilitasnya hingga kini. "Saya rasa lebih kepada suatu ekspresi karena sektor perbankan sampai hari ini masih terjaga stabilitasnya dan fungsinya. Apa yang dikatakan para bankir itu semacam ekspresi kelegaan," kata Menkeu, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (1/3/2010). Pernyataan tersebut sekaligus menanggapi lontaran para bankir yang memuji keputusan bail out Bank Century oleh pemerintah. Sebelumnya, siang tadi puluhan bankir yang menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka memuji-muji keputusan bail out. Lontaran pujian itu disampaikan oleh Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo mewakili puluhan bankir yang tergabung dalam perhimpunan perbankan nasional. Ini mewakili asosiasi perbankan dan individu perbankan yang berkumpul di Istana Presiden. Dalam sambutannya, Agus menyatakan rasa bangga karena pada saat semua negara sedang mengalami kesulitan akibat krisis global, Indonesia justru mengalami pertumbuhan ekonomi positif bersama China dan India. Menkeu mengakui, bail out Bank Century terbukti mampu menjaga stabilitas industri perbankan dan perekonomian Indonesia. "Dan itu (bail out) harganya mahal sekali di dalam sistem yang menjaga stabilitas dan confidence," cetusnya. Dia berharap kini para bankir bisa bekerja lebih optimal dan memaksimalkan dukungannya dalam pembangunan nasional, seperti memperbanyak penyaluran kredit, menjaga biaya operasi perbankan agar tidak membengkak, serta menjaga tata kelola perbankan agar tetap terjaga dengan baik sehingga tidak menimbulkan persoalan seperti yang dihadapi Bank Century.

Mengapa Century Perlu Diselamatkan?

http://www.tempointeraktif.com/hg/kolom/2009/09/14/kol, 20090914-108,id.html
Senin, 14 September 2009 | 12:51 WIB Kontroversi Bank Century telah melebar ke mana-mana, dan mulai merambah masuk ke ranah politik. Penyelamatan bank ini (selanjutnya disebut Century), dengan cara bailout sebesar Rp 6,7 triliun, dianggap hanya menguntungkan 1-2 deposan besar tertentu, yang disinyalir memiliki koneksi politik pada masa pemilu. Kisah Century pun kian dalam terseret menuju ke "teori konspirasi" (conspiracy theory), yang biasanya memang mengasyikkan diulas media massa. Meski demikian, esensi polemiknya sebenarnya tetap saja bersumber pada pertanyaan, mengapa Century di-bailout pemerintah? Mengapa tidak ditutup saja? Padahal di Amerika Serikat, raksasa bank investasi Lehman Brothers pun bahkan ditutup tanpa ditolong pemerintah, meski berisiko sistemik. Mengapa Century perlu diselamatkan?

Risiko sistemik
Dari perspektif ekonomi, esensi polemik terjadi pada pertanyaan, apakah Bank Century berisiko sistemik? Apa definisi systemic risk? Saya mencoba mendefinisikannya: risiko sistemik akan terjadi jika penutupan sebuah bank menimbulkan dampak berantai berupa kegagalan (default) bank-bank lain, sehingga menyebabkan kerusakan (damage) pada sistem sektor finansial, khususnya industri perbankan. Masalahnya kemudian, apakah kegagalan Century bisa menimbulkan daya tular dan efek kerusakan bagi sistem perbankan kita? Pada titik ini, pendapat terbelah dua. Yang kontra terhadap bailout berargumentasi bahwa penutupan Century tidak menimbulkan efek menular, karena ini hanya "bank kecil". Argumentasi sebaliknya dianut pihak yang pro terhadap bailout bahwa, meski Century termasuk bank kelas menengah ke bawah, tetap berpotensi sistemik karena ada cukup banyak bank yang memiliki ukuran (size) dan karakteristik yang mirip Century, sehingga sangat mungkin diserbu nasabah (rush). Bagi saya, titik krusial sistemik atau tidaknya kasus Century tidak hanya ditentukan oleh size-nya, namun juga oleh faktor momentum atau timing saat dilakukannya bailout. Menutup Century pada saat situasi normal tentu saja akan beda efeknya jika penutupan dilakukan pada saat kritis. Saya punya ilustrasi berikut ini untuk menggambarkan bagaimana faktor timing memegang peran penting dalam kasus Century.

Analogi Ali vs Liston


Anda pernah menonton video tinju Muhammad Ali saat menjatuhkan Sonny Liston pada 1965? Ketika dulu teknologi video belum secanggih sekarang, sangat sulit orang pada waktu itu memahami bagaimana Ali dapat menjatuhkan Liston hanya dengan sekali pukulan "ringan" pada detik-detik awal pertandingan di ronde pertama. Baru belakangan

ini--sesudah lebih dari 40 tahun kemudian, setelah teknologi video dapat membuat replay dari berbagai sudut--dapat diketahui bahwa pukulan Ali meski sebenarnya tidak terlalu keras, namun mengarah tepat ke rahang Liston, yang kuda-kudanya sedang goyah. Pukulan ini pun berefek fatal dan mematikan, sehingga Liston jatuh berdebam di kanvas. Kasus Century analog dengan laga tinju Muhammad Ali tersebut. Century adalah bank dengan aset Rp 14,5 triliun pada situasi normal (sebelum kena rush). Memang bukan bank yang besar. Sebab, jika kita mendefinisikan bank besar adalah yang masuk "10 besar" nasional, asetnya di atas Rp 50 triliun. Bank terbesar saat ini adalah Bank Mandiri (Rp 330 triliun), sedangkan bank-bank swasta terbesar adalah BCA (Rp 250 triliun), serta Danamon dan CIMB Niaga (sekitar Rp 100 triliun). Namun, apakah Century dengan aset Rp 14,5 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) Rp 9 triliun bisa dianggap enteng, sehingga tidak bisa menularkan dampak negatif? Dampak tersebut berupa rush dan kegagalan membayar kewajiban-kewajiban yang berakibat damage pada bank-bank lain yang selevel. Soal inilah yang belum disepakati di kalangan pengamat. Ada yang masih yakin aset Rp 14,5 triliun tidak akan menimbulkan efek penularan. Tapi benarkah begitu? Dalam kasus penutupan Bank IFI memang dampak negatif dapat diisolasi. Tapi hal itu terjadi karena Bank IFI asetnya cuma Rp 600 miliar, atau sangat kecil untuk skala bank umum, dan bahkan mendekati skala Bank Perkreditan Rakyat. Wilayah kerja Bank IFI pun terbatas, sehingga dampak penularannya dapat diisolasi. Menurut saya, Century amat berpotensi sistemik karena timing-nya, yakni 20 November 2008, sektor finansial masih dalam suasana yang amat tertekan, sebagai dampak kebangkrutan Lehman Brothers pada 15 September 2008. Hingga akhir 2008, perekonomian dunia tercekam. Dana asing di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia, berhamburan kembali (repatriasi) ke New York. Cadangan devisa Bank Indonesia menurun sekitar US$ 7 miliar. Akibatnya, rupiah melemah ke level terendah 12 ribu per dolar Amerika Serikat. Waktu itu, hampir semua mata uang dunia melemah (depresiasi) terhadap dolar AS. Kecuali renminbi dan yen, yang justru menguat terhadap dolar AS, karena cadangan devisa Cina dan Jepang merupakan yang terbesar pertama dan kedua di dunia (waktu itu US$ 1,97 triliun dan US$ 1 triliun). Dengan memahami setting kondisi perekonomian makro seperti itu, pilihan menyelamatkan Century menjadi logis. Momentumnya sangat tidak tepat untuk menutupnya. Seandainya saja penutupan Century dilakukan pada kondisi normal, pada periode sebelum Lehman Brothers bangkrut, pasti dampaknya akan lain. Saya sependapat dengan hitung-hitungan BI bahwa jika Century ditutup pada November 2008, kerugiannya sekitar Rp 30 triliun. Penutupan Century memang akan menimbulkan efek berganda (multiplier effects). Kerugiannya tidak akan berhenti pada size Century sekitar Rp 14,5 triliun, tetapi juga akan menyebar ke bank-bank lain yang selevel dan memiliki hubungan hak dan kewajiban dengan Century. Jadi dampaknya bisa dua kali lipat, atau dampak multiplier-nya dua kali. Karena itu, estimasi angka kerugian Rp 30 triliun menjadi masuk akal.

Bagaimana dengan analogi bahwa pemerintah Amerika Serikat toh "berani" menutup Lehman Brothers? Lehman adalah bank investasi, sehingga dampak penutupannya tidak terlalu langsung berhubungan dengan nasabah retail sebagaimana bank umum (commercial bank). Lagi pula, sehabis Lehman Brothers tidak di-bailout, sebenarnya pemerintah Amerika juga menyesal karena dampaknya ke mana-mana. Buktinya, pemerintah federal bahkan harus mem-bailout sektor riil, misalnya terhadap General Motors (GM). Padahal, kalau saja Lehman diselamatkan, barangkali duit untuk bailout GM tidak perlu dikeluarkan. Dengan kata lain, pemerintah AS harus membayar ongkos mahal atas keputusannya membangkrutkan Lehman. Bahkan seluruh dunia ikut membayar ongkosnya. Jadi, jika Century ditutup, itu bisa diibaratkan tinju Ali yang menghantam dagu Liston pada timing yang "tepat", sehingga merobohkan Liston. Sistem sektor finansial kita bisa kolaps jika Century ditutup pada saat kecemasan krisis finansial global sedang memuncak. Momentum sedang tidak memihak kita untuk menutup Century pada November 2008.

Audit BPK
Meski demikian, saya juga menyadari bahwa semua analisis mengenai Century pasti didasarkan pada sejumlah asumsi. Inilah memang kerepotan ilmu ekonomi, yang analisisnya senantiasa sarat asumsi. Namun faktanya, industri perbankan kita sekarang dalam keadaan sehat. Bisa jadi kinerja baik dan stabilitas ini merupakan dampak yang dituai dari penyelamatan Century. Kalaupun ada problem, itu adalah sedikit peningkatan NPL (non-performing loan) sebagai imbas krisis global. Juga ada prahara moral hazard dalam kasus Century. Soal angka bailout yang terus bergerak meningkat, ini sebenarnya hal yang lazim karena faktor subsequent event. Angka bailout akan bergerak sesuai dengan perkembangan. Di AS, bailout juga terus bergerak, karena di kemudian hari ditemukan kerusakan yang lebih besar daripada prediksi semula. Saya berharap Century lekas mendapat kepastian dari hasil audit BPK nanti. Riuh-rendah polemik hanya akan menyebabkan bank ini kian terpuruk. Ini akan berdampak negatif terhadap recovery rate jika kelak pemerintah menjualnya kembali dalam 3-5 tahun mendatang.* A. Tony Prasetiantono, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM

You might also like