You are on page 1of 14

•Kerajaan Gowa-Tallo

•Kerajaan Buton
•Kerajaan Bone
Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa-Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528.

a. Letak Kerajaan
Kerajaan Gowa-Tallo lebih dikenal dengan Kerajaan Makassar dan
terletak secara geografis di daerah Sulawesi Selatan, memiliki posisi
yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran
(perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat
persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia
bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagian Barat.

Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di
ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini
sekarang berada dibawah Kabupaten Gowa dan daerah sekitarnya
yang dalam bingkai negara kesatuan RI dimekarkan menjadi
Kotamadya Makassar dan kabupaten lainnya.
a. Kehidupan Politik

Raja-raja yang berkuasa pada Kerajaan Gowa-Tallo antara lain :

- I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna


Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan
penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.

- I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan


Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana
Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 - 1669, dan
wafat pada 12 Juni 1670.
Pada masa kerajaan Sultan Hasanuddin, ia dapat
memporak-porandakan pasukan Belanda, karena Belanda semakin
terdesak. Belanda melakukan taktik adu domba dengan kerajaan
Bone ysang menyebabkan kerajaan makasar kalah dan terjadi
perjanjian Bongaya.

- I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri


Allu'
Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan
wafat 7 Mei 1681.
a. Kehidupan Ekonomi

Kerajaan Makassar merupakan kerajaan maritim dan berkembang


sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini
ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak yang strategis,
memiliki pelabuhan yang baik serta didukung oleh jatuhnya Malaka
ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak
pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.

Sebagai pusat perdagangan Makassar berkembang sebagai


pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-
pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya
yang datang untuk berdagang di Makassar.

Makassar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar


juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi
Selatan.
a. Kehidupan Sosial

Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar


adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk
meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka
yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha
dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya
mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap
sakral.

Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga


mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang
merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan
“Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to
Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya
disebut dengan golongan “Ata”.
a. Kehidupan Budaya

Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak


menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia
pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang
dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan
Lombo.

Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar


dan terkenal sampai mancanegara.
Kerajaan Buton
a. Letak Kerajaan
Kesultanan Buton terletak di Pulau Buton, tenggara Pulau
Celebes atau namanya sekarang, Sulawesi, pada zaman dahulu
pernah mempunyai kerajaan sendiri. Nama Pulau Buton dikenal sejak
zaman pemerintahan Majapahit. Patih Gajah Mada dalam Sumpah
Palapa, menyebut nama Pulau Buton.

b. Kehidupan Politik
Kerajaan Buton secara resminya menjadi sebuah kerajaan Islam pada
masa pemerintahan Raja Buton ke-6, yaitu Timbang Timbangan atau
Lakilapotan atau Halu Oleo dan menggunakan gelar yang khusus yaitu
Sultan Qaimuddin. Maksud perkataan ini ialah Kuasa Pendiri Agama
Islam.

Dalam riwayat yang lain menyebut bahwa yang melantik Sultan Buton
yang pertama memeluk Islam, bukan Syeikh Abdul Wahid tetapi guru
beliau yang sengaja didatangkan dari Patani. Raja Halu Oleo setelah
ditabalkan sebagai Sultan Kerajaan Islam Buton pertama, dinamakan
Sultan Murhum.
c. Kehidupan Sosial-Budaya
Rakyat Kerajaan Buton percaya akan adanya reinkarnasi.
Di desa-desa, kepercayaan pada reinkarnasi tidak terlalu kuat dan
dianggap sebagai ajaran Islam sebagaimana disebarkan di pusat.

Secara umum, ada empat prinsip yang dipegang teguh oleh


masyarakat Buton dalam kehidupan sehari-hari saat itu yakni:
1. Yinda Yindamo Arata somanamo Karo (Harta rela dikorbankan demi
keselamatan diri)
2. Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu (Diri rela dikorbankan demi
keselamatan negeri)
3. Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara (Negeri rela dikorbankan demi
keselamatan pemerintah)
4. Yinda Yindamo Sara somanamo Agama (Pemerintah rela
dikorbankan demi keselamatan agama)
Kerajaan Bone
Kesultanan Bone atau sering pula dikenal dengan Kesultanan Bugis,
merupakan kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau
tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini.

Sejak berakhirnya kekuasaan Gowa, Bone menjadi penguasa utama di


bawah pengaruh Belanda di Sulawesi Selatan dan sekitarnya pada tahun
1666. Bone berada di bawah kontrol Belanda sampai tahun 1814 ketika
Inggris berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke
Belanda pada 1816 setelah perjanjian di Eropa akibat kejatuhan Napoleon
Bonaparte.
Pengaruh Belanda ini kemudian menyebabkan meningkatnya perlawanan Bone
terhadap Belanda, namun Belanda-pun mengirim sekian banyak ekspedisi
untuk meredam perlawanan sampai akhirnya Bone menjadi bagian dari
Indonesia pada saat proklamasi. Di Bone, para raja bergelar Arumpone.

Daftar Arumpone(raja-raja) Bone :


Mata Selompu Mapololiteng [Manurung-ri Matajang] (1392-1424)
La Wumassa Petta Panre BessiE [To' Mulaiye Panreng] (1424-1441)
La Saliwu Karaeng Pelua' [Pasadowakki] (1441-1470)
We Ban-ri Gau Daeng Marawa Arung Majang Makalappi Bisu-ri La Langpili
Patta-ri La We Larang [Malajangi-ri Chiena] (1470-1490)
La Tan-ri Sukki MappajungE (1490-1517)
La Wulio BotoE [MatinroE-ri Itterung] (1517-1542)
La Tan-ri Rawe Bongkange [MatinroE-ri Guchina] (1542-1584)
La Icca' [MatinroE-ri Adenenna] (1584-1595)
La Pattawe [MatinroE-ri Bettung] (15xx - 1590)
We Ténrituppu [Matinroe ri Sidenreng] (1590-1607)
La Ténrirua [Matinroe ri Bantaeng] (1607-1608)
La Ténripale [Matinroe ri Tallo] (1608-1626)
La Ma'darémméng Matinroe ri Bukaka (1626-1643)
Tobala', Arung Tanete Riawang, dijadikan regent oleh Gowa (1643-1660)
La Ma'darémmeng Matinroe ri Bukaka (1667-1672)
La Ténritatta Matinroe ri Bontoala' (Arung Palakka) (1672-1696)
La Patau Matinroe ri Nagauléng (1696-1714)
Bata-ri Toja Daeng Talaga Arung Timurung Datu-ri Chitta Sultana Zainab Zakiyat
ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [MatinroE-ri Tipuluna] (1714-
1715) (masa jabatan pertama)
La Padang Sajati To' Apawara Paduka Sri Sultan Sulaiman ibni al-Marhum Sultan
Idris Azim ud-din [MatinroE-ri Beula] (1715-1720)
Bata-ri Toja Daeng Talaga Arung Timurung Datu-ri Chitta Sultana Zainab Zakiat
ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [MatinroE-ri Tipuluna] (1715)
(masa jabatan kedua)
La Parappa To' Aparapu Sappewali Daeng Bonto Madanrang Karaeng Anamonjang
Paduka Sri Sultan Shahab ud-din Ismail ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din
(1720-1721). Ia menjadi Sulta Gowa [Tumamenanga-ri Sompaopu], Arumpone
Bone, dan Datu Soppeng.
I-Mappaurangi Karaeng Kanjilo Paduka Sri Sultan Siraj ud-din ibni al-Marhum
Sultan 'Abdu'l Kadir (1721-1724). Menjadi Sulta Gowa dengan gelar
Tuammenang-ri-Pasi dan Sultan Tallo dengan gelar Tomamaliang-ri Gaukana.
La Panaongi To' Pawawoi Arung Mampua Karaeng Bisei Paduka Sri Sultan
'Abdu'llah Mansur ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Tuammenang-ri Bisei]
(1724)
Bata-ri Toja Daeng Talaga Arung Timurung Datu-ri Chitta Sultana Zainab Zakiat
ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [MatinroE-ri Tipuluna] (1724-
1738) (masa jabatan ketiga)
I-Danraja Siti Nafisah Karaeng Langelo binti al-Marhum (1738-1741)
Bata-ri Toja Daeng Talaga Arung Timurung Datu-ri Chitta Sultana Zainab Zakiat
ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [MatinroE-ri Tipuluna] (1741-
1749) (masa jabatan keempat)
La Temmassoge Mappasossong To' Appaware' Petta Paduka Sri Sultan 'Abdu'l
Razzaq Jalal ud-din ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [MatinroE ri-
Malimungang] (1749-1775)
La Tan-ri Tappu To' Appaliweng Arung Timurang Paduka Sri Sultan Ahmad as-
Saleh Shams ud-din [MatinroE-ri-Rompegading] (1775-1812)
La Mappatunru To' Wappatunru' Paduka Sri Sultan Muhammad Ismail Mukhtaj
ud-din [MatinroE-ri Lalang-bata] (1812-1823)
I-Maneng Paduka Sri Ratu Sultana Salima Rajiat ud-din [MatinroE-ri Kassi]
(1823-1835)
La Mappaseling Paduka Sri Sultan Adam Nazim ud-din [MatinroE-ri Salassana]
(1835-1845)
La Parenringi Paduka Sri Sultan Ahmad Saleh Muhi ud-din [MatinroE-ri Aja-
benteng] (1845-1858)
La Pamadanuka Paduka Sri Sultan Sultan Abul-Hadi (1858-1860)
La Singkara Rukka Paduka Sri Sultan Ahmad Idris [MatinroE-ri Lalambata]
(1860-1871)
I-Ban-ri Gau Paduka Sri Sultana Fatima [MatinroE-ri Bola Mappare'na] (1871-
1895)
La Pawawoi Karaeng Sigeri [MatinroE-ri Bandung] (1895-1905)
Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaeng Silayar Sri Sultan Ibrahim ibnu Sri
Sultan Husain (1931-1946) (masa jabatan pertama)
Andi Pabenteng Daeng Palawa [MatinroE-ri Matuju] (1946-1950)
Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaeng Silayar Sri Sultan Ibrahim ibnu Sri Sultan
Husain [MatinroE-ri Gowa] (1950-1960) (masa jabatan kedua)
Peta keerajaan Gowa-Tallo <mataram>

You might also like