You are on page 1of 32

JURNAL PRAKTIKUM

KIMIA ANALISIS FARMASI


PERCOBAAN
TITRASI ASAM BASA










O L E H

KELOMPOK : VI
GOLONGAN : I
ASISTEN : MUH.FIRDAUS, S. Farm

LABORATORIUM KIMIA FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

SAMATA GOWA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan asam basa adalah dengan
melalui proses titrasi asidimetri dan alkalimetri. Cara ini cukup
menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan
ketepatannya juga cukup tinggi.
Asidimetri dan alkalimetri adalah proses penentuan banyaknya suatu
larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi
secara lengkap dengan jumlah tertentu yang akan dianalisis. Proses analisis
yang melibatkan pengukuran yang seksama volume-volume suatu asam dan
basa yang saling menetralkan. ( Keenan, 1998 ; 442 )
Titrasi asidimetri dan alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan
larutan standar asam untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya
dipergunakan adalah asam klorida, asam asetat, asam oksalat. Sedangkan
alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang
menggunakan larutan standar basa untuk menentukan asam. (Khopkar, 1990 ;
121 )
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan
untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen
4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa
lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan
tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10
4
.
.
pH berubah secara drastis bila
volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul
ke molekul lain. Dalam air proton biasnya tersolvasi sebagai H
3
O. Reaksi
asam basa bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH
dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada
temperatur.( Susanti dan Wunas ,1995 ; 103 ).
Pada percobaan ini adalah penentuan kadar dengan metode asidimetri
dan alkalimetri menggunakan indikator fenolftalein dan metil jingga, hal ini
dilakukan karena jika menggunakan indikator yang lain adanya kemungkinan
trayek pH-nya jauh dari titik ekuivalen.
Dalam bidang farmasi, asidimetri dan alkalimetri dapat digunakan
untuk menentukan kadar suatu obat dengan teliti karena dengan titrasi ini
penyimpangan titik equivalen lebih kecil sehingga lebih mudah untuk
mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai dengan suatu perubahan warna,
begitu pula dengan waktu yang digunakan seefisien mungkin.

B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penetapan kadar suatu senyawa dengan
menggunakan metode volumetri atau titrimetri
2. Tujuan Percobaan
a. Menentukan kadar natrium bikarbonat dengan menggunakan metode
asidimetri
b. Menetukan kadar asam salisilat dengan menggunakan metode
alkalimetri

C. Prinsip Percobaan
1. Penentuan kadar natrium bikarbonat dengan menggunakan metode
asidimetri berdasarkan reaksi netralisasi dimana sampel yang bersifat
basa dititrasi dengan larutan baku HCL 0,1 N dengan penambahan
indikator metil merah dan titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna dari merah ke bening.
2. Penentuan kadar asam salisilat dengan menggunakan metode alkalimetri
berdasarkan reaksi netralisasi dimana sampel yang bersifat asam dititrasi
dengan larutan baku NaOH 0,1 N dengan penambahan indikator
fenolftalein dan ditandai dengan perubahan warna bening ke merah
muda.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Titrasi adalah suatu metode untuk menetukan konsentrasi zat didalam
larutan. Titrasi dilakukan dengan mereaksikan larutan tersebut dengan larutan
yang diketahui konsentrasinya. Reaksi di lakukan secara bertahap ( tetes demi
tete) hingga tepat mencapai titik stokiometri atau titik setara. ( Sunarya, 2007;
168 )
Asidimetri dan alkalimetri adalah proses penentuan banyaknya suatu
larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi
secara lengkap dengan jumlah contoh tertentu yang akan dianalisis.Contoh
sesuatu yang dianalisis dirujuk sebagai (tak diketahui). Proses analisis yang
melibatkan pengukuran yang seksama volume-volume suatu asam dan basa
yang saling menetralkan. ( Keenan, 1998 ; 442 )
Dalam pengertian Bronsted, asam adalah segala zat yang dapat
memberikan proton, dan basa adalah zat yang dapat menerima proton. Ion
hidroksida, pastinya adalah suatu akseptor proton dan karena itu merupakan
basa Bronsted tetapi ion itu tidak unik. Ion tersebut adalah satu dari banyak
spesies yang dapat mempertunjukkan perilaku dasar. Ketika suatu asam
menghasilkan proton, spesies yang kekurangan harus memiliki sedikit afinitas
proton sehingga merupakan suatu basa. Jadi dalam perlakuan Bronsted kita
menemui pasangan asam basa konjugat :
HB H
+
+ B
Asam Basa
Asam HB secara listrik dapat bersifat netral, anion atau kation (misalnya :
HCL,

) sehingga kita tidak bisa menyebutkan muatan pada HB


maupun B. ( Day & Underwood, 2002; 127 )

Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang
ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang menyetarakan dengan
perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir
titrasi. ( Brady, 1999; 217 )
Dalam memilih suatu asam digunakan dalam larutan standar hendaknya
di perhatikan faktor-faktor berikut :
1. Asam itu harus kuat, yakni sangat terdisosiasi
2. Asam tersebut tidak menguap
3. Larutan asam harus stabil
4. Garam dari asam tersebut harus mudah larut
5. Asam tersebut bukan pengoksidasi yang kuat untuk menghancurkan
senyawa-senyawa organik yang digunakan sebagai indikator.
Asam sulfat dan asam klorida paling banyak digunakan untuk larutan standar
walaupun waupun tidak satupun dari keduanya yang memenuhi syarat
tersebut. Asidimetri merupakan metode titrimetri atau volumetri yang
didasarkan pada pengukuran seksama jumlah volume asam yang digunakan
baik untuk zat-zat organik maupun anorganik. ( Haeria, 2011; 5 )
NaOH merupakan basa yang paling lazim digunakan untuk titrasi asam
basa. NaOH selalu terkontaminasi oleh sejumlah kecil pengotor yang paling
serius diantaranya adalah Na
2
CO
3
. Ketika CO
2
diserap oleh larutan NaOH,
reaksi berlaku dan terjadi :
CO
2
+ 2OH
-


+ H
2
O
Alkalimetri merupakan metode titrimetri yang didasarkan pada pengukuran
seksama jumlah jumlah volume basa yang digunakan. ( Haeria, 2011 ; 6 )

Dalam praktik laboratorium adalah biasa untuk membuat larutan dari
asam dan basa dengan konsentrasi yang diinginkan dan kemudian
menstandarisasi larutan terhadap standar utama. Membuat larutan standar dari
asam klorida bisa dilakukan dengan langsung menimbang sebagian HCL
yang diketahui densitasnya diikuti dengan pengenceran dalam labu
volumetri. Namun, lebih sering larutan asam tersebut di standarisasi dengan
cara yang biasa terhadap standar utama.
Reaksi antara zat yang terpilih sebagai standar utama dan asam atau
basa harus memenuhi syarat-syarat untuk analisis titrimetrik. Selain itu, standar
utama harus memenuhi karakteristik berikut ini:
1. Harus langsung tersedia dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang
diketahui kemurniannya. Secara umum, jumlah total pengotor harus
tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 % dan seharusnya kita bisa menguji
adanya pengotor dengan adanya penguji kualitatif yang diketahui
kepekaannya.
2. Zat tersebut harus mudah mengering dan tidak boleh terlalu higroskopis
karena hal itu dapat mengakibatkan air terikut pada saat penimbangan.
Zat tersebut tidak boleh kehilangan berat saat terpapar udara.
3. Standar utama itu diinginkan memiliki berat ekuivalen yang tinggi
untuk meminimalkan akibat-akibat dari kesalahan saat penimbangan.
4. Asam atau tersebut lebih disukai yang kuat, yakni, sangat terdisosiasi.
Namun demikian, asam atau basa lemah dapat digunakan sebagai
standar utama. (Day and Underwood. 2002 ; 155)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan
untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen
4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa
lemah jika penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan
tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10
4
pH berubah secara drastis bila
volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul
ke molekul lain. Dalam air proton biasnya tersolvasi sebagai H
3
0. Reaksi asam
basa bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan
perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur.
( Susanti dan Wunas, 1995; 96 )
Dalam penetuan titrasi , larutan yang dititrasi disebut titrat. Sedangkan
larutan pentitrasi disebut titran. Titran dituangkan dari buret tetes tetes demi
tetes kedalam larutan titrat sampai titik stokiometri tercapai. Titrasi asam basa
pada dasarnya adalah reaksi penetralan asam oleh basa atau sebaliknya.
Persamaan ion bersihnya adalah :
H
+
(aq)
+ OH
-
(aq)
H
2
O
( l)
Dalam sebuah kurva titrasi asam basa memiliki ciri :
1. Bentuk kurva selalu berupa sigmoid
2. Ketika mendekati titik ekuivalen bentuk kurva tajam
3. Pada titik setara pH sama dengan 7. ( Sunarya, 2002; 171 )
Larutan basa yang akan diteteskan ( titran ) di masukkan ke dalam buret
(pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi
sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam
gelas kimia dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memakai
pipet gondok. Untuk mengamati titik ekuivalen, di akai indikator yang
warnanya di sekitar titik ekuivalen. Data titrasi yang di amati adalah titik akhir
bukan titik ekuivalen.( Sukri, 1999 ; 428 )
Suatu proses didalam laboratorium untuk mengukur jumlah suatu
reaktan yang bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan lainnya, dimana
reaktan pertama ditambahkan secara kontinu ke reaktan kedua di sebut titrasi
reaktan yang ditambahkan tadi disebut sebagai titran dan reaktan yang
ditambahkan titran disebut titer. Sala satu masalah teknis dalam titrasi adalah
titik dimana suatu perubahan dapat diamati, terjadi yang dapat mengidentifikasi
pendekatan yang paling baik dititik equivalen. Secara ideal titik equivalen dan
titik akhir seharusnya identik, tetapi dalam prakteknya jarang sekali ada orang
yang mempu membuat kedua titik tersebut tepat sama, meskipun ada beberapa
hal dari mana perbedaan antara kedua hal tersebut dapat diabaikan.( Snyder,
1996 ; 597 )
Kadang-kadang kita perlu mengetahui tidak hanya atau sekedar pH
akan tetapi kita perlu ketahui juga berperan banyak asam atau basa yang
terdapat di dalam sampel. Sebagai contoh seorang ahli kimia lingkungan
mempelajari suatu danau di mana ikan-ikannya mati. Dia harus mengetahui
secara pasti seberapa banyak asam yang terkandung dalam sampel air danau
tersebut. Titrasi melibatkan suatu proses penambahan suatu larutan yang di
sebut titran dari buret ke suatu flask yang berisi sampel dan disebut analit.
Berhasilnya titrasi asam basa tergantung pada seberapa akurat kita dapat
mendeteksi titik stokiometri. Pada titik tersebut, jumlah mol dari H
3
O
+
dan
OH
-
yang ditambahkan sebagai titran adalah sama dengan jumlahmol dari OH
-

yang ditambahkan sebagai titran adalah sama dengan jumlah mol dari OH
-
atau
H
3
O
+
yagn terdapat dalam analit. Pada titik stokiometri, larutan terdiri dari
garam dan air. Larutan tersebut adalah asam apabila ion asam yang terkandung
di dalamnya, dan basa apabila ion basa yang terkandung didalamnya. (Atkins,
1997 ; 550)
Misalkan kita ingin menetukan molaritas dari suatu larutan HCL yang
tidak diketahui konsentrasinya. Kita bisa menentukan konsentrasi HCL
tersebut melalui suatu prosedur yang di sebut titrasi. Dimana kita menetralisasi
suatu asam dengan suatu basayang telah diketahui konsentrasinya. Pada titrasi,
pertama-tama kita menempatkansuatu asam yang volumenya telah ditentukan
kedalam suatu flask.dan tambahkan beberapa indikator seperti fenolftalein,
kedalam larutan asam. Dalam larutan asam, fenolftalein tidak berwarna.
Kemudian buret kita isi dengan NaOH yang konsentrasinya telah diketahui,
dan dengan hati-hati NaOH di tambahkan ke asam pada flask. Kita bisa
mengetahui bahwa netralisasi telah berlangsung ketika fenolftalein dalam
larutan berubah warna menjadi merah muda. ini disebut titik akhir netralisasi.
( Timberlake, 2004; 354 )
Analisis mendapat keuntungan dari perubahan pH yang besar yang
terjadi dalam titrasi untuk penetuan saat kapan titik ekuivalen dicapai. Ada
banyak asam dan basa organik lemah yang bentuk tak terurainya dan bentuk
ioniknya memiliki warna yang berbeda. Molekul tersebut bisa digunakan untuk
menentukan kapan penambahan titran telah mencukupi dan dinamakan
indikator visual. Sebuah contoh sederhana adalah p-nitro fenol pada Gambar
6.0 yang merupakan asam lemah yang terurai sebagai berikut:




Gambar 6.0 p-nitrofenol
Bentuk tak terurai p-nitrofenol tidak berwarna ,tetapi ionnya, yang
mempun yai suatu sistem pengubah ikatan tunggal dan ganda, berwarna
kuning.
Indikator fenolftalein yang ditunjukkan dalam Gambar 6.1 merupakan
asam diprotik dan tidak berwarna. Indikator ini terurai dahulu menjadi bentuk
tidak berwananya dan kemudian dengan hilangnya proton kedua menjadi ion
dengan sistem terkunjat , menghasilkan warna merah.














Gambar 6.1. Fenolftalein
Metil oranye, indikator lainnya yang banyak digunakan, merupakan
basa dan berwarna kuning dalam bentuk molekulnya. Penambahan proton
menghasilkan kation yang berwarna merah muda.( Day&Underwood, 2002;
141-142 ).
Yang menyebabkan indikator asam basa berubah warnanya bila pH
lingkungannya berubah adalah :
a. Indikator asam basa ialah organik lemah, atau basa organik lemah. Jadi
dalam larutan mengalami kesetimbangan pengionan.
b. Molekul molekul indikator tersebut mempunyai warna yang berbeda
dengan warna ion-ionnya
c. Letak trayek pH pada pH tinggi atau rendah atau tengah tergantung dari
besar kecilnya Ka atau Kb undikator yang bersangkutan.
d. Terjadi trayek merupakan akibat kesetimbangan dan karena
kemampuan mata untuk membedakan campuran warna-warna.
Perubahan warna indikator terjadi, karena pengionannya membawa
perubahan struktur yaitu struktur molekul dan ionnya berbeda.
Perbedaan struktur bentuk asam dan bentuk basa,itu karenanya
mengakibatkan perbedaan warna. Hal ini terjadi karena bentuk yang
mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi umumnya bentuk yang
berwarna. Konjugasi menyebabkan energi yang diperlukan untuk
meningkatkan elektron lebih rendah, sehingga cukup dipenuhi oleh
sinar tampak. Maka sebagian dari sinar putih diserap dan zat menjadi
berwarna. Zat yang tak berwarna menyerap energi yang lebih besar dan
hanya tercukupi oleh sinar uv, sehingga sinar putih tidak dipengaruhi
dan tidak timbul warna. (http:ripani musyaffalab.com).
Perubahan warna suatu indikator tergantung konsentrasi ion hidrogen
(H
+
) yang ada dalam larutan dan tidak menunjukkan kesempurnaan reaksi
atau ketetapan netralisasi. Indikator pH asam basa adalah suatu indikator atau
zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungan berubah. Misalnya biru
brometil (BB), dilarutkan asam menjadi warna kuning, tetapi dalam larutan
basa menjadi biru. Tabel 6.3 mendaftarkan beberapa indikator asam basa
bersama dengan rentang pH meraka .
INDIKATOR DAERAH pH
WARNA
ASAM BASA

Kuning metil
Biru brom fenol
Metil jingga
Hijaubrom kresol
Metil merah
Ungubrom timol
Biru brom timol
Merah fenol
Merah kresol
Fenolftalein
Timolftalein
Alizarin kuning R
1,3,5-trinitrobenzena

2,9 - 4,0
3,0 4,6
3,2 4,4
4,0 5,4
4,2 - 6,2
5,2 6,8
6,0 7,6
6,8 8,2
7,2 8,9
8,0 10,0
8,6 10,0
10,1- 12,0
12,0 14,0

Merah
Kuning
Merah muda
Kuning
Merah
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Tidak berwarna
Tidak berwarna
Kuning
Tidak berwarna

Kuning
Biru
Kuning
Biru
Kuning
Ungu
Biru
Merah
Merah
Merah
Biru
Violet
Oranye
Tabel 6.3. Berapa indikator asam basa ( Day and underwood, 2002;143 )
Seperti yang diketahui sebelumnya, dalam stokiometri titrasi titik
ekuivalen dari reaksi netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam dan basa
keduanya setara, yaitu dimana keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam
titrasi suatu larutan yang akan di netralkan, misalkan asam di tempatkan dalam
flask. Bersamaan dengan beberapa tetes indikator asam basa. Kemudian larutan
lainnya ( misalnya basa ) yang terdapat di dalam buret, di tambahkan ke asam.
Pertama-tama ditambahkan cukup banyak kemudian dengan tetesan hingga
titik ekuivalen. Titik ekuivalen terjadi pada saat terjadi perubahan warna pada
indikator. Titik pada titrasi dimana indikator warnanya berubah di sebut titik
akhir titrasi. ( Petrucci, 1997 ; 636 )
Asam dan basa kuat terurai sempurna dalam larutan berair. Oleh karena
itu, pH pada berbagai titik selama titrasi dapat di hitung langsung dari jumlah
stokiometri asam dan basa yang di biarkan beraksi. Pada titik ekuivalen, pH
ditentukan oleh tingkat terurainya air. Pada 25 % pH air murni adalah 7,00.
Contoh kurva titrasi asam kuat-basa kuat: 50 ml HCL 0,10 M dititrasi
dengan NaOH 0,10 M yang ditunjukkan dalam gambar 6.4. Daerah yang
diarsir merupakan rentang dimana ketiga indikator visual berubah warna.
Nampaknya saat asam kuat di titrasi, penambahan pH yang besar pada titik
ekuivalen cukup untuk melebarkan rentang dari ketiga indikator. Oleh karena
itu, tiap tiap indikator ini akan berubah warna dengan satu atau dua tetes pada
titik ekuivalen.









Gambar 6.4 Kurva titrasi asam kuat-basa kuat: 50 ml HCl 0,10 M dititrasi
dengan NaOH 0,10 M
Kurva titrasi untuk basa kuat yang dititrasi dengan asam kuat. Misalnya
NaOH dengan HCL, akan sama persis dengan kurva pada Gambar 6.4. jika
pOH diplot vs volume HCL. Jika pH di plot, kurva dalam Gambar 6.4 hanya
dibalik, dimulai pada nilai yang tinggi dan menurun hingga pH yang rendah
setelah titik ekuivalen. ( Day and Underwood. 2002 ; 129-133)
Titrasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk
menentukan jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa.
Kebanyakan asam dan basa organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan
berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa organik tidak larut dalam
air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam pelarut
organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam
basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku
asam kuat misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan
basakuat misalnya NaOH. Tiik akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan
bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan bantuan
peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer. ( Khopkar,
1990 ; 128 )
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan
untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen
4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa
lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan
tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10
4
.
pH berubah secara drastis bila
volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul
ke molekul lain. Dalam air proton biasnya tersolvasi sebagai H
3
O. Reaksi
asam basa bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH
dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada
temperatur.( Susanti dan Wunas ,1995 ; 103 )
Titrasi asam basa sering disebut asidimetri dan alkalimetri, sedang untuk
titrasi pengukuran lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan-
imetri. Kata metri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu proses seni
mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu dengan atau
dari (with atau off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata
Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun
pengukuran dengan asam (yang diukur dalam jumlah basa atau garam).
(Khopkar,1990 ;124)
Dalam teori ionisasi, suatu larutan netral mengandung jumlah ion
hidrogen dan ion hidroksida (H
+
dan CH
-
) Reaksi netralisasi mempunyai nilai
yang berarti untuk analisa kuantitatif harus berjalan sedemikian sempurna,
reaksi ini dapat disimpulkan dengan cara-cara seperti misalnya : dengan
pembentukan suatu zat dengan derajat disosiasi yang kecil, dengan
membebaskan gas dari suatu reaksi dengan pembentukan endapan dari suatu
reaksi dengan membebaskan suatu ion kompleks dengan menambah suatu
pereaksi yang berlebihan.
Pada reaksi netralisasi terjadi reaksi yang sempurna seperti ditunjukkan
pada reaksi berikut :
H
+
Cl
-
+ Na
+
CH
-
Na
+
Cl
-
+ H
2
O
Dalam hal titrasi asam klorida dengan larutan natrium hidroksida terdapat
ion hidrogen yang berlebihan dalam larutan asam klorida sampai tepat pada
waktu penambahan larutan NaOH dalam jumlah yang setara. Pada titik
stelkiometri atau titik akhir, ion hidrogen yang ada dalam larutan hanya berasal
dari disosiasi molekul air.
Asidimetri dan alkalimetri termasuk penetapan titri metri dengan
reaksi netralisasi.
H
+
+ OH
-
H
2
O
Asidimetri merupakan metode titrimetri yang didasarkan pada
pengukuran seksama jumlah volume asam yang digunakan, baik untuk zat-zat
organik maupun zat anorganik. Alkalimetri merupakan metode titrimetri yang
didasarkan pada pengukuran seksama jumlah volume basa yang digunakan
indikator untuk metode netralisasi ini biasanya digunakan senyawa organik
yang kompleks. Penambahan warna indikator pada titrasi tergantung pada ion
H
+
. Senyawa organik ini dapat berupa senyawa suatu asam atau basa yang
sempurna mempunyai warna berbeda pada pH tertentu.( Sukri, 1990; 425 ).
B. Uraian Bahan
1. Air suling ( Dirjen POM, 1979 ; 96 )
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling, aquadest
Rumus molekul : H
2
O
Berat molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Asam klorida ( Dirjen POM, 1979 ; 49 )
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam klorida
Rumus molekul : HCl
Rumus molekul : 36,46
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang,
jika diencerkan bau dan asap menghilang.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan

3. Asam Salisilat ( Dirjen POM, 1979 ; 56 )
Nama resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Nama lain : asam salisilat
Rumus molekul : C
7
H
6
O
3
Berat molekul : 138,12
Pemerian : hablur ringan tidak berwarna atau serbuk
berwarna putih, rasa agak manis, tajam
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian
etanol (95%) P. Mudah larut dalam kloroform
dan eter.
Berat setara : 1 ml natrium hidroksida 0,5 N setara dengan
69,06 mg C
7
H
6
O
3

Rumus bangun :

Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 99,5 % C
7
H
6
O
3

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : sebagai sampel

4. Alkohol ( Dirjen POM, 1979; 65 )
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol
Rumus molekul : C
2
H
6
O

Berat molekul : 46,07
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap,
bau khas, rasa panas
Kelarutan : sangan mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : sebagai pelarut

5. Fenolftalein ( Dirjen POM, 1979 ; 675)
Nama resmi : PHENOLFTALEIN
Nama lain : Fenolftalein
Rumus molekul : C
20
H
14
O
4

Berat molekul : 318,32
Trayek pH : 8,3 sampai 10,0
Rumus bangun :




Pemerian : Serbuk hablur putih, putih atau kekuningan, larut
dalam etanol, agak sukar larut dalam eter
Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai larutan indikator.

6. Metil merah ( Dirjen POM, 1979 ; 1124 )
Nama resmi : METHYL RED
Nama lain : Metil merah
Rumus molekul : C
14
H
14
N
3
NaO
3
S
Berat molekul : 327,33
Pemerian : Serbuk merah gelap atau hablur lembayung
Kelarutan : Mudah larut dalam air panas, sukar larut dalam air
dingin, sangat sukar larut dalam etanol


Rumus bangun :
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai indikator asam basa

7. Natrium hidroksida ( Dirjen POM, 1979 ; 412)
Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama lain : Natrium hidroksida
Rumus molekul : NaOH
Berat molekul : 40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping,
kering, rapuh dan mudah meleleh basah. Sangat
alkalis dan korosif. Segera menyerap CO
2


Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%) .
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat tambahan

8. Natrium bikarbonat ( Dirjen POM, 1979 ; 424)
Nama resmi : NATRII SUBCARBONAS
Nama lain : Natrium bikarbonat
Rumus molekul : NaHCO
3

Berat molekul : 84,01
Pemerian : serbuk putih,buram, rasa asin dan tidak berbau
Kelarutan : larut dalam 11 bagian air.
Penetapan kadar : larutkan 1 g yang ditimbang seksama dalam 20
ml air. Titrasi dengan asam klorida 0.5 N
menggunakan indikator larutan jingga metil P
Berat setara : 1 ml asam klorida 0,1 N setara dengan 8,40 mg
NaHCO
3

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat tambahan

C. Prosedur Kerja ( Haeria, 2011; 6 )
1. Pembuatan dan standarisasi larutan
a. Pembuatan larutan HCL 0,1 N
Masukkan kedalam labu terukur tersumbat kaca 1000 ml air suling.
Tambahkan sekitar 8,5 ml asam klorida pekat kedalam air suling.
Sumbat labu, homogenkan larutan dengan mengguncang dan
membalikkan labu. Cukupkan volumenya hinga 1000 ml. Pindahkan
ke dalam botol yang bersih, bubuhkan label.
b. Standarisasi larutan HCL 0,1 N dengan Na
2
CO
3

Timbang sekitar 150 mg sampel Na
2
CO
3
murni yang telah di
keringkan sebelumnya pada suhu 270
o
C selama 1 jam. Larutkan
dalam 50 ml air suling dan tambahkan 2 tetes merah metil. Titrasi
pelan-pelan dengan HCL sambil di kocok teratur sampai timbul merah
muda. Panaskan larutan hingga mendidih dan titrasi dilanjutkan
sampai warna merah tidak hilang dengan pemanasan. Perlakuan
diulang 2 kali. Hitung normalitasnya.
1 ml HCL 0,1N setara dengan 5,299 mg NA
2
CO
3

c. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N
Larutkan 4,5 mg NaOH dalam 950 ml air suling bebas CO
2
.
Tambahkan larutan jenuh BaCl
2
yang baru dibuat sampai tidak
terbentuk endapan lagi.kocok baik-baik dan biarkan dalam botol
tertutup selama 1 malam, enap tuangkan cairan bening dan saring.
d. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N
Timbang 500 mg Kalium Biftalat yang telah dikeringkan pada suhu
105
o
C selama 3 jam. Larutkan dalam 15 ml H
2
O bebas CO
2
.
Tambahkan 2 tetes indikator fenolftalein dan titrasi dengan larutan
NaOH hingga terbentuk warna merah tetap. Pelakuan di ulangi 2 kali
lagi. Hitung Normalitasnya.
( tiap ml larutan NaOH 0,1 N sama dengan 20,42 mg C
8
H
5
KO
4
)
2. Penetapan sampel
a. Penetapan Natrium Bikarbonat
Timbang seksama kurang lebih 300 mg NaHCO
3
, campur dengan 25
ml air.Tambahkan merah metil dan titrasi dengan Asam Klorida 0,1 N
b. Penetapan kadar Asam Salisilat
Timbang 400 mg sampel , larutkan dalam 10 ml etanol netral.
Tambahkan 15 ml air suling dan titrasi dengan NaOH 0,1 N
menggunakan indikator fenolftalein.
( 1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 13,81 mg asam salisilat )







BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain : buret, botol semprot, corong,
erlenmeyer, gelas ukur, klem, karet penghisap, pipet volum, statif, sendok
tanduk, dan timbangan analitik.
Bahan yang digunakan antara lain : aquadest, asam salisilat,asam
klorida, etanol, fenolftalein, metil merah, natrium hidroksida 0,1086 N,
natrium bikarbonat.

B. Cara Kerja
1. Pembuatan larutan baku
a. Larutan baku HCL 0,1 N
Disiapkan alat dan bahan. Dimasukkan 1000 ml air suling kedalam
labu terukur tersumbat kaca. Ditambahkan sekitar 8,5 ml asam klorida
pekat kedalam air suling. Disumbat labu, lalu dihomogenkan larutan
dengan mengguncang dan membalikkan labu. Dicukupkan volumenya
hinga 1000 ml. Dipindahkan ke dalam botol yang bersih. Dibubuhkan
label.
b. Larutan baku NaOH 0,1 N
Disiapkan alat dan bahan. Dilarutkan 4,5 mg natrium hidroksida
dalam 950 ml air suling bebas CO
2
. Ditambahkan larutan jenuh
barium klorida sampai tidak terbentuk endapan. Dikocok baik-baik
dan dibiarkan dalam botol tertutup selama 1 malam, enap tuangkan
cairan bening dan saring.
2. Standarisasi larutan baku
a. Standarisasi larutan HCl 0,1 N dengan Na
2
CO
3

Disiapkan alat dan bahan. Ditimbang sekitar 150 mg sampel Natrium
Bikarbonat murni yang telah di keringkan sebelumnya pada suhu 270
o
C selama 1 jam. Dilarutkan dalam 50 ml air suling dan ditambahkan 2
tetes merah metil. Kemudian dititrasi pelan-pelan dengan Asam
Klorida sambil di kocok teratur sampai timbul merah muda.
Dipanaskan larutan hingga mendidih dan titrasi dilanjutkan sampai
warna merah tidak hilang dengan pemanasan. Perlakuan diulang 2
kali. Dihitung normalitasnya.
1ml HCl 0,1N setara dengan 5,299 mg NA
2
CO
3

b. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N
Disiapkan alat dan bahan. Ditimbang 500 mg Kalium Biftalat yang
telah dikeringkan pada suhu 105
o
C selama 3 jam. Dilarutkan dalam
15 ml H
2
O bebas CO
2
. Ditambahkan 2 tetes indikator fenolftalein dan
dititrasi dengan larutan Natrium Hidroksida hingga terbentuk warna
merah tetap. Diulangi perlakuan 2 kali lagi. Dihitung normalitasnya.
Tiap ml larutan NaOH 0,1 N sama dengan 20,42 mg C
8
H
5
KO
4

3. Pembuatan indikator metil merah dan fenolftalein
a. Pembuatan indikator metil merah
Disiapkan alat dan bahan. Dihangatkan 25 mg merah metil P dengan
0,95 ml larutan natrium hidroksida 0,05 N dan 5 ml etanol (95%) P .
Setelah larut sempurna, ditambahkan etanol (50%) P secukupnya
hingga 250,0 ml
b. Pembuatan indikator fenolftalein
Disiapkan alat dan bahan. Dilarutkan 200 mg fenolftalein P dalam 60
ml etanol ( 90% ) P. Ditambahkan air secukupnya hingga 100,0 ml.
4. Penetapan sampel
a. Penetapan sampel Natrium Bikarbonat ( Asidimetri )
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Ditimbang Natrium
Bikarbonat 300 mg diatas neraca analitik. Kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyer. Lalu ditambahkan aquadest sebanyak 25 ml.
Ditambahkan 2-3 tetes metil merah. Dititrasi dengan Asam Klorida 0,1
N hingga berubah warna menjadi kuning. Dicatat volume titran yang
digunakan. Dihitung persen kadar. Diulangi perlakuan 1 kali.
b. Penetapan sampel Asam Salisilat ( Alkalimetri )


Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Ditimbang Asam
Salisilat 400 mg diatas neraca analitik. Kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyer. Lalu ditambahkan etanol netral 10 ml kocok
hingga larut. Ditambahkan 15 ml aquadest. Ditambahkan 2-3 tetes
indikator fenolftalein. Dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N
hingga terjadi perubahan warna dari bening ke merah muda. Dicatat
volume titran yang digunakan. Dihitung persen kadar. Diulangi
perlakuan 1 kali.























BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A. Tabel Pengamatan
1. Asidimetri
No Sampel Berat Sampel
Volume
Titran
Perubahan
Warna
1 Asam salisilat 0,4010 g 32 ml
Kuning-merah
muda
2 Asam salisilat 0,4013 g 31,5 ml
Kuning
merah muda

2. Alkalimetri
No Sampel Berat Sampel
Volume
Titran
Perubahan
Warna
1
Natrium
bikarbonat
0,3045 g 43,0 ml
Bening-
merahmuda
2
Natrium
bikarbonat
0,3039 g 41,5 ml
Bening-
merahmuda

B. Perhitungan
1. Asidimetri
a. Mgrek NaHCO
3
Mgrek HCL
mg
BE
= N x V
mg
84,01
= 0,098 N x 43 ml
mg = 354,018 mg
= 0,3540 g
% kadar NaHCO
3
=
berat sampel praktek
berat sampel teori
x 100 %
=

x 100 %
= 116,26 %
b. Mgrek NaHCO
3
Mgrek HCL
mg
BE
= N x V
mg
84,01
= 0,098 N x 41,5 ml
mg = 341,668 mg
= 0,34167 g

% kadar NaHCO
3
=
berat sampel praktek
berat sampel teori
x 100 %
=

x 100 %
= 112,43 %

c. % kadar rata-rata =
116,26 112,34
2

= 72,43 %

2. Alkalimetri
a. Mgrek Asam salisilat Mgrek NaOH

mg
BE
= N x V

mg
138,12
= 0,1086 N x 32 ml
mg = 479,99 mg
= 0,479 g
% kadar asam salisilat

=
berat sampel praktek
berat sampel teori
x 100 %
=

x 100 %
= 119,45 %

b. Mgrek Asam salisilat Mgrek NaOH

mg
BE
= N x V

mg
138,12
= 0,1086 N x 31,5 ml
mg = 472,494 mg
= 0,4725 g

c. % kadar asam salisilat

=
berat sampel praktek
berat sampel teori
x 100 %
COOH
COOH
COOH

OH
COONa

OH
=

x 100 %
= 117,74 %

d. % kadar rata-rata =
119,45 117,74
2

= 178,32 %

C. Reaksi
1. Asidimetri
a. Reaksi dengan HCL
NaHCO
3
+ HCL NaCL + H
2
O + CO
2

b. Reaksi dengan indikator Metil Merah

( CH
3
)
2
N N= N + HCL

(NH3)2 N=N + H
2
O

2. Alkalimetri
a. Reaksi dengan NaOH
+ NaOH + H
2
O


b. Reaksi dengan indikator

+ 2NaOH


+ H
2
O




OH
OH
ONa
ONa

BAB V
PEMBAHASAN
Asidimetri adalah metode volumetri dan titrimetri yang didasarkan pada
pengukuran seksama jumlah volume asam yang digunakan. Baik untuk zat-zat
organik maupun untuk zat-zat anorganik. Sedangkan alkalimetri adalah metode
titrimetri yang didasarkan pada pengukuran seksama jumlah volume basa yang
digunakan. Asidimetri dan alkalimetri adalah proses penentuan banyaknya suatu
larutan dengan konsentrasi yang di ketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara
lengkap dengan jumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Prosedur analisis
yang melibatkan pengukuran yang seksama, volume-volume suatu asam dan suatu
basa yang tepat saling menetralkan.
Dalam percobaan ini digunakan dua metode yaitu metode asidimetri dan
metode alkalimetri. Untuk metode asidimetri mula-mula ditimbang NaHCO3
sebanyak 300 mg. Kemudian dilarutkan dengan 25 ml aquadest . Ditambah 2-3
tetes indikator metil merah dan dititrasi dengan NaOH 0,098 N. Diamati
perubahan warnanya hingga tetap dan dicatat volume titrasinya dihitung kadar dan
persentase kadarnya. Sedangkan pada metode alkalimetri digunakan 400 mg
sampe asam salisilat . kemudian ditambahkan 10 ml etanol netral yang dibuat
dengan mencampur etanol dengan indikator fenolftalein hingga warnanya tetap.
Lalu ditambah 15 ml H20 dan dititrasi dengan NaOH 0,1086 N hingga larutan
berwarna jingga dan dicatat volume titrannya kemudian dihitung kadar dan
persentasenya. Diulangi perlakuan satu kali.
Adapun hasil dari percobaan yang telah di peroleh adalah persen kadar
rata-rata untuk percobaan asidimetri NaHCO3 ialah 116,26 %. Hal ini tidak sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa % kadar NaHCO3 tidak kurang dari
99% dan tak lebih dari 101,0%. Sedangkan untuk percobaan alkalimetri, persen
kadar rata-rata asam salisilat ialah 178,329 % hal ini tidak sesuai dengan literatur
yang menyatakan persen kadar asam salisilat tidak kurang dari 99,5 % dan tidak
lebih dari 101 %.
Dalam metode asidimetri natrium bikarbonat merupakan dititrasi dengan
asam untuk menetralkan garamnya. Karena natrium bikarbonat merupakan garam
yang bersifat basa sehingga dalam penetapan kadarnya ditentukan secara
asidimetri. Penggunaan indikator metil merah yang merupakan garam natrium
dimana dalam larutan baku banyak terionisasi dan dalam lingkungan alkalin
ionnya memberikan warna bening sehingga apabila bereaksi dengan HCL sebagai
titran akan mengalami perubahan warna dari bening menjadi jingga. Sedangkan
pada asam salisilat di gunakan untuk menetralkan asamnya karena sifatnya yang
asam maka digunakan metode alkalimetri. Penambahan etanol netral pada
alkalimetri di gunakan sebagai pelarut untuk asam salisilat yang tidak larut dalam
aquadest. Dan dalam penentuan kadar asam salisilat digunakan indikator PP
karena titik akhir akan terbentuk garam yang netral dari asam lemah dan basa
kuat. Dimana garam berupa asam salisilat dalam air akan terhidrolisissehingga
larutan akan lebih banyak mengandung OH
-
dan pada pH 7, maka indikator yang
digunakan adalah yang mempunyai interval pH 8 9,5. Titik akhir titrasi ditandai
dengan adanya perubahan warna yang ditandai dengan adanya perubahan warna
dari bening ke merah muda.
Larutan basa yang akan diteteskan ( titran ) dimasukkan ke dalam buret
dan jumlah yang di pakai diketahui dari tinggi sebelum da sesudah di titrasi .
larutan asam yang di titrasi di masukkan ke dalam erlenmeyer dengan mengukur
volume terlebih dahulu dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati titik
equivalen, dipakai indikator yang warnanyadi sekitar titik equivalen. Titik
ekuivalen terjadi pada saat terjadi perubahan indikator. Pada titrasi yang diamati
adalah titik akhir bukan titik equivalen.
Adapun alasan menggunaan alat yaitu, untuk buret sebagai media
penampung titran( larutan baku) dan mengetahui volume titrasi , bola hisap
digunakan untuk menyedot sampel atau pereaksi kedalam suatu pipet volume
secara saksama, pipet tetes untuk meneteskan / menambahkan larutan indikator
dengan volume yang sedikit dan tidak seksama., erlenmeyer sebagai wadah
larutan titer, neraca analitik untuk menimbang berat sampel yang di tentukan,
statif dan klem sebagai penegak berdirinya buret.
Pada percobaan alkalimetri digunakan indikator Fenolftalein yang
merupakan indikator yang dibuat dengan cara kondensasi anhidrida ftalein (asam
ftalat) dengan fenol. Trayek pH 8,2 10,0 dengan warna asam yang tidak
berwarna dan berwarna merah muda dalam larutan basa. Penggunaan PP dalam
titrasi yaitu :
1. Tidak dapat digunakan dalam titrasi asam kuat oleh basa kuat. Karena
pada titik equivalen tidak tepat memotong pada bagian curam dari kurva
titrasi hal ini disebabkan karena titrasi saling menetralkan sehingga akan
berhenti pada pH 7, sedangkan warna berubah pada pH 8
2. Titrasi asam lemah oleh basa kuat karena pada pH 9 untuk konsentrasi 0,1
M
3. Titrasi basa lemah eleh asam kuat,tidak dapat dipakai.
4. Titrasi garam oleh asam lemah oleh asam kuat. Fenolftalein tidak dapat di
pakai. Prayek pH tidak sesuai dengan titik equivalen.
Sedangkan pada percobaan asidimetri digunakan indikator metil merah
yang merupakan indikator asam basa yang memiliki trayek pH 4,2 6,3 dengan
warna merah dalam suasana asam dan berwarna kuning dalam suasana basa.
Penggunaan metil merah dalam titrasi:
1. Asam kuat dengan basa kuat tidak dapat di pakai karena pada pH 6,3
sudah terjadi perubahan belum mencapai pH 7
2. Asam lemah dengan basa kuat tidak disarankan untuk di pakai karena titik
equivalen pada pH 7 sedangkan indikator berubah pada pH 9
3. Basa kuat dan asam kuat. Tidak disarankan untuk dipakai karena titik
equivalen pada pH 7 sedangkan indikator baru berubah pada pH 6,3.
4. Garam asam lemah dan asam kuat. Tidak baik karena sebelum pada pH 5
indikator sudah berubah warnanya
Penggunaan NaOH pada metode alkalimetri karena merupakan metode
titrimetri dan volumetri yang didasarkan pada pengukuran seksama jumlah
volume basa ( NaOH ) begitupun sebaliknya asidimetri merupakan metode
titrimetri berdasarkan pengukuran seksama jumlah volume asam (HCL) sebagai
larutan baku. NaOH dan HCL juga merupakan basa kuat dan asam kuat.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga hasil yang didapatkan
tidak sesuai dengan literatur ialah kurang telitinya praktikan melihat volume titran
dan menimbang bahan, bahan yang tdak steril dan kurang teliti pada saat
mengamati perubahan warna pada saat mentitrasi larutan.
Dan adapun hubungan antara titrasi asam basa dalam dunia farmasi yaitu
sebagian sediaan obat dapat bersifat asam atau basa sehingaa metode ini sangat
penting sehingga dapat disesuaikan dengan metabolisme obat di dalam tubuh, dan
untuk menentukan konsentrasi atau kadar dari suatu sedian obat yang akan di
buat.
























BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar NaHCO3 pada metode asidimetri yaitu 116,26 %, hal ini tidak
sesuai dengan literatur yang menyatakan % kadar dari NaCO3 tidak
kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari101,0 %
2. Kadar asam salisilat dari metode alkalimetri yaitu 178,75 %, hal ini
berbeda dengan farmakopeyang menyatakan % kadar asam salisilat
tidak kurang dari 99,5 % dan tidak lebih dari 101,0 %.

B. Saran
1. Untuk laboratorium
Alat dan bahan sebaiknya dilengkapi dan jumlah di perbnyak agar
praktikum dapat berjalan dengan baik
2. Untuk asisten
Pertahankan keakraban dan keramahan terhadap praktikan .
Tetap semangat.













DAFTAR PUSTAKA

Atkins,Peter and Lorette. Chemistry Molekul and Changes. New York; Freeman
and Company. 1997
Brady,James. Kimia Universitas Asas Dan Struktur. Jakarta ; Binarupa Aksara.
1999
Dirjen POM. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI. 1979
Day,R.A dan A.L.Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta; Erlangga. 2002
Haeria. Penuntun Kimia Analitik. Makassar ; UIN Press. 2011
Keenan,C.W. Kimia Untuk Universitas. Jakarta; Erlangga. 1998
Khopkar, S.M., (1990), Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta: UI press.
Petrucci, Ralph. and Wilias.S. Harwood. General Chemistry. New Jersey;
Prentice Hall.1997
Sukri.Kimia Dasar 2. Bandung; ITB. 1999
Susanti, S dan Yeanny Wunas. Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar :
LEMBAGA PENERBITAN UNHAS.1995
Snyder, Milton.K. Chemistry Structure and Reaction. New York; Holt.1996
Sunarya, Yayan. Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Bandung; Invers.2007
Timberlake,Keren.C. General, Organik and Biological Chemistry. San Fransisco;
Pearson Benjamin Cummings. 2004


SKEMA KERJA

A. Metode Asidimetri
300 mg NaHCO3


Erlenmeyer


+ H
2
O 25 ml



+ 2-3 tetes metil merah


HCL 0,1 N












Titrasi hingga warna berubah dari merah ke bening



Catat volume titrasi



Hitung % kadar


Ulangi perlakuan satu kali





B. Alkalimetri

400 mg Asam Salisilat


Erlenmeyer


+ etanol netral



+ 15 ml aquadest


+ 2-3 tetes indikator Fenolftalein









Titrasi dengan NaOH 0,1 N
hingga warna berubah menjadi pink



Catat volume titrasi



Hitung % kadar


Ulangi perlakuan satu kali

You might also like