You are on page 1of 20

1

ASPEK PERPAJAKAN AGRICULTURE


(IAS 41 AGRICULTURE)

DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Latar Belakang
Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan Pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 Forum Kesepakatan no.15: to call on the accounting standard setters to work urgently with supervisors and regulators to improve standards on valuation and provisioning and achieve a single set of high quality global accounting standards.

Pendahuluan
Konvergensi IFRS bukanlah sekedar masalah akuntansi. Sesuai dengan kesepakatan G20, konvergensi standar akuntansi keuangan juga sebaiknya bersinergi diantaranya dengan peraturan perpajakan. y g p p p j Dibutuhkan kerjasama yang lebih erat antara DJP dengan IAI agar terdapat sinkronisasi antara peraturan perpajakan dengan standar akuntansi. Bersifat principles-based yang banyak menekankan pada interpretasi dan penerapan prinsip akuntansi dan membutuhkan judgement, untuk menentukan bagaimana suatu transaksi keuangan dicatat. Penilaian pada substansi transaksi dan evaluasi apakah laporan keuangan mencerminkan realitas ekonomi.

Karakteristik IFRS
Karakteristik IFRS Banyak menggunakan konsep fair value untuk dasar pengukuran dengan penekanan pada ukuran yang andal (harga pasar). Lebih banyak p g g p y pengungkapan. Manfaat konvergensi IFRS : Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability). Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

IAS 41 AGRICULTURE
Mengatur aset biolojik dan persediaan yang dihasilkan oleh aset biolojik biolojik. Aset biolojik contoh: tanaman dan hewan. Di Indonesia standar akuntansi yang terkait adalah PSAK 14: Persediaan atau PSAK 16: Aset Tetap.

Aspek Perpajakan Sektor Agriculture


Aspek Perpajakan sektor Agriculture sama seperti sektor lain. Pengaturan tersendiri atas Penyusutan Harta Berwujud (Aset Tetap) sektor Agriculture (PMK 249/PMK.03/2008).

Aset Tetap
Sumber: PSAK 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang KUP PMK Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva g Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan

Menurut PSAK 16 Paragraf 6: Aset tetap adalah aset berwujud yang: dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

Aset Tetap
No 1 Keterangan Komponen biaya perolehan pada pengukuran awal PSAK 16 (Revisi 2007) Termasuk estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset dan restorasi (Par 16) Biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dari pembangunan atau akuisisi aset tetap (Paragraf 17) Peraturan Perpajakan Tidak mengakui adanya biaya estimasi Pasal 10 ayat (1) UU PPh: Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. Model Biaya Harga perolehan adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan [Pasal 10 ayat (1) UU PPh]

Model Biaya Pengukuran setelah pengakuan Model Revaluasi (Paragraf 29) awal

Aset Tetap
No 3 Keterangan Revaluasi PSAK 16 (Revisi 2007) Tidak diperlukan adanya persetujuan dari Dirjen Pajak. Revaluasi tidak harus terhadap keseluruhan aset tetap, tapi revaluasi aset menurut kelompok aset tertentu. (Par. 36) Diperbolehkan melakukan revaluasi secara bergantian antara kelompok aset tetap yang berbeda (rolling basis). Peraturan Perpajakan Memperoleh ijin dari Dirjen Pajak terlebih dahulu. (PMK 79/2008) Revaluasi dilakukan terhadap seluruh aktiva tetap berwujud. (Termasuk tanah atau tidak termasuk tanah) Tidak dikenal adanya rolling basis (Termasuk tanah atau tidak termasuk tanah)

10

Aset Tetap
No Keterangan 3 Revaluasi (cont.) PSAK 16 (Revisi 2007) Perusahaan dapat merevaluasi g aset dengan frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu aset tetap yang direvaluasi. (Par 34) Peraturan Perpajakan Revaluasi tidak dapat dilakukan p kembali sebelum lewat jangka waktu lima tahun terhitung sejak penilaian kembali aset tetap perusahaan terakhir yang dilakukan. (PMK 79/2008) Tidak dikenal adanya Revaluasi Penurunan

Diperbolehkan adanya Revaluasi Penurunan (Impairment)

11

Aset Tetap
No Keterangan
3 Revaluasi (cont.)

PSAK 16 (Revisi 2007)

Peraturan Perpajakan

Kenaikan aset langsung dikredit Kenaikan aset langsung diakui ke ekuitas pada bagian surplus sebagai selisih lebih di Neraca revaluasi. yang dicatat pada akun Modal Kenaikan aset harus diakui sebagai Selisih Lebih dalam laporan laba rugi hingga Penilaian Kembali Aktiva Tetap sebesar jumlah penurunan b j l h Perusahaan T P h Tanggal .. l nilai aset akibat revaluasi yang Kenaikan aset dikenai PPh tarif pernah diakui sebelumnya 10% final. dalam laporan laba rugi. Penurunan aset langsung diakui Tidak dikenal adanya Revaluasi Penurunan. dalam laporan laba rugi. Penurunan aset langsung didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.

12

Aset Tetap
No 4 Keterangan Penyusutan PSAK 16 (Revisi 2007) Dimulai saat aset siap untuk digunakan, yaitu saat aset berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen (Par. 58) Peraturan Perpajakan Dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran Untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta y p g j
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.

[Pasal 11 ayat (3)] UU PPh Dengan persetujuan DJP, penyusutan dimulai pada bulan harta digunakan
Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.

[Pasal 11 ayat (4)] UU PPh

13

Aset Tetap
Dampak Perbedaan: 1. Penambahan estimasi biaya bisa memberikan perbedaan nilai aset tetap yang diperoleh. Apabila model biaya yang digunakan, akan menimbulkan perbedaan nilai aset sebagai dasar penyusutan. 2. Apabila Wajib Pajak menggunakan model revaluasi, maka akan menimbulkan perbedaan tetap sebesar selisih dengan model biaya, p p g y , karena fiskal hanya mengakui nilai aset dengan model biaya sebagai dasar penyusutan, sementara komersial menggunakan nilai wajar aset sebagai dasar penyusutan. Pada saat yang sama perbedaan masa penyusutan dan metode penyusutan akan menciptakan perbedaan sementara antara komersial dengan fiskal. 3. Dalam menghitung besarnya biaya penyusutan, kemungkinan besar terjadi perbedaan temporer, bukan hanya karena perbedaan metode penyusutan, tetapi juga karena perbedaan saat dimulainya penyusutan. Akuntansi komersial penyusutan dimulai saat aset digunakan, sedangkan fiskal, penyusutan dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran.

14

Aset Tetap
DJP Dalam Menyikapi Perbedaan: 1. Dalam melakukan penilaian, diperlukan adanya penilai independen dan penilaian dengan menggunakan estimasi/judgement. Apakah hal ini tidak menimbulkan terjadinya penambahan biaya? Apakah estimasi/judgement tersebut dapat menunjukkan fair value?

15

Aset Tetap
2. Revaluasi untuk tujuan perpajakan, tetap harus mendapat ijin DJP. 3. Revaluasi dikenai tarif PPh final. 4. Revaluasi dilakukan setiap lima tahun. 5. Perlu dipertimbangkan persetujuan DJP untuk memulai penyusutan diluar bulan pengeluaran atau bulan selesainya pengerjaan harta untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, confirm PSAK 16.

16

Persediaan
IAS 41: j - Persediaan Aset biolojik dicatat sebesar Fair Value (Nilai Wajar) dikurangi Biaya untuk Menjual; - Pendapatan/kerugian diakui saat terjadi kenaikan/penurunan Nilai Wajar. Pasal 10 ayat (6) UU PPh: -Persediaan (termasuk di sektor Agriculture) dicatat sebesar harga perolehan; - Pendapatan/kerugian diakui saat penjualan.

17

Persediaan
Akibatnya: Perusahaan mencatat penghasilan walaupun tidak p j ada penjualan; Menjadi tidak jelas kenaikan penghasilan apakah disebabkan oleh gejolak pasar atau oleh kinerja manajemen; Apabila terdapat rumor, persediaan suatu perusahaan bisa turun sementara persediaan sejenis dari perusahaan lain yang tidak terkena rumor tetap; Aset perusahaan rawan terhadap aksi spekulasi.

18

- Terima kasih -

19

Appendix 1: Penyusutan Harta Berwujud Agriculture


PMK 249/PMK.03/2008 (Penyusutan HB Bid. Usaha Tertentu) Pasal 11 ayat (7) UU PPh
PENYUSUTAN : tanaman kehutanan, kayu Harta BerwujudBU Kehutanan BU Perkebunan Tanaman Keras : tanaman keras BU Peternakan : ternak, inc.ternak sapi pejantan Saat Mulai Dimulai pada bulan produksi komersial yaitu bulan dimana penjualan mulai dilakukan. Sebesar pengeluaran untuk memperoleh HB (inc.biaya pembelian Jumlah bibit, biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit exc.biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja). Garus Lurus, Historical Cost Metode Harga jual merupakan penghasilan, NSB merupakan kerugian. Penjualan

- Kehutanan - Perkebunan - Peternakan

Tidak diatur dengan PMK/96/2009 atau Per-55/PJ/2009

S-1000/PJ.031/2010 tgl 27-Jul-10 : Oleh karena dalam PMK 249/PMK.03/2008 pengelompokan tanaman keras tidak diatur secara tegas & dengan mempertimbangkan bahwa pada prinsipnya pengelompokan harta berwujud sebagai dasar untuk menghitung penyusutan secara fiskal didasarkan atas masa manfaat dari harta yang bersangkutan maka tanaman keras dapat dimasukkan dalam Kelompok 1, Kelompok 2, Kelompok 3, atau Kelompok 4, tergantung dari masa manfaat tanaman keras tersebut.

20

Appendix 2: Persediaan Sektor Agriculture


Pasal 10 ayat (6) UU PPh: Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama

Penjelasan Psl.10 ayat (6) UU PPh: Pada umumnya terdapat 3 (tiga) golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu. Ketentuan pada ayat ini mengatur bahwa penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama ("first-in first-out/FIFO"). Sesuai dengan kelaziman, cara penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sekuritas. Sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus digunakan cara yang sama.

You might also like