You are on page 1of 13

MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Posted by Endar Suhendar On 23:04 No comments Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.).

Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar isi belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Harlen (1992 : 51) mengembangkan model konstruktivis dalam pembelajaran di kelas. Pengembangan model konstruktivis tersebut mengikuti langkah-langkah sebagai berikut. 1. Orientasi dan Elicitasi Ide. Merupakan proses untuk memotivasi siswa dalam mengawali

proses pembelajaran. Melalui elicitasi siswa mengungkapkan idenya dengan berbagai cara. 2. Restrukturisasi ide. Meliputi beberapa tahap yaitu klarifikasi terhadap ide, merombak ide dengan melakukan konflik terhadap situasi yang berlawanan, dan mengkonstruksi dan mengevaluasi ide yang baru. 3. Aplikasi. Menerapkan ide yang telah dipelajari. 4. Review. Mengadakan tinjauan terhadap perubahan ide tersebut.

Tahapan - tahapan dalam pengembangan model belajar konstruktivis dengan lebih rinci diimplementasikan oleh Sadia (1996 : 87). Secara signifikan model yang telah dikembangkan ini mampu meningkatkan prestasi belajar fisika siswa. Tahapan-tahapan pengembangan model konstruktivis tersebut mengikuti langkah-langkah sebagai berikut. 1. Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan memberi arah dalam merancang program, implementasi program dan evaluasi. 2. Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika yang mana yang harus dikuasai siswa. 3 Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa. Identifikasi pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview klinis dan peta konsep. 4. Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa. Pengetahuan awal siswa yang telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah, mana yang salah dan mana yang miskonsepsi. 5. Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsep. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk modul. 6. Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsepsi. Tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini terdiri dari tiga langkah yaitu : (a) orientasi dan penyajian pengalaman belajar, (b)menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ideide. 7. Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran, maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah diterapkan. 8. Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun yang resisten. 9. Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis miskonsepsi yang resisten digunakan

sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi pengubahan konsepsi siswa dalam bentuk modul.

Dalam makalah ini yang menjadi tahapan-tahapan terhadap penerapan model pembelajaran konstruktivis merupakan modifikasi dari dua model konstruktivis yang telah dikemukakan yaitu model konstruktivis Harlen (1992:51) dan Sadia (1996:87). Tahapan-tahapan pengembangan model konstruktivis ini nantinya sangat memperhatikan prior knowledge dan miskonsepsimiskonsepsi yang terdapat pada diri siswa, yang menempati posisi yang sentral baik dalam menyusun maupun implementasi program pembelajaran.

Tahapan-tahapan penerapan model konstruktivis dalam makalah ini mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Identifikasi awal terhadap prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasiawal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki dalam mencandra lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview klinis dan peta konsep. 2. Penyusunan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Miskonsepsi. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk Satuan Pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan miskonsepsi diwujudkan dalam bentuk modul kecil yang terdiri dari uraian materi yang memuat konsepkonsep esensial yang mengacu pada konsepsi awal siswa yang telah dijaring sebelum pembelajaran dilaksanakan. Dengan berpedoman pada pra konsepsi ini, siswa diharapkan merasa lebih mudah dalam mereduksi miskonsepsinya menuju konsepsi ilmiah. 3. Orientasi dan Elicitasi. Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awalawal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat melalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasangagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemoohkan dan ditertawakan bila gagasangagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif. 4. Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada

tahap orientasi dan elcitasi direfleksikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasinya. 5. Restrukturisasi Ide. a. Tantangan. Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaaan tentang gejalagejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu. b. Konflik Kognitif dan Diskusi Kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan di laboratorium. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator. c. Membangun Ulang Kerangka Konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama. 6. Aplikasi. Meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudian menguji penyelesaiaanya secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasan secara keilmuwan. 7. Review. Review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangat resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan. Model belajar konstruktivis yang telah diuraikan, dapat dirangkum dalam paradigma berikut:

Read Full story Read more: http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/model-pembelajarankonstruktivisme.html#ixzz1pGcCHJHy Under Creative Commons License: Attribution

MODEL KONSTRUKTIVISTIK DALAM PEMBELAJARAN


By Gede Putra Adnyana - Posted on 25 Juli 2011

MODEL KONSTRUKTIVISTIK DALAM PEMBELAJARAN Oleh: Gede Putra Adnyana (Guru SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali)

Pandangan konstruktivis menganggap bahwa belajar adalah perubahan konseptual, bukan penjelajahan informasi-informasi yang baru ke dalam pikiran siswa yang kosong, melainkan upaya pengembangan atau perubahan terhadap apa yang telah dimiliki dalam pikiran siswa. Perubahan konsep-konsep akan bermakna bila informasi yang baru (sains) dapat diterapkan dalam kehidupan nyata, intelligible (dapat

dimengerti), plausible (dapat dipercaya), fruitful (bermanfaat) sehingga membantu siswa untuk memahami dunianya (Carr, et al, 1994 dalam Purba, 2004). Berdasarkan prinsip dasar konstruktivis, maka ilmu pengetahuan dapat dipahami sebagai suatu yang harus dibangun oleh siswa sendiri. Karena itu penalaran yang berkembang dalam pikiran seorang individu tidak dapat dipindahkan begitu saja dari satu individu (guru) ke individu yang lain (siswa). Belajar menurut pandangan konstruktivis adalah proses aktif yang berkesinambungan. Dalam hal ini, siswa dipandang sebagai individu yang mampu menggunakan informasi dari lingkungan untuk membangun interpretasi dan makna sendiri berdasarkan pengetahuan awal (prior knowledge) dan pengalaman. Oleh karena itu, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, dan bersifat kritis. Konsekuensi logis dari fenomena tersebut adalah guru harus memberi perhatian yang besar terhadap pengetahuan awal para siswa dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar. Oleh karena belajar merupakan kegiatan aktif siswa (aktivitas belajar siswa) dalam membangun makna atau pemahaman, maka guru perlu memberikan dorongan kepada siswa dengan menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasan (Depdiknas, 2002). Tanggung jawab belajar memang berada pada diri siswa, tetapi guru tetap bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Agar proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka diperlukan strategi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tertentu. Belajar menurut pandangan konstruktivistik merupakan proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit. Belajar adalah kegiatan aktif pebelajar untuk membangun pengetahuannya, dimana pebelajar sendiri yang bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Pebelajar sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara personal. (Santyasa, 2004). Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan pemecahan masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh pebelajar sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik (Brooks & Brooks, 1993 dalam Santyasa, 2004), yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan pebelajar, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai pandangan pebelajar, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan pebelajar, (5) menilai pembelajaran secara kontekstual. Dengan demikian, pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik menghendaki keterlibatan secara aktif siswa dalam pembelajaran atau berpusat pada siswa (student center). Menurut Siswono dan Marini Karsen (2008), pendekatan student centered learning (SCL) memiliki karakteristik khusus yang mencakup berbagai aspek, diantaranya pengajar, siswa, materi, maupun teknik penyampaiannya.

Adapun karakteristik dimaksud, antara lain 1) pengajar berperan sebagai penunjang, dalam hal ini pengajar bertugas sebagai perantara pembelajaran yang membantu mengarahkan siswa dan membantu siswa dalam mengembangkan materinya, 2) pengajar berwawasan luas dan bersifat terbuka terhadap masukan maupun kritik dari siswanya, 3) pengajar menggunakan cara penyampaian materi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa, dalam hal ini dimungkinkan menerapkan model pembelajaran yang berbeda untuk setiap kelas, 4) siswa merupakan tokoh utama pembelajaran, 5) siswa merupakan anggota aktif pada proses pembelajaran yang senantiasa memberikan gagasan, dalam hal ini siswa ikut serta dalam merumuskan, mengembangkan, dan memproses materi pelajaran, 6) siswa mampu mengembangkan materi pembelajaran secara mandiri, 7) siswa mampu merumuskanharapan terhadap proses pembelajaran dan mengukur kinerjanya, 8) siswa saling berkolaborasi satu dengan lainnya, 9) siswa memantau pembelajarannya sehingga mampu merumuskan strategi pembelajaran yang tepat untuk hasil yang optimal, 10) siswa termotivasi untuk mencapai sasaran yang ditetapkannya, 11) siswa memilih anggota kelompoknya sendiri dan menentukan bagaimana caranya bekerja dalam kelompok tersebut, 12) materi pembelajaran bersifat sebagai arahan bukan patokan pembelajaran sehingga siswa kreatif mengembangkannya secara berkelanjutan, 13) pembelajaran adalah proses pencarian ilmu pengetahuan secara aktif atau proses perumusan ilmu, bukan proses penangkapan ilmu semata, dan 14) siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran pribadi yang dialaminya (Rosa, dkk. (eds.), 2008: 183-190). Oleh karena itu, penerapan model pembelajaran yang relevan dengan pendekatan student centered learning adalah pembelajaran dengan paradigma kontstruktivistik. Dalam mengimplementasikan pembelajaran konstruktivistik, perlu dicermati pula tentang reposisi pengajar. Menurut hasil forum Carnegie tentang pendidikan dan ekonomi (Arend et al., 2001 dalam Santyasa, 2004), terdapat sejumlah kemampuan yang harus dimiliki oleh pengajar dalam pembelajaran, yaitu: 1) memiliki pemahaman yang baik tentang kerja baik fisik maupun sosial, 2) memiliki rasa dan kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, 3) memiliki kemampuan membantu pemahaman pebelajar, 4) memiliki kemampuan mempercepat kreativitas sejati pebelajar, dan 5) memiliki kemampuan kerja sama dengan orang lain. Para pengajar diharapkan dapat belajar sepanjang hayat seirama dengan pengetahuan yang mereka perlukan untuk mendukung pekerjaannya serta menghadapi tantangan dan kemajuan sains dan teknologi. Pengajar tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, tetapi hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang mereka perlukan, di mana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Para pengajar diharapkan bertindak atas dasar berpikir yang mendalam, bertindak independen dan kolaboratif satu sama lain, dan siap menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan kritis. Para pengajar diharapkan menjadi masyarakat yang memiliki pengetahuan luas dan pemahaman yang mendalam. Di samping penguasaan materi, pengajar juga dituntut memiliki keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam. Dengan demikian menurut paradigma konstruktivistik peranan pengajar lebih sebagai fasilitator, expert learners, manager, dan mediator.

REFERENSI
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas

Purba, J. P. 2004. Pengembangan Dan Implementasi Pembelajaran Sains Menggunakan Pendekatan Pemecahan Masalah. Makalah. disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia V di Surabaya tanggal 5 9 Oktober 2004 Santyasa, I W. 2004a. Model Problem Solving Dan Reasoning Sebagai Alternatif Pembelajaran Inovatif. Makalah. disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia V di Surabaya tanggal 5 9 Oktober 2004. Santyasa, I W. 2004b. Pengaruh Model dan Seting Pembelajaran Terhadap Remediasi Miskonsepsi, Pemahaman Konsep, dan Hasil Belajar Fisika pada Siswa SMU. Disertasi (tidak dipublikasikan). Program Studi Teknologi Pembelajaran Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang Siswono dan Marini Karsen. 2008. Student Centered Learning: Kunci Keberhasil E-Learning. dalam Rosa, P.H.P., dkk (eds.) Makalah-Makalah Sistem Informasi. Bandung: Informatika

Metode pendekatan pembelajaran


Published by admin on May 14, 2011 | 0 Comment

Dalam kenyataan sehari hari sering kita jumpai sejumlah guru yang menggunakan metode tertentu yang kurang atau tidak cocok dengan isi dan tujuan pengajaran. Akibatnya, hasilnya tidak memadai, bahkan mungkin merugikan semua pihak terutama pihak siswa dan keluarganya, walaupun kebanyakan mereka tidak menyadari hal itu. Agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran, guru sebaiknya menentukan pendekatan dan metode yang akan digunakan sebelum melakukan proses belajar mengajar. Pemilihan suatu pendekatan dan metode tentu harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi objek pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan banyak metode akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih bermakna. Ketika mengajar di kelas 3 A Pak Mamat merasa ragu apakah persiapan mengajar untuk konsep persilangan di SLTP yang sudah disiapkannya dapat digunakan di kelas ini. Berdasarkan pengalamannya kelas 3 B agak berbeda dengan kelas 3 lainnya. Karena sebagian besar siswa di kelas tersebut mempunyai kemampuan belajar lebih rendah daripada rata rata kemampuan kelas 3 di sekolahnya. Pak Mamat merencanakan materi pelajarannya dibagi menjadi beberapa kali pertemuan sehingga memerlukan waktu lebih banyak dibandingkan dengan kelas 3 yang lainnya. Metode yang digunakannya masih serupa dengan di kelas lain, hanya ditambah metode bermain peran. Pak Mamat merasa gembira karena siswa yang diperkirakan akan mengalami kesulitan belajar ternyata terbantu dengan cara yang ditempuhnya. A. Pengertian Metode dan Pendekatan Metode dibedakan dari pendekatan. Pendekatan lebih menekankan pada strategi dalam perencanaan, sedangkan metode lebih menekankan pada teknik pelaksanaannya. Satu pendekatan yang direncanakan untuk satu pembelajaran mungkin dalam pelaksanaan proses tersebut digunakan beberapa metode. Sebagai contoh dalam pembelajaran pencemaran

lingkungan. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran tersebut dapat dipilih dari beberapa pendekatan yang sesuai, antara lain pendekatan lingkungan. Ketika proses pembelajaran pencemaran lingkungan dilaksanakan dengan pendekatan lingkungan tersebut dapat digunakan beberapa metode, misalnya metode observasi, metode didkusi dan metode ceramah. Supaya lebih jelas ikuti perencanaan yang dilakukan oleh seorang guru ketika akan memberi pembelajaran pencemaran lingkungan tersebut. Pada awalnya ia memilih pendekatan lingkungan, berarti ia akan menggunakan lingkungan sebagai fokus pembelajaran. Pada akhir pembelajaran melalui konsep pencemaran lingkungan siswa akan memahami tentang lingkungan sekitarnya apakah sudah tercemar atau tidak. Untuk merealisasikan hal tersebut ia menggunakan metode diskusi dan ceramah. Dalam pembelajarannya ia membuat suatu masalah untuk didiskusikan oleh siswa kemudian ia akan mengakhiri pembelajaran tadi dengan memberi informasi yang berkaitan dengan hasil diskusi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa metode dan pendekatan dirancang untuk mencapai keberhasilan suatu tujuan pembelajaran. B. Beberapa Pendekatan Pada Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran biologi antara lain sebagai berikut : KBM

1. Pendekatan tujuan pembelajaran Pendekatan ini berorientasi pada tujuan akhir yang akan dicapai. Sebenarnya pendekatan ini tercakup juga ketika seorang guru merencanakan pendekatan lainnya, karena suatu pendekatan itu dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran. Semua pendekatan dirancang untuk keberhasilan suatu tujuan. Sebagai contoh : Apabila dalam tujuan pembelajaran tertera bahwa siswa dapat mengelompokan makhluk hidup, maka guru harus merancang pembelajaran, yang pada akhir pembelajaran tersebut siswa sudah dapat mengelompokan makhluk hidup. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut dapat berupa metode tugas atau karyawisata. 2. Pendekatan konsep Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep. 3. Pendekatan lingkungan Penggunaan pendekatan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar. Untuk memahami materi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari hari sering digunakan pendekatan lingkungan. 4. Pendekatan inkuiri Penggunaan pendekatan inkuiri berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia fisik yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli peneliti ( Dettrick, G.W., 2001 ). Pendekatan inkuiri dibedakan menjadi inkuiri terpempin dan inkuiri bebas atau inkuiri terbuka. Perbedaan antara keduanya terletak pada siapa yang mengajukan pertanyaan dan apa tujuan dari kegiatannya. 5. Pendekatan penemuan Penggunaan pendekatan penemuan berarti dalam kegiatan belajar mengajar siswa diberi

kesempatan untuk menemukan sendiri fakta dan konsep tentang fenomena ilmiah. Penemuan tidak terbatas pada menemukan sesuatu yang benar benar baru. Pada umumnya materi yang akan dipelajari sudah ditentukan oleh guru, demikian pula situasi yang menunjang proses pemahaman tersebut. Siswa akan melakukan kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan hal yang akan ditemukan. 6. Pendekatan proses Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar. 7. Pendekatan interaktif ( pendekatan pertanyaan anak ) Pendekatan ini memberi kesempata pada siswa uuntuk mengajukan pertanyaan untuk kemudian melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan pertanyaan yang mereka ajukan ( Faire & Cosgrove, 1988 dalam Herlen W, 1996 ). Pertanyaan yang diiajukn siswa sangat bervariasi sehingga guru perlu melakukan llangkah langkah mengumpulkan, memilih, dan mengubah pertanyaan tersebut menjadi suatu kegiatan yng spesifik. 8. Pendekatan pemecahan masalah Pendekatan pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan. Dalam pendekatan ini ada dua versi. Versi pertama siswa dapat menerima saran tentang prosedur yang digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Versi kedua, hanya masalah yang dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan membantu memberi petunjuk. 9. Pendekatan sains teknologi dan masyarakat ( STM ) Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah langkah ilmiah 10. Pendekatan terpadu Pendekatan ini merupakan pendekatan yang intinya memadukan dua unsur atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran. Pemaduan dilakukan dengan menekankan pada prinsip keterkaitan antar satu unsur dengan unsur lain, sehingga diharapkan terjadi peningkatan pemahaman yang lebih bermakna dan peningkatan wawasan karena satu pembelajaran melibatkan lebih dari satu cara pandang. Pendekatan terpadu dapat diimplementasikan dalam berbagai model pembelajaran. Di Indonesia,

khususnya di tingkat pendidikan dasar terdapat tiga model pemdekatan terpadu yang sedang berkembang yaitu model keterhubungan, model jaring laba laba, model keterpaduan. Perbandingan model pembelajaran terpadu Model keterhubungan Model jaring laba laba Model keterpaduan C. Beberapa Metode Pada Beberapa metode yang sering digunakan dalam pembelajaran biologi adalah : KBM

1. Metode ceramah Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa. Dalam pengajaran yang menggunakan metode ceramah terdapat unsur paksaan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu. Padahal dalam diri siswa terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak disamping menerima informasi dari guru. Inilah yang disebut kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan diri. 2. Metode tanya jawab Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam mengembangkan daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntutan dalam mengemukakan pokok pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika menjawab pertanyaan. Metode ini dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk mengadakan penelusuran lebih lanjut pada berbagai sumber belajar. Metode ini akan lebih efektif dalam mencapai tujuan apabila sebelum proses pembelajaran siswa ditugasi membaca materi yang akan dibahas. 3. Metode diskusi Metode diskusi adalah cara pembelajaran dengan memunculkan masalah. Dalam diskusi terjadi tukar menukar gagasan atau pendapat untuk memperoleh kesamaan pendapat. Dengan metode diskusi keberanian dan kreativitas siswa dalam mengemukakan gagasan menjadi terangsang, siswa terbiasa bertukar pikiran dengan teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain, dan yang lebih penting melalui diskusi mereka akan belajar bertanggung jawab terhadap hasil pemikiran bersama. 4. Metode belajar kooperatif Dalam metode ini terjadi interaksi antar anggota kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Semua anggota harus turut terlibat karena keberhasilan kelompok ditunjang oleh aktivitas anggotanya, sehingga anggota kelompok saling membantu. Model belajar kooperatif yang sering diperbincangkan yaitu belajar kooperatif model jigsaw yakni tiap anggota kelompok mempelajari materi yang berbeda untuk disampaikan atau diajarkan pada teman sekelompoknya. 5. Metode demonstrasi Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memeragakan suatu proses kejadian. Metode demonstrasi biasanya diaplikasikan dengan menggunakan alat alat bantu pengajaran seperti benda benda miniatur, gambar, perangkat alat alat laboratorium dan lain

lain. Akan tetapi, alat demonstrasi yang paling pokok adalah papan tulis dan white board, mengingat fungsinya yang multi proses. Dengan menggunakan papan tulis guru dan siswa dapat menggambarkan objek, membuat skema, membuat hitungan matematika, dan lain lain peragaan konsep serta fakta yang memungkinkan. 6. Metode ekspositori atau pameran Metode ekspositori adalah suatu penyajian visual dengan menggunakan benda dua dimensi atau tiga dimensi, dengan maksud mengemukakan gagasan atau sebagai alat untuk membantu menyampaikan informasi yang diperlukan. 7. Metode karyawisata/widyamisata Metode karyawisata/widyawisata adalah cara penyajian dengan membawa siswa mempelajari materi pelajaran di luar kelas. Karyawisata memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, dapat meransang kreativitas siswa, informasi dapat lebih luas dan aktual, siswa dapat mencari dan mengolah sendiri informasi. Tetapi karyawisata memerlukan waktu yang panjang dan biaya, memerlukan perencanaan dan persiapan yang tidak sebentar. 8. Metode penugasan Metode ini berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa, meransang untuk belajar lebih banyak, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, dan membina kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi. Tetapi dlam metode ini sulit mengawasi mengenai kemungkinan siswa tidak bekerja secara mandiri. 9. Metode eksperimen Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan eksperimen, siswa menjadi akan lebih yakin atas suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa. Metode ini paling tepat apabila digunakan untuk merealisasikan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri atau pendekatan penemuan. 10. Metode bermain peran Pembelajaran dengan metode bermain peran adalah pembelajaran dengan cara seolah olah berada dalam suatu situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep. Dalam metode ini siswa berkesempatanm terlibat secara aktif sehingga akan lebih memahami konsep dan lebih lama mengingat, tetapi memerlukan waktu lama. Pendekatan dan metode yang dipilih guru dalam memberikan suatu materi pelajaran sangat menentukan terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Tidak pernah ada satu pendekatan dan metode yang cocok untuk semua materi pelajaran, dan pada umumnya untuk merealisasikan satu pendekatan dalam mencapai tujuan digunakan multi metode. Metode dibedakan dari pendekatan ; metode lebih menekankan pada pelaksanaan kegiatan, sedangkan pendekatan ditekankan pada perencanaannya. Ada lima hal yang perlu diperhatikan guru dalam memilih suatu metode mengajar yaitu : Kemampuan guru dalam menggunakan metode. Tujuan pengajaran yang akan dicapai.

Bahan pengajaran yang perlu dipelajari siswa. Perbedaan individual dalam memanfaatkan inderanya. Sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran biologi adalah pendekatan konsep, pendekatan keterampilan proses, pendekatan lingkungan, pendekatan inkuiri, pendekatan penemuan, pendekatan interaktif, pendekatan pemecahan masalah, pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, dan pendekatan terpadu. Untuk merealisasikan suatu pendekatan dalam mencapai tujuan dapat digunakan beberapa metode antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode demonstrasi, metode ekspositori, metode karyawisata, metode penugasan, metode eksperimen, metode belajar kooperatif, dan metode bermain peran.

DAFTAR PUSTAKA Dirdjosoemarto dkk. 2004. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung : FPMIPA UPI dan JICA IMSTEP. Roestiyah. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Syah Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosda Karya.

You might also like