You are on page 1of 13

Review Article

Diagnosis dan Terapi Pada Pneumonia Komunitas


Dokter Pembimbing: dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD, KGEH, FINASIM Penyusun: Rizky Perdana 030.07.225

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Koja Periode 26 Desember 2011 03 maret 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Diagnosis dan Terapi pada Pneumonia Komunitas


1

Rizky Perdana1, Suzanna Ndraha2 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, 2Departemen Ilmnu Penyakit Dalam RSUD Koja

Abstract
In general, the definition of pneumonia is an inflammation of the lung parenchyma caused by bacteria, viruses or fungi, on the distal of the terminal bronchioles and respiratory bronchioles which includes the alveoli and cause consolidation in the lung tissue and the local gas exchange impairment. In other hand the definition of community acquired pneumonia (CAP) is a pneumonia caused by infection outside the hospital. Approximately 80% of all new cases of general practice associated with respiratory tract infections. Pneumonia is a common form of acute lower respiratory tract infection in the lung parenchyma encountered serious about 1520%. The process of the pathogenesis of pneumonia associated with 3 factors: state (immunity) host, microorganisms that attack the patient and the environment interact with each other. Diagnosis of community acquired pneumonia is made on anamnesis, clinical examination, chest X-ray and laboratory finding. And the principle of community management of pneumonia is the provision of adequate antibiotic. Key words: lung parenchymal, microorganism, immunity

Abstrak
Secara umum definisi pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur, di distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi pada jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Sedangkan yang dimaksud dengan pneumonia komunitas (PK) adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar RS. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas. Pneumonia secara umum yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius di jumpai sekitar 15-20%. Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imunitas) inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Diagnosis pneumonia komunitas didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Dan prinsip penatalaksanaan pneumonia komunitas adalah peberian antibiotik yang adekuat Kata kunci: parenkim paru, mikroorganisme, imunitas

Pendahuluan
Infeksi saluran pernafasan bawah (ISPB) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tertinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISPB dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi ISPB lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.

Definisi
Secara umum definisi pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur, di distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi pada jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Sedangkan yang dimaksud dengan pneumonia komunitas (PK) adalah pneumonia yang terjadi akibat

infeksi diluar RS. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.

Epidemiologi
Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang paling tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas. Pneumonia secara umum yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius di jumpai sekitar 15-20%. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahann tubuh.1

Etiologi
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imunitas) inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari pasien. 1 Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif. Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut : 9% Klebsiella pneumoniae 45,18% Pseudomonas aeruginosa 8,56% Streptococcus pneumoniae 14,04% Steptococcus hemolyticus 7,89% Streptococcus viridans 9,21% Enterobacter 5,26% Staphylococcus aureus Pseudomonas spp 0,9 2 Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.3

Diagnosis
1. Anamesis Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi: a. Evaluasi factor pasien/ predisposisi: PPOK (Influenza), penyakit kronik (kuman multiple), kejang/tidak sadar (aspirasi gram negatif, anaerob), penurunan immunitas (bakteri gram negatif, pneumocystic carinii, CMV, legionella, jamur, mycobacterium), kecanduan obat bius (staphylococcus), b. Bedakan lokasi infeksi: non-RS (PK) (streptococcus pneumoniae, h. influenzae, m. pneumoniae), c. Usia pasien: Bayi (virus), Muda (M. pneumoniae), Dewasa (S. pneumoniae), d. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (s. pneumoniae); perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M.pneumoniae).1 Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh

meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadangkadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.2 2. Pemeriksaan Fisik Presentasi bervariasi tergantung luas lesi di paru, etiologi, usia, dan keadaan klinis. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi. 3. Gambaran Radiologi Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. 2 4. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. 2 5. Pemeriksaan Bakteriologik Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi, nasotrachea/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, thorakosintesis, bronkoskopi, atau biopsy. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. Cara pengambilan bahan Cara pengambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat secara noninvasif yaitu dibatukkan (dahak), atau dengan cara invasif yaitu aspirasi transtorakal, aspirasi transtrakeal, bilasan / sikatan bronkus dan BAL. Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan didapatkan dari darah, cairan pleura, aspirasi transtrakeal atau aspirasi transtorakal, kecuali ditemukan bakteri yang bukan koloni di saluran napas atas seperti M. tuberkulosis, Legionella, P. carinii. Diagnosis tidak pasti (kemungkinan) : dahak, bahan yang didapatkan melalui bronkoskopi (BAL, sikatan, bilasan bronkus dll). Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan, hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan, hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan pemeriksaan rutin kultur dahak pada kasus berat, sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan Gram harus dilakukan sebelum pemeriksaan kultur. Cara pengambilan & pengiriman dahak yang benar Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%.

Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk2 Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks trdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini : Batuk-batuk bertambah Perubahan karakteristik dahak / purulen Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki Leukosit > 10.000 atau < 4500 Diagnosis pneumonia atipik a. Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala klinis pada tabel di bawah ini dapat membantu menegakkan diagnosis pneumonia atipik. b. Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi. c. Gambaran radiologis infiltrat interstitial. d. Labolatorium menunjukkan leukositosis ringan, pewarnaan Gram, biarkan dahak atau darah tidak ditemukan bakteri. e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik. Isolasi biarkan sensitivitinya sangat rendah Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA) Polymerase Chain Reaction (PCR) Uji serologi Cold agglutinin Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis M.pneumoniae Micro immunofluorescence (MIF). Standard serologi untuk C.pneumoniae Antigen dari urin untuk Legionella3 Untuk membantu secara klinis gambaran perbedaan gejala klinis atipik dan tipik dapat dilihat pada tabel 1, walaupun tidak selalu dijumpai gejala-gejala tersebut.
Tabel 1. Perbedaan antara pneumonia atipik dan Pneumonia tipik2

Tanda dan gejala Onset Suhu Batuk Dahak Gejala lain Gejala di luar paru Pewarnaan Gram

Pneumonia atipik Gradual Kurang tinggi Nonproduktif Mucoid Nyeri kepala, Myalgia, Sakit tenggorokan, Suara Parau, Nyeri telinga Sering Flora normal atau Spesifik

Pneumonia tipik Akut Tinggi, menggigil Produktif Purulen Jarang Lebih jarang Kokus Gram (+) atau (-)

Radiologis Laboratoriu m Gangguan Fungsi Hati

patchy atau normal Konsolidasi lobar Leuksit normal atau kadang Lebih tinggi rendah Sering Jarang

Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Alur penatalaksanaan PK dapat dilihat di gambar 1.
Gambar 1. Alur penatalaksanaan PK
Anamesis, pemeriksaan fisik, foto toraks

Tidak ada infitrat

Infiltrat + Gejala klinis yang menyokong diagnosis pnumonia

Ditatalaksana sebagai diagnosis lain

Evaluasi untuk rawat jalan atau rawat inap

Rawat jalan

Rawat Inap

Terapi Empiris

Pemeriksaan Bakteriologis

Membaik

Memburuk

R. rawat biasa

R. rawat intensif

Terapi Empiris Terapi empiris dilanjutkan Membaik Memburuk

Terapi kausatif

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) (tabel 2) dan menggunakan kriteria CURB65 (tabel 3).
Tabel 2. Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT)4

Langkah I: Resiko Kelas I


Usia lebih dari 50 tahun Status mental terganggu Nadi 125/menit Respiratory rate >30/menit Tekanan darah sistolic <90 mm Hg Iya/Tidak Iya/Tidak Iya/Tidak Iya/Tidak Iya/Tidak

Suhu <35C atau 40C Memiliki riwayat: Neoplastic disease Congestive heart failure Cerebrovascular disease Renal disease Liver disease Jika salah satu pernyataan diatas iya lanjut ke langkah II Jika semua pernyataan diatas tidak termasuk Resiko kelas I

Iya/Tidak

Iya/Tidak Iya/Tidak Iya/Tidak Iya/Tidak Iya/Tidak

Langkah II: Untuk Resiko Kelas II - IV


Poin yang Demografik Pria Wanita Panti jompo Komorbiditas Neoplastic disease Liver disease Congestive heart failure Cerebrovascular disease Renal disease Temuan pada Pemeriksaan Fisik Status mental terganggu Nadi 125/menit Respiratory rate >30/menit Tekanan darah sistolik <90 mm Hg Suhu <35C atau 40C Temuan Lab dan Radiologi pH <7.35 Blood urea nitrogen 30 mg/dl (9 mmol/liter) +30 +20 +20 +20 +20 +15 +10 +30 +20 +10 +10 +10 diperoleh +usia (th) +usia (th) - 10 +10

Sodium <130 mmol/liter Glukosa 250 mg/dl (14 mmol/liter) Hematokrit <30% PO2 <60mmHg Efusi pleura <70 = Resiko Kelas II 71-90 = Resiko Kelas III 91-130 = Resiko Kelas IV
Tabel 3. Kriteria CURB655

+20 +10 +10 +10 +10

Temuan Klinis Penurunan kesadaran Urea > 7 mmol/L Respiration rate 30/menit Tekanan darah sistolik 90 mmHg atau diastol 60 mmHg Usia 65 tahun 0-1 Mortalitas* rendah (1,5%) 2 Mortalitas* sedang (9,2%) 3 Mortalitas* tinggi (22%)
*Mortalitas dalam 30 hari berikutnya

Skor +1 +1 +1 +1 +1

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini. Kriteria minor: Frekuensi napas > 30/menit Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg Kriteria mayor adalah sebagai berikut : Membutuhkan ventilasi mekanik Infiltrat bertambah > 50% Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok) Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialysis Kriteria rawat inap Kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pada pneumonia komunitas menurut PDPI adalah: 1. Skor PORT lebih dari 70 2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini. Frekuensi napas > 30/menit Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg 3. Pneumonia pada pengguna NAPZA Kriteria perawatan intensif Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif. Indikasi rawat inap pada pneumonia komunitas menurut kriteria CURB65 adalah: dengan Mortalitas rendah dirawat jalan, Mortalitas Sedang dirawat inap diluar ICU, dan Mortalitas Tinggi memerlukan perawatan ICU. Pengobatan Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa 2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia 3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.6 Dalam pengobata PK juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah: a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin Umur lebih dari 65 tahun Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir Pecandu alcohol Penyakit gangguan kekebalan Penyakit penyerta yang multipel b. Bakteri enterik Gram negatif Penghuni rumah jompo Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru Mempunyai kelainan penyakit yang multiple Riwayat pengobatan antibiotik c. Pseudomonas aeruginosa Bronkiektasis Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir Gizi kurang4 Penatalaksanaan pneumionia komunitas dibagi menjadi: a. Penderita rawat jalan Pengobatan suportif / simptomatik - Istirahat di tempat tidur - Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi - Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai tabel 4) kurang dari 8 jam b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa Pengobatan suportif / simptomatik Pemberian terapi oksigen Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai tabel 4) kurang dari 8 jam c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif Pengobatan suportif / simptomatik Pemberian terapi oksigen Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik (sesuai tabel 4) kurang dari 8 jam Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif.
Tabel 4. Pengobatan Antibiotik

Rawat jalan

Rawat Inap Biasa

Rawat Intensif

Tanpa faktor modifikasi: Golongan laktam / laktam + anti laktamase Dengan faktor modifikasi: Gol laktam + anti laktamase atau Fluorokuinolon respir (levofloksasin, moksifloksasin, gatifloksasin) Bila dicurigai pneumonia atipik: makrolid baru (roksitromisin, klaritromisin, azitromisin) Tanpa faktor modifikasi: Golongan laktam / laktam + anti laktamase iv, atau Sefalosporin G2, G3 iv, atau Flurokuinolon respirasi iv Dengan faktor modifikasi: Sefalosporin G2, G3 iv atau Fluorokuinolon respirasi iv Bila dicurigai ada infeksi bakteri atipik ditambah makrolid baru Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas: Sefalosporin G3 iv non pseudomonas + makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi iv Ada faktor risiko infeksi pseudomonas: Sefalosporin anti pseudomonas iv atau karbapenem iv + fluorokuinolon anti pseudomonas (siprofloksasin) iv atau aminoglikosida iv Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik : sefalosporin anti pseudomonas iv atau carbapenem iv + aminoglikosida iv + makrolid baru atau flurokuinolon respirasi

iv Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti. Pengobatan pneumonia atipik Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan : Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin) Fluorokuinolon respiness Doksisiklin3 Terapi Sulih (switch therapy) Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral. Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti : Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna Penderita sudah tidak panas 8 jam Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk) Leukosit menuju normal/normal2 Evaluasi pengobatan Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar 2. 2
Gambar 2. Evaluasi pengobatan PK

Penderita yang tidak respon dengan pengobatan empiris yang telah diberikan

Salah diagnosis

Diagnosis sudah benar

Gagal jantung Emboli Keganasan Sarkoidosis Reaksi obat Perdarahan

Factor penderita

Factor obat

Factor bakteri

Kelainan lokal (sumbatan oleh benda asing) Respon penderita yang tidak adekuat Komplikasi: superinfeksi paru, empiema

Salah memilih obat Salah dosis dan cara oemberian obat Komplikasi Reaksi obat

Kuman resisten terhadap obat Bakteri patogen yang lain Nonbacterial; virus atau jamur

Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA ) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.

Pencegahan
Pola hidup sebut termasuk tidak merokok Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3.

Daftar Pustaka
1. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata MK, Satiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam vol.2. edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hal. 962-71. 2. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Pneumonia komuniti: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. 2006. 3. Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium konsep baru dalam terapi antibiotik. Jakarta:

program pendidikan ilmu kedokteran berkelanjutan FKUI.1995 4. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit Care Med. 2001; 163: 1730-54. 5. Wunderink R, Mandell LA. Pneumonia. Dalam: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrisons principles of internal medicine vol.2. edisi 17. New York: McGraw-Hill Companies, inc; 2008. hal. 1620-4. 6. Pennington J. Respiratory Infections : Diagnosis and Management, edisi 2. New York: Raven Press; 1989: hal 1-49

You might also like