You are on page 1of 15

5.1 Analisis Percobaan 5.1.1.

Percobaan Kalibrasi Sight Gage Pada Tangki Percobaan kalibrasi sight gage pada tangki ini dilakukan untuk mengecek apakah skala sight gage pada tangki sudah sama dengan skala ukuran standar, yaitu volume gelas ukur. Awalnya tangki diisi sampai penuh dengan air dari keran sampai skala yang mudah terbaca oleh mata. Berdasarkan tujuan percobaan ini, praktikan harus mengukur berapa besar volume pengurangan air pada skala sight gage tangki dan mengukur volume air pada gelas ukur dalam interval waktu yang sama dengan variasi bukaan valve dengan masing-masing 1 kali pengukuran. Dalam percobaan ini, praktikan menggunakan interval waktu 3 sekon tiap kali pengukuran dengan variasi bukaan 1/6, 1/3, , 2/3, 5/6, 1. Variasi ini bukaan ini digunakan agar hasil datanya lebih akurat. 1/6 artinya 1 putaran dari 6 putaran, sedangkan 1 artinya 6 putaran. Jadi akan lebih mudah bagi praktikan untuk menyesuaikan bukaan valvenya. Idealnya, skala sight gage pada tangki sama dengan volume ukuran standar. Namun, karena beberapa hal, misalnya karena pengaruh kondisi alat, dan kondisi sistem yang mungkin sebenarnya belum steady, serta ketidakakuratan dalam hal pengukuran, skala sight gage pada tangki tidak sama dengan volume gelas ukur. Rasio antara volume air pada gelas ukur dengan volume air pada sigth gage tangki disebut sebagai faktor kalibrasi (x). Dari pengolahan data percobaan ini didapatkan faktor kalibrasi sebesar 1,0901yang berartisatu liter air yang terbaca pada tanki sight gagesama dengan 1,0901 kali volume yang terdapat pada gelas ukur. Faktor kalibrasi yang didapatkan ternyata mendekati nilai 1 yang merupakan hasil yang ideal. Jadi, kita bisa mengasumsikan faktor kalibrasi yang dihasilkan telah cukup akurat. Faktor kalibrasi ini bisa digunakan untuk mengukur volume air yang sebenarnya yang terukur pada sight gage tangki. Namun, pada percobaan-percobaan selanjutnya, praktikan tidak mengukur volume air pada sight gage tangki, tetapi hanya mengukur volume air pada gelas ukur. 5.1.2. Percobaan Karakteristik Sharp Edge Orificemeter Percobaan kedua bertujuan untuk mengukur pressure drop yang mengalir pada orifice flowmeter, yaitu pressure drop antara titik yang mengalami penyempitan aliran (konvergen) dengan titik yang divergen. Pressure drop pada percobaan ini diukur dengan mengukur ketinggian cairan (air) yang terbaca pada manometer. Jadi, manometer harus disambungkan ke orifice pada titik konvergen dan titik divergen. Lalu dijalankan pompa untuk membuang terlebih

dahulu udara yang terdapat dalam manometer agar tidak mengganggu pengukuran skala terbaca pada manometer. Setelah itu, praktikan baru dapat melakukan pengukuran laju alir yang keluar dari sirkuit, serta ketinggian cairan (tekanan) yang terbaca pada manometer. Pengukutan ketinggian cairan ini harus ditunggu dahulu sampai cairan berada pada ketinggian tertentu secara stabil. Dari percobaan tersebut, praktikan mengamati adanya perbedaan tekanan antara titk konvergen dengan divergen. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan diameter antara titik konvergen dengan titik divergen. Untuk debit air yang sama, Q, hubungan antara luas penampang aliran dengan laju alir ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini:

Gambar 5.1. Aliran pada orifice

Q1 = Q2 A1.v1 = A2. v2 Titik 1 : divergen Titik 2 : konvergen Dari persamaan tersebut, kita dapat melihat bahwa laju alir berbanding terbalik dengan luas penampang aliran. Ketika aliran berada pada titik 1, area konvergen (penyempitan atau luas penampang aliran mengecil), maka laju alirnya akan membesar, sedangkan ketika aliran berada pada titik 2, area divergen (pembesaran atau luas penampang aliran membesar), maka laju alirnya akan mengecil. Jadi: v1> v2. Untuk mengetahui hubungan antara pressure dropdan laju alir, kita bisa menggunakan hukum kekekalan energi mekanik yang menyatakan bahwa energi mekanik di tiap titik adalah sama, termasuk pada titik konvergen dan juga divergen. Berikut ini adalah hubungannnya:

EM1 = EM2 EP1 + EK1 + P1/g= EP2 + EK2 + P2/g 0 + EK1 + P1/g = 0 + EK2 + P2/g m.v12 + P1/g = m.v22 + P2/g EP pada titik pertama dan kedua bernilai nol karena titik pertama dan kedua berada pada ketinggian yang sama. Dengan v1 yang lebih besar dari v2 (v1>v2) maka P1 lebih kecil dari P2 (P1<P2). Selain mencari nilai pressure drop, percobaan kedua ini juga memiliki tujuan mencari nilai koefisien karakteristik (faktor koreksi) orifice yaitu Co. Nilai Co akan menunjukkan kinerja orifice yang digunakan. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada analisis perhitungan.Dengan memvariasikan bukaan valve akan diperoleh Co rata-rata sebesar 0,993922. Nilai Co yang praktikan dapat dari pengolahan data percobaan ini telah mendekati nilai 1 yang merupakan nilai Co yang ideal. Nilai faktor koreksi, Co, seharusnya semakin besar ketika bukaan valve (laju alir) semakin besar. Hal ini dapat dilihat pada hubungan yang dinyatakan dalam persamaan di bawah ini:

Co =

Q 1 4 S o 2Po /

Hal ini terjadi karena adanya tumbukan antara aliran air dengan orifice di bagian hulu. Semakin besar laju alir, maka tumbukan semakin akan keras dan gesekan dengan orifice pun semakin besar. Energi yang berasal dari energi kinetik dan energi tekanan dari aliran sebagian berubah bentuk menjadi energi kalor sehingga mengurangi energi gerak dari aliran di dalam sirkuit.Namun, pada percobaan ini, data yang diperoleh oleh praktikan tidak sesuai dengan konsep hubungan Co dan Q. Hal ini terlihat dari grafik Q Vs. Co pada bagian pengolahan data. Adanya keanehan data ini akan dibahas pada bagian analisis kesalahan. 5.1.3. Percobaan Karakteristik Venturi Flowmeter Tahapan percobaan dan variabel yang diukur pada venturi tidak jauh berbeda dengan orifice. Perbedaannya hanyalah manometer pada percobaan ini disambungkan ke venturi pada dua titik yang memiliki perbedaan diameter luas penampang. Percobaan ini bertujuan untuk

mencari nilai koefisien karakteristik (faktor koreksi) dari venturimeter yaitu Cv, yang menunjukkan secara langsung kinerja dari venturimeter.Nilai Cv yang ideal adalah 1. Pada percobaan ini, diperoleh rata-rata nilai Cv sebesar 1,4510. Berbeda 0,4510 dari nilai idealnya. Menurut praktikan, nilai ini cukup akurat. Nilai Cv ternyata lebih besar dibanding Co. Hal ini disebabkan oleh energy loss pada venturi lebih kecil dibanding orifice. Pada venturi, kehilangan energi karena friksi dengan dinding venturi dapat diabaikan karena dinding venturi sangat halus. Ketika aliran memasuki corong menyempit pada venturimeter, energi kinetik aliran akan semakin besar secara perlahan (tidak seperti pada orifice dimana perubahan kecepatan aliran terjadi secara tiba-tiba sehingga terdapat kehilangan energi) sehingga saat memasuki kerongkongan venturi (tabung slinder) kecepatannya mencapai maksimum. Membesarnya energi kinetik ini terlihat dari bertambahnya kecepatan alir di kerongkongan sehingga mengakibatkan tekanan pada kerongkongan venturi menjadi rendah. Perbedaan tekanan terhadap posisi sebelum memasuki venturi dapat dihitung. Metode pengukuran tekanannya sama seperti dengan percobaan sebelumnya, yaitu menggunakan manometer dengan mengukur ketinggian fluida (air) dalam manometernya. Oleh karena itu, semakin besar kecepatan alirnya, maka perbedaan ketinggiannya cairan dalam manometer pun akan semakin besar. Pada venturimeter, Cv Q dan Cv 1 P . Semakin besar bukaan valve, maka laju alir

semakin besar dan P juga semakin besar. Tetapi walaupun P semakin besar, nilai Cv tetap akan naik. Hubungan antara nilai Cv dengan Q sebenarnya serupa dengan hubungan antara nilai Co dengan Q. Seharusnya, Q berbanding lurus dengan Cv. Namun, dari pengolahan data percobaan ini terjadi hal yang sebaliknya, Q berbanding terbalik dengan Cv (ditunjukkan oleh grafik Q Vs. Cv). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan pada bagian analisis kesalahan. 5.1.4. Percobaan Karakteristik Fitting Percobaan ini bertujuan untuk menentukan panjang ekivalen pada elbow, T-junction, dan gate valve. Pada percobaan ini manometer disambungkan kepada komponen yang ingin diukur pressure drop dan flowratenya, yaitu elbow kemudian T-junction, dan yang terakhir pada gate valve. Panjang ekivalen merupakan panjang pipa lurus yang dilewati oleh aliran fluida yang

energinya sebanding dengan energi dari aliran fluida yang melalui fitting. Aliran fluida di dalam fitting akan mengalami perubahan karakteristik dari dari keadaan awalnya yaitu akan mengalami pressure drop karena friksi antar partikel dengan permukaan pipa bertambah. Friksi yang terjadi berasal dari gesekan fluida dengan dinding dan juga friksi karena gesekan antar partikel fluida. Jika bukaan valvenya semakin besar kecepatan fluidanya juga semakin besar sehingga pressure drop-nya akan semakin kecil. Pada saat aliran melewati gate valve, arah aliran tidak berubah arah, sedangkan pada saat melewati elbow dan T-junction, arah aliran berbelok dan menyebabkan adanya gesekan dengan sudut fitting tersebut. Gesekan karena adanya sudut pada elbow dan T-junction ini menyebabkan pressure drop yang lebih besar. Sedangkan pada gate valve, aliran tidak melewati sudut, dan hanya lewat tanpa pembelokan, yang mengakibatkan pressure drop yang terjadi tidak sebesar pada saat melewati elbow dan T-junction. Pengaruh panjang pipa terhadap friksi aliran berkaitan dengan jumlah fluida yang melewati pipa. Semakin panjang pipa berarti fluida yang melewati pipa akan lebih banyak dan friksi dari aliran yang terjadi juga semakin besar sehingga terjadi energy loss yang semakin besar pula. Dari percobaan yang praktikan lakukan, fenomena ini terjadi pada elbow, dan valve, tapi tidak pada T-junction (dapat dilihat pada tabel perhitungan pipefitting), tetapi pada praktikum ini hal tersebut tidak terjadi. Hal tersebut akan dibahas pada bagian analisis kesalahan. Panjang ekivalen Le sebanding dengan hfitting ( Le hfitting) dan berbanding terbalik secara kuadratik dengan laju alir v (h 1/v2). Hal ini sesuai dengan rumus:
Le = 2.g .H . fitting.D pipa f .v 2

Semakin besar laju alir maka kecepatan v juga semakin besar, maka Le akan semakin kecil. Hubungan antara Q (yang sebanding dengan v) dengan Le dari masing-masing fitting (elbow, Tjunction, dan gate valve) juga dapat dilihat pada grafik perbandingan Q vs Le pada elbow, TJunction, valve. 5.1.5. Percobaan Friction Factor Percobaan ini bertujuan untuk mengukur faktor friksi dari dua buah pipa dengan diameter yang berbeda. Praktikan memilih pipa yang diobservasi berukuran 0,0254 m (1 in) dan 0,019 m (3/4 in). Sama dengan percobaan-percobaan sebelumnya, percobaan ini menggunakan variasi bukaan valve agar hasil yang didapat lebih akurat. Variabel terukur dalam percobaan ini adalah

laju alir dan pressure drop yang kemudian dalam tahap-tahap perhitungannya digunakan untuk mencari nilai faktor friksi. Berdasarkan teori dasar yang ada semakin kecil diameter pipa, laju alir akan semakin besar. Aliran pada pipa yang berdiameter in akan lebih turbulen jika dibandingkan dengan aliran pada pipa 1in pada laju alir (Q) yang sama sebagaimana ditunjukkan pada grafik masingmasing. Hal ini disebabkan karena pada laju alir yang sama, kecepatan pada sumbu pipa yang berdiameter lebih besar dari pada kecepatan pada sumbu pipa berdiameter 1 in. Perbedaan kecepatan ini disebabkan karena perbedaan luas radial pipa. Dari pengolahan data, nilai faktor friksi cenderung menurun jika laju alir bertambah. Hal ini karena karena fberbanding terbalik dengan v secara kuadratik walaupun terjadi kenaikan h pada pipa, sebagaimana terlihat pada persamaan:
f = g .H .D 1 . 2 2L v

Dari percobaan ini, nilai f pada pipa 1 in nilainya selalu lebih kecil daripada nilai f pada pipa in pada bukaan valve yang sama. Friksi pada kedua aliran pipa terjadi dikarenakan gesekan dengan dinding pipa dan juga friksi karena tumbukan antar partikel aliran. Pada pipa 1 in, friksi yang timbul oleh gesekan dengan dinding penampang pipa lebih besar dibandingkan friksi karena gesekan pada pipa berdiameter in. Hal ini karena gradien kecepatan secara radial pada pipa 1 in lebih besar daripada pada pipa in. Sedangkan pada pipa berdiameter in, friksi karena tumbukan antar partikel fluida lebih besar daripada friksi yang serupa pada pipa berdiameter 1 in. 5.1.6. Percobaan Aliran Laminer Dan Turbulen Pada percobaan kali ini dilakukan pengamatan terhadap profil laju alir untuk mengetahui apakah aliran tersebut termasuk dalam jenis aliran laminer, transisi, dan turbulen. Pengamatan menentukan jenis aliran ini dilakukan secara visual (hanya dengan mata), sehingga keakuratannya amat mungkin meragukan, karena putaran air tidak terlihat secara kasat mata dengan mudahnya. Namun, praktikan kemudian dapat mengecek kebenaran hasil observasi visual praktikan dengan perhitungan. Melalui tahap perhitungan yang ada kemudian didapatkan aliran yang terjadi adalah turbulen untuk semua bukaan pada kedua jenis pipa. Fluida dalam percobaan ini yaitu air, mengalir dalam suatu saluran, dalam percobaan ini melalui saluran pipa menuju Visual Flow Box, pada awalnya berada pada laju alir dengan

bukaan valve kecil yaitu 1/6. Kecepatan aliran pada bukaan ini besar, gerakan fluida semakin tidak teratur, sehingga terjadi pusaran-pusaran arus (Eddy current). Lalu bukaan semakin diperbesar akibatnya laju alirnya meningkat dan semakin mengarah kepada profil aliran turbulen. Analisis Grafik 5.3.1 Kalibrasi Dari data pengamatan volume yang tertera pada sight gage dengan volume pada gelas ukur, kita dapat memplot grafik Vukur vs Vtangki sebagai berikut :

Grafik 1. Perbandingan volume ukur dan volume tanki

Pada grafik dapat kita lihat bahwa garisnya hampir membentuk garis lurus dengan regresi sebesar 0,983 (mendekati 1). Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa nilai volume yang tertera pada sight gage relatif sama dengan volume pada gelas ukur (sebenarnya). Selain itu, bila kita perhatikan garisnya naik ke atas. Artinya, semakin besar volume ukur, maka semakin besar pula volume yang tertera pada sight gage (berbanding lurus). 5.3.2 Karakteristik Sharp Edge Orifice Flow Meter Dari data-data pada perhitungan di atas, diplot grafik hubungan antara porifice terhadap laju alir air (Q) pada Grafik 2 serta grafik hubungan antara laju alir air dengan koefisien orifice.

Grafik 2. Hubungan pressure loss dengan flowrate pada orifice flow meter

Dari grafik di atas, didapatkan hubungan semakin besar laju alir, maka semakin besar pula pressure drop yang terjadi. Hal ini disebabkan karena dengan semakin besarnya laju alir, maka gesekan yang terjadi dan energi kinetik yang dihasilkan pun semakin besar. Seperti yang kita ketahui, energi mekanik di setiap titik adalah sama. Oleh karena itu, semakin kecil energy kinetik yang dihasilkan, semakin kecil tekanan yang dihasilkan, sehingga P-nya semakin besar.

Grafik 3. Hubungan laju alir dengan Co

Dari grafik di atas diperoleh hubungan bahwa dengan bertambahnya laju alir, maka nilai Co cenderung menurun. Namun, fenomena ini tidak terjadi pada semua bukaan. Nilai Co cenderung menurun dari bukaan 1/6 hingga 2/3. Setelah itu baru naik pada bukaan 5/6 dan konstan pada bukaan 1. Bila kita teliti dari persamaan-persamaan yang digunakan dalam perhitungan, seharusnya dengan bertambahnya laju alir, maka nilai koefisien karakteristik

orifice, Co, semakin besar. Penyimpangan ini nantinya akan dibahas lebih lanjut pada analisis kesalahan. 5.3.3 Karakteristik Venturi Flow Meter

Grafik 4. Hubungan pressure loss dengan flowrate pada venturi flow meter

Dari grafik di atas, didapatkan hubungan semakin besar laju alir, maka semakin besar pula pressure drop yang terjadi. Hal ini disebabkan karena dengan semakin besarnya laju alir, maka gesekan yang terjadi dan energi kinetik yang dihasilkan pun semakin besar. Seperti yang kita ketahui, energi mekanik di setiap titik adalah sama. Oleh karena itu, semakin kecil energy kinetik yang dihasilkan, semakin kecil tekanan yang dihasilkan, sehingga P-nya semakin besar.

Grafik 5. Hubungan laju alir dengan Cv

Dari grafik di atas diperoleh hubungan bahwa dengan bertambahnya laju alir, maka nilai Cv cenderung menurun. Namun, fenomena ini tidak terjadi pada semua bukaan. Nilai Cv cenderung menurun dari bukaan 1/6 hingga 2/3. Setelah itu baru naik pada bukaan 5/6 dan konstan pada bukaan 1. Bila kita teliti dari persamaan-persamaan yang digunakan dalam perhitungan, seharusnya dengan bertambahnya laju alir, maka nilai koefisien karakteristik

venturi, Cv, semakin besar. Penyimpangan ini nantinya akan dibahas lebih lanjut pada analisis kesalahan. 5.3.4 Perbandingan Karakteristik Venturi Flow Meter Dengan Orifice Flow Meter

Grafik 6. Hubungan Cv terhadap Co

Dari grafik dapat dilihat bahwa karakteristik venturi dengan orifice flow meter berbanding lurus. Jika nilai karakteristik venturi flow meter semakin besar, maka nilai karakteristik orifice flow meter juga semakin besar. 5.3.5 Perhitungan Pipe Fitting

Grafik 7. Hubungan flowrate terhadap friction factor pada fitting elbow

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa laju alir berbanding terbalik dengan friction factor pada fitting elbow. . Bila kita kaji, hal ini sesuai dengan persamaan :
f = g .H .D 1 . 2 2L v

Sehingga, nilai dari f itu sendiri berbanding terbalik dengan v.

Grafik 8. Hubungan laju alir dengan panjang ekivalen fitting

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa panjang ekivalen Le berbanding terbalik dengan laju alir. Hal ini sesuai dengan persamaan:
Le = 2.g .H . fitting .D pipa f .v 2

Semakin besar laju alir maka kecepatan v juga semakin besar, maka Le akan semakin kecil.

5.3.6 Friction Factor

Grafik 9. Hubungan bilangan Renould dengan laju alir

Dari grafik di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar laju alir fluida, maka semakin besar pula bilangan Re-nya yang artinya alirannya semakin turbulen. Hal ini berlaku pada kedua macam diameter. Bila diperhatikan, grafik untuk diameter pipa 0,75 in berada di atas grafik untuk diameter pipa 1 in. Hal ini terjadi karena semakin kecil diameter pipa, maka semakin besar laju alirnya (dengan debit yang sama), akibatnya nilai Re-nya pun akan semakin besar.

Grafik 10. Hubungan faktor friksi dengan flowrate

Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa laju alir berbanding terbalik dengan faktor friksi. Hal tersebut dapat terlihat dari kurva yang semakin menurun. Bila kita kaji, hal ini sesuai dengan persamaan :

f =

g .H .D 1 . 2 2L v

Sehingga, nilai dari f itu sendiri berbanding terbalik dengan v.

Grafik 11. Hubungan laju alir dengan perbedaan ketinggian manometer

Seharusnya, bentuk grafik yang diperoleh adalah naik ke atas karena semakin besar ketinggian pipa, maka semkin besar pula pressure drop yang terjadi. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, semakin besar laju alir, maka semakin besar pula pressure drop yang terjadi. Hal ini disebabkan karena dengan semakin besarnya laju alir, maka gesekan yang terjadi dan energi kinetik yang dihasilkan pun semakin besar. Seperti yang kita ketahui, energi mekanik di setiap titik adalah sama. Oleh karena itu, semakin kecil energy kinetik yang dihasilkan, semakin kecil tekanan yang dihasilkan, sehingga P-nya semakin besar. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa semakin besar laju alir, maka semakin besar ketinggian pipa. Penyimpangannya akan dibahas lebih lanjut pada analisis kesalahan.

Analisis Kesalahan Pada bagian analisis data perhitungan, terdapat berbagai keanehan data yang terjadi yang tidak sesuai dengan teori dasar. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang ada selama percobaan berlangsung, yaitu:

1.

Kesalahan paralaks dalam mengamati perubahan skala manometer yang sangat sulit untuk diamati karena terkadang fluidanya tidak terlihat ada pada skala berapa, dan manometer juga sulit sekali untuk distabilkan.

2. 3. 4.

Terkadang masih ada sedikit udara dalam manometer sehingga pengukuran tekanan menjadi kurang akurat. Bukaannya kurang akurat sesuai dengan nilai yang ditentukan pada prosedur percobaan praktikum. Kerusakan alat, misalnya adanya kebocoran pada bagian tertentu pada pipa.

Ketidakakuratan dalam percobaan kalibrasi, misalnya dalam pengukuran penurunan volume air pada tangki dan pengukuran volume air pada gelas ukur.

You might also like