You are on page 1of 8

TUGAS MATA KULIAH TEKTONIKA

TEKTONIKA PULAU SUMATERA

Disusun oleh: Renaldo Afwan L2L008053

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO


SEMARANG MARET 2011
1

TEKTONIK PULAU SUMATERA

1. Gambaran Umum Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi.

Gambar 2. Peta Kondisi Tektonik Pulau Indonesia

Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik. Berurutan dari barat ke timur adalah sebagai berikut: zona subduksi oblique dengan sudut penunjaman yang landai, sesar Mentawai dan zona sesar besar Sumatera. Zona subduksi di Pulau Sumatera, yang sering sekali menimbulkan gempa tektonik, memanjang membentang sampai ke Selat Sunda dan berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia di bawah Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa, dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng itu saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak lebih aktif. Pergerakannya yang hanya beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter per
2

tahun ini memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan lempeng IndoAustralia terhadap bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian selatannya kecepatannya 6 cm per tahun. Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang miring posisinya ini lebih cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa.

Gambar 2. Pola Tektonik Pulau Sumatera

2. Pola Tektonik Pulau Sumatera Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada zaman Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat dayatimur laut, di mana aktivitas tersebut terus berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan oleh pembentukan letak samudera di Laut Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro Sunda dan Lempeng India-Australia terjadi pada sudut yang kurang tajam. Terjadilah kompresi tektonik global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera dan pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan pada zaman Pleistosen. Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE menghasilkan patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen sampai kini, akibat

kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW yang menghasilkan sesar berarah NE-SW, yang memotong sesar yang berarah utara-selatan. Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif The Great Sumatera Fault yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.

Gambar 3. Gambar Penunjaman Lempeng di Sumatera

Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus terhadap arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak relatif ke arah timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko. Pola tektonik wilayah Sumatera dikontrol oleh pola tektonik di Samudera Hindia. Samudera Hindia berada di atas lempeng samudera (Indian Australian Plate), yang bergerak ke utara dengan kecepatan 68 cm per tahun. Pergerakan ini menyebabkan Lempeng India Australia menabrak lempeng benua Eropa Asia (Eurasian Plate). Di bagian barat, tabrakan ini menghasilkan Pegunungan
4

Himalaya; sedangkan di bagian timur menghasilkan penunjaman (subduction), yang ditandai dengan palung laut Java Trench membentang dari Teluk Benggala, Laut Andaman, selatan Pulau Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara, hingga Laut Banda di Maluku. Penunjaman Lempeng India Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang sempit dan kadangkadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang. 3. Sejarah Terbentuknya Struktur Geologi Pulau Sumatera Indonesia dikenal sebagai wilayah yang mempunyai tatanan geologi yang unik dan rumit. Banyak ahli geologi yang berusaha menjelaskan fenomena tersebut, baik dengan menggunakan pendekatan teori tektonik klasik maupun tektonik global. Mewakili contoh pemikiran tektonik klasik, Van Bemmelen (1933) menggunakan Teori Undasi dalam menjelaskan keberadaan jalur-jalur magmatik yang menyebar secara ritmik menerus dari Sumatera ke Kalimantan barat dan Kalimantan. Berikutnya, Westerveld (1952) merekontruksikan jalur orogen di Indonesia dengan menggunakan pendekatan konsep geosinklin. Hasilnya adalah terpetakan lima jalur orogen dan satu komplek orogen yang ada di Indonesia. Menurut pemikiran tektonik global, konfigurasi saat ini merupakan representasi dari hasil kerja pertemuan konvergen tiga lempeng sejak jaman Neogen, yaitu: lempeng samudera Indo-Australia, lempeng samudera Pasifik, dan lempeng benua Asia Tenggara. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan daratan
5

Sunda yang relatif stabil. Sementara keberadaan lempeng benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur. Berdasarkan konsep ini pula di Indonesia terbentuk tujuh jalur orogen, yaitu jalur-jalur orogen: Sunda, Barisan, Talaud, Sulawesi, Banda, Melanisia dan Dayak. Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Penunjaman mempunyai kemiringan sekitar 7. Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan dengan pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu. Proses tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia. Kompleksitas tatanan geologi Sumatera, perubahan lingkungan tektonik penyebab keanekaragaman arah pola vektor hubungannya dengan slip-ratedan segmentasi Sesar Sumatera, hal tersebut antara lain karena : perbedaan lingkungan tektonik akan menjadikan batuan yang beranekaragam struktur geologi yang lebih tua yang telah terbentuk akan mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda. Sesar Sumatra telah berulangkali teraktifkan kembali dengan pergerakan, baik berupa transtensional maupun transpresional ke arah kanan. Pada sub-zaman Paleogene, sesar besar ini aktif dengan pergerakan mendatar membuka. Pergerakan transtensional yang menerus memicu membukanya Laut Andaman di kawasan utara. Demikian pula pada Recent, Sesar Sumatra aktif kembali dengan pergerakan membuka menyebabkan terbentuknya terban-terban berupa lembah

dan danau seperti Danau Laut Tawar, Toba, Singkarak, Maninjau dan Ranau di sepanjang Pegunungan Barisan. (Simandjuntak, 2004). Namun pada sub-zaman Neogen, Sesar Sumatra teraktifkan kembali dengan pergerakan mendatar transpresional ke arah kanan (dextral tranpressiona wrenching) yang sangat kuat sehingga mengakibatkan lajur orogenesa terlipat, tersesarkan, terimorikasi dan bersamaan dengan kegiatan intrusi plutonik yang terangkat dan membentuk pegunungan lipatan dan sesar sepanjang bukit Barisan. Sistem tunjaman ini termasuk juga komplek akrasi yang membentuk pulau-pulau kecil, seperti Nias di perairan barat Sumatera. Pergerakan transpresional yang menerus hingga Plio-Pliosen mengakibatkan sedimen di cekungan belakang busur terlipat dengan sumbu lipatan menyudut sekitar 20 dengan sesar besar. Lipatan-lipatan tersebut biasanya berasosiasi dengan sesar-sesar mendatar skala kecil, yang kemungkinan berkaitan erat dengan sesar mendatar skala besar di basemen di kedalaman. Orogenesa Barisan menyebabkan terjadi variasi kecepatan tunjaman Lempeng Samudera Hindia. Orogenesa ini merupakan pergerakan dinamis kawasan Asia Tenggara seiring dengan tumbukan yang menerus antara anak benua India dan pinggiran selatan Asia serta penempatan keraktan-keratan kerak bumi di lajur sesar mendatar utama. Tunjaman miring selain memicu terjadinya Sesar Sumatra yang bergerak mendatar ke kanan juga memisahkan kawasan muka busur dalam bentuk keratan lempeng, yang sebagian besar berupa kopel dengan gerakan ke utara lempeng Samudera Hindia. Zona sesar Sumatra tersusun atas cekungan longitudinal (dari baratlaut ke tenggara) Bukit Aceh, Bukit Tangse, Bukit Kerinci, Bukit Ketahun, dan Bukit Semangko. Arah utara dari bukit ini dipengaruhi oleh sesar di selatan, tengah, dan utara Sumatra. Di Sumatra bagian utara, terutama di daerah dataran tinggi Gayo, arah utara-baratlaut dan selatan-tenggara, arah dari zona sesar tersebut memperlihatkan lembah kecil yang dalam dengan banyak cekungan yang sejajar dengan busur dari pulau-pulau yang ada di Sumatra yang terletak di selatan Sumatra

DAFTAR PUSTAKA

Kristanto, A. S., 1991. Structural Analysis of The Sumatran Fault ZoneAround The Semangka Bay, Lampung South Sumatera, Proa lAGI20th Annual Convention Koesoemadinata, R.P., Hardjono, Usna, I., dan Sumdirdja, H. 1978. Tertiary Coal Basins of Indonesia. United Nations, ESCAP-CCOP Tech. Bull., 12, 43 86. Simandjuntak, T.O. 2004. Tektonika. Bandung: Puslitbang Geologi Wirasantoso, S., 1985. Pengukuran Kegempaan di Daerah Lampung danSekitarnya, Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional - LIPI,Lap. Pen. No. 19/LGPN/1988 http://1.bp.blogspot.com http://ariefgeo.blogspot.com/ http://geofufa.blogspot.com/ http://psdg.bgl.esdm.go.id http://utomoas.wordpress.com/ http://yudi81.wordpress.com/

You might also like