You are on page 1of 6

LAPORAN PERJALANAN KULIAH KERJA MAHASISWA ILMU SEJARAH 2010

Ahmad Raihan Dimas Wahyu Indra Jaya Dimas Yoga Satyawan Tito Dwi Wirawan Wildan Andika Putra

1. Nama Kegiatan Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) Program Studi Sejarah FIB UI 2010 2. Penyelenggara Kegiatan Program Studi Ilmu Sejarah FIB UI 3. Tujuan Kegiatan a. Mempelajari lokasi-lokasi bersejarah yang akan dikunjungi serta budaya yang berkembang di kota kota Jawa Tengah b. Mengadakan studi banding dengan Departemen Sejarah Universitas Diponegoro 4. Tempat dan Tanggal Semarang, 20 Juni 2011

Laporan Perjalanan Hari Minggu pukul 16.00, mahasiswa Sejarah 2010 bersama beberapa dosen berkumpul di FIB UI untuk melakukan perjalanan KKM ke Semarang dan Cirebon. Kendaraan yang digunakan berupa 1 bus dan 1 minibus. Tujuan awal perjalanan adalah Universitas Diponegoro. Tetapi ada perubahan jadwal sehingga tujuan pertama adalah Klenteng Sam Poo Kong. Hari Kedua, Klenteng Sam Poo Kong Jam 08.00 pagi mahasiswa sampai di klenteng Sam Poo Kong. Hal ini diluar dugaan mengingat tujuan awal kami ialah Universitas Diponegoro. Klenteng Sam Poo Kong adalah salah satu bentuk peninggalan bersejarah yang terletak di desa Simongan, sebelah barat daya kota Semarang. Klenteng ini merupakan salah satu tempat yang dikeramatkan oleh pemerintah Cina walaupun tempatnya bukan berada di dataran Cina itu sendiri. Arti dari Sam Poo Kong sendiri itu masih dipertanyakan mengenai arti yang sebenarnya. Ada yang beranggapan bahwa Sam Poo Kong itu ialah orang yang memiliki kapal niaganya, ada yang beranggapan itu adalah nama lain dari Laksamana Cheng Ho, ada pula yang beranggapan itu adalah gelar yang diberikan kepada Laksamana Cheng Ho. Sedangkan arti dari Sam Poo Kong itu sendiri ialah mbah dalam bahasa Indonesia berarti orang yang dituakan. Klenteng ini didirikan sebagai bentuk rasa penghormatan laksamana Cheng Ho karena dulunya lokasi ini pernah menjadi tempat persinggahan sementara oleh beliau. Laksamana Cheng Ho sendiri ialah seorang pelaut keturunan Mongol sekaligus pedagang yang berasal dari negeri Cina, beragama Islam dan ditugaskan untuk menelusuri Asia bagian selatan. Tujuan beliau ialah menyebarkan agama Islam, dan juga berdagang. Laksamana Cheng Ho dua kali datang ke desa Simongan, yaitu pada tahun 1405 dan 1416. Menurut cerita, pada tahun 1405 awak kapal Cheng Ho ada yang terjangkit penyakit sehingga mengharuskan untuk menepi di desa Simongan. Setelah awak kapal dapat disembuhkan, Laksamana Cheng Ho membuat tempat semedi di gua batu, dan tempat itu

dikenal dengan sebutan Klenteng Gedung Batu. Pada saat kapal niaga itu berlayar kembali, ada beberapa awak kapal yang sengaja tinggal di Jawa dan menikahi para gadis-gadis setempat. Sedangkan untuk persinggahannya yang kedua tidak terdapat bukti yang begitu jelas, hanya menceritakan bahwa persinggahan yang kedua itu tidak disengaja karena kapal niaga laksamana Cheng Ho terdampar di Semarang. Sepeninggal beliau, kawasan Simongan ini menjadi ramai oleh orang Cina. Hingga muncul pemukiman etnis Cina. Klenteng ini sempat hancur oleh reruntuhan batu pada tahun 1704, dan dibangun kembali pada tahun 1724 dengan patung laksamana Cheng Ho dan beberapa awak kapalnya. Beberapa orang percaya bahwa pada awalnya Klenteng ini digunakan sebagai mesjid mengingat Laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim. Namun orang Indonesia yang keturunan Cina menganggapnya sebagai klenteng karena orientasi dari negeri Cina. Alasan lainnya ialah ketika dinasti Ming menutup diri dari dunia luar, banyak ekspedisi-ekspedisi yang dihentikan. Termasuk transmigrasi para masyarakat Cina yang khususnya muslim untuk bermukim di berbagai daerah. Karena itu keturunan Cina yang beragama muslim pun lambat laun berkurang, dan lokasi Sam Poo Kong pun dijadikan klenteng. Di lokasi Sam Poo Kong, terdapat beberapa tempat pemujaan bagi para peziarah. 1. Tempat Pemujaan Laksamana Cheng Ho berupa arca. Tempat Pemujaan ini merupakan pusat seluruh kegiatan dalam komplek Gedung Batu. Digunakan untuk bersembayang memohon doa restu keselamatan, kesehatan, serta mengenang jasa Laksamana Cheng Ho dengan mengadakan sembahyang. Di tempat ini ada gua yang dulunya digunakan sebagai tempat bersemedi beliau, mempunyai sumber air yang sering digunakan untuk mengobati keluarga yang sakit. Di bangunan inilah terdapat akulturasi antara budaya Cina dengan Islam 2. Tempat pemujaan kyai juru mudi, nama ini diambil dari juru kemudi kapal niaga tsb. Di tempat pemujaan ini terdapat makam juru mudi itu sendiri 3. Tempat pemujaan Kyai Jangkar 4. Tempat pemujaan Kyai Cundrik Bumi, berupa tempat penyimpanan benda pusaka dan senjata-senjata 5. Tempat Pemujaan Kyai & Nyi Tumpeng. Tempat ini berupa prasasti dalam bentuk makam yang digunakan untuk bersemedi atau memohon berkah serta menempa diri.

Masyarakat setempat pun mengagendakan untuk setiap tahun merayakan kedatangan Laksamana Cheng Ho ini. Perayaan berlangsung dari klenteng Tay Kak Sie yang berada di gang Lombok. Setelah dari klenteng Tay Kak Sie masyarakat mengadakan longmarch ke klenteng Sam Poo Kong dengan membawa imitasi patung Laksamana Cheng Ho. Menurut cerita, tradisi unik ini dimulai sejak abad 19 awal, dimana pemilik tanah Simongan adalah orang yang tamak. Mengharuskan membayar harga mahal bila ingin berkunjung ke klenteng Sam Poo Kong itu. Karena itu, masyarakat yang tidak bisa membayar, bersembahyang di klenteng Tay Kak Sie, setelah itu sambil membawa patung imitasi laksamana Cheng Ho, mereka longmarch klenteng Sam Poo Kong dan patung imitasi tersebut ditempatkan sebelah patung asli laksamana Cheng Ho yang berada di klenteng Sam Poo Kong. Hal ini dilakukan agar patung imitasi tersebut mendapat kesucian dari patung asli Cheng Ho yang ada di Sam Poo Kong. Setelah berada di Klenteng selama sekitar 2 jam, kami menuju Universitas Diponegoro untuk mengadakan studi banding dengan jurusan Sejarah di Universitas tersebut. Disana, kami disambut baik oleh panitia. Kami mendengarkan seminar dan presentasi mereka tentang sejarah. Tak terasa hari menjelang sore dan masih banyak tempat yang belum kami kunjungi. Akhirnya kami berpamitan dan bersiap siap menuju destinasi berikutnya, Lawang Sewu. Sekitar jam tiga sore, kami tiba di Lawang Sewu, Semarang. Lawang Sewu adalah salah satu ikon wisata di kota Semarang yang terletak di sisi timur Tugu Muda Semarang, di sudut jalan Pandanaran dan jalan Pemuda. Sebelumnya, gedung ini sempat tak terurus sampai akhirnya dipugar. Pemugaran ini selesai pada akhir Juni 2011 dan kembali dibuka untuk umum setelah diresmikan oleh Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono tanggal 5 Juli 2011. Disana, kami dituntun oleh seorang pemandu. Sambil berkeliling, ia menjelaskan sejarah bangunan itu. Lawang Sewu merupakan sebuah bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda yang dibangun pada 1904. Semula gedung ini digunakan sebagai kantor pusat perusahaan kereta api (trem) Belanda atau Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS). Gedung peninggalan Belanda ini didesain oleh arsitek Belanda ternama, Prof. Jacob F. Klinkhamer dan BJ. Queendag, serta memiliki arsitektur bergaya art deco, gaya yang khas untuk bangunan kolonial pada masa itu. Bangunan utama Lawang Sewu berupa bangunan tiga lantai yang memiliki dua sayap membentang ke bagian kanan dan kiri bagian. Jika pengunjung memasukkan bangunan utama, mereka akan menemukan tangga besar ke lantai dua. Di antara tangga ada kaca

besar menunjukkan gambar dua wanita muda Belanda yang terbuat dari gelas. Semua struktur bangunan, pintu dan jendela mengadaptasi gaya arsitektur Belanda. Disana, kami serasa berada pada zaman kolonial karena seluruh arsitektur bangunan tersebut tidak berubah sejak pertama kali dibangun. Kami menanyakan alasan penamaan Lawang Sewu untuk gedung tersebut. Pertanyaan ini langsung dijawab oleh pemandu bahwa penamaan Lawang Sewu dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang banyak. Namun kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu. Menjelang malam, kami pergi ke hotel untuk beristirahat. Kami menginap di Ungaran Cantik, hotel yang bergaya 80an.

Lampiran Foto Kelenteng Sam Poo Kong

Lawang Sewu

You might also like