You are on page 1of 7

LAPORAN KASUS

Luhu A. Tapiheru, Puji Pinta O. Sinurat, Kiking Ritarwan Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak: Myelitis transversalis adalah suatu sindrome yang jarang. Karakteristik myelitis transversalis ditandai dengan adanya inflamasi di dalam medula spinalis dan mempunyai manifestasi klinis dengan hasil terjadinya disfungsi neural dari jaras-jaras motorik, sensoris, dan otonom sebagai akibat jaras tadi melewati daerah di batas rostral inflamasi. Molekuler mimic dapat menstimulasi generasi antibodi yang dapat memberikan reaksi silang dengan antigennya sendiri, menghasilkan formasi imun kompleks dan aktivasi dari complement-mediated atau cellmediated yang dapat menimbulkan injury terhadap jaringannya sendiri. Terapi yang dilakukan adalah pemberian steroid, plasma exchange, pengobatan imunomodulator, manajemen perawatan pasien dalam jangka waktu lama. Sepertiga pasien akan pulih tanpa adanya sekuele, sepertiga dengan disabilitas sedang, sepertiga dengan sekuele berat. Kata kunci: myelitis transversalis, reaksi autoimun, penatalaksanaan Abstract: Transverse myelitis is a rare syndrome. The characteristic of transverse myelitis marked with the existence of inflammation in medulla spinallis. The clinic manifestation as a result of dysfunction of neural from motoric pathway, sensory and otonomous because of the pathway pass through to boundary area of rostral inflammation. Molecular mimic earn to stimulate of antibody generation which can give the crossed reaction to his antigen itself, yielding immuned complex formation and activation complement-mediated or cell-mediated which can generate the injury to its own network. The therapy are steroid, plasma exchange, medication immunomodulator, old patient treatment management within. One-third patient will be convalesce without existence of sequele, one-third with mild disability the other with severe sequeles. Keywords: transverse myelitis, autoimmune reaction, treatment management

PENDAHULUAN Myelitis transversalis adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan 1,2 traktus saraf di medula spinalis. Myelitis transversalis adalah suatu sindrom yang jarang dengan insiden antara satu sampai delapan kasus baru setiap satu juta penduduk pertahun. Karakteristik myelitis transversalis ditandai dengan adanya inflamasi di dalam medula spinalis dan mempunyai manifestasi klinis berupa
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 3

terjadinya disfungsi neural dari jaras-jaras motorik, sensoris dan otonom sebagai akibat jaras tadi melewati daerah di batas rostral inflamasi. Sering ditemukan keluhan adanya disfungsi sensoris dan bukti adanya inflamasi akut dibuktikan dengan MRI dan punksi 1 lumbal. Dr. Suchett-Kaye seorang neurologis dari Inggris pada tahun 1948 mengenalkan terminologi acute transverse myelitis dalam laporannya terhadap suatu kasus komplikasi myelitis transversalis setelah pneumonia. Transverse menggambarkan secara klinis adanya band like area horizontal perubahan sensasi di daerah leher atau torak. Sejak saat
September 2007 230 Universitas Sumatera Utara

Laporan Kasus

itu, sindrom paralisis progresif karena inflamasi di medula spinalis dikenal sebagai myelitis transversalis. Inflamasi berarti adanya pengaktifan sistem imun yang ada pada daerah 1,3 lesi dan potensial menimbulkan kerusakan. Ketika level maksimal defisit neurologi mendekati 50%, pasien sudah kehilangan seluruh gerakan tungkai, disfungsi kandung kencing dan 8094% pasien mengeluh numbness, parestesia, dan disestesia. Simptom otonom terdiri dari meningkatnya gangguan berkemih dan defekasi, kesulitan atau tak dapat mengosongkannya atau adanya konstipasi saluran pencernaan serta adanya 1,3 gangguan seksual. Myelitis transversalis dapat terjadi idiopatik atau bersama-sama dengan suatu penyakit inflamasi. Penderita myelitis transversalis harus ditawarkan untuk mendapatkan terapi imunomodulator seperti steroid dan plasmapheresis (belum ada konsensus sebagai suatu strategi terapi yang tepat). Kebanyakan pasien dengan myelitis 1 transversalis adalah penyakit monophasic. LAPORAN KASUS Seorang pria berinisial A. S. berusia 33 tahun, suku Batak, Kristen Prostestan, beralamat Hutabayu Kelurahan Hutabayu, Kota Huta Bayu Raja, Kabupaten Simalungun, datang dengan keluhan lemah pada kedua tungkai yang telah diderita sejak 3 bulan lalu, dimulai dengan perasaan kebas dari telapak kaki menjalar sampai ke lutut sebelah kanan yang terjadi sehabis bangun tidur, dan kemudian bila OS berjalan agak pincang, selanjutnya satu minggu berikutnya keluhan menjalar ke tungkai sebelah kiri dengan cara yang sama dimulai dari telapak kaki naik sampai ke lutut, tetapi OS masih sanggup berdiri. Satu minggu kemudian keluhan bertambah dengan kedua tungkai terasa berat bila melangkah sehingga perlu bantuan orang lain bila berjalan. Satu minggu kemudian OS sudah tidak dapat berjalan lagi, dan sejak saat itu mengalami kesulitan dalam berkemih dengan sulit buang air besar. OS juga merasa kulit perut depan sekitar pusar terasa berbeda bila diraba antara perut atas dan perut bawah. Setelah 1 bulan menderita penyakit tersebut, OS berobat kampung selama kurang

lebih satu bulan, karena tak ada perubahan OS kemudian dibawa berobat ke RSU Siantar dan dirawat oleh dokter spesialis neurologi selama 2 minggu, karena juga tak kunjung ada perubahan OS pindah RS swasta dengan harapan untuk bisa di CT scan vertebra, tapi karena alat rusak dan tak ada kemajuan dalam pengobatan OS memutuskan kembali berobat kampung. Setelah kurang lebih dua minggu berobat kampung, maka OS dibawa berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan. Riwayat jatuh terduduk tidak ada, riwayat batuk lama tidak ada, riwayat menderita ISPA sebelumnya tidak ada, riwayat vaksinasi sebelumnya tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 84 kali/menit, pernapasan 18 kali/menit, suhu tubuh 0 36,8 C. Kepala, mata, THT, jantung, paruparu, abdomen dalam batas normal. Ekstremitas paraparesis. Pada pemeriksaan perangsangan meningeal dan tanda peninggian TIK tidak dijumpai. Pada pemeriksaan nervi kranialis dalam batas normal. Sistem motorik dijumpai paraparesis tipe UMN dengan kekuatan motorik 1, dengan sisi kanan sama dengan sisi kiri. Pemeriksaan reflek fisologis dijumpai peningkatan reflek APR/KPR kanan. Dan dijumpai reflek patologis Babinski dan klonus di ekstremitas inferior kanan. Pada pemeriksaan sensibilitas eksteroseptik didapatkan hipestesia setinggi Th 78 ke bawah dengan propioseptik terganggu. Koordinasi lenggang sulit dinilai. Pemeriksaan vegetatif vasomotor, sudomotori, pilo-erector terganggu setinggi Th 78 ke bawah dan adanya gangguan retensio urine dan retensio alvi. Fungsi luhur baik. Pemeriksaan penunjang darah lengkap, tes fungsi ginjal, kadar gula darah sewaktu didapatkan hasil dalam batas normal. Foto rutin thorak dan foto vertebra thorak dalam batas normal. EKG normal. Dari hasil MRI thoracic didapatkan hasil osteophyte pada Th 9Th 10, tampak daerah hiperintens pada T2 weighted setinggi C7 sampai Th7Th8, dengan hasil kesimpulan kesan myelitis setinggi C7 sampai dengan Th 7Th 8 + spondilosis thoracalis.

231

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 3 September 2007 Universitas Sumatera Utara

Luhu A. Tapiheru dkk.

Myelitis Transversalis

Gambar 1. MRI potongan axial thorakal T2 weighted

Gambar 2. MRI thorakalis potongan tansversal T1 weighted

Sedangkan hasil pemeriksaan Liquor Cerebro Spinalis (LCS) didapatkan hasil, warna putih jernih, pH 8,0, total protein 111 mg%, BJ 1,010, Glukosa 94 mg%, jumlah sel 16, diff. tell PMN 3%, MN 97%. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis serta pemeriksaan
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 3

penunjang ditegakkan suatu diagnosis Paraparesis tipe UMN + Hipestesi setinggi th 78 ke bawah + Retensio urine + Retensio alvi ec. Myelitis transversalis. Penderita diterapi dengan pemberian deksametason injeksi intravena 5 mg setaip 6 jam dengan loading doses 10 mg kemudian
September 2007 232 Universitas Sumatera Utara

Laporan Kasus

ditappering off setiap 4 hari, dan pemberian roboransia. Klinis penderita membaik setelah pemberian terapi selama 1 minggu dengan dapat digerakannya kedua tungkai penderita. DISKUSI KASUS Pada kasus ini telah dirawat seorang lakilaki, didiagnosis dengan myelitis transversalis berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan, keluhan utama lemah pada kedua tungkai. Keluhan ini telah diderita sejak 3 bulan lalu, dimulai dari telapak kaki menjalar sampai ke lutut sebelah kanan yang kemudian satu minggu berikutnya keluhan menjalar ke tungkai sebelah kiri, tetapi OS masih sanggup berdiri. Satu minggu kemudian kedua tungkai terasa berat bila melangkah sehingga perlu bantuan orang lain. Satu minggu kemudian OS sudah tidak dapat berjalan lagi, sulit dalam berkemih dengan sulit buang air besar. Myelitis transversalis dapat timbul berdiri sendiri atau bersama-sama dengan penyakit lain. Inflamasi dapat berasal dari akibat infeksi virus, reaksi abnormal reaksi imun atau insufisiensi aliran darah yang melewati pembuluh darah yang berlokasi di medula spinalis. Myelitis transversalis dikatakan akut bila tanda dan gejala berkembang dalam hitungan jam sampai beberapa hari, sedangkan sub akut gejala klinis berkembang lebih dari 4 12 minggu. Simptom myelitis transversalis berkembang cepat dari beberapa jam sampai beberapa minggu. Sekitar 45% pasien mengalami 5 perburukan secara maksimal dalam 24 jam. Sesuai dengan kriteria diagnostik (Tabel 1), untuk menegakkan diaganostik pada penderita ini ditandai dengan karakteristik secara klinis berkembangnya tanda dan gejala dari disfungsi neurologi pada saraf motorik, sensoris dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis baik akut maupun subakut. Inflamasi di dalam medula spinalis memutus jaras-jaras ini dan menyebabkan hadirnya simptom umum dari myelitis transversalis. Kelemahan digambarkan sebagai paraparesis yang berlangsung progresif cepat, dimulai dari

kaki dan sebagai tambahan dapat juga diikuti keterlibatan tangan. Kelemahan mungkin yang pertama dicatat dengan adanya tanda gambaran keterlibatan traktus piramidal yang berlangsung perlahan-lahan pada minggu kedua setelah OS sakit. Keterlibatan level sensoris dapat ditemukan hampir pada semua kasus. Nyeri dapat timbul pada punggung, ekstremitas atau perut. Parastesia merupakan tanda awal yang paling umum myelitis transversalis pada orang dewasa dan tidak pada anak-anak. Sensasi berkurang di bawah level keterlibatan medula spinalis pada sebagian besar pasien, begitu pula nyeri dan suhu.. Pada pemeriksaan sensibilitas penderita pada kasus kali ini dijumpai hipoestesia setinggi Th 7Th 8 ke bawah. Simptom otonom bervariasi terdiri dari peningkatan urinary urgency, inkontinesia urin dan alvi kesulitan atau tak dapat buang air, pengosongan yang tidak sempurna atau konstipasi perut. Juga sering didapatkan sebagai akibat keterlibatan sistem saraf sensoris dan otonom adanya disfungsi 1,5 Pemeriksaan vegetatif pada seksual. penderita inindijumpai anhidrosis setinggi Th7Th8 ke bawah, retensio urine, retensio alvi. Lebih dari 80% pasien mendapatkan tanda klinis pada tingkat yang paling parah dalam 10 hari sesudah onset dari simptom, walaupun perburukan fungsi neurologis bervariasi dan berlangsung progresif, biasanya 1,3 berlangsung dalam 4-21 hari. MRI spinal dan punksi lumbal pada penderita kasus ini menunjukan bukti adanya proses inflamasi, hal ini sesuai dengan pendapat Krishnan (2004), dalam penelitiannya dari 170 pasien dengan idiopatik myelitis transversalis mendapatkan abnormalitas T2 signal servikal sebesar 44%, abnormalitas T2 signal pada thorak sebesar 37%, 5% mempunyai lesi multifokal dan 6% mempunyai lesi T1 hipointens. 42% pasien mempunyai kelainan pleositosis pada LCS dengan hitung sel darah putihnya 38 13 sel dan 50% pasien mengalami peninggian level proteinnya. Pada penderita ini dijumpai lesi myelitis di segmen torakal dan pada pemeriksaan LCS dijumpainya peningkatan jumlah sel dan adanya peninggian 1 protein.

233

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 3 September 2007 Universitas Sumatera Utara

Luhu A. Tapiheru dkk.

Myelitis Transversalis

Tabel 1. Kriteria diagnostik myelitis transversalis 6

Dikutip dari: Transverse Myelitis Consortium Working Group. Proposed diagnostic criteria and nosology of acute transverse myelitis. Neurology 2002; 59: 499-505

Myelitis transversalis merupakan suatu myelitis non infeksius tipe inflamasi. Kategori ini diambil dari suatu bentuk leukomyelitis baik demyelinisasi atau nekrosis dari traktus di medula spinalis, dan di dalam patogenesisnya didapatkan gambaran penting proses respons imun terhadap suatu infeksi yang sering timbul setelah infeksi virus. Pada kasus myelitis transversalis post-infeksius, mekanisme sistem imun lebih memegang peranan penting dalam menimbulkan kerusakan medula spinalis. Pada penyakit autoimun, sistem imun yang seharusnya bertanggung jawab melindungi tubuh dari organisme asing, beraksi sebaliknya menyerang jaringan tubuhnya sendiri dan menyebabkan inflamasi dan menghancurkan myelin di dalam medula spinalis. Ketika myelitis transversalis tidak dijumpai penyakit yang mendasarinya maka disebut sebagai idiopatik. Penyebab myelitis transversalis idiopatik tidak diketahui, tetapi banyak bukti mendukung adanya suatu proses autoimun, artinya pasien yang mempunyai sistem imun yang abnormal menstimulasi adanya serangan terhadap medulla spinalis yang menimbulkan inflamasi 4,5,7 dan kerusakan jaringan.

Pemulihan dapat tidak terjadi, sebagian atau komplit dan secara umum dimulai dalam satu sampai tiga bulan. Dan pemulihan tampaknya tidak akan terjadi, jika tidak ada perkembangan dalam tiga bulan. myelitis transversalis biasanya adalah penyakit 5 monofasik dan jarang rekuren. Diagnosis banding pertama dengan tumor medula spinalis didasarkan adanya keluhan paraperesis yang terjadi progresif lambat dan tidak bersamaan antara kiri dan kanan, dimana pada pasien ini paresis dimulai pada kaki kanan menjalar ke kaki kiri, tetapi hal ini dapat disingkirkan dengan pemeriksaan MRI, dimana hasilnya tidak didapatkan SOL karena tumor medula spinalis. Guillain Barre Syndrome juga dibuat sebagai diagnosis banding karena sifat paraparesis pada pasien ini bersifat assenden dimulai dari kaki kemudian naik ke betis lutut lalu sampai setinggi dada, tetapi hal ini disingkirkan karena OS sebelumnya tidak menderita ISPA, dan hasil MRI menyingkirkan hal tersebut (seharusnya pada GBS gambaran MRI normal). Spondilitis TB dibuat sebagai diagnosis banding karena paraparesis tipe UMN terutama di daerah torakal juga dapat disebabkan oleh spondilitis TB tetapi hal ini
September 2007 234 Universitas Sumatera Utara

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40

No. 3

Laporan Kasus

disingkirkan dari pemeriksaan tidak dijumpainya gibus atau secara radiologis tidak adanya gambaran vertebra seperti baji dan tidak adanya riwayat batuk lama. Penderita diterapi dengan pemberian deksametason injeksi intravena 5 mg setaip 6 jam dengan loading doses 10 mg kemudian ditappering off setiap 4 hari atau obat yang sering diberikan adalah metil prednisolon intravena 1000 mg. Keputusan untuk tetap memberikan steroid atau menambah pengobatan baru berdasarkan temuan klinis 8,9 dan gambaran MRI pada akhir hari ke-5. Penelitian Sebire tahun 1996 terhadap 10 pasien anak yang menderita myelitis transversalis fase akut, dalam pengobatanya digunakan metil prednisolon intravena 3 (Solumedrol) dengan dosis 1 gr/1,73 m /hari selama 3 sampai 5 hari, diikuti dengan pemberian prednison oral (Cortancyl) dengan 8 dosis 1 mg/kg BB/hari selama 14 hari. Terapi lain yang dapat diberikan Plasma exchange sering mulai diberikan apabila penderita mengalami myelitis transversalis yang moderate sampai berat dan menunjukan perkembangan klinis yang lambat dalam 57 hari pemberian steroid intravena. Beberapa peneliti ada juga yang menyarankan pemberian cyclophosphamide untuk pasien yang tetap mengalami progresifitas setelah pemberian terapi steroid intravena. Terapi filtrasi LCS merupakan terapi baru, dan belum digunakan luas di USA, dimana cairan LCS disaring dari faktor-faktor inflamasi (termasuk sel, komplemen, sitokin dan antibodi) terlebih dahulu sebelum diinfuskan kembali ke pasien. Proctective autoimmunity merupakan suatu alternative pengobatan berdasarkan bagaimana sistem imun menghancurkan sistem saraf. Walaupun regimen pengobatan yang ideal tidak diketahui, dalam dua tahun mereka menggunakan imunomodulator oral pada pasien seperti azathioprine, methotrexate, mycophenolate dan cyclophosphamide.1,3 Rehabilitasi diperlukan untuk mencegah komplikasi sekunder dari imobilitas dan meningkatkan functional skills, mencegah 1 kerusakan kulit, mencegah kontraktur. Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan, dan kebanyakan pasien menunjukkan pemulihan fungsi neurologinya dalam 8
235

minggu. Pemulihan mungkin terjadi cepat selama 36 minggu setelah onset dan dapat berlanjut walaupun dapat berlangsung dengan lebih lambat sampai 2 tahun. Pada penderita ini kemajuan pengobatan tampak pada 2 1 minggu terapi. Spastisitas sering merupakan masalah yang sulit ditangani. Mengusahakan tetap fleksibel dengan stretching rutin menggunakan bracing latihan aktif dan program menggunakan penyangga (splint). Dan dibantu dengan menggunakan obat-obatan anti spastisitas (seperti diazepam, baclofen, dantrolene, tizanidine, tiagabine), terapi injeksi botulinum. Tujuan akhir terapi untuk meningkatkan fungsi pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari, melalui peningkatan ROM (Range of Motion), mengajarkan strategi kompensasi yang efektif, 1,10,11 dan mengurangi nyeri. Perawatan multidisiplin tetap diperlukan dalam merawat pasien dengan myelitis transversalis seperti, dokter keluarga, internis, neurologist, dan psikiater.12 KESIMPULAN 1. Diagnosis myelitis transversalis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik neurologis serta pemeriksaan penunjang. 2. Penyebab myelitis transversalis adanya mekanisme autoimun yang mengenai medula spinalis, dengan atau tidak disertai adanya underlying disease. 3. Pengobatan yang sering dilakukan dengan penggunaan steroid dosis tinggi, dapat disertai plasma exchange dan pengobatan imunomodulator serta pengobatan jangka panjang terhadap penyakit ini. SARAN Perlunya menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit ini serta prognosis dari penyakit ini dan kemungkinan perbaikan fungsi ekstremitasnya di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA 1. Krishnan C, Kaplin AI, Deshpande DM, Pardo CA, Kerr DA. Transverse myelitis: patogenesis, diagnosis and treatment. Bioscience 2004; 9: 14831499.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 3 September 2007 Universitas Sumatera Utara

Luhu A. Tapiheru dkk.

Myelitis Transversalis

2. Kerr D. Transverse Myelitis. In: Johnson RT, Griffin JW, Mc Arthur JC. Editors. Current Theraphy in Neurologic Disease. th 6 Ed. Mosby. Philadelphia. p 176180. 3. Kerr D. The history of transverse myelitis: The origin of the name and the identification of disease. The Transverse Myelitis Association. 2006. available in www.myelitis.org/history.htm. 4. Transverse myelitis Fact Sheet. National Intitute of Neurological Disorders and Stroke 2006. Available in www.ninds. nih.gov/ 5. Lynn J. Transverse Myelitis: Symptom, Cause and Diagnosis. The Transverse Myelitis Association. 2006. Available in www.myelitis.org/tm.htm. 6. Transverse Myelitis Consortium Working Group. Proposed diagnostic criteria and nosology of acute transverse myelitis. Neurology 2002; 59: 499505. 7. Ropper AH, Brown RH, Adams and th Victors. Principles of Neurology, 8 ed. New york: Mc Grw-Hill; 2005.

8. Sebire G, Hollenberg H, Meyer L, Huault G, Landrieu P, Tardieu M. High Doses Methylprednisolone in Severe Akut Transverse Myelopathy. Archieves of Disease in the childhood 1997; 76: 167 168. 9. Defresne P, Meyer L, Tardieu M, Scalais E, Nuttin C, De Bont B et al. Efficacy of High Dos Steroid Therapy in Children with Severe Acute Transverse Myelitis. Journal of Neurology Neurosurgery Psychiatry 2001; 71: 27227. 10. Morrison L. Spasticity in Transverse Myelitis. The Transverse Myelitis Association. 2006. available in www.myelitis.org 11. Levy C. Transverse Myelitis: Medical and Rehabilitation Treatment. The Transverse Myelitis Association. 2006. Available www.myelitis.org/treatment.htm. 12. Levy C. Transverse Myelitis: Medical Specialists. The Transverse Myelitis Association. 2006 Available www. myelitis.org/doctors.htm.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40

No. 3

September 2007

236 Universitas Sumatera Utara

You might also like