You are on page 1of 27

TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Pendidikan Dosen Pengampu :

Oleh :

PROGRAM STUDI FAKULTAS UNIVERSITAS INDRAPRASTA 2011

BAB I PENDAHULUN

A. Latar Belakang Pendidikan merupakah hal yang penting dalam perkembangan sebuah negara. Oleh karena itu pendidikan merupakan aspek yang harus diperhatikan. Perkembangan Pendidikan di Indonesia tidak lepas dari peran para tokoh-tokoh pendidikan. Pada masa kolonial pendidikan di Indonesia sangat terbatas dan hanya menjangkau kalangan tertentu. Mereka para tokoh-tokoh pendidikan dengan gagasan dan ide-ide baru mulai memperjuangkan hak-hak pedidikan bagi para rakyat Indonesia.

B. Rumusan Masalah Rumusan dari makalah ini adalah : 1. Siapakah Ki Hajar Dewantara? 2. Apakah peran Ki Hajar Dewantara dalam perkembangan pendidikan di Indonesia? 3. Siapakah Ahmad Dahlan? Willem Iskander

KI HAJAR DEWANTARA

Raden Mas Suwardi Suryaningrat yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, dilahirkan pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Setelah menamatkan ELS (Sekolah Dasar Belanda), ia meneruskan pelajarannya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Ia kemudian menulis untuk berbagai surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express dan Utusan Hindia.

Ia tergolong penulis tangguh pada masanya; tulisan-tulisannya sangat tegar dan patriotik serta mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya. Selain menjadi seorang wartawan muda RM Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik, ini terbukti di tahun 1908 dia aktif di Budi Oetama dan mendapat tugas yang cukup menantang di seksi propaganda. Perkenalannya dengan Dr. Danudirdja Setyabudhi (F.F.E Douwes Dekker), dr. Cipto Mangunkusumo dan Abdul Muis melahirkan gagasan baru untuk mendirikan partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia, yakni Indische Partij. Partai yang berdiri pada tahun 1912 ini memiliki keyakinan bahwa nasib masa depan penduduk Indonesia terletak di tangan mereka sendiri, karena itu kolonialisme harus dihapuskan. Namun sayang, status badan hukumnya ditolak oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Mereka bertiga kemudian membentuk Komite Bumiputera, sebuah organisasi tandingan dari komite yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda. Bersamaan dengan itu, RM Suwardi kemudian membuat sebuah tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) yang menyindir ketumpulan perasaan Belanda ketika menyuruh rakyat Indonesia untuk ikut merayakan pembebasan Belanda dari kekuasaan Perancis. Tulisan yang dimuat dalam koran de Express milik Dr. Douwes Dekker ini dianggap menghina oleh Pemerintah Belanda sehingga keluar keputusan hukuman bagi beliau untuk diasingkan ke Pulau Bangka. Usaha pembelaan yang dilakukan Dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo tidak membawa hasil, bahkan mereka berdua terkena hukuman pengasingan juga. Karena menganggap pengasingan di pulau terpencil tidak membawa manfaat banyak, mereka bertiga meminta kepada Pemerintah Belanda untuk diasingkan ke negeri Belanda. Pada masa inilah kemudian RM Suwardi banyak mendalami masalah pendidikan dan pengajaran di Belanda hingga mendapat sertifikasi di bidang ini.

Setelah pulang dari pengasingan, RM Suwardi bersama rekan-rekan seperjuangan mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut atau Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Perguruan itu bercorak nasional dan berusaha menanamkan rasa kebangsaan dalam jiwa anak didik. Pernyataan asas dari Taman Siswa berisi 7 pasal yang memperlihatkan bagaimana pendidikan itu diberikan, yaitu untuk menyiapkan rasa kebebasan dan tanggung jawab, agar anak-anak berkembang merdeka dan menjadi serasi, terikat erat kepada milik budaya sendiri sehingga terhindar dari pengaruh yang tidak baik dan tekanan dalam hubungan kolonial, seperti rasa rendah diri, ketakutan, keseganan dan peniruan yang membuta. Selain itu anak-anak dididik menjadi putra tanah air yang setia dan bersemangat, untuk menanamkan rasa pengabdian kepada bangsa dan negara. Dalam pendidikan ini nilai rohani lebih tinggi dari nilai jasmani. Pada tahun 1930 asas-asas ini dijadikan konsepsi aliran budaya, terutama berhubungan dengan polemik budaya dengan Pujangga Baru. Selain mencurahkan dalam dunia pendidikan secara nyata di Tamansiswa, RM Suwardi juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisan-tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan. Tulisannya yang berisi konsep-konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan jumlahnya mencapai ratusan buah. Melalui konsep-konsep itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Pemerintah Belanda merintangi perjuangannya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi beliau dengan gigih memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu dapat dicabut. Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas Suwardi Suyaningrat berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara, dan semenjak saat itu beliau tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya beliau dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Dalam zaman Pendudukan Jepang, kegiatannya di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan.

Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) di tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Setelah zaman kemedekaan, Ki Hajar pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada tahun 1957, Ki Hajar menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada. Beliau meninggal dunia pada 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Guna menghormati nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan nasional, Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1959 menetapkan beliau sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dan tanggal kelahirannya kemudian dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Pihak penerus Perguruan Taman Siswa, sebagai usaha untuk melestarikan warisan pemikiran beliau, mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta. Dalam museum terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hajar sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hajar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional. Ki Hajar Dewantara memang tidak sendirian berjuang menanamkan jiwa merdeka bagi rakyat melalui bidang pendidikan. Namun telah diakui dunia bahwa kecerdasan, keteladanan dan kepemimpinannya telah menghantarkan dia sebagai seorang yang berhasil meletakkan dasar pendidikan nasional Indonesia. Alat pendidikan yang dipakai oleh Ki Hajar Dewantara adalah pemeliharaan dengan sebesar-besarnya perhatian untuk memperoleh tumbuhnya hidup anak lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Konsep ini juga disebut sebagai metode among dengan tiga semboyan yang terkenal antara lain : 1. Ing Ngarso Sung Tuladha

Semboyan ini berasal dari kata Ing Ngarso yang berarti di depan, Sung berarti memberi atau menjadi, dan Tuladha berarti teladan atau contoh. Arti dari Ing Ngarso Sung Tuladha adalah pamong apabila berdiri di depan maka setiap saat harus dapat memberi contoh atau tauladan bagi anak didiknya. 1. Ing Madya Mangun Karso Semboyan ini berasal dari kata Ing Madya yang berarti di tengah, Mangun berarti membentuk atau membangun, Karsa berati kehendak atau berniat. Ing Madya Mangu Karsa memiliki makna bahwa pamong seharusnya berada di tengah-tengah, sehingga dapat membangun semangat anak didik untuk berkreativitas sesuai tugas dan kewajibannya. 1. Tut Wuri Handayani Semboyan ini berasal dari kata Tut yang berati mengikuti, Wuri berarti belakang, dan Handayani adalah memberi kekuatan daya, memberi pengaruh, rangsangan, membimbing, dan mengarahkan anak didik. Jadi Tut Wuri Handayani adalah pamong mengikuti dari belakang dengan memberikan kebebasan pada anak didik tetapi tidak melepaskannya dari pengawasan. Pemikiran dalam pemecahannya Ki Hajar Dewantara dalam semboyan tersebut cukup relevan dalam membangun kesadaran bangsa ini akan pentingnya pendidikan saat ini. Beliau wafat pada tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Wijayabrata, Yogyakarta dan tanggal kelahirannya, 2 Mei, dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia. Selain itu, sampai saat ini perguruan Taman Siswa yang beliau dirikan masih ada dan telah memiliki sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Perguruan Kebangasaan Taman Siswa ini telah melahirkan gagasan pemikiran tentang pendidikan nasional

SUMBER: http://pot-redaksi.blogspot.com/2008/05/ki-hajar-dewantara.html

BIODATA AHMAD DAHLAN Nama: KH Nama Muhammad Ahmad Dahlan Kecil: Darwisy

Lahir: Yogyakarta, Meninggal: Yogyakarta, Agama: Islam Isteri: - Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah, dikaruniai enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Nyai Nyai Ibu Rum, Nyai Siti Abdullah, adik Aisyah Aisyah, janda Kyai dan Siti H. Munawwir satu Zaharah). Abdullah Krapyak anak) 23 Februari 1923 1 Agustus 1868

(dikarunia

- Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta Ayah: KH Ibu: Nyai Saudara: Tujuh bersaudara Pendidikan: Pesantren, Yaogyakarta, agama dan bahasa Arab, sampai 1883 Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim) Abu Bakar

- Menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah, 1883-1888, dari pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn Taimiyah - Memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah, 1902-1904 Karir: Khatib Amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta

Khatib

Masjid

Besar

Yogyakarta

- Guru Agama Islam di OSVIA Magelang dan Kweekschool Jetis Yogyakarta. - Pendiri sekolah guru Madrasah Muallimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Muallimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah) Organisasi: Pendiri Persyarikatan Muhammadiyah - Aktif di Jamiyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw. Penghargaan: Pahlawan Nasional (Surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961).SUMBER : http://dutz.student.umm.ac.id/2010/07/09/biodata-kh-ahmad-dahlan/ Kyai Haji Ahmad Dahlan (Yogyakarta, 1 Agustus 1868 - Yogyakarta, 23 Februari 1923) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan

Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun

silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6). Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9). Beliau dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.

SUMBER: http://pdpmkotayogya.multiply.com/journal/item/2?&show_interstitial=1&u=%2 Fjournal%2Fitem Mohammad Syafei lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan Barat) dan diangkat jadi anak oleh Ibarahim Marah Sutan dan ibunya Andung Chalijah, kemudian dibawah pindah ke Sumatra Barat dan menetap Bukit Tinggi. Marah Sutan adalah seorang pendidik dan intelektual ternama. Dia sudah mengajar diberbagai daerah di nusantara, pindah ke Batavia pada tahun1912 dan disini aktif dalam kegiata penertiban dan Indische Partij.

Pendidikan yang ditempuh Moh. Syafei adalah sekolah raja di Bukit tinggi,dan kemudian belajar melukis di Batavia (kini Jakarta), sambil mengajar disekolah Kartini. Pada tahun 1922 Moh. Syafei menuntut ilmu di Negeri Belanda dengan biaya sendiri. Disini ia bergabung dengan "Perhimpunan Indonesia", sebagai ketua seksi pendidikan.

Di negeri Belanda ini ia akrab dengan Moh. Hatta, yang memiliki banyak kesamaan dan karakteristik dan gagagasan dengannya, terutama tentang pendidikan bagi pengembangan nasionalisme di Indonesia. Dia berpendapat bahwa agar gerakan nasionalis dapat berhasil dalam menentang penjajahan Belanda, maka pendidikan raktyat haruslah diperluas dan diperdalam. Semasa di negeri Belanda ia pernah ditawari untuk mengajar dan menduduki jabatan disekolah pemerintah. Tapi Syafei menolak dan kembali ke Sumatara Barat pada tahun1925. Ia bertekad bertekad mendirikan sebuah sekolah yang dapat mengembangkan bakat murid-muridnya dan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Indonesia, Kontribusi baik yang hidup dikota dan maupun dipedalaman. Karya

1. Mohamad Syafei mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Indonesische Nederland School (INS) pada tanggal 31 oktober 1926. Di Kayu Tanam, sekitar 60 km disebelah Utara kota Padang. Sekolah ini didirikan diatas lahan seluas 18 hektar dan dipinggir jalan raya Padang Bukit Tinggi. Ia menolak subsidi untuk sekolahnya,seperti halnya Thawalib dan Diniyah, tapi ia membiaya sekolah itu

dengan menerbitkan buku-buku kependidikan yang ditulisnya. Sumber keuangan juga berasal dari sumbangan -sumbangan yang diberikan ayahnya dan simpatisansimpatisan serta dari berbagai acara pengumpulan dana seperti mengadakan pertunjukan teater,pertandingan sepak bola, menerbitkan lotere dan menjual hasil karya seni buatan murid-muridnya. Kelas menggunanakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai pelajaran bahasa asing yang pokok, ditekan pada pelajaran -pelajaran yang akan terpakai oleh murid-murid apabila mereka kelak kembali Pendidikan menurut Syafei memiliki fungsi membantu manusia keluar sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam

penyempurnaann hidup lahir dan batin antar bangsa (Thalib Ibarahim,1978: 25). Disini tampak bahwa pendidikan berfungsi sebagai ilnstrumen yang digunakan manusia dalam mengarungi evolusi kehidupan. Manusia tahu kelompok tertentu dalam evolusi kehidupan dapat tersisih atau kalah, seperti bangsa Indonesia kala itu,karena tingkat kesempurnaan hidup dan bainnya memang berada pada tingkat yang rendah. Untuk mengatasi halitu,mereka membutuhkan pendidikan yang tepat. Manusia dan bangsa yang dapat bertahan ialah manusia dan bangsa yang dapat mengikuti perkembangan masyarakat atau zamannya. Untuk kepentingan ini ia mengusulkan konsep sekolah kerja atau sekolah kehidupan atau sekolah masyarakat. 2.Tujuan Personal Pendidikan

Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membentuk secara terus menerus kesempurnaan lahir dan batin anak agar anak dapat mengikuti perkembangan masyarakat yang selalu mengalami perubahan atau kemajuan.Kesempurnaan lahir dan batin ini ditafsirkan berlainan antar bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya,antar kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya.Namun demikian ,setiap bangsa ataau masyarakat ingin keuar sebagai pemenang dalam perlombaan yang maha seru antara mereka dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin(Thalib Ibrahim 1978:24-25). Pemikiran Syafei diatas menyarankan kesempurnaan lahir dan batin yang harus selalu diperbaharui.Hal ini terungkap dalam pemikiran G. Revesz seperti yang dikutip oleh Syafei :bahwa lapangan

pendidikan

mesti

berubah

menurut

zamannya,seandainya

orang

masih

beranggapan,bahwa susunan pendidikan dan pengajaran yang berlaku adalah sebaik-baiknya dan tidak akan berubah lagi,maka orang atau lembaga yang berpendirian dan berpikir demikian telah jauh menyimpang dari kebenaran. Demikianlah,tujuan pendidikan berupa kesempurnaan lahir dan batin,harus selalu terus disempurnakan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.Dan kesempurnaan yang cocok untuk bangsa Indonesia ? Syafei mengajukan pemikiran yang masih relevan untuk zaman kita ini.

Manusia yang sempurna lahir dan batin atau aktif kreatif itu,apa saja unsur-unsur atau aspek-aspeknya? Ia menyatakan bahwa yaitu jiwa dan hati yang terlatih dan otak yang berisi pengetahuan (Thalib Ibarahim,1978;20 ).Orang yang jiwa dan hatinya terlatih itu tekun,teliti,rajin,giat,berperhatian,dan apik dalam segala bidang perbuatan. Pelatihan jiwa dan hati ini diperoleh melalui pelatihan bebuat atau bekerja mengerjakan pekerjaan sehari-hari atau bahkan pekerjaan tangan.Bahkan untuk pengisian otakpun,pelajaran pekerjan tangan dapat turut dimanfaatkan. Demikanlah,berdasarkan uraian diatas,tujuan personal pendidikan menurut Syafei dapat dideskripsikan dengan ringkas sebagai berikut: Manusia yang sempurna lahir dan batin kekampung halaman dikota -kota kecil dan nagari-nagari di Sumatra Barat.Dengan demikian pendidikan disekolah ini meliputi bidang-bidang :(1) Kerajinan (kerajinan ,tanah liat ,rajutan,rotan,dan seterusnya), (2) Seni(melukis,ukir,tari,dramadanlain-lainya, (3) grafika (percetakan

,mengarang,jurnalistik dan lain-lainya, (4) semua jenis olahraga, (5)manajemen. 3. Saat Indonesia merdeka, Moh,Syafei diangkat menjadi Ketua Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan untuk Sumatra dan selanjutnya mendirikan ruang pendidikan dan kebudayaan diPadang Panjang.

4. Mohammad Syafei pernah menjadi Menteri Pengajaran dalam Kabinet Syahril II, 12 Maret 1946 -2 Oktober 1946 sera menjadi anggota DPA.

5. Tahun 1968 atas jasa-jasa yang bersangkutan dibidang pendidikan maka IKIP Padang Filsafat 1. memberikan gelar Dr.HC. Pendidikan Nasionalisme

Mohammad Syafei mendasarkan konsep pendidikannya pada nasionalisme dalam arti konsep dan praktek penyelenggara pendidikan INS kayu tanam didasarkan pada cita-cita menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara mempersanjatai dirinya dengan alat daya upaya yang dinamakan aktif kreatif untuk menguasai alam Mohammad Syafei semangat dipengaruhi oleh nasionalisme. pandangan-pandangan Cipto

Mangunkusumo dan Douwes Dekker dan Perhimpunan di negeri Belanda. Semangan nasionalismenya yang sedang tumbuh menimbulkan

pertanyaan,mengapa bangsa Belanda yang jumlahnya sedikit dapat menguasai bangsa Indonesia yang jumlahnya sangat besar.Pertanyaan ini dapat dipecahkan setelah berada dan hidup tengah tengah masyarakat Belanda.Ternyata faktor alam dan lingkungan masyarakat mempengaruhi jiwa manusia. Bagaimanakah bangsa Indonesia dapat menguasai alam yangkaya raya dengan berbagai macam mineral,dengan tanah yang subur?Hal ini dapat terwujud melalui system pendidikan yang dapat mengembangkan jiwa bangsa yang aktif kreatif. Dengan sistem ini, anak-anak sejak kecil sudah dilatih mempergunakan akal pikiran mereka yang didorong olah kemauan yang kuat untuk menciptakan sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia. Jelas kiranya bahwa nasionalisme Mohammad Syafei adalah nasionalime pragmatis yang didasarkan pada agama,yaitu nasionalisme yang tertuju pada membangun bangsa melalui pendidikan agara menjadi bangsa yang pandai berbuat untuk kehidupan manusia atas segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan. Mohammad Syafei menyatakan bahwa Tuhan tidak sia-sia menciptakan manusia dan alam lainnya.Tiap-tiapnya mesti berguna,dan kalau ini tidak berguna hal itu disebabkan karena kita yang tidak 2. pandain menggunakannya. Developmentalisme

Pandangan pendidikan Mohammad Syafei sangat dipengaruhi oleh aliran Develomentalisme, terutama oleh gagasan sekolah kerja yang dikembangkan John Dewey dan George Kerschensteiner, serta pendidikan alam sekitar yang dikembangkan Jan Ligthar.John Dewey berpendapat bahwa pendidikan bahwa pendidikan terarah pada tujuan yang tidak berakkhir,pendidikan merupakan

sesuatu yang terus berlangsung,suatu rekonstruksi pengalaman yang terus bertambah. Tujuan pendidikan sebagaimana adanya,terkandung dalam proses pendidikan, dan seperti cakrawala,tujuan pendidikan yang dibayangkan ada sebelum terjadinya proses pendidikan ternyata tidak pernah dicapai seperti cakrawala yang tidak pernah terjangkau.Oleh karena itu,seperti yang dinyatakan oleh John Dewey, rekonstruksi pengalaman kita harus diarahkan pada mencapai efesiensi sosial, dengan demikian pendidikan harus merupkan proses sosial. Sekolah yang baik harus aktif dan dinamis, dengan demikian anak belajar melalui pengalamannya dalam hubungan dengan orang lain.Sehubungan dengan hal ini,John Dewey menyatakan bahwa pendidikan anak adalah hidup itu sendiri. Disini pertumbuhannya terus bertambah, setiap pencapaian perkembangan menjadi batu loncatan bagi perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu,proses pendidikan merupakan salah satu bentuk penyesuain diri yang terus menerus berlangsung. Dalam proses tersebut berlangsung proses psikologis (perubahan tingkah laku yang tertuju pada tingkah laku yang canggih,terencana dan bertujuan) dalam proses sosiologis (perubahan adat istiadat ,sikap kebiasaan dan lembaga) yang tidak terpisahkan.

Pandangan John Dewey bahwa pendidikan harus tertuju pada efesiensi sosial, atau kemanfaatan pada kehidupan sosial; dan belajar berbuat atau belajar melalui pengalaman langsung yang lebih dikenal dengan sebutan learning by doing,mempunyai pengaruh besar terhadap konsep pendidikan Muhammad Syafei. George Kerschensteiner mendirikan Arbeit schule atau sekolah Aktivitas. Ia mengartikan sekolah aktivitas sebuah sekolah yang membebaskan tenaga kreatif potensial dari anak. Pada awalnya Kerschensteiner memperkenalkan prinsip aktivitas untuk bidang-bidang industri dan pekerjaan tangan,kemudian memperluasnya pada aspek-aspek tingkah laku mental dan moral.Menurut Kerschensteiner, tugas utama pendidikan adalah pengembangan warga Negara yang baik,dan sekolah aktivitasnya berusaha mendidik warga Negara yang berguna 1. Membimbing anak untuk dengan bekerja menghidupi dirinya jalan: sendiri;

2. Menanamkan dalam dirinya gagasan bahwa setiap pekerjaan mempunyai

tempatnya masing-masing dalam member pelayanan kepada masyarakat. 3. Mengajarkan kepada anak bahwa melalui pekerjaannya,ia akan member sumbangan dalam turut serta membantu masyarakat untuk kearah suatu kehidupan bersama lebih sempurna.

Gagasan dan model sekolah yang dikembangkan Kersschenteiner sangat mempengaruhi konsep dan praktek pendidikan Mohammad Syafei di INS Kayu Tanam. Teori 1. Fungsi Pendidikan pendidikan

karena jiwa dan hatinya terlatih dan otaknya berisi konsep-konsep ilmu, hingga ia berbaut Kurikulum a. Kurikulum yang dikembangkan Moh. Syafei merupakan kurikulum untuk pendidikan dasar.Meskipun demikian,untuk tahun-tahun awal sekolah dasar ia menghendaki kurikulum nya,berupampendidikan prasekolah. Contohnya kegiatan bermain main dengan pasir,kertas dan lain-lain mendapat perhatian istimewa. Dengan demikian darisegi ini kurikulum pendidikan dasar aktif kreatif dalam menghadapi lingkungannya.

b. Beberapa mata pelajaran dibahas Syafei secara khusus, yaitu bahasa ibu,menggambar,membersihkan sekolah dan kelas, berkebun dan bemain-main. Metode 1.Sekolah Pendidikan Kerja

Pemikiran Syafei tentang pendidikan banyak dipengaruhi oleh pemikiran pendidikan awal abad 20 di Eropa, yaitu pemikiran pendidikan yang dikembangkan berdasarkan konsep sekolah kerja atau sekolah hidup atau sekolah masyarakat. Menurut konsep ini sekolah hendaknya tidak mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat. Untuk itu Syafei mengutip pemikiran Guning;" sebagian

sekolah,karena kesalahannya sendiri dan ada pula sebagian yangtidak salah ,telah mengasingkan diri dari kehidupan sejati dan telah membentuk dunianya sendiri. Mengukur segala-galanya menurut pahamnya sendiri.Selama hal itu tidak

berubah,

maka

sekolah

tidak

dapat

memenuhi

kewajibannya.Ia

selalu

memaksakan kehendaknya sendiri kepada masyarakat yang seharusnya ia mengabdi kepada masyarakat. Pada tempatnyalah "Sekolah cara baru "bukan saja menghendaki sekolah kerja,tetapi akan berubah menjadi "Sekolah hidup" atau "Sekolah 2.Pekerjaan Masyarakat". tangan

Berdasarkan pemikiran diatas ia menghendaki guru mengaktifkan pengajaran, maksudnya membuat murid menjadi aktif dalam proses pengajaran. Metode dari pengajaran 3.Produksi/kreasi Dalam menjelaskan metode tangan ini,ia berkali-kali menggunakan konsepkonsep respsi, reproduksi,dan produksi atau kreasi. Resepsi produksi adalah metode lama,anak sebagai obyek dan pasif,serta umumnya verbalistis. Sedangkan metode produksi ini, anak diberi kesempatan untuk aktif berbuat atau mencipta. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman berbuat yang melibatkan emosi ,pemikiran, dan tubuh. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengajaran hendaknya mengupayakan aktivitas seoptimal mungkin pada siswa. Pengajaran jangan terperangkap dan berhenti dalam bentuk reseptif dan reproduktif. Dasar pendidikan yang dikembangkan oleh Moh. Syafei adalah kemasyarakatan, keaktifan ,kepraktisan,serta berpikir logis dan rasional. Berkenan dengan itulah maka isi pendidikan yang dikembangkannya adalah bahan bahan yang dapat mengembangkan pikiran,perasaan, dan ketrampilan atau yang dikenal dengan istilah 3 H,yaitu Head,Heart dan Hand. Implikasi terhadap pendidikan adalah ; 1. Mendidik anak-anak agar mampu berpikir secara rasional demikan ialah pekerjaan tangan.

2. Mendidik anak-anak agar mampu bekerja secara teratur dan bersungguhsungguh. 3. Mendidik anak anak agar menjadi manusia yang berwatak baik. 4. 5. Menanamkan Mendidik anak agar rasa mandiri tanpa cinta tergantung tanah pada orang air. lain.

Dalam pelajaran, anak hendaknya menjadi subyek(pelaku) bukan dikenai ( obyek).Dengan menjadi subyek seluruh tubuh anak terlibat, juga emosi, dan

pemikiran dan daya khayalnya. Keasyikan emosi, dan spontanitas anak ketika bermain hendaknya dapat dialihkan kedalam proses belajar mengajar. Peranan guru adalah sebagai manajer belajar yang mengupayakan bagaimana menciptakan siatuasi aga siswa menjadi aktif berbuat. Dengan demikian, guru juga berperan sebagai fasilator belajar yang memperlancar aktivitas anak dalam belajar. Guru yang demikian dituntut untuk memahami anak sebagai makhluk yang selalu bergerak dan memahami psikologi belajar,serta psikologi perkembangan. Mohammad Syafei adalah tokoh pendidikan Nasional yang berasal dari Sumatra Barat, perjuangan beliau juga dititik beratkan pada bidang pendidikan. Pendidikan yang ditempuhnya adalah sekolah raja di Bukit tinggi, kemudian belajar melukis diBatavia tahun 1914 dan mengajar disekolah Kartini. Tahun 1922 ia menuntuk ilmu di Negeri Belanda. Tahun 1925 ia kembali ke tanah air dan bertekad ingin mendirikan sebuah sekolah. Karyanya yang fundamental adalah mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Indonesische Nederland School (INS) di Kayu tanam, Sumatra Barat pada tanggal 31 oktober 1926. Saat Indonesia merdeka ia diangkat menjadi ketua Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan dan mendirikan ruang pendidikan dan kebudayaan di Padang. Disamping itu Moh.Syafei pernah diangkat menjadi menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam kabinet Syahril II, serta pernah menjadi angggota DPA.

Filsafat pendidikan Moh.Syafei mendasarkan konsep pendidikannya pada nasionalisme dalam arti konsep dan praktek penyelenggara pendidikan INS kayutanam didasarkan pada cita-cita menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara mempersenjatai dirinya denan alat daya upaya yang dinamakan akktif kreatif untuk menguasai alam. Pandangan pendidikan Moh.Syafei sangat dipegaruhi oleh aliran Devolepmentalisme, terutama oleh gagasan sekolah kerja yang

dikembangkan oleh John Dewey dan George Kerschensteiner,serta pendidikan alam sekira yang dikembangkan oleh Jan Ligthart. Fungsi pendidikan menurut Moh.Syafei adalah membantu manusia keluar sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa ( Thalib Ibrahim,1978:25).

Manusia dan bangsa yang dapat bertahan ialah manusia dan bangsa yang dapat

mengikuti perkembangan masyarakat atau zamannya. Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membentuk secara terus menerus kesempurnaan lahir dan batin anak dapat mengikuti perkemangan masyarakat yang selalu mengalami perubahan dan kemajuan. Kurikulum yang dikembaangkan adalah kurikulum pendidikan dasar dan beberapa mata pelajran yang khusus. Sedangkan metode pendidikannya adalah sekolah kerja,pekerjaan tangan dan produksi kreasi. Dasar pendidikan yang dikembangkannya adalah kemasyarakatan, keaktifan, kepraktisan serta berpikir logis Mendidik anak agar mampu dan bekerja secara teratur dan rasional. bersungguh-

sungguh,menjadi anak yang berwatak baik dan mandiri. Dalam pelajaran anak diperlakukan sebagai subyek bukan obyek. Guru berperan sebagai manajer belajar menciptakan situasi agar siswa aktif berbuat SUMBER: http://pendis.kemenag.go.id/pais/index.php?a=detilberita&id=4674

Willem Iskander Willem Iskander lahir di Pidoli Lombang pada bulan Maret 1840. Nama kecilnya adalah Sati, sedangkan gelarnya adalah Sutan Iskandar. Willem Iskander adalah salah seorang putra Nasution turunan Sutan Diaru (nenek moyang marga Nasution) dari generasi ke-11 marga Nasution. Pada usia 13 tahun Willem Iskander sekolah di sekolah rendah selama kurang lebih 2 tahun di Panyabungan. Menurut Basyral Hamidy Harahap dalam bukunya Sibulus-Bulus Sirumbuk-Rumbuk (edisi Dwi Bahasa) kemungkinan besar Willem Iskander adalah guru paling muda dalam sejarah dunia pendidikan Indonesia karena sudah mulai aktif mengajar pada usia 15 tahun. Dalam usia semuda itu, Willem Iskander telah memperoleh banyak pengalaman selama dua tahun menjadi guru sekaligus sebagai sekretaris kantor pusat pemerintahan Mandailing-Angkola (1855-1857). Alexander Philippus Godon (Asisten Residen Mandailing Angkola) pada masa itu kembali ke Negeri Belanda sekitar Pebruari 1857 dan beliau membawa Willem Iskander turut serta untuk meneruskan pelajarannya pada salah satu sekolah guru di Belanda. Ijazah guru bantu (hulponderwijzer) diperoleh Willem Iskander pada bulan Oktober 1860 dan beliau terpaksa kembali ke tanah air karena sakit. Oktober 1862 Sekolah Guru Bumi Putera resmi berdiri di Tano Bato (sekarang di Kecamatan Panyabungan Selatan). Sekolah ini dipimpin langsung oleh Willem Iskander kurang lebih selama 12 tahun sebelum akhirnya sekolah ini direncanakan pemidahannya ke kota Padang Sidimpuan.

Ahli sejarah dan tokoh pendidikan kawakan, Dr. Hendrik Kroemenulis bahwa orang Tapanuli boleh berbagga atas prestasi Willem Iskander sebagai satu di antara orang Indonesia pertama yang telah berhasil membuktikan kemampuannya memimpin lembaga pendidikan yang penting . Pertanyaan Kroeskamp ** ini sejalan dengan isi salah satu tajuk harian De Locomotief bulan Agustus 1876 yang terbit di Semarang, berjudul In Memoriam Willem Iskander, yang menokohkan Willem Iskander sebagai pionir pendidikan bumiputera. Liku-liku perjuangan Willem Iskander mengangkat martabat bangsa melalui jalur pendidikan memang penuh tantangan dan tanggunjawab. Ketekunannya bekerja keras, kreativitas yang produktif dan semangat pembaharuan yang menyala-nyala telah berhasil merubah cara berfikir orang Tapanuli Selatan untuk meraih kemajuan. Ini semua dilakukan Willem Iskander satu perempat abad yang lalu, ketika sarana pendidikan dalam keadaan seba sederhana dan kekurangan. Tokoh ini terkenal di Sumatera Utara, khususnya Tapanuli, sebagai guru dan penyair. Kumpulan puisi dan cerita pendeknya berjudul Si Bulus-Bulus Si Rumbuk Rumbuk pertama kali diterbitkan oleh Landsrukkerij di Batavia pada tahun 1872. Buku ini menjadi buku sumber inspirasi cita-cita kemajuan, bahkan menjadi rujukan nasihat orangtua dan ungkapan tradisional di daerah itu. Sejak tahun 1872 kumpulan puisi dan cerita pendek berbahasa Mandailing ini merupakan buku bacaan utama di Sekolah Rendah, HIS, Sekolah Rakyat dan sekarang Sekolah Dasar, khususnya di Tapanuli Selatan. Sekalipun Willem Iskander merupakan tokoh pembaharu yang sangat besar pengaruhnya dalam membuka cakrawala berfikir untuk meraih kemajuan, namun informasi tentang ditinya terlalu sedikit. Penulis sebagai pengagum Willem Iskander sejak duduk di bangku Sekolah Rakyat, sangat berminat untuk membuka tabir kehidupan tokoh budayawan ini. Cita-cita itu kemudian terkabul, ketika pada tahun 1975, penulis berkesempatan mengikuti orientasi pekerjaan selama tiga bulan di kantor Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV) di Leiden. Di sela-sela kesibukan

sehari-hari, penelitian Willem Iskander dimulai dari penemuan Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk edisi pertama dalam koleksi KITLV. Penelusuran selanjutnya diteruskan ke berbagai pusat arsip di negeri Belanda pada tahun 1981 dan 1985 melalui penelitian aarsip yang rumit, akhirnya dikethaui alamat-alamat yang pernah ditinggali oleh Willem Iskander (5 Alamat) dan Maria Christina Jacoba Winter-Iskander (17 Alamat) di Amsterdam. Semua alamat itu penulis temukan, termasuk makam mereka yang telah lama dicari akhirnya ditemukan pada tahun 1985. Hasil pendahuluan penelititan Willem Iskander telah penulis umumkan dalam acara peringatan tepat 100 tahun meninggalnya Willem Iskander pada tanggal 8 Mei 1976 di Geliga Restaurant, Jakarta Pusat. Pada kesempatan itu Mokhtar Lubis menyampaikan makalah tentang peta politik dan sosial budaya Mandailing pertengahan abad 19, sedangkan Adam Malik dalam sambutan tertulis menyatakan bahwa Willem Iskander bukan hanya sekedar tokoh daerah, tetapi benar-benar tokoh berkaliber nasional. Untuk menyemarakkan acara itu penulis memamerkan sejumlah dokumen tentang Willem Iskander yang ditemukan di Negeri Belanda. Pada tahun-tahun berikutnya hasil-hasil penelitian Willem Iskander penulis umumkan melalui tulisan-tulisan yang dimuat di berbagai media massa yang terbit di Jakarta dan Medan, dan dalam berbagai kesempatan ceramah tahunan tentang Willem Iskander. Sejak itu, nama tokoh modernisator ini perlahan terangkat ke permukaan pers nasional. Dari penelitian yang penulis lakukan, banyak terungkap hal-hal yang menarik tentang perjuangan Willem Iskander. Salah satu manfaat yang besar dari penelitian ini ialah terbukanya cakrawala yang lebih luas dari buku Si BulusBulus Si Rumbuk-Rumbuk. Sajak-sajaknya lebih mudah didalami maknanya yang hakiki dengan bekal peangetahuan biografi pengarangnya dan situasi sosial budaya yang melatar belakangi lahirnya sajak-sajak itu.

Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk bukan hanya sekedar judul buku. Tetapi ungkapan ini merupakan inti, perasan dari seluruh prosa dan puisi Willem Iskander yang terkandung di dalam buku ini. Apabila didalami lebih jauh lagi, ungkapan ini adalah suatu hasil kajian yang diangkat dari unsur gama dan kebudayaan. Perpaduan ini diramu sedemikian rupa sehingga terpadu menjadi ungkapan filosofis. Suatu ungkapan yang merupakan falsafah hidup yang bernafaskan agama, kebudayaan dan cita-cita kemajuan. Sekalipun ide pembaharuan Willem Iskander dikumandangkannya satu abad yang lalu, tetapi satupun dari semua ide pambaharuan itu belum ada yang usang. Ini adalah kekuatan karya Willem Iskander. Ia terlempar jauh ke masa depan zamannya. Kekuatan ini pula yang menempatkan dirinya sebagai salah seorang penerima Hadiah Seni pada 1978, setelah 102 tahun dia meninggal dunia. Naskah buku itu sendiri telah sampai di Batavia tahun 1870 untuk diteliti sebelum diterbitkan. Setelah melalui pemeriksaan antara lain komentar dari Dr. Neubronner van der Tuuk, ahli bahasa Batak yang terkenal itu, maka buku ini diterbitkan oleh pemerintah ketika itu. Edisi pertama ini dicetak oleh Landsdrukkerij (Pencetakan Negara) pada tahun 1872. Sebelum tahun 1871 Willem Iskander sudah yakin akan berangkat lagi ke Negeri Belanda untuk kedua kalinya. Ini terungkap dalam dua bait terakhir sajak Mandailing. Rencana keberangkatan itu sendiri sudah dirintisnya sejak tahun 1866 ketika Inspektur Jenderal Pendidikan Bumiputera, Mr. J.A. van der Chijs berkunjung ke Kweekschool Tanobato. Pada kesempatan itu Willem Iskander banyak mengajukan usul untuk meningkatkan mutu sekolah-sekolah guru bumiputera di Indonesia (Hindia Belanda ketika itu). Usul-usul itu termasuk peningkatan mutu guru-guru pada sekolah guru bumiputera dengan jalan memberikan beasiswa kepada guru-guru muda. Beasiswa itu dipersiapkan sedemikian rupa dan calon-calonya diseleksi secara nasional.

Pada tahun 1869 telah direncanakan suatu tugas bagi Willem Iskander untuk membawa delapan orang guru muda masing-masing dua orang dari Mandailing, Sunda, Jawa dan Minahasa. Pada tahun 1873 sudah diketahui calon-calon penerima beasiswa itu. Tetapi ternyata bukan delapan orang. Yang berhasil memperoleh beasiswa itu hanya tiga orang yakni Banas Lubis dari Mandailing (Kweekschool), Ardi Sasmita dari Sunda (Kweekschool) dan Raden Mas Surono dari Jawa (Kweekschool Tanobato Surakarta). Willem Iskandar dengan tiga guru muda itu meninggalkan Tanjung Priok pada bulan April 1874 dengan kapal Prins van Oranje menuju Amsterdam via Terusan Suez. Bagi Willem Iskander sendiri ini merupakan tugas penting, karena selain ia menjadi pembimbing mereka (ini disebutkan dalam suatu beslit khusus), ia juga akan memperoleh kesempatan untuk memperdalam pengetahuannya tentang kebudayaan, khususnya bahasa, Kesusastraan dan musik. Ini merupakan kesempatan pula baginya untuk melanjutkan studinya yang terbengkalai satu tahun pada tahun 1861/1862. Lanjutan studi itu tidak dapat diselesaikannya pada tahun 1861/1862 karena ia terpaksa pulang ke tanah air mengingat kesehatannya yang semakin memburuk. Jadi, tidak benar apabila ada keterangan yang selama ini kita dengar bahwa Willem Iskander dibuang ke Negeri Belanda. Yang benar adalah bahwa perjalanan ke Negeri belanda itu adalah rencana matang yang telah lama dipersiapkan oleh Willem Iskander. Ia bukan saja menghubungi pejabat-pejabat resmi di Indonesia, tetapi juga beberapa orang yang berpengaruh di Negeri Belanda untuk melicinkan jalan pelaksanaan rencana itu. Antara lain dengan minta kesediaan mereka memberikan rekomendasi kepada pejabat-pejabat yang menentukan di Hindia Belanda ketika itu. Orang yang dihubungi antara lain D. Hekkar Jr., bekas gurunya di Oefenschool di Amsterdam. Sedemikian rupa terperinci rencana dan tindak lanjutnya. Kweekschool Tanobato sejak tahun 1872 sudah dipersiapkan untuk pindah ke Padangsidempuan untuk dibangun menjadi suatu Pusat Studi Batak, yang akan dipimpin langsung oleh

Willem Iskander setelah kembali dari Negeri Belanda pada tahun 1876. Tetapi rencana pembaharuan itu gagal karena bukan saja Banas Lubis, Ardi Sasmita dan Raden Mas Surono yang meninggal pada masa studi itu, tetapi juga tokoh kita Willem Iskander, meninggal dunia pada tanggal 8 Mei 1876 di Amsterdam dalam usia 36 tahun. Setelah 10 tahun menelusuri jejak Willem Iskander, akhirnya dalam penelitian lapangan di Belanda pada bulan Juli 1985, penulis berhasil menemukan lokasi makam Willem Iskander di Zorgvlied, Amsterdijk, dekat sungai Amstel di Amsterdam. Makamnya sendiri telah digusur pada tahun 1947 karena tidak ada lagi yang mengontraknya. Maria Christina Jacoba Winter-Iskander sendiri telah meninggal pada tanggal 25 April 1920 di Amsterdam dalam usia 69 tahun. Jasadnya dimakamkan di Nieuwe Oosterbegraafplaats. Inilah sedikit latar belakang keberangkatan Willem Iskander yang tersirat dalam bait ke-15 dan 16 sajak Mandailing yang terdapat dalam buku Si Bulus-Bulus Si Rumpuk-Rumpuk. Seorang pemuda biasanya kalau menulis sajak, bahkan ini juga dilakukan penyair manapun, ia tidak luput dari sajak cinta dalam arti Pacar. Tetapi dalam karyakarya Willem Iskander kita tidak menemukan sajak-sajak serupa itu. Masa mudanya dikorbankannya demi suatu cita-cita pembaharuan di negeri ini. Pengamatannya amat tajam, sedemikian juga penjiwaan terhadap segala sesuatu yang hidup dalam kebudayaan dipadukannya dengan ajaran-ajaran agama. Ketajaman pengamatan dan penjiwaannya nampak misalnya dalam sajak Olo-olo. Seorang pemuda yang tentu saja belum beristeri apalagi mempunyai bayi sangat berhasil mengungkapkan nyanyian ninabobo itu. Ini bukan pula sekedar ninabobo, tetapi nyanyian ini penuh petuah, bukan untuk sang bayi yang belum mengerti apa-apa tetapi bagi mereka yang sudah berpikir supaya menarik pelajaran dari semua ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya. Ini suatu gambaran sederhana

tentang sajak-sajak Willem Iskander, yang sengaja penulis tonjolkan sebelum membicarakan sajak-sajaknya yang lain. Si Bulus-Bulus Si Rumpuk-Rumpuk memang suatu gudang inspirasi bagi generasi demi generasi sesudah periode Willem Iskander. Buktinya dapat kita lihat dalam sejarah pergerakan kebangsaan di Tapanuli Selatan pada awal abad ini. Para tokoh pejuang kebangsaan itu antara lain dipimpin oleh Buyung Siregar, Muhiddin Nasution, Abu Kasim Dalimunte dan Kamaludin Nasution. Mereka menggali ide kemerdekaan nasional dari buku ini dan mereka kobarkan semangat kebangsaan itu dalam rapat-rapat raksasa yang dibayangi oleh orang-orang Politieke Inlichtingen Dients (PID), polisi rahasia kolonial. Sedemikian eratnya gerakan itu dengan karya-karya Willem Iskander, sehingga dalam arsip-arsip PID gerakan itu dijuluki Groep Si Roemboek-Roemboek. Ketika tiga tokoh yang disebut pertama dibuang ke Digul sebagai tahanan politik, ancaman peredaran buku karya utama Willem Iskander ini telah terbayang. Kemudian menjadi kenyataan beberapa waktu setelah para perintis kemerdekaan itu ditangkap . Si Bulus-Bulus Si Rumpuk-Rumpuk telah mengalami paling sedikit 10 kali cetak ulang, baik selama masa kolonial (1903, 1906, 1915) di Batavia maupun setelah kemerdekaan di Medan, Jakarta dan Padangsidempuan. Pada tahun 1976 penulis menerjemahkan buku ini ke dalam Bahasa Indonesia, yang kemudian diterbitkan dalam edisi Dwibahasa, Bahasa Mandailing dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia, oleh penerbit PT Campusiana di Jakarta. Telah disebutkan di atas bahwa Si Bulus-Bulus Si Rumpuk-Rumpuk bukan hanya sekedar judul kumpulan prosa dan puisi karya Willem Iskander, tetapi ia merupakan suatu pandangna hidup yang dalam sekali maknanya. Untuk mengenal secara garis besar ide-ide pembaharuan Willem Iskander dan nafas keagamaan serta keakraban bertanggungjawab sesama manusia, pembicaraan mengenai buku ini sebaiknya dilakukan dengan mengelompokkan sajak-sajaknya sesuai dengan temanya.

KESIMPULAN Apabila diambil kesimpulan dari lima tema sajak-sajak Willem Iskander (Tema Manusai Religius; Tema kasih Sayang; Tema Pendidikan; Tema Nasionalisme dan Tema Mawas Diri, maka akan nampak sejumlah prasyarat bagi manusia yang berbahagia dunia dan akhirat. Si Bulus-Bulus Si Rumpuk-Rumpuk adalah suatu perasan, suatu inti ajaran Willem Iskander. Kata-kata ini sukar dicari pandananya dalam bahasa Indonesia. Kata-kata itu memerlukan pembahasan yang khas. Oleh karena itu kata-kata ini tidak perlu diterjemahkan biarkan tetap dalam bahasa aslinya, tetapi jelaskan apa maknanya. Sama halnya dengan Tut Wuri Handayani yang diangkat oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara dari filsafat hidup bangsa kita. Secara sederhana dapat disebutkan bahwa Si Bulus-Bulus Si Rumpuk-Rumpuk diartikan dengan Seia Sekata. Tetapi terjemahan ini terasa amat dangkal, sebab bukan seia sekata saja yang terkandung dalam ajaran ini, tetapi ia juga mengandungi makna bisuk yang belum ada pandanannya dalam bahasa Indonesia. Makna ajarannya masih jauh lebih luas daripada ke lima tema tersebut di atas. Tema-tema tadi hanya sekedar mengantarkan kita ke arah pemahaman karyakarya Willem Iskander. Pembahasan sajak-sajak Willem Iskander memerlukan studi tersendiri. Studi semacam ini hanya akan berhasil apabila dibekali dengan pengetahuan biografi pengarangnya dan sejarah sosial budaya yang melatar belakangi kelahiran sajak-sajak itu. SUMBER: http://www.mandailing.org/ind/rencana12.html

You might also like