You are on page 1of 3

KUTU KAPUK Aleurodicus destructor (Mackie)

J.A. Londingkene & I W. Mudita A. Nama Umum dan Klasifikasi OPT Nama umum dalam bahasa Indonesia adalah kutu kapuk atau kutu putih (Tjoa Tjien Mo 1953) dan dalam bahasa Inggris adalah coconut whitefly (Kalshoven 1981). Kedudukan taksonomi serangga hama ini adalah golongan (kingdom): Animalia, filum: Arthropoda, kelas: Insecta, ordo: Homoptera, famili: Psyllidae, genus: Aleurodicus, dan spesies: A. destructor (Mackie) (Kalshoven 1981). B. Gejala Kerusakan Kutu kapuk menyerang dengan cara menghisap cairan permukaan bawah daun tanaman kelapa. Akibat serangan kutu tersebut, daun tua mapun muda tampak kekuningan. Apabila populasi kutu meningkat, daun-daun tampak memutih yang merupakan warna dari koloni kutu kapuk yang seperti benang atau kapas yang tidak beraturan. Apabila terjadi serangan berat, daun-daun kelapa bagian bawah rebah dan bergantungan, buah gugur, bahkan tidak terjadi pembungaan lagi (Tjoa Tjien Mo 1953). C. Biologi OPT A. destructor disebut kutu kapuk karena selama pertumbuhannya, nimfa membentuk benang lilin putih menyerupai serabut kapuk yang panjangnya dapat mencapai 5-10 cm. Kutu dewasa berwarna putih, panjang tubuh sekitar 2 mm, bersayap dengan rentang sayap mencapai 5 mm sehingga tampak menyerupai lalat sehingga dikenal dengan nama umum dalam bahasa Inggris sebagai coconut whitefly atau lalat putih kelapa (Kalshoven 1981). Menurut Tjoa Tjien Mo (1953), telur berwarna putih mengkilap, bentuknya bulat-panjang sedikit melengkung, berukuran panjang 0,5 mm. Tiap butir telur yang diletakan ditutup dengan lapisan lilin tipis yang mudah dilihat. Nimfa berwarna putih kotor agak kecokelatan, tubuhnya tertutup benang lilin, dan mempunyai 3 pasang kaki. Menjelang dewasa, nimfa membentuk lapisan lilin yang lebih kompak. Setelah pergantian kulit pertama kali, kaki mengalami penyusutan dan lenyap diiringi dengan munculnya bulu berwarna putih dari bagian dorsal yang makin lama makin panjang sehingga akhirnya menutupi tubuhnya. Imago betina mirip dengan imago jantan, berwarna kuning pucat, bersayap. Panjang tubuh kutu jantan 1,5 mm, sedangkan kutu betina 2-2,5 mm. Kutu tersebut berkembangbiak pada musim kemarau dan lebih sering ditemukan pada permukaan bawah daun yang sudah agak tua. D. Daur Hidup OPT Kalshoven (1981) menyebutkan bahwa stadium telur adalah 4 hari, sedangkan stadium nimfa sampai kutu dewasa adalah 45-50 hari. Sedangkan Tjoa Tjien Mo (1953) mengemukakan bahwa perkembangan dari telur sampai menjadi kutu dewasa memerlukan waktu 45-70 hari. Kutu dewasa dapat hidup selama 5-10 hari, tergantung pada jenis inang dan fase tumbuh daun tempat kutu tersebut membentuk koloni. E. Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan Populasi dan Serangan Puncak perkembangan hama tersebut terjadi pada musim kemarau. Di NTT, puncak serangan kutu tersebut terjadi pada bulan September-Oktober (Mangoendihardjo dkk. 2002).

F. Kisaran Inang serta Kemampuan Menurunkan Hasil Kutu kapuk, selain menyerang daun kelapa, juga sering ditemukan pada daun anggota keluarga Palmaceae, misalnya lontar dan nipah. Selain itu, kutu kapuk juga dapat menyerang lada, pisang, dan sirsak. Di pulau Bangka dan Jawa kutu tersebut sering ditemukan pada sulur lada. G. Sebaran di Luar dan di Wilayah Penelitian Kutu kapuk memiliki daerah sebaran yang cukup luas, terutama di Asia Tenggara. Di Indonesia, kutu tersebut banyak ditemukan di Sulawesi Selatan dan pulau-pulau di sekitarnya. Di wilayah penelitian, kutu kapuk ditemukan di ketiga kabupaten, menimbulkan kerusakan sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Wilayah Sebaran Kutu Kapuk (Aleurodicus destructor Mask.) dan Kategori Kerusakan yang Ditimbulkan pada Tanaman Kelapa di Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Ende, Kabupaten Sikka, dan Kabupaten Flores Timur
Kabupaten Ende Kategori Absen Ringan Sedang Berat Absen Ringan Sedang Berat Absen Ringan Kecamatan Sebaran Detukeli, Kelimutu Detusoko, Ende, Ende Selatan, Nangapanda, Ndona, Ndona Timur Kotabaru, Lio Timur, Maukaro, Maurole, Pulau Ende, Wewaria, Wolojita, Wolowaru

Sikka

Alok, Bola, Kewapante, Lela, Maumere, Nita, Paga, Pulau Palue, Talibura, Waigete Mego

Flores Timur

Adonara Barat, Adonara Timur, Ile Boleng, Ile Mandiri, Klubanggolit, Larantuka, Solor Barat, Solor Timur, Tanjung Bunga, Titehena, Witihama, Wotan Ulumado, Wulanggitang

Sedang Berat

Sumber: Hasil analisis data pengamatan lapangan dan pemeriksaan laboratorium H. Pengelolaan OPT Mekanik. Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan memangkas pelepah kelapa yang terserang kutu kapuk. Fisik. Pengendalian secara fisik dilakukan dengan membakar pelepah daun kelapa hasil pemangkasan. Kimiawi. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan cara injeksi batang dan infus akar.atau penyemprotan melaui udara. Insektisida yang dapat digunakan adalah Canon 250 EC dan Marshall 500 EC (Dinas Perkebunan NTT, 2003). Alami dan Hayati. Kutu kapuk mempunyai beberapa musuh alami, khususnya predator yang potensial, seperti Scymnus sp. dan Ancylopteryz, dan beberapa musuh alami dari golongan parasitoid seperti Tetrastichus sp. dan Encarsia sp. (Kalshoven 1981). Pengendalian hayati dilakukan dengan melakukan introduksi dan pelepasan Scymnus sp. Genetik. Tidak tersedia informasi mengenai tanaman kelapa yang tahan terhadap kutu kapuk. Budidaya. Tidak tersedia informasi mengenai pengendalian kutu kapuk secara budidaya. Daftar Pustaka Jumar, 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised and translated by P.A. van der Laan with the assistant of G.H.L. Rothschild. PT Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta. Londingkene, J.A., IW Mudita, dan T.S. Harini, 2004. Evaluasi Efektivitas dan Dampak Pengendalian Kutu Perisai dan Kutu Kapuk Kelapa Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kerjasama Antara Dinas Perkebunan Provinsi NTT dan PS Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Undana. Mangoendihardjo S., FX. Wagiman, E. Mahrub, J. Situmorang, dan S. Margino, 2002. Petunjuk Teknis Pengendalian Kutu Kelapa Aleurodicus destructor dan Aspidiotus destructor. Kerjasama Antara Proyek Pengembangan Agribisnis Perkebunan NTT Dengan PSPH UGM. Pracaya, 2004. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta Subdin Perlintan Perkebunan Dinas Perkebunan Provinsi NTT, 2003. Laporan Kegiatan Pengendalian Hama Kelapa Aspidiotus sp. dan Aleurodicus sp. Di Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun Anggaran 2002. Laporan Akhir April 2003. Dinas Perkebunan Provinsi NTT. Suhardiyono, 1988. Tanaman Kelapa. Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta. Tjoa Tjien Mo, 1953. Memberantas Hama-Hama Kelapa dan Kopra. Noordhoff-Kolff, Jakarta.

You might also like