You are on page 1of 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembentukan kompleks dalam larutan berair dapat diakui oleh sejumlah metode yang berbeda, dimana tes klasik modifikasi propertiesis kimia hanya satu, dan yang agak tidak bisa diandalkan pada saat itu: semua reaksi yang Konstans keseimbangan, dan uji kimia sering hanya investigasi nilai relatif dari konstanta kesetimbangan. Dalam larutan garam jenuh dengan amonia perak, misalnya, hampir dari ion perak hadir sebagai kompleks [Ag(NH3)2]+, dan penambahan sejumlah klorida, namun solusi ini tidak menghasilkan endapan, penambahan sejumlah iodida, meskipun mengakibatkan terjadinya pengendapan perak iodida. Iodida perak jauh lebih sedikit larut dari perak klorida, nilai-nilai untuk produk kelarutan keduanya menjadi 10-16 dan 10-10, sehingga percobaan ini menunjukkan bahwa keseluruhan kesetimbangan konstan untuk reaksi. Ag + + 2NH3 [Ag (NH3) 2]+ Apakah cukup besar untuk perak klorida akan larut dalam larutan jenuh perak iodida amonia sementara tidak dipengaruhi (Alan, 1992). Metode Fisika (seperti penyelidikan sifat koligatif, specta elektronik atau getaran, kelarutan, konduktivitas, atau untuk preferensi, potensial elektroda) memberikan bukti yang lebih nyata serta, dalam keadaan yang baik dapat menyebabkan nilai konstanta kesetimbangan untuk pembentukan kompleks (Alan, 1992). Interaksi ligan reseptor adalah langkah pertama untuk proses dasar dari kehidupan, pengakuan misalnya, katalisis enzim, neurotransmitter dan aksi hormon, dan antibodi-antigen. Untuk menjelaskan mekanisme rinci ligan-reseptor

interaksi, percobaan seperti kristalografi, resonansi magnetik nuklir, dan mikroskop elektron tidak ternilai. Meskipun demikian, proses di atas hanya memberikan informasi terbatas mengenai dinamika kompleks ligan-reseptor dan molekul-molekul pelarut, yang penting untuk memahami proses pengikatan. Selain itu, sulit untuk mengisolasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap proses pengikatan. Simulasi yang melengkapi teori dan eksperimen ini dengan membuat mungkin untuk mempelajari setiap faktor secara mendalam (Chau, 2004). Salah satu studi simulasi awal mekanisme interaksi ligan-reseptor adalah dengan melakukan dinamika molekul (MD) simulasi 300 ps pada adenilat kinase dikomplekskan untuk transisi inhibitor dalam air. Itu mengidentifikasi transisi struktur sekunder dan penutupan domain, dan dengan demikian gerakan sesuai diinduksi enzim. Mereka juga menyimpulkan bahwa hasil yang dapat diandalkan dicapai hanya jika air dimasukkan secara eksplisit dalam simulasi (Chau, 2004). Distorsi dari geometri oktahedral tetragonal melibatkan pemanjangan atau pemendekan dari dua obligasi M-L trans. Hal ini mengurangi kelompok simetri titik ideal dari Oh ke Dh atau Ct. Dalam kedua kasus, sumbu rotasi utama sesuai dengan arah distorsi. Oleh karena itu, yang didefinisikan sebagai sumbu z. Dengan demikian, istilah z-in dan z-out kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan kompresi tetragonal dan perpanjangan (James, 1993). Tabel 1. Perkiraan energi dan panjang gelombang untuk transisi t2g-misalnya untuk beberapa kompleks (III) kromium oktahedral. Kompleks CrCl63E,kj/ mol 158 , nm 760

CrF63[Cr(H2O)6]3+ [Cr(C2O4)3]3[Cr(NH3)5Cl]2+ [Cr(NH3)5(H2O)]3+ [Cr(NH3)6]3+ [Cr(en)3]3+ [Cr(CN)6]3+

190 209 211 233 250 258 264 320

630 575 570 515 480 465 455 375

Efek Jahn-Teller berlaku untuk sejumlah sistem dn. Spin tinggi d4 kompleks (misalnya, CrII) juga dua kali lipat merosot di tingkat eg, dan menunjukkan perilaku diprediksi. Sebagai contoh, CrF2 membentuk kisi terdistorsi, dengan empat Cr-F panjang ikatan 200 pm dan dua dari 243 pm. Kromium(II)klorida memiliki struktur yang sangat berbeda, tapi sekali lagi pada posisi eksposisi a 4 +2 distribusi ligan (James, 1993). Degenerasi juga terjadi di tingkat t2g. Teorema Jahn-Teller

memprediksikan bahwa d1 d2 oktahedral dan kompleks harus terdistorsi. Kompresi, tapi tidak perpanjangan. Memberikan keadaan dasar yang

nondegenerasi untuk d1. Ion logam dengan tiga elektron d telah nondegenerasi pada keadaan dasar. Dan karena itu membentuk kompleks oktahedral reguler (James, 1993). Valensi ion pusat dan jenis logam transisi berpengaruh pulah pada untuk ion-ion divalaen dalam satu seri logam transisi, tidak begitu berubah. Untuk ion divalen dari logam transisi = 30 kcal/mol, untuk logam trivalen ~ 60 kcal/mol. Untuk ion dengan valensi sama, akan bertambah ~ 30% dari ion logam transisi

pertama (3d) ke ion logam transisi kedua (4d) dan naik lagi ~ 30% ke ion logam transisi ketiga (5d) (Sukardjo, 1992). Pengisian elektron pada orbital d, dipengaruhi oleh kekuatan medan ligand. Untuk ligand yang kekuatan medannya besar atau strong ligand field, splitting yang terjadi menghasilkan perbedaan energi yang besar, akibatnya elektron akan mengisi penuh energi yang rendah sebelum mengisi orbital yang energinya tinggi (Sukardjo, 1992). Pada medan ligand yang lemah atau weak ligand field, elektron-elektron akan mengisi kelima orbital d tanpa berpasangan lebih dahulu. Hal ini disebabkan karena perbedaan energi orbital t2g dan eg sangat kecil. Memang elektron keempat dapat mengisi orbital eg yang energinya lebih tinggi atau dapat berpasangan dengan elektron di orbital t2g (Sukardjo, 1992) . Untuk ini keduanya memerlukan energi, sebab yang satu orbital yang akan diisi energinya lebih tinggi sedangkan yang lain elektron akan saling tolakmenolak. Namun, demikian pada medan yang lemah, energi untuk mengisi orbital eg lebih rendah daripada energi untuk berpasangan dengan elektron di orbital t2g (sukardjo, 1992). Suatu garam kompleks harus dibedakan dari garam rangkap. Contoh sederhana dari suatu garam rangkap adalh pembentukan feroamonium sulfat dan dan seluruh deretan-deretan formula tawas (alum). Bilamana fero-sulfat dan amonoium sulfat dibiarkan mengkristal bersama-sama dalam perbandingan yang sesuai, kristal dari yang keduanya tidak nampak terpisah. Mereka membentuk satu kristal tunggal. Itu menggambarkan bahwa dua molekul terpisah telah bergabung membentuk satu molekul tunggal. Dalam kejadian seperti ini kalium ferosianida, molekul ferosianida dan kalium sianida telah bergabung membentuk satu molekul

tunggal. Tetapi pada dua kejadian ini

sesungguhnya berbeda. Suatu larutan

feroamonium sulfat mengandung ion fero sebanyak ion sulfat, dan kehadiran mereka di dalam larutan mudah dapat diuji dalam reaksi. Tetapi suatu larutan kalium ferosianida tidak dapat dilakukan uji kualitatif terhadap ion fero atau ion sianida yang ada dalam larutan, tetapi memberikan suatu ion baru ferosianida. Ion ferosianida kompleks Fe(CN)6-4 dapat terurai membentuk ion fero (Sjahrul, 2010) 2FeSO4 + (NH4)2SO4 (Fe NH4)2 (SO4)3 Fe(CN)2 + 4KCN K4[Fe(CN)6] Pembentukan ion kompleks ini memberikan suatu sifat fisika dan kimia yang baru terhadap zat. Pada kejadian garam rangkap, peruraian menjadi ion mula-mula hampir sempurna terjadi, karena itulah sifat kimia tidak mengalami perubahan kecuali sifat-sifat fisika sedikit berubah (Sjahrul, 2010). Fe(CN)6-4 Fe2+ + 6(CN)-

BAB III METODE PERCOBAAN

3.1. Bahan Percobaan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, larutan NH4OH 1 M, larutan CuSO4 0,1 M, tissu roll, kertas label dan sabun cair. 3.2. Alat Percobaan Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pipet volume 10 mL, pipet skala, pipet volume 25 mL, gelas kimia 100 mL, labu ukur 50 mL 6 buah, bulb, pipet tetes, botol semprot, seperangkat alat spektronik 20D+, lap halus, lap kasar, buret, kuvet dan masker. 3.3. Prosedur Percobaan a. Larutan ion Cu2+ 0,02 M dengan Akuades Disiapkan dua buah labu ukur 50 mL yang bersih. Kemudian dipipet 20 mL larutan ion Cu2+ 0,1 M ke dalam labu ukur 50 mL dengan menggunakan pipet volume untuk membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M. Setelah itu, diencerkan dengan menambahkan akuades sampai tanda garis batas pada labu ukur. Kemudian

dikocok hingga larutannya homogen. Larutan tersebut diabsorbansi dengan menggunakan spektrofotometer 20D+ pada panjang gelombang () 550-640 nm dengan interval 10 nm. Digunakan air sebagai blanko. b. Larutan ion Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1:1 antara air : NH4OH 1 M Disiapkan 2 buah labu ukur 50 mL yang bersih. Kemudian dipipet 10 mL larutan ion Cu2+ 0,1 M ke dalam labu ukur 50 mL dengan menggunakan pipet

volume untuk membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M. kemudain ditambahkan NH4OH 1 M sebanyak 25 mL dengan menggunakan pipet volum. Setelah itu, diencerkan dengan menambahkan akuades sampai tanda garis batas pada labu ukur.

Kemudian dikocok hingga larutannya homogen. Larutan tersebut diabsorbansi dengan menggunakan spektrofotometer 20D+ pada panjang gelombang () 550640 nm dengan interval 10 nm. Digunakan air sebagai blanko. c. Larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 3:1 antara air dan NH4OH 1 M Disiapkan 2 buah labu ukur 50 mL yang bersih. Kemudian dipipet 10 mL larutan ion Cu2+ 0,1 M ke dalam labu ukur 50 mL dengan menggunakan pipet volume untuk membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M. kemudain ditambahkan NH4OH 1 M sebanyak 12,5 mL dengan menggunakan pipet volume 10 mL. Setelah itu, diencerkan dengan menambahkan akuades sampai tanda garis batas pada labu ukur. Kemudian dikocok hingga larutannya homogen. Larutan tersebut diabsorbansi dengan menggunakan spektrofotometer 20D+ gelombang () 550-640 blangko. pada panjang

nm dengan interval 10 nm. Digunakan air sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Pengamatan 1. Tabel 1. Absorbansi ion Cu2+ dalam akuades No (nm) Akuades 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 550 560 570 580 590 600 610 620 630 640 0,031 0,026 0,031 0,034 0,039 0,048 0,055 0,068 0,081 0,099

2. Tabel 2. Absorbansi Ion Cu2+ Dalam Akuades : NH4OH (1:1) No 1 2 3 4 5 (nm) 550 560 570 580 590 Akuades : NH4OH (1:1) 0,494 0,508 0,518 0,526 0,528

No 6 7 8 9 10

(nm) 600 610 620 630 640

Akuades : NH4OH (1:1) 0,530 0,528 0,524 0,518 0,512

3. Tebel 3. Absorbansi Ion Cu2+ Dalam Campuran Akuades : NH4OH (3 : 1) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (nm) 550 560 570 580 590 600 610 620 630 640 Akuades : NH4OH (3 :1) 0,472 0,494 0,504 0,514 0,516 0,518 0,516 0,512 0,504 0,496

4.2 Reaksi CuSO4 + 4 H2O NH4OH [Cu(H2O)4]2+ SO42NH3 + H2O [Cu(NH3)(H2O)3]2+ SO42- + H2O

[Cu(H2O)4]2+ SO42- + NH3

[Cu(NH3)(H2O)3]2+ SO42- + NH3 [Cu(NH3)2(H2O)2]2+ SO42- + NH3 [Cu(NH3)3(H2O)]2+ SO42- + NH3 4.3 Perhitungan a. Larutan Cu2+ dalam pelarut akuades M1.V1 = M2.V2

[Cu(NH3)2(H2O)2]2+ SO42- + H2O [Cu(NH3)3(H2O)]2+ SO42- + H2O [Cu(NH3)4]2+ SO42- + H2O

0,1 M x 20 mL = 0,02 M x V2 V2 V2 = 2 mmol 0,02 mL

= 100 mL

b. Larutan Cu2+ dalam campuran 1:1 akuades dan NH4OH Volume total yang digunakan adalah 50 ml. Perbandingan campuran 1:1 antara air dan NH4OH 1M, Air NH4OH = x 50 mL = x 50 mL = 25 mL = 25 mL

Jadi, volume NH4OH yang digunakan adalah 25 mL. c. Larutan Cu2+ dalam campuran 3:1 akuades dan NH4OH Volume total yang digunakan adalah 50 ml. Perbandingan campuran 3:1 antara air dan NH4OH 1M Air NH4OH = x 50 mL = x 50 mL = 37,5 mL = 12,5 mL

Jadi, volume NH4OH yang digunakan adalah 12,5 mL.

4.4 Grafik 4.4.1 Larutan Cu2+ dalam pelarut akuades

hubungan panjang gelombang dengan absorbansi


0.35 0.3

Absorbansi

0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 720 740 760 780 800 820 840 860 880 Panjang gelombang y = 0.000x + 0.025 R = 0.455

4.4.2 Larutan Cu2+ dalam campuran 1:1 akuades dan NH4OH Hubungan panjang gelombang dengan Absorbansi
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 100 200

Absorbansi

y = 0.002x - 0.131 R = 0.085 300 400 500 600 700

Panjang gelombang

4.4.3 Larutan Cu2+ dalam campuran 3:1 akuades dan NH4OH

hubungan panjang gelombang dengan absorbansi


2

Absorbansi

1.5 1 0.5 0 0 100 200 300 400 500 600 700 Panjang gelombang y = 0.002x - 0.131 R = 0.085

4.5 Pembahasan Percobaan ini menggunakan bahan atau sampel yaitu CuSO4 0,1 M dan NH4OH 1 M, dimana CuSO4 0,1 M yang berfungsi sebagai bahan utama sekaligus sebagai pusat ligan yang nantinya akan berikatan dengan amin dari NH4OH 1 M. Sebelum mencapai hasil yang diharapkan, perlu diperhatikan langkahlangkahnya. Langkah awal yaitu dengan disiapkan 6 buah labu ukur dengan volume 50 mL. Keenam labu tersebut dibagi dalam 2 kelompok kecil. Masingmasing labu diisi dengan Cu2+ 0,02 M sebanyak 10 mL kemudian ditambahkan dengan air sampai tanda batas untuk labu pertama, labu kedua dengan perbandingan 1:1 antara air dengan NH4OH 1 M yang telah diisi dengan larutan Cu2+ 0,02 M 10 mL, maka ditambahkan dengan 25 mL larutan NH4OH 1 M. Hal yang sama diberlakukan pada labu ketiga yang memiliki perbandingan 3: 1 antara air dan NH4OH 1 M yaitu dengan menambahkan 12,5 mL ke dalam labu yang berisi larutan Cu2+ 0,02 M 10 mL. Dua dari 6 labu ukur yang telah diisi dengan Cu2+ 0,02 M 10 mL, dihomogenkan dengan akuades, sementara 4 lainnya

yang telah diisi dengan larutan NH4OH 1 M dengan volume 25 mL (untuk 2 labu ukur, 1:1) dan volume 12,5 mL (untuk 2 labu ukur, 3:1) kemudian dihomogenkan dengan akuades. Keenam larutan tersebut kemudian diabsorbansi dengan menggunakan spektrofonik 20D+. Namun, sebelumnya digunakan akuades sebagai blangko untuk untuk menetralkan spektro. Absorbansi ini dilakukan dengan panjang gelombang yang bervariasi yaitu antara 550-640 nm untuk Cu2+ 0,02 M dalam akuades, untuk Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1:1 dan 3:1 antara air dengan NH4OH 1 M dengan interval 10 nm. Pada larutan pertama, kedua dan ketiga diperoleh panjang gelombang maksimal yaitu 640 nm, 600 nm dan 600 nm, sementara nilai absorbansinya masing-masing adalah 0,099; 0,530; dan 0,518. Jadi teori yang menyatakan bahwa semakin kuat ligan maka akan didapat panjang gelombang maksimum sesuai dengan apa yang didapat saat praktikum. Adapun warna yang dihasilkan pada campuran CuSO4 dengan akuades lebih mendekati bening, sementara pada perpandingan 1:1 yaitu berwarna biru tua sedangkan pada perbandingan 3:1 berwarna biru. Perbedaan warna ini disebabkan karena perbedaan volume dari NH4OH akibat dari pengenceran yang telah dilakukan sebelummya. Hubungan antara absorbansi dan panjang gelombang dapat digambarkan dan dilihat melalui gambar kurva yang terbentuk. Selain itu, dari percobaan ini dapat pula diketahui bahwa warna dari larutan juga dapat mempengaruhi panjang gelombang. Semakin pekat warna dari larutan, maka larutan tersebut akan semakin sulit untuk ditembus oleh cahaya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari percobaan ini adalah panjang gelombang maksimum untuk larutan Cu2+ 0,02 M dalam akuades adalah 640 nm, untuk larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1:1 dan 3: 1 antara akuades dengan NH4OH adalah 600 nm dengan nilai absorbansi 0,530 dan 0,518. Kuat medan ligan amin lebih besar daripada kuat medan ligan air. 5.2. Saran 5.2.1 Saran Untuk Laboratorium Sebaiknya dilengkapi dengan pembangkit listrik cadangan atau yang sifatnya dapat menyimpan energi listrik seperti pembangkit listrik tenaga surya, sehingga percobaan tidak tergangu pada saat listrik padam. 5.2.2 Saran Untuk Praktikum Sebaiknya bukan hanya ligan amin-air saja yang diuji tetapi ligan-ligan lainnya sehingga pengetahuan praktikan bertambah.

DAFTAR PUSTAKA

Chan, P. L., 2004, Water Movement During Unbinding from Reseptor Site, Biophysical journal, (87), (http://www.biophysj.cl), diakses 24 September 2011, pukul 09.25 WITA. James, R.B., 1993, inorganic chemistry, Wadsworth, California. Sharpe, A. G., 1992, Inorganic Chemistry 3rd , University of Cambridge, England. Sjahrul, 2010, Kimia Koordinasi, PT Umitoha Ukhuwah Grafika, Makassar. Sukardjo, 1992, Kimia Koordinasi, Rineka Cipta, Jakarta.

LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 26 September 2011 Asisten Praktikan

(TRI WIDAYATI PUTRI)

( SYARIFUDDIN)

Lampiran 1. Membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M dengan akuades Larutan ion Cu2+ 0,1M dipipet sebanyak 10 mL dimasukkan dalam labu ukur 50 mL diencerkan dengan akuades sampai tanda garis diamati dengan menggunakan alat spektronik 20D+ dengan panjang gelombang 740-860 nm Data dikocok sehingga homogen dicatat

2.

Membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M dengan campuran 1:1 antara akuades dengan NH4OH 1 M Larutan ion Cu2+ 0,1 M dipipet sebanyak 10 mL dimasukkan dalam labu ukur 50 mL ditambahkan larutan NH4OH 1 M sebanyak 25 mL diencerkan dengan akuades sampai tanda garis diamati dengan menggunakan alat spektronik 20D+ dengan panjang gelombang 530-650 nm Data dikocok sehingga homogen dicatat

1.

Membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M dengan campuran 3:1 antara akuades dengan NH4OH 1 M

Larutan ion Cu2+ 0,1 M dipipet sebanyak 10 mL dimasukkan dalam labu ukur 50 mL ditambahkan larutan NH4OH 1 M sebanyak 12,5 mL diencerkan dengan akuades sampai tanda garis diamati dengan menggunakan alat spektronik 20D+ dengan panjang gelombang 530-650 nm Data dikocok sehingga homogen dicatat

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

KUAT MEDAN ANTARA LIGAND AMIN-AIR

NAMA NIM KELOMPOK/REGU HARI/TGL. PERC. ASISTEN

: SYARIFUDDIN : H311 09 002 : I (SATU)/ 2 (DUA) : SENIN, 26 SEPTEMBER 20111 : TRI WIDAYATI PUTRI

LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Reaksi kimia yang sering terjadi bukan hanya membentuk ikatan ion dan logam, tetapi terkadang terbentuk ikatan koordinasi. Ikatan koordinasi ini lebih banyak ditemukan dalam senyawa kompleks. Kompleks logam-ligan adalah spesi yang terdiri atas ion pusat (logam transisi) atau atom yang mengkoordinasi dengan ligan, baik ligan netral maupun ligan bermuatan. Kompleks sendiri dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu kompleks netral tidak bermuatan dan kompleks bermuatan, baik positif maupun negatif. Berdasarkan teori ikatan valensi, menyatakan bahwa ikatan ion pusat dan ligan ialah ikatan kovalen koordinasi dengan ligan sebagai pendonor elektron atau basa lewis dan atom pusat sebagai penerima elektron atau asam lewis. Kuat medan suatu ligan dapat ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak. Dengan menentukan panjang gelombang maksimum dari larutan. Misalnya penentuan kuat medan ligan antara amin dan air. Efek warna pada suatu larutan merupakan suatu pembantu dalam mengidentifikasi absorbansinya pada panjang gelombang yang telah ditentukan. Spektrofotometri menggunakan fungsi dari panjang gelombang radiasi dari suatu larutan. Berdasarkan uraian diatas, maka pada percobaan ini akan diukur kekuatan medan ligan amin-air dengan melihat panjang gelombang maksimum dari larutan

sampel. Sehingga kita akan lebih memahami bagaimana teori medan ligan dalam suatu senyawa kompleks terutama antara ligan amin dan air, serta mampu memahami prinsip daris pektrofotometer dalam penyerapannya. 1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan 1.2.1 Maksud Percobaan Mengetahui dan mengenal perbedaan kekuatan ligan antara air dan amin berdasarkan panjang gelombang maksimumnya. 1.2.2 Tujuan Percobaan Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu : 1. Menentukan panjang gelombang maksimum dari larutan Cu2+ 0,02 M dalam pelarut air, campuran 1:1 antara air dan NH4OH 1M dan campuran 3:1 antara air dan NH4OH 1M dengan menggunakan spektrofotometer. 2. Membandingkan kuat medan antara ligan amin dengan air dari campuran larutan yang telah dibuat dengan melihat panjang gelombang maksimumnya. 1.3 Prinsip Percobaan Prinsip dari percobaan ini adalah larutan Cu2+ (CuSO4) 0,02 M, larutan campuran Cu2+ 0,1 M 1:1 amin-air, dan larutan campuran Cu2+ 0,1 M 3:1 amin-air masing-masing diukur absorbansinya dengan menggunakan spektronik 20D+ sekitar 550-640 nm sehingga diperoleh panjang gelombang maksimum.

You might also like