You are on page 1of 11

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

BUDAYA, semua orang tentu cukup memahami pengertian kata itu. Namun tidak sedikit orang yang bingung ketika kata itu dikaitkan dengan sektor lain yang lebih moderen, dengan tujuan mengembangkan sektor pembangunan tertentu. Dalam pembahasan ini kita tidak akan membicarakan masalah kata budaya, tetapi akan lebih jauh membahas budaya lokal dan bagaimana perkembangannya ke depan. Provinsi Maluku Utara dan hampir seluruh provinsi di Nusantara memiliki kebudayaan sendiri, yang dalam konteks ini kita sebut budaya lokal. Selama puluhan tahun sejak kemerdekaan Indonesia, tidak sedikit budaya lokal terangkat menjadi budaya yang mendunia. Budaya lokal sendiri terbagi dalam beberapa jenis, termasuk diantaranya tarian daerah dan musik tradisional. Kedua unsur budaya ini yang kemudian secara nyata menjadi komoditas unggulan bagi setiap daerah, untuk mengharumkan nama Indonesia di pentas seni budaya dunia. Ketika terjadi pergantian dekade pada masa awal kemerdekaan Indonesia, budaya lokal mulai banyak dibicarakan orang. Tidak tanggungtanggung, aspek budaya terkadang ditempatkan pada posisi tertinggi, terutama ketika tamu-tamu berkunjung ke daerah. Pergantian dekade ini juga menyentuh dunia penyiaran yang pada akhir tahun 1950-an mulai tumbuh seperti cendawan di musim hujan. Radio Prambors, salah satu stasiun radio siaran niaga tertua di Indonesia pernah menjadikan seni wayang kulit sebagai program unggulan pada tahun

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

Nardiansyah 1

1967. Padahal secara kasat mata, wayang kulit bukanlah seni audio, tetapi lebih pada seni dengar pandang. Tetapi meski demikian acara ini mampu menghipnotis ribuan pendengar Prambors yang memang didominasi orang Jawa. Sampai di sini kita bisa melihat dengan sangat jelas bagaimana media penyiaran berperan dalam mengangkat suatu budaya, menjadi konsumsi publik yang bisa dikenal lebih luas, disukai orang banyak, atau bahkan ditunggu-tunggu sebagai santapan utama konsumen. Perkembangan seni budaya Indonesia sesungguhnya tidak berbanding lurus dengan apa yang selama ini didengung-dengungkan pemerintah, yakni mempertahankan tradisi dan budaya nenek moyang. Bukti paling nyata bisa terlihat dari semakin kurangnya masyarakat Kota Ternate yang menggunakan Bahasa Ternate. Hal ini disebabkan beberapa hal, tetapi yang selalu menjadi kambing hitam adalah arus globalisasi. Tetapi sebenarnya yang paling berperan adalah lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Di beberapa daerah, bahasa lokal terpelihara dan bahkan terus berkembang. Ini selain karena pengaruh lingkungan tadi, juga karena peran media massa. Seperti dalam sepakbola dunia, kita bisa melihat bagaimana anakanak kita lebih bangga menonton Liga Italia, Liga Inggris, Liga Champions atau liga sepakbola dunia lainnya, ketimbang memelototin Liga Indonesia di televisi. Kurang keren. Tidak gaul! kata anak-anak sekarang. Hal ini jualah yang terjadi pada perkembangan budaya kita. Namun ada sisi baik yang masih tumbuh dan terpelihara sampai saat ini, yakni sejumlah tradisi yang masih dipertahankan. Lagi-lagi selain karena pengaruh lingkungan, ini juga karena peran media massa.

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

Nardiansyah 2

Media massa pada umumnya terbagi atas dua, yakni media cetak dan media elektronik. Dan ketika kita bicara masalah penyiaran, maka asumsi kita akan langsung tertuju pada radio dan televisi. Yah, tepat sekali, radio dan televisi menjadi media elektronik utama yang masuk kategori media penyiaran. Sedangkan dari jenisnya sendiri, berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, media penyiaran tersebut harus berbentuk lembaga yang berbadan hukum, dan diselenggarakan oleh 4 jenis lembaga siaran, yakni lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran berlangganan dan lembaga penyiaran komunitas. Lembaga penyiaran publik terdiri dari televisi dan radio yang dikelola pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Lembaga penyiaran swasta juga terdiri dari televisi dan radio yang beroperasi dengan mencari keuntungan. Sedangkan lembaga penyiaran berlangganan terdiri dari televisi dan radio yang dipancarkan secara belangganan, melalui satelit, kabel maupun serat optik. Lembaga ini juga beroperasi secara komersil. Sementara lembaga penyiaran komunitas juga terdiri dari televisi dan radio yang beroperasi secara terbatas dan untuk komunitas tertentu. Ketika kita bicara tentang peran lembaga penyiaran dalam

pengembangan budaya, contoh Radio Prambors di atas bisa menjadi ukuran. Siaran-siaran etnik yang mengangkat kultur masyarakat lokal akan terasa seperti atmosfir baru yang berhembus perlahan. Saya teringat suatu hari di bulan Februari 2002, saat itu sejumlah seniman Maluku Utara baru saja menelorkan album-album perdana dalam bentuk video CD (VCD) berisi lagu dan musik daerah, yang sebagian besar diberikan

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

Nardiansyah 3

sentuhan musik moderen. Kala itu di Maluku Utara hanya RRI-lah yang menyiarkan lagu-lagu dan musik daerah. Di awal tahun 2002 itu sejumlah anak-anak kreatif mencoba membelah kefakuman siaran budaya melalui media radio, sekaligus memberi model baru yang tidak monoton seperti dilakukan RRI sebelumnya. Terobosan itu dilakukan Radio Warna FM dengan membuka sebuah acara bertajuk Sabua Ici. Program berdurasi dua jam itu mendapat respons yang luar biasa, tidak saja dari masyarakat luas, bahkan punggawa dan penyiar RRI menjadi fans (baca: penggemar) di acara tersebut. Tokoh Om Dula yang dihadirkan sebagai figur utama sekaligus host Sabua Ici menjadi icon ternama, hampir bersaing dengan Om Desa-nya RRI yang telah bertahun-tahun membumi di seluruh daratan Maluku Utara. Inilah satu contoh nyata bagaimana media penyiaran mampu

mengaktualisasi budaya lokal menjadi konsumsi publik secara luas. Lalu, mengapa Sabua Ici bisa menjadi begitu besar? Itu lebih karena kemasannya yang atraktif, kreatif dan komunikatif. Gaya seperti inilah yang sedang ditunggutunggu publik kita saat itu, bahkan sampai sekarang. Kondisi Maluku Utara yang waktu itu baru saja tercabik-cabik oleh konflik komunal, membutuhkan wadah pemersatu sekaligus hiburan di tengah krisis moral. Hal terpenting yang selama ini tidak terjadi pada lembaga-lembaga penyiaran di Maluku Utara adalah kurangnya atau kalau mau lebih ekstrim tidak adanya-- pembinaan. Jadi sesungguhnya siapa yang punya kewenangan untuk melakukan pembinaan itu? Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang dibentuk pemerintah sebagai lembaga independen di bidang penyiaran, tidak hanya menjalankan fungsi

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

Nardiansyah 4

sebagai wadah pengawas materi siaran, tetapi lebih dari itu untuk menjalankan fungsi pembinaan. Di daerah, KPI Daerah (KPID)-lah yang menjalankan fungsi itu.

Karena itulah keberadaan KPID di Maluku Utara dirasakan sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, dengan visi: Menciptakan lembaga penyiaran yang taat hukum, berguna bagi masyarakat bersinergi dengan pembangunan daerah dalam upaya pengembangan budaya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melalui visi ini diharapkan KIPD Maluku Utara akan mampu meningkatkan kualitas lembaga penyiaran di daerah, terutama dari aspek legalitas. Masalah yang selama ini dihadapi lembaga penyiaran di daerah ini adalah kesulitan mengurus izin siaran yang terasa begitu berbelit dan bikin pusing. Tidak sedikit lembaga penyiaran, terutama radio siaran, terpaksa harus gulung tikar karena merasa tidak sanggup menghadapi persyaratan yang begitu menyulitkan. Lagilagi mereka tidak punya tempat bertanya, berkonsultasi, minta advice atau sekedar memberi motivasi. Semua lembaga pemerintah bungkam, karena merasa bukan tugas dan tanggung jawab mereka. Legalitas lembaga penyiaran sangat penting dalam upaya peningkatan daya saingnya dengan lembaga penyiaran di daerah lainnya di Indonesia. Tetapi apa sebenarnya kontribusi lembaga penyiaran dalam menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD)? Pertanyaan ini agak sulit dijawab jika hanya melihat dengan kasat mata, padahl sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan lembaga penyiaran untuk mendukung pembangunan daerah.

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

Nardiansyah 5

Selama ini lembaga penyiaran lebih hanya menjadi sapi perahan pada saat Pemilu atau Pemilukada. Iklan dengan harga murah terpaksa harus diterima lembaga penyiaran, sebagai kompensasi operasional tanpa legalitas. Seperti buah Simalakama, lembaga penyiaran kebingungan menentukan pilihan. Meskipun pahit tetapi harus ditelan juga, lembaga penyiaran di Maluku Utara harus menyiarkan iklan partai tertentu atau calon kepala daerah tertentu hanya dengan imbalan sekedarnya. Inilah yang harus didorong jika kita menginginkan lembaga penyiaran berkualitas. KPID tentunya akan memiliki banyak otoritas untuk mendorong atau memaksa lembaga penyiaran untuk terlibat langsung dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya daerah ini, sebagai perwujudan masyarakat Moloku Kie Raha yang berbudaya dan bermartabat. Dengan visi sebagaimana disebutkan di atas, KPID Maluku Utara akan mampu mempertahankan dan meningkatkan potensi budaya dalam upaya pelestarian warisan leluhur untuk pembangunan daerah ke depan. Visi tersebut akan semakin kuat dan bisa direalisasi dengan misi yang diemban KPID Maluku Utara. Misi pertama yakni pengawasan dan pembinaan lembaga penyiaran secara proporsional. Ini menjadi starting point mengingat selama ini fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan sehingga terkesan lembaga penyiaran berjalan semaunya saja, tanpa konsep utama dan bisa berubah-ubah setiap saat tanpa terkontrol. Kedua, sebagian besar pengusaha jasa penyiaran kurang memahami fungsi media dengan benar dan lengkap. Kehadiran KPID Maluku Utara harus bisa mempertegas fungsi media penyiaran sebagai sarana pendidikan, informasi

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

Nardiansyah 6

dan hiburan yang bermanfaat bagi masyarakat, yang pada gilirannya dapat merangsang investor untuk mau berinvestasi di daerah ini. Ketiga, KPID Maluku Utara dengan segala tugas pokok, fungsi dan kewenangannya dapat mendorong lembaga penyiarana dalam mendukung pembangunan daerah Maluku Utara. Sebaran lembaga penyiaran yang merata dan proporsional harus ditumbuhkan sehingga peran lembaga penyiaran akan lebih maksimal, tidak hanya sekedar menjadi sarana hiburan bagi kalangan tertentu. Keempat, seperti sudah dijelaskan di atas, keberadaan KPID Maluku Utara diharapkan mampu memberi dorongan bagi pertumbuhan dan

pengembangan budaya daerah Maluku Utara, terutama melalui media massa. Sebuah contoh kecil, ketika seorang putri terbaik Maluku Utara bernama Sahadia Robo ikut dalam Pemilihan Putri Indonesia, dia mendapat begitu banyak dukungan melalui pesan singkat (SMS), selain karena promosi oral oleh temantemannya, juga karena dukungan kuat dari media penyiaran kita. Ini membuktikan bagaimana lembaga penyiaran bisa mengangkat orang atau budaya lokal untuk lebih dikenal di tingkat nasional maupun internasional. Keterbukaan jaringan informasi antara media lokal dengan pemerintah serta kerjasama terpadu antara lembaga penyiaran lokal dengan lembaga penyiaran nasional dan asing, ikut memberi peran yang luar biasa. Inilah potensipotensi yang harusnya dijalankan KPID Maluku Utara sehingga menjadi peluang besar untuk mengangkat budaya lokal Maluku Utara dan promosi pembangunan secara nasional, regional dan internasional yang lebih luas dan global. Dengan misi ini KPID Maluku Utara bisa menjamin kualitas materi siaran dari setiap lembaga penyiaran sehingga layak dikonsumsi oleh seluruh lapisan

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

Nardiansyah 7

masyarakat sesuai peruntukannya, sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan. Penekanan fungsi media sebagai sarana pendidikan, informasi dan hiburan sangatlah penting dikedepankan karena pada gilirannya akan sangat berperan dalam menunjang pembangunan daerah.

Media penyiaran (radio dan televisi) diharapkan mampu menyajikan program yang berkualitas, dalam rangka pengembangan dan pelestarian budaya lokal sebagai warisan leluhur Moloku Kie Raha, menunjang pembangunan daerah dan lebih khusus lagi dalam rangka mensukseskan Sail Indonesia di Morotai tahun 2012 mendatang. KPID Maluku Utara memegang peranan penting dan sangat menentukan untuk menangani berbagai hal tersebut di atas.

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

Nardiansyah 8

KEPUSTAKAAN

Budhijanto, Danrivanto, 2010, Cetakan Pertama; Hukum Telekomunikasi, Penyiaran dan Teknologi Informasi: Regulasi dan Konvergensi, PT. Refika Aditama, Bandung; Newsletter KPI, Edisi September-Desember 2008, Penyiaran Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia, Jakarta; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, 2008, Komisi Penyiaran Indonesia, Jakarta.

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

Nardiansyah 9

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional
Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Maluku Utara Periode I Tahun 2010-2013

Oleh :
Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional Nardiansyah 1

NARDIANSYAH NOOR, S.Sos


No.Peserta: 01/PANSEL-KPID/2010

Mendorong Lembaga Penyiaran Membangun Daerah Noor, S.Sos Melalui Pengembangan Budaya Lokal Menjadi Komoditas Nasional

Nardiansyah 1

You might also like