You are on page 1of 9

TUGAS MATA KULIAH EKONOMI PRODUKSI

The Future of Agricultural Products in Indonesia


Oleh: ANNA FADHILA FANDI NIM. 0810440185 Kelas - B

Dosen: MOCH.MUSLICHMUSTADJAB

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perkembangan sektor agribisnis di Indonesia tahun 2009 menunjukkan angka positif, yaitu sekitar 5,5 hingga 6%, lalu bagaimana dengan prediksi dan harapan untuk tahun 2010 ini, dan bagaimana pula dengan masa-masa selanjutnya (masa depan). Prospek agribisnis tahun 2010 bisa lebih baik dari tahun lalu serta produk pertanian dan pangan pun akan lebih bisa bersaing di pasar dunia, namun hal ini sangat bergantung pada kondisi ekonomi global dan makroekonomi Indonesia. Disamping itu juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang integrated dan komprehensif yaitu kebijakan dari hulu sampai hilir dalam hal supporting system. Perlunya dukungan pemerintah tersebut meliputi beberapa kebijakan yaitu: kebijakan input yang meliputi pupuk, benih, lahan, air, dan kredit; Kebijakan on farm untuk perlindungan kepada pihak pelaku agribisnis; Kebijakan lahan, transportasi maupun harga yang tidak tumpang tindih; dan kebijakan yang terakhir adalah proteksi dan promosi.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Pertumbuhan Komoditi Pertanian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) ada sepuluh komoditi pertanian penting yang produksinya pada tahun 2003 mencapai record tertinggi sepanjang sejarah republik Indonesia. Sepuluh komoditi yang dimaksud adalah padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, sayuran dan buah, kelapa sawit, kakao, kopi, karet dan ayam ras. Produksi padi meningkat dari 49 juta ton tahun 1998 menjadi 52,1 juta ton pada tahun 2003 yang merupakan record tertinggi sepanjang sejarah. Bahkan tahun 2004, angka ramalan II BPS menunjukkan produksi padi 53,67 juta ton, yang merupakan record tertinggi baru sepanjang sejarah. Jagung meningkat 9,2 juta ton tahun 1999 menjadi 11 juta tahun 2003. CPO meningkat dari 5,62 juta tahun 1998 menjadi 10,6 juta tahun 2003. Karet meningkat dari 1,6 juta ton tahun 1998 menjadi 2,7 juta ton tahun 2003. Ayam ras meningkat dari 324 juta ekor tahun 1999 menjadi 1 milyar tahun 2003. Hal yang membanggakan kita adalah peningkatan produksi tersebut sebagian besar disumbang oleh peningkatan produktivitas. Mengapa tidak ada gejolak pangan selama tahun 2000 - 2003 antara lain karena disumbang oleh prestasi produksi komoditi pangan utama ini. Sesudah 20 tahun tampaknya tahun 2004 ini kita kembali mencapai swasembada beras. Tidak hanya itu, data BPS juga melaporkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di pedesaan mengalami perbaikan yang cukup berarti. Indeks nilai tukar petani naik dari 96,6 tahun 2000 menjadi 110,4 pada tahun 2003.Tingkat kemiskinan di pedesaan turun rata-rata 20 persen yakni dari 32,7 juta tahun 1999 menjadi 25,1 juta tahun 2002. Tingkat kemiskinan juga turun dari 26 juta orang tahun 1999 menjadi 20,6 juta orang tahun 2002. Di pihak lain tingkat upah di pedesaan naik sekitar 17 persen pertahun sehingga meningkatkan pendapatan buruh tani di pedesaan.

Secara makro kemajuan tersebut juga konsisten. Total impor komoditi pertanian masih besar tetapi mengalami penurunan sementara ekspor meningkat. Sehingga neraca perdagangan komoditi pertanian mengalami surplus yang meningkat rata-rata 15 persen pertahun, yaitu dari US $ 2.2 milyar tahun 1999 menjadi US $ 3.4 milyar tahun 2002 dan 3.7 US $ pada tahun 2003. PDB pertanian selama tahun 2000-2003 bertumbuh rata-rata 1,83 persen pertahun dan pertumbuhan PDB pertanian tahun 2003 Mencapai sekitar 2,61 persen. Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan pertanian selama krisis (1998-1999) yang hanya 0,88 persen bahkan lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan pertanian akhir orde baru (1993-1997) yang hanya 1,57 persen per tahun. Tingkat pertumbuhan tersrbut belum memperhitungkan agribisnis hulu dan hilir (seperti industri mesin-mesin pertanian, pupuk, benih, bibit; produk-produk olahan, dsb.). Karena dampak multiplier pertanian itu sangat besar, baik ke belakang maupun ke depan, maka jelaslah bahwa pertumbuhan sektor pertanian sangat besar pengaruhnya terhadap perekonomian nasional. Kemajuan-kemajuan yang kita capai juga lebih berkualitas. Pertumbuhan yang dikemukakan tersebut di atas bukanlah dicapai at all cost, tetapi lebih disebabkan oleh kreativitas masyarakat agribisnis. Benar Indonesia mencapai swasembada beras tahun 1984, tetapi melalui gerakan-gerakan yang dikomandoi oleh pemerintah, dimulai dengan alokasi sumberdaya oleh pemerintah sampai ke pelosok-pelosok pedesaan kita dengan biaya tinggi. Inilah yang kita sebut dengan government driven. Di era Kabinet Gotong Royong, paradigma ini kita ubah menjadi people driven, yang dimulai oleh pembuatan rencana oleh kelompok tani, sedangkan dinas-dinas pertanian merupakan pembina teknis. Dengan begitu alokasi sumberdaya dilakukan oleh petani, sedangkan pemerintah memberikan fasilitasi. Dengan kemajuan pertanian yang demikian - dari sudut ekonomi, pertanian Indonesia telah lepas dari spiral pertumbuhan rendah (1998-1999) dan sedang memasuki fase percepatan pertumbuhan (accelerating growth) menuju

pertumbuhan berkelanjutan (sustaining growth). Hal ini berarti pertanian Indonesia sudah naik kelas baik dibandingkan dengan kondisi masa krisis maupun kondisi akhir orde baru.

Agenda jangka menengah-pendek (sekitar lima tahun kedepan) yang perlu segera kita rumuskan ialah bagaimana mempertahankan dan meningkatkan kinerja yang cukup menggembirakan tersebut. Apa yang telah kita capai saat ini merupakan pondasi untuk berkembang lebih lanjut. Setidaknya lima upaya yang harus dan segera dilakukan agar momentum akselerasi pertumbuhan sektor pertanian dapat terus dipertahankan secara berkelanjutan yaitu: (a) merenofasi dan memperluas infrastruktur fisik, utamanya sistem irigasi, sistem transportasi, sistem telekomunikasi dan kelistrikan pedesaan; (b) revitalisasi sistem inovasi pertanian (penelitian dan pengembangan, diseminasi teknologi pertanian); (c) pengembangan kelembagaan agribisnis (tata pemerintahan, organisasi pengusaha dan jejaring usaha); (d) rekonstruksi sistem insentif berproduksi dan investasi; dan (e) pengelolaan pasar input dan output. Semua ini merupakan lebih lanjut dari kebijakan dasar proteksi dan promosi yang landasannya telah kita bangun dalam tiga tahun terakhir. Kedepan, pengalaman krisis pahit multi-dimensi 1998-1999 memberikan pelajaran berharga betapa strategisnya sektor pertanian sebagai jangkar, peredam gejolak, dan penyelamat bagi sistem perekonomian. Sektor pertanian merupakan kunci untuk pengentasan kemiskinan dan pemantapan ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu pembangunan sektor pertanian haruslah tetap dijadikan sebagai prioritas pembangunan nasional. Inilah konsensus politik yang masih perlu diperjuangkan bersama. Kinerja sektor pertanian tidaklah semata-mata cermin kinerja Departemen Pertanian. Kinerja sektor pertanian justru lebih banyak oleh pihak-pihak diluar Departemen Pertanian. Oleh karena itu, kalaupun ada perbaikan dalam kinerja sektor pertanian, penghargaan terbesar adalah kepada mereka petani dan pelaku agribisnis yang ada di seluruh pelosok tanah air. 2.2 PROSPEK PERTANIAN DI MASA DEPAN Sebagai salah satu dari hasil peradaban manusia, pertanian juga mengalami banyak perubahan. Di awali dengan munculnya teknik bercocok tanam dari ladang berpindah,

ditemukannya irigasi hingga saat ini ditemukannya bibit dengan hasil teknologi rekayasa genetika. Saat ini sudah banyak bermunculan riset mengenai bioteknologi terutama untuk menghasilkan benih genetically modified organism (GMO). GMO sendiri merupakan salah satu terobosan dalam bidang sains untuk bidang pertanian. Teknologi GMO atau dalam beberapa hal disebut transgenik tidak hanya dapat menghasilkan tanaman yang lebih tinggi produktivitasnya namun juga kebal terhadap hama penyakit, memiliki rasa yang dapat dimodifikasi dll. Walaupun sampai saat ini masih banyak perdebatan panjang mengenai teknologi ini, namun ke depan teknologi GMO akan semakin berkembang. Saat ini saja mayoritas petani kedelai di Amerika Serikat pengguna benih tanaman kedelai hasil GMO. Perdebatan panjang mengenai tanaman GMO adalah adanya kemungkinan bahwa tanaman tersebut dapat menyebabkan penyakit kanker bagi manusia. Teknologi bio dalam hal kloning juga akan semakin berkembang. Hal ini menjadikan dunia peternakan menjadi berevolusi menggunakan teknologi tersebut. Petani / peternak di masa yang akan datang, tidak harus mengembangkan hewan piaraannya dengan cara yang konvensional seperti saat ini. Peternak dapat menghasilkan ternak maupun produk turunannya seperti susu dengan baik dan berkualitas seragam karena pemakaian teknologi kloning tersebut. Pertanian di masa yang akan datang juga akan semakin dirumitkan dengan adanya penyusutan lahan pertanian akibat konversi lahan dari pertanian ke non pertanian. Koversi lahan adalah suatu hal yang tak dapat dihindarkan. Oleh sebab itu, di masa yang akan datang akan muncul teknik pertanian dengan cara vertikal dengan menggunakan semacam gedung-gedung layaknya gedung bertingkat. Suatu saat lahan pertanian akan dibangun ke atas dan mengingatkan manusia akan taman-taman bergantung dari Babylonia. Penggunaan konsep pertanian secara vertikal merupakan konsukensi logis akan adanya pertambahan penduduk yang semakin menyita lahan pertanian. Di masa depan, pertanian juga akan berkembang menggunakan teknologi informasi. Informasi mengenai cuaca dan iklim serta harga pasar dapat diterima petani secara real time di rumah maupun di lahan pertanian secara langsung. Instansi pemerintah dapat

langsung mengirim informasi tentang kondisi dan pantauan panen tiap daerah, kegagalan panen, iklim, arus barang melalui pantauan satelit dan hasilnya langsung dapat diterima oleh petani di rumah maupun di lahan pertanian. Pertanian sebagaimana sektor yang lain akan semakin menglobal menyebabkan persaingan yang semakin terbuka antar petani di setiap negara di dunia. Pertanian di masa yang akan datang juga akan mampu menjadi alternatif bahan bakar bagi umat manusia. Saat ini telah banyak dikembangkan teknologi biodiesel yang berasal dari tanaman. Teknologi GMO juga pada akhirnya akan mendukung revolusi pennggunaan bahan bakar nabati tersebut dengan menciptakan varoets baru yang dapat tumbuh dengan cepat dan mengabaikan produk pertanian yang aman dikonsumsi. Hal tersebut wajar karena di masa yang akan datang akan muncul varietas tanaman baru dari spesies yang sama, semisal kedelai atau jagung yang berbeda fungsi. Yakni tanaman pangan yang digunakan untuk bahan makanan manusia dengan mengindahkan nilai-nilai keamanan pangan. Dan tanaman pangan yang berfungsi sebagai bahan bakar dengan tingkat produktivitas, rasa serta keamanan pangan yang dapat diabaikan untuk menyuplai kebutuhan bahan bakar nabati.

2.3 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI Beras merupakan komoditas strategis berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisiasi pertanian ke depan. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan beras dalam periode 2005-2025 diproyeksikan masih akan terus meningkat. Kalau pada tahun 2005 kebutuhan beras setara 52,8 juta ton gabah kering giling (GKG), maka pada tahun 2025 kebutuhan tersebut diproyeksikan sebesar 65,9 juta ton GKG.

Pemerintah

berkeinginan

mempertahankan

swasembada

beras

secara

berkelanjutan. Peningkatan produktivitas padi 1,5% per tahun dengan indeks panen 1,52 diperkirakan dapat mempertahankan swasembada beras hingga tahun 2025. Untuk

mencapai sasaran tersebut Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian telah dan akan menghasilkan varietas unggul padi hibrida dan padi tipe baru. Varietas-varietas unggul yang berdaya hasil tinggi ini diharapkan dapat diaktualisasikan potensi genetiknya melalui pengembangan teknologi budi daya dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT).

Strategi yang dapat ditempuh dalam meningkatkan produksi padi nasional adalah: (1) mendorong sinergi antarsubsistem agri-bisnis; (2) meningkatkan akses petani terhadap sumberdaya, modal, teknologi, dan pasar; (3) mendorong peningkatan produktivitas melalui inovasi baru; (4) memberikan insentif berusaha; (5) men-dorong diversifikasi produksi; (6) mendorong partisipasi aktif seluruh stakeholder; (7) pemberdayaan petani dan masyarakat; (8) pengem-bangan kelembagaan (kelembagaan produksi dan penanganan pascapanen, irigasi, koperasi, lumbung pangan desa, keuangan dan penyuluhan). Kebijakan pengembangan padi diarahkan pada: (1) pembangun-an dan

pengembangan kawasan agribisnis padi yang modern, tangguh, dan pemberian jaminan kehidupan yang lebih baik bagi petani; (2) peningkatan efisiensi usahatani melalui inovasi unggul dan berdaya saing; (3) pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, efisien dan produktif serta berkelanjutan yang dapat mendukung ketahanan ekonomi dan pelestarian lingkungan; (4) pemberdayaan petani dan masyarakat pedesaan; dan (5) pengembangan kelembagaan dan kemitraan yang modern, tangguh, efisien, dan produktif.

Program yang dicanangkan meliputi (1) pengembangan sarana dan prasarana, (2) pengembangan sistem perbenihan, (3) akselerasi peningkatan produktivitas (intensifikasi), (4) perluasan areal tanam (ekstensifikasi), (5) pengembangan sistem perlindungan, (6) peng-olahan dan pemasaran hasil, (7) pengembangan kelembagaan, dan (8) pemantapan manajemen pembangunan pertanian.

Upaya peningkatan produksi padi guna mempertahankan swa-sembada sampai tahun 2025 membutuhkan upaya peningkatan produksi padi guna mempertahankan swasembada sampai tahun 2025 membutuhkan investasi sebesar Rp.85,4 trilyun untuk pengembangan dan perluasan adopsi teknologi (varietas dan pendekatan budidaya). Dukungan kebijakan pemerintah terhadap pelaku agribisnis padi, baik masyarakat (petani) maupun swasta, akan mempercepat upaya peningkatan investasi.

Dalam kurun waktu satu dasa warsa, dari tahun 2000-2010 Indonesia harus mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat-nya. Tabel 1 menggambarkan keragaan pemacuan produksi dan pengurangan impor padi yang dipandang rasional. Tabel 1. Target Produksi dan Proyeksi Impor Padi Nasional Tahun 2000 2010
(000 ton) Kebutuhan Produksi Impor 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

52,055 52,114 52,078 53,000 53,795 54,601 55,421 56,252 57,096 57,952 58,822 49,429 49,144 50,078 51,000 51,941 52,900 53,877 54,890 56,023 57,191 58,387 2,626 2,970 2,000 2,000 1,854 1,701 1,544 1,362 1,073 761 435

Dengan asumsi pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun 1,5 % dan impor beras sekitar 1,5 2 juta ton pada tahun 2003 dan produksi dalam negeri sekitar 52 juta ton, maka untuk mencapai swasembada pada tahun 2010 diperlukan trend peningkatan produksi sebesar 1,8 2,1 % pertahun. Peningkatan ini sangat rasional dan dapat dilakukan dengan melihat potensi produk-tivitas yang dapat ditingkatkan dan potensi ketersediaan lahan baru yang dapat dibuka seperti lahan pasang surut, lebak dan lahan kering untuk padi (Suprihatno, dkk, 1999; Irianto, Gatot, dkk., 2002).

You might also like