You are on page 1of 4

Kasus Korupsi di Indonesia

Anggota

Andhika A.Nafis (04) Angie lucita (05) Dimas Krisyanto W (13) M.Fathurochman (20) M.Kautsar (21) Risma Dwi M (26) Soraya Nabila (30)

Korupsi

Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.[1] Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

perbuatan melawan hukum; penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam

prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain. Referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi

KASUS KORUPSI SRAGEN: Srie Wahyuni Divonis 2,8 Tahun Penjara

SEMARANG--Mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) Pemkab Sragen, Srie Wahyuni dijatuhi hukuman dua tahun delapan bulan penjara. Ketua majelis hakim, Suyadi, mengatakan terdakwa terbukti bersalah secara sah melakukan tindak pidana korupsi dana kas daerah APBD Pemkab Sragen 2003-2010. Menjatuhkan pidana dua tahun delapan bulan penjara dikurangi masa tahanan dan denda uang Rp50 juta subsider dua bulan penjara, katanya pada lanjutan di Pengadilan tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Selasa (20/3/2012), dengan agenda pembacaan putusan hukuam terdakwa. Menurut Suyadi yang didampingi hakim anggota Khalimatul Jumroh dan Marsidin Nawawi, terdakwa terbukti melanggar subsider Pasal 3 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Meski begitu majelis hakim tak menjatuhkan putusan pengembalian uang kerugian negara kepada Srie Wahyuni, karena terdakwa tak menggunakan uang hasil korupsi kas daerah Pemkab Sragen senilai Rp11,2 miliar. Dalam pertimbangan hukum, majelis hakim menyatakan yang memberatkan perbuatan terdakwa tak ikut mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah. Sedangkan yang meringankan antara lain sebagai ibu rumah tangga dengan beberapa anak, serta telah berjasa kepada negara sebagai pegawai negeri sipil (PNS), ujar Suyadi. Putusan hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), Heru Mayawan yang menuntut terdakwa dengan hukuman lima tahun penjara dan denda uang Rp100 juta subsider tiga bulan penjara. Menanggapi putusan ini, JPU Heru Mayawan menyatakan masih pikir-pikir untuk menerima atau menolak vonis tersebut. Demikian pula terdakwa Srie Wahyuni, setelah melakukan koordinasi dengan penasihat hukumnya HD Junaidi juga menyatakan pikir-pikir atas putusan itu. Ketua majelis hakim, Suyadi memberikan waktu selama sepakan kepada JPU dan penasihat hukum berpikir menerima atau akan melakukan upaya banding. Referensi : http://www.solopos.com/2012/channel/jateng/kasus-korupsisragen-srie-wahyuni-divonis-28-tahun-penjara-172100

You might also like