You are on page 1of 13

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN

(Diterjemahkan Oleh Ahmad Afandi, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. E-mail: fandi_rrr@yahoo.com, cp: 085743904236/ 085292134678. Penerjemah terbuka untuk berdiskusi seputar Hukum dan Hukum Islam.) Dalam sejarah Islam, aksi yang dilakukan Dr. Aminah Wadud Dosen Fakultas Dirasat Islamiyah Universitas Virginia Comnolits--, dengan menjadi imam dan demonstran khutbah jumat, dianggap sebagai satu-satunya aksi yang dilakukan perempuan. Dia berupaya keras dan berani menyebarkan ajaran-ajaran buruk yang di Amerika dikenal dengan sebutan Islam Amerika. Oleh karena itu, sudah kewajiban kita untuk menjawabnya dengan mengusung hipotesis yang sama, yakni, Inikah bentuk kegelisahan perempuan muslimah yang merasa kurang sehingga harus melakukan tuntutan agar sejajar dengan laki-laki?

Aminah melampaui batas ketentuan Allah Ini adalah isu terbesar masalah feminisme. Dr. Aminah Wadud 1 --Dosen Fakultas Dirasat Islamiyah Universitas Virginia Comnolitsmelakukan aksi yeng menggemparkan, menjadi imam shalat jumat yang diikuti laki-laki dan perempuan di halaman sebuah gereja di kota Newyork Amerika, 18 Maret 2005. Langkah ini dilakukan Aminah Wadud tanpa adanya jaminan ritual hari muslim di United States. Para konseptor menetapkan tempat dilangsungkannya shalat jumat secara sembunyisembunyi untuk beberapa waktu, sebab mereka mendapat banyak ancaman yang dilancarkan oleh sebagian penentang gagasan itu. Akhirnya tempat shalat ditetapkan di salah satu gereja Engliconia di Newyork setelah semua proposal ke masjid-masjid ditolak. Tiga masjid di Newyork yang menolak proposal itu telah mendapat peringatan dan ancaman jika mengizinkan penyimpangan yang akan dilakukan itu.
1

Disebutkan bahwa Dr. Aminah Wadud pernah menulis sebuah buku berjudul Al- Quran dan Perempuan. Aminah telah melakukan pelbagai penelitian dengan menelaah nash-nash al Quran yang berhubungan dengan feminisme dan segala sesuatu yang diusungnya; hak perempuan dalam memegang tampuk kepemimpinan umat Islam. Aminah beranggapan, jika Islam tidak memberikan hak ini pada perempuan, maka kesalahan telak telah dilakukan. Yang menjadi problem iternal umat islam adalah, tidak ada seorangpun yang memperjuangkan hal itu sampai kesalahan benar-benar terungkap ke permukaan.

Sebelum pelaksanaan shalat jumat, Aminah Wadud menyampaikan khutbah yang disusun oleh kelompok aktivis, wartawan dan mahasiswa universitas. Dalam khutbah jumat yang muadzinnya adalah seorang perempuan tanpa jilbab itu, Aminah menyerukan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam urusan-urusan agama, seperti dalam hal kepemimpinan dan shaf perempuan tidak harus berada di belakang shaf laki-laki. Asumsinya bahwa hal itu tidak lain hanya merupakan adat kebiasaan dan taqlid usang, bukan salah satu unsure yang diusung agama. Shalat jumat itu sendiri berada di bawah pengawasan ketat Aminah. Para jamaah berdiri bershaf-shaf, bercampur antara laki-laki dan perempuan. 2 Aksi itu sejatinya berlangsung berulangkali di beberapa tempat yang berbeda pada bulan yang sama. Mereka mengusung pentingnya eksplanasi hak perempuan dalam kepemimpinan shalat dan membuka pintu dialog tentang isu-isu yang berhubungan dengan hak perempuan dalam mengampu kepemimpinan Negara, hak perempuan untuk berbicara banyak dalam mimbar hukum syariat. mereka mengawali itu semua dengan kepemimpinan.

Sekilas Tentang Kepemimpinan (imamah) Secara etimologi, imamah berasal dari kata amma yang berarti pergi menuju. Amma memiliki beberapa makna, yakni mendahulukan dan menuju pada arah tertentu. Secara terminologi adalah petunjuk, bimbingan atau kelayakan atas seseorang untuk menjadi panutan. Tentang hal ini, al quran telah banyak menyinggung. Dari semua ayat-ayat itu, dapat diambil kesimpulan bahwa semua hal yang mengatur kepemimpinan adalah perbuatan yang bersandar pada syariat samawi. kepemimpinan yang dimaksudkan adalah kepemimpinan secara keseluruhan atau kepemimpinan Negara yang juga disebut dengan imamah kubra. Tetapi jika yang dimaksud adalah kepemimpinan shalat, maka yang dimaskud adalah imamah sughra. Dalam kitabnya al-fashl bab agama, iklim dan madzhab, Ibnu Hazm menjelaskan bahwa kata kepemimpinan terkadang juga dimaksudkan untuk makna-makna tertentu, tergantung pada kata yang ada sesudahnya. Oleh karena itu banyak pernyataan seperti : Si anu adalah pemimpin agama atau si Anu adalah pemimpin suku anu dan sebagainya.

Surat Kabar Suara Azhar hal. 3 kolom 287.

Sedangkan menurut Ibnu Kholdun, jika integralisasi kata imamah kubra atau imamah udhzma untuk makna Pemegang kepemimpinan Negara Islam karena dianggap serupa dengan kepemimpinan dalam shalat, maka kita harus mengikuti semua ketetapan yang diambil oleh imamah kubra atau imamah udhzma sebagaimana kita harus mengikuti semua gerakan imam dalam shalat.3 Kepemimpinan perempuan atas laki-laki tidak diperbolehkan menurut kesepakatan madzhab. Imam Syafii mengatakan, Jika perempuan melaksanakan shalat yang di dalamnya ada laki-laki, perempuan dan anak laki-laki, maka shalatnya perenpuan itu terbagi-bagi, dan tidak demikian halnya dengan shalatnya laki-laki dan anak laki-laki itu. Hal ini disebabkan karena Allah menjadikan laki-laki sebagai pelindung perempuan, untuk membatasinya agar tidak menjadi pemegang kekuasaan dan sebagainya. Perempuan tidak boleh menjadi imamnya lakilaki dalam shalat dalam keadaan apapun selama-lamanya.4 Madzhab maliki, Bermakmum pada setiap imam yang baligh, muslim, merdeka atau budak secara kontinu diperbolehkan. Dengan syarat jika dalam al Quran tidak ditemukan suatu cacat yang bisa menjadi alasan untuk memalingkan makna. Tidak boleh bermakmum pada perempuan, khuntsa musykil, orang kafir, orang gila dan ummi. Semua orang ini tidak diperbolehkan menjadi imam dalam keadaan apapun kecuali ummi dalam keadaan tertentu.5 Imam Nawawi, Para sahabat kami telah sepakat bahwa seorang laki-laki yang baligh dan anak kecil tidak boleh shalat di belakang perempuantidak boleh pula seorang khuntsa di belakang perempuan atau khuntsa. Larangan imam perempuan itu baik dalam shalat fardlu, tarawih, maupun shalat sunnah lainnya. Ini adalah pendapat madzhab kami dan madzhab jumhur ulama, salaf maupun khalaf. Imam Baihaqi juga menyampaikan hal ini dari tujuh fuqoha, fuqaga dari tabiin di Madinah yakni madzhab maliki, madzhab hanafi, sufyan, ahmad dan daun. Ibnu Qudamah, Perempuan tidak sah menjadi imam bagi laki-laki dalam keadaan apapun, baik itu shalat fardlu atau sunah. Ini adalah pendapat fuqaha pada umumnya. Andaikan perempuan diperbolehkan menjadi imam bagi laki-laki, maka niscaya Aisyah ra telah melakukannya. Kita mengetahui bahwa Aisyah adalah ahli tafsir, hadits, fiqh, faraidl, sastra, geneologi, kedokteran, dan termasuk dalam jajaran elit sahabat Rasulullah SAW. Aisyah menjadi tempat pengaduan pertanyaan dan fatwa. Aisyah tidak pernah kedapatan melakukan
3 4

Ensiklopedi Islam Umum hal. 207.oleh majelis tertinggi urusan agama Kairo. Imam Syafii, Dar al Marifah Beirut cetakan kedua. 5 Al-Kafi dalam Fiqh ahli al madinah, Ibnu Abdil Qadir, Darul Kutub al-ilmiyah, Beirut Cetakan Pertama.

perihal imamah, baik kubra (negara) maupun sughra (shalat). Yang pernah dilakukannya adalah menjadi imam budaknya pada shalat tarawih, anak-anak dari saudara-saudari Aisyah yang berada di rumahnya tidak pernah menyertainya dalam shalat itu. Imam besar Dr. Sayid Thantowi rector al-Azhar mengatakan, Imam perempuan atas lakilaki tidak boleh secara mutlak, baik dalam shalat jumat, shalat-shalat fardlu lainnya, shalat sunah atau dalam shalat yang lainnya. Dia hanya boleh menjadi imam atas perempuan dan anak-anak perempuan. Hal ini karena badan perempuan adalah aurat. Jika laki-laki bermakmum padanya, maka badannya secara tidak langsung akan kelihatan, padahal hal itu tidak layak untuk dilakukan. Karena sekalipun dalam keseharian badan mereka tampak, tetapi dalam ibadah hal itu tidak diperbolehkan karena dapat merusak dan menghalangi konsentrasi dan kekhusyuan. Firman Allah, Dijadikan Indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada hal-hal yang diinginkan. Yaitu perempuan, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik. (Ali Imran: 14) Ungkapan al Quran di atas bahwa laki-laki sangat menginginkan perempuan, maka hal ini dapat merusak kekhusyuannya dalam shalat. Akan tetapi, Mufti Mesir Dr. Ali Jumah berpendapat bahwa di kalangan jumhur ulama masih terdapat perbedaan tentang imam perempuan atas laki-laki ini. Jumhur ulama yang notabene adalah pembesar imam tidak memperbolehkan hal tersebut. Tetapi saat ini, ada sebagian imam seperti Imam Thabari dan Ibnu Arabi yang memperbolehkan hal tersebut, sekalipun mereka masih berbeda pendapat dalam menentukan kebolehannya itu, yakni apakah perempuan itu boleh di depan laki-laki atau di sampingnya dengan menggunakan hijab agar gerakan-gerakannya tidak terlihat oleh laki-laki. Mufti-mufti di Mesir berpendapat, Sesungguhnya perkara khilafiyah ini adalah relative. Jika ada yang tidak setuju, maka itu hak mereka dan tidak ada dosa bagi mereka selama hal itu tidak menyalahi dasar teori mereka. Jika ada yang setuju maka itu adalah hak mereka pula, mereka menganggap bahwa hal itu adalah suatu kemudahan yang harus didapatkan oleh beberapa Negara besar muslim seperti Mesir yang tidak bisa dielakkan dari munculnya isu-isu semacam ini. Sebab pengetahuan manusia tidak mungkin dielakkan begitu saja, mereka tidak akan kuat menahannya sepanjang hidup mereka.

Dr. Yusuf al Qardlawi telah merincikan pendapat tentang kepemimpinan perempuan ini, Sepanjang sejarah Islam selama 14 abad, tidak pernah ditemukan perempuan yang berkhutbah jumat dan mengimami laki-laki, bahkan di kerajaan Mesir kelompok perempuan seperti Pohon Mutiara tidak pernah melakukan hal itu. Hal ini berdasarkan consensus (ijma) yang berlandaskan realita. Pada dasarnya, yang berhak menjadi imam dalam shalat adalah laki-laki. Sebab tujuan diadakannya imam adalah agar seluruh gerakannya diikuti, jika imam ruku, maka makmum di belakangnya ikut ruku, jika imam sujud makmum ikut sujud dan jika imam membaca al fatihah maka makmum diam dan mendengarkan. Dalam Islam, shalat mempunyai kedudukan dan keistimewaan tersendiri. Shalat bukan semata-mata munajat dan doa seperti halnya shalatnya umat Nasrani, tetapi memiliki gerakangerakan tertentu: berdiri, duduk, ruku dan sujud. Gerakan-gerakan tersebut tidak baik dilakukan oleh perempuan bila berada di depan laki-laki. Alasan utama adalah karena ibadah membutuhkan kekhusyuan hati, ketenangan jiwa dan terpusatnya pikiran dalam bermunajat kepada Allah. Inilah salah satu hikmah mengapa Allah menciptakan perempuan berbeda dengan laki-laki. Allah menyematkan keistimewaan pada perempuan yang dapat menarik perhatian laki-laki, menumbuhkan instingnya sampai kesempurnaan perkawinan yang bergantung sepenuhnya pada perempuan. Dari rahim perempuan, lahirlah keturunan manusia sehingga mereka tidak akan mengalami kepunahan. Demikianlah Allah berkehendak memakmurkan bumi ini. Untuk menghindari fitnah dan sebagai bentuk antisipasi, maka syara mentapkan imam, adzan, dan iqamah dilakukan oleh laki-laki. Menetapkan shaf perempuan du belakang shaf lakilaki, menetapkan bahwa shaf yang paling utama bagi laki-laki adalah shaf pertama dan shaf yang paling utama bagi perempuan adalah shaf terakhir. Rasulullah SAW bersabda, shaf yang paling utama bagi perempuan adalah shaf terakhir dan yang paling jelek adalah shaf pertama. Sedangkan bagi laki-laki, shaf pertama adalah shaf yang paling utama dan shaf terakhir adalah shaf yang paling jelek. Hal iti ditetapkan sebagai langkah antisipasi kemungkinan timbulnya fitnah. Kaum laki-laki dapat memusatkan pikiran dan hatinya hanyut dalam samudra ibadah kepada Allah. Dia tidak akan membayangkan sesuatu apapun kecuali keimanannya pada Allah. Jika insting kemanusiaanya timbul akibat perempuan yang ada di hadapannya, maka konsentrasinya akan bubar dan dia tidak mendapatkan apa-apa.

Hukum di atas adalah hukum syara yang dikuatkan oleh hadits-hadits shahih dan ijma umat islam yang dibuktikan dengan perbuatan mereka selama berabad-abad silam, di semua universitas dan madzhab dan bukan semata taklid buta dan adapt kebiasaan sebagaimana diasumsikan. Islam adalah agama realistis, tidak mengekang sama sekali nafas idealisme yang merebak. Dalam mengusung idealisme, seharusnya seseorang tidak melupakan identitasnya sebagai manusia biasa yang memiliki nafsu syahwat dan insting, tidak menganggap dirinya sebagai malaikat yang terbang bebas, melayang dengan idealisme yang jauh dari realitas. Syari menjaga kita dari fitnah dan dampak-dampak yang buruk dengan melarang sebab-sebab dan factor-faktor yang dapat mengantarkan pada keduanya. Terutama saat kita beribadah, bermunajat memusatkan diri di hadapan Allah. Al Qardlawi mengatakan, Empat bahkan delapan madzhab islam telah sepakat bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki dalam shalat fardlu. Meraka hanya membolehkan perempuan yang ahli qiraah menjadi imam bagi anggota keluarganya, dengan asumsi bahwa mereka adalah mahram. Tidak seorang pun ahli fiqh dari dalam atau luar madzhab yang telah diakui kredibilitasnya mengatkan kebolehan perempuan berkhutbah jumat dan menjadi imam atas umat islam. Hadits-hadits yang diusung di sini berasal dari riwayat Ibnu Majah dengan sanad Jabir bin Abdullah sebagai hadits marfu. Janganlah perempuan menjadi imam atas laki-laki, orang badui atas muhajirin dan tukang maksiat atas orang beriman. Akan tetapi, ulama-ulama hadits mengatakan bahwa sanad hadits tersebut sangat lemah dan tidak bisa dijadikan hujah dalam masalah ini. Imam Ahmad, Abu Daud dan yang lain meriwayatkan hadits yang bertantangan dengan hadits di atas. Yakni hadits tentang Umu Waraqah binti Abdullah bin Harits. Nabi Muhammad pernah menjadikannya muadzin dan imam shalat bagi anggota keluarganya. Dan di antara mereka terdapat laki-laki dan perempuan. Ulama menganggap sanad hadits ini lemah. Selain itu, maksud hadits di atas adalah khusus bagi perempuan ahli qiraat yang menjadi imam bagi anggota keluarganya, yakni suami, anak laki-laki dan perempuan, mereka adalah mahram dan tidak mungkin menimbulkan fitnah. Menurut Ad Darqatni, dalam hadits tersebut Nabi menyuruh Ummi Waraqah untuk menjadi imam anggota keluarganya yang perempuan.

Ibnu Qudamah dalam al-Muqhni mengatakan, Kandungan hadits tersebut harus diterima, sekalipun tidak secara eksplisit tetapi hadits tersebut tetap tefokus. Rasulullah menginzinkannya menjadi imam dalam shalat fardlu. Buktinya adalah Rasulullah menjadikannya muadzin, sedangkan adzan hanya disyariatkan pada shalat fardlu saja. Hanya saja, ulama telah sepakat bahwa Ummu Waraqah tidak mengimami laki-laki dalam shalat fardlu. Ibnu Qudamah melanjutkan, Andaikan hal itu benar-benar terjadi pada Ummu Waraqah, berarti hal itu khusus baginya saja. Dalilnya adalah bahwa Rasulullah tidak pernah menyuruh selain Ummi Waraqah untuk mengumandangkan adzan dan iqamah. Maka kebolehan menjadi imam juga hanya khusus bagi Waraqah. Ibnu Qudamah menegaskan bahwa perempuan tidak boleh mengumandangkan adzan bagi laki-laki, oleh karena itu dia juga tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki. Saya tidak setuju dengan pendapat Ibnu Qudamah yang mengatakan bahwa izin Nabi tersebut hanya khusus bagi Ummu Waraqah saja. Seharusnya orang yang sama keadaannya dengan Ummi Waraqah juga diperbolehkan, yakni perempuan ahli qiraat yang ingin menjadi imam bagi anggota keluarganya sendiri, baik dalam shalat fardlu maupun sunnah, terlebih dalam shalat tarawih. Madzhab hanabilah memiliki pendapat yang dapat dijadikan pegangan tentang bolehnya perempuan menjadi imam shalat tarawih, pendapat tersebut sangat masyhur di kalangan ulama terdahulu. Az-Zarkasyi mengatakan, Imam Ahmad dan sahabatnya pada umumnya menyatakan kebolehan perempuan menjadi imam shalat tarawih. Ini adalah argumentasi yang disampaikan Ibnu Hubairah dari Ahmad. (Al-Ifshah dari Maani as-Shihhah, 1, 145) Kesimpulannya, perempuan yang ahli qiraah boleh menjadi imam bagi anggota keluarga dan kerabatnya. Ada sebagian ulama yang menyatakan kebolehan perempuan yang tidak ahli dalam qiraat menjadi imam. Dalam kitab al-Inshaf, Sah perempuan menjadi imam bagi laki-laki, tetapi perempuan itu harus berdiri di belakang laki-laki. Kaum laki-laki mengikuti gerakan imam perempuan itu. Ini adalah pendapat yang benar. Pendapat di atas berbeda dengan dasar pijakan kepemimpinan yang mengharuskan imam berada di depan makmumnya. Tetapi hal tersebut dilakukan demi menjaga diri dari fitnah.

Imam Perempuan atas perempuan

Dalam hal ini, banyak hadits yang menyebutkan. Di antaranya: hadits Aisyah dan Ummu Salamah ra. Abdurrazzaq, ad Darqathni dan baihaqi meriwayatkan dari hadits Abi Hazm Maisarah bin Habib dari Raithah al Hanafiyah dari Aisyah bahwa Aisyah menjadi imam bagi para muslimah dalam shalat fardlu. Ibnu Abi Syaibah dari jalur Ibnu Abi Laili dan Hakim dari jalur Laits bin Abi Salim, kedua jalur ini dari Atha dari Aisyah, bahwa Aisyah mengimami perempuan, mereka berdiri dalam satu shaf. Imam Syafii, Ibnu Abi Syaibah dan Abdurrazaq meriwayatkan dari dua jalur dari ammar ad Dihni dari Hujairah dari Ummi Salamah bahwa dia menjadi imam bagi perempuan dan dia berada di tengah-tengah mereka. Matan Abdurrazaq, Ummu salamah menjadi imam kami (perempuan muslimah) dalam shalat ashar. Dia berdiri di tengah-tengah kami. Ibnu Hajar dalam ad-Dirayah mengatakan, Muhammad bin Hushain mentakhrij dari Ibrahim an-NakhaI dari Aisyah bahwa dia menjadi imam bagi perempuan pada bulan ramadlan. Dia berdiri di tengah-tengah. Abdurrazzaq meriwayatkan dari Ibrahim bin Muhammad dari Daud bin Hushain dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, Perempuan boleh menjadi imam bagi perempuan. Dia harus berdiri di tengah-tengah mereka. Mudah-mudahan para akhwat yang berjuang untuk hak perempuan dapat menghidupkan sunah yang telah lama mati ini yakni menjadi imam bagi perempuansebagai ganti seruan aksi bidah munkar yang mereka lancarkanyakni menjadi imam bagi laki-laki--. Dalam kitab Al-Mughni, Terdapat perbedaan riwayat, apakah shalat berjamaah antar perempuan memang disunatkan? Aisyah, Ummu Salamah, Atha, At Tsauri, Al AuzaI, SyafiI, Ishaq Abu Tsaur dan Imam Ahmad meriwayatkan bahwa hal itu disubatkan. Sedangkan menurut Ashab ar Rayi hal itu dimakruhkan. As-Syuba, An-NakhaI dan Qatadah mengatkan bahwa kesunatan itu berlaku pada shalat sunat, tidak pada shalat fardlu. Legitimasi terpenting yang harus diingat adalah: prinsip ibadah dalam islam adalah dilarang dan tidak boleh kecuali hal-hal yang telah ditetapkan syariat dengan nash shahih dan jelas. Dengan demikian, manusia tidak boleh membuat syariat kecuali hanya menjalani ketetapan Allah.

Manusia dilarang untuk membuat-buat suatu ritual tertentu, menambah, memasukan tata cara pelaksanaan seenak perut mereka atau hanya berdasar akal pikirannya saja. Karena barangsiapa memasukkan atau menambah sesuatu di luar agama, maka perbuatannya ditolak. Allah telah menyebutkan hal itu dalam al Quran sebagai celaan bagi orang-orang musyrik, Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan yang mensyariatkan untuk mereka agama yangtidak diixinkan oleh Allah? (As-Syura 21) Nabi juga telah memperingatkan, Barangsiapa membuat-buat sesuatu di luar urusan agama kami, maka hal itu ditolak. Maksudnya tidak boleh diikuti dan dilaksanakan. Sabda Nabi, Jauhilah perkara-perkara yang baru, karena setiap perbuatan baru itu bidah dan bidah adalah kesesatan. Ibadah adalah urusan yang tidak bisa diganggu gugat keberadaannya (tauqifiy). Ketauhilah, sesungguhnya alasan mengapa ritual dan syiar agama-agama selain Islam banyak berubah dan diserampangkan adalah karena pemeluknya melakukan perbuatan-perbuatan bidah di luar agama itu dan para pastur/uskup hanya bisa berpangku tangan melihat fenomena itu. Urusan ibadah berbeda dengan urusan muamalah, karena muamalah mempunyai prinsip kebolehan melakukan inovasi apapun. Salah satu qaidah dalam islam yang harus diketahui, Dalam urusan agama, kita harus ittiba (ikut), dan dalam urusan dunia kita harus ibtida (inovasi). Pada masa keemasan dan kegemilangan peradaban Islam, ada sebuah fatwa, Ittiba lah dalam urusan agama. Berinovasi dan berkreasilah dalam urusan dunia. Dengan ini umat islam pada waktu berhasil menciptakan peradapan yang tinggi. Tetapi kemudian umat Islam menjadi lengah dan melakukan hal sebaliknya, inovasi dalam agama dan stagnan dalam urusan dunia, kita lihat mereka hancur dengan itu. Oleh karena itu, dalam hal ini saya ingin menyampaikan suatu hal yang harus kalian ingat, Coba kalian pikirkan, apa pentingnya meneruskan kekacauan ini? Benarkah ini yang diinginkan kaum perempuan, menjadi imam atas laki-laki dalam shalat jumat? Apakah ini yang menyebabkan perempuan menghabiskan waktunya dengan sia-sia? Kami telah melakukan telaah bahwa agama selain islam mengkhususkan banyak urusanurusan agamanya pada laki-laki, perempuannya tidak ada yang protes tentang hal ini. Maka bagaimana bisa perempuan muslimah kita melakukannya? Mengagungkan barat dan

mengekploitasi ambisi secara berlebih? Bahkan sampai urusan shaf mereka harus memecahbelah dan membagi rata dengan laki-laki? Sebenarnya sekarang mereka sedang menghadapi krisis, fitnah dan tipu daya dengan aksi yang mereka lakukakan. Barat tidak ingin mereka menjadi kesatuan yang utuh. Karena persatuan adalah kekuatan yang sangat berbahaya bagi barat.

Klafirikasi dari Kelompok Ahli Fiqh di Amerika Kelompok ahli fiqh di Amerika telah memberikan keterangan menyangkut hal itu. Kami mempunyai bebrapa argument mengapa kami menolak sikap dan aksi bidah yang sesat dan menyesatkan itu. Pertama, hujjah yang paling valid dan hukum yang paling tinggi adalah al Quran dan sunah. Rasulullah SAW bersabda, Saya telah meninggalkan dua hal bagimu. Jika kamu berpegang teguh padanya, maka setelahku kamu tidak akan tersesat selamanya. Dua hal itu adalah al Quran dan sunahku. Ijma ulama atas pemahaman nash-nash yang ada merupakan hujah yang tidak terbantahkan oleh apapun. Sebab Allah telah melindungi dan menjaga umat ini, merupakan hal yang sangat mustahil jika mereka sepakat (ijma) pada sebuah kesesatan. Maka barangsiapa menyimpang dari kesepakatan yang dibuat oleh umat islam sepanjang abad, berarti dia telah membuka pintu kesesatan dan menyimpang dari jalan yang benar. Firman Allah, Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah nampak jelas kebenaran baginya dan mengikuti selain jalan orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya dan kami masukan ia ke dalam jahanam, dan jahanam itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali. (AnNisa: 115) Pernah Rasulullah menjelaskan kedudukan kelompok yang beruntung di antara kelompok yang binasa, Mereka adalah orang yang menetapai apa yang saya lakukan bersama sahabatku. Kedua, telah disepakati ijma ulama dari Barat sampai Timur bahwa tidakada alasan bagi perempuan melakukan khutbah jumat atau menjadi imam shalat jumat. Shalatnya batal, imam maupun makmumnya. Sebagaimana kita ketahui, tidak ada satu buku dan kitab pun yang ditulis oleh umat islam sepanjang zaman sampai abad ini yang menerangkan kebolehan perempuan menjadi imam shalat jumat dan berkhotbah jumat. Tidak ada satu faqih pun dari kalangan sunni, syiah, hanafiyah, malikiyah, syafiiyah dan hanabilah yang mengatakan kebolehan itu. Pendapat yang membolehkan adalah pendapat yang dibuat-buat jika kita meninjaunya dari semua segi, batil menurut semua madzhab.

Ketiga, berdasarkan sunah kita telah mengetahui bahwa shaf terakhir adalah shaf yang paling utama bagi perempuan. Sedangkan bagi laki, shaf pertama adalah shaf yang paling utama. Hadits shahih imam Muslim berdasarkan riwayat Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda, Shaf paling utama bagi laki-laki adalah shaf yang paling dan yang paling buruk adalah shaf paling belakang. Sedangkan shaf yang paling utama bagi perempuan adalah shaf yang paling belakang dan shaf yang paling buruk adalah shaf terdepan. Hal itu tidak lain adalah untuk menjaga mereka dari fitnah dan memutus akses jalan menuju fitnah itu. Berdasarkan ini, bagaimana mungkin perempuan diperbolehkan menaiki mimbar dalam shalat jumat dan menawarkan diri menjadi imam bagi laki-laki dalam ritual umum? Keempat, tidak pernah ditemukan sepanjang sejarah islam seorang perempuan yang pernah melakukan aksi itu atau menggembar-gemborkan isu bahwa imam perempuan termasuk dalam ajaran islam. Baik pada masa Nabi, khulafaurrasyidin, tabiin dan masa-masa sesudahnya. Hal itu dilakukan hanya untuk menguatkan argumentasi mereka agar tidak terbantahkan dan untuk menutup kesesatan di balik bidah sesat yang mereka lakukan. Seandainya hal itu diperbolehkan, maka perempuan yang paling kredibel melakukannya adalah para isteri Nabi. Mereka ahli dalam agama dan sahabat yang terkemuka dan menjadi rujukan agama. Dan cukuplah hal itu pada diri Aisyah, beliau sangat fashih, mumpuni, cendekia, penuh kehati-hatian dan jujur. Jika memang hal itu (imam perempuan bagi laki-laki) baik dilakukan, maka sudah barang tentu sudah dilaksanakan pada masa Nabi dan menjadi kesunahan bagi kita untuk mengikutinya. Sejarah islam mengenal mereka sebagai orang yang ahli agama, terkemuka, terpercaya dalam semua informasi yang disampaikan. Mereka juga telah mengalami berbagai macam cobaan. Sampai-sampai Adz-Dzahabi berkomentar, Mereka tidak pernah berdusta tentang apa yang mereka katakan. Adz-Dzahabi menlanjutkan, Saya tidak pernah mendengar perempuan yang alim sekalipun yang menyamai kealiman dan kredibilitas laiknya imam syafii, Ibnu Khalkan, Ibnu Hayyan dan yang lain, melakukan hal itu. Bahkan Ibnu asakir pun tidak pernah menyebutkan hal itu dalam buku yang ditulisnya tentang lebih dari 80 perempuan, begitupula Imam Abu Muslim Al Farahidi yang menulis biografi 70 perempuan. Mereka tidak pernah mempermasalahkan dan mengungkit-ungkit masalah imam dan khutbah shalat jumat, begitu pula shalat yang lain. Mereka tidak pernah mempermasalahkannya dengan laki-laki, baik itu keterangan atau riwayat dari Nabi.

Sejarah islam telah mengenal banyak perempuan yang memiliki kedudukan tinggi, ahli agama, selalu beribadah secara berjamaah, selalu mengadakan aksi solidaritas dan amar makruf nahi munkar, tetapi mereka tidak pernah sekalipun menuntut menjadi imam dan khatib shalat jumat bagi laki-laki. Dengan ini, sudah pasti dan tanpa pikir panjang bahwa laki-laki dalam islam adalah syarat dibolehkannya menjadi khatib shalat jumat dan menjadi imam dalam shalat bersama laki-laki. Jika ada yang ingin berdebat dengan hal ini, silahkan meneliti kitab turats, sebutkan argument yang didapatkan! Tidak, mereka tidak akan mampu dan tidak layaka melakukannya! Kelima, jika argument yang diusung adalah berdasarkan riwayat bahwa Ummu Waraqah diperbolehkan Nabi untuk menjadi imam bagi anggota keluarganya, maka argument mereka tidak dapat diterima. Karena Ummu Waraqah hanya menjadi imam bagi anggota keluarganya, bukan orang lain. Jadi ruang lingkupnya adalah anggota keluarga, sesama perempuan dan lakilaki mahramnya, ini pun masih banyak interpretasi. Maka di mana letak landasan yang membolehkan perempuan menjadi imam dan khotib dalam shalat jumat? Kelompok kami mengingatkan agar umat islam berhati-hati dari timbulnya fitnah yang berasal dari missi sesat, menyimpang dari agama dan keluar dari jalur kebenaran. Tetaplah berpegang teguh pada al Quran dan Sunah. Ingatlah bahwa pengetahuan ini adalah hutang yang harus dibayar kepada setiap orang yang tersesat. Ingatlah, pada zaman sekarang orang yang berpegang teguh pada agama ibarat orang yang memegang bara api. Bawalah agama ini pada keadaan dan kedudukan yang lebih baik.

Fatwa Ulama Saudi Arabia Lembaga Riset dan Fatwa kerajaan Saudi Arabia pernah ditanya, Apakah seorang perempuan boleh shalat bersama suami dan keluarganya jika memang shalatnya paling baik di antara mereka, dlam artia mengetahui hukum-hukum shalat lebih baik dari mereka? Dan apakah syari memberikan toleransi jika perempuan menjadi imam shalat bagi keluarganya? Jawabannya, Pertama, laki-laki yang mukallaf dari keluarga perempuan itu wajib shalat di masjid berjamaah, mereka tidak boleh meninggalkannya kecuali karena udzur syari. hal ini berdasarkan al Quran, sunah amaliyah dan qauliyah, perbuatan khulafaurrasyidin, para sahabat lain dan salafusshalih sesudahnya. Bagi anak-anak yang belum sampai batas mukallaf, maka walinya harus menyuruhnya shalat berjamaah bersama jamaah lain di masjid. Hal ini

berdasarkan umumnya hadits Nabi SAW, Perintahlah anak-anakmu shalat pada usia 7 tahun, dan pukullah (jika enggan) pada usia 10 tahun. Termasuk memerintah shalat adalah memerintah agar shalat berjamaah, banyak dalil syara yang menunjukkan hal ini. Kedua, tidak sah perempuan menjadi imam bagi laki-laki. Karena shalat adalah urusan ibadah, sedangkan ibadah adalah urusan yang tidak bisa diganggu gugat (tauqifi). Sunnah amaliyah Nabi menunjukkan bahwa imam hanya khusus bagi laki-laki. Perempuan menjadi imam laki-laki berarti telah menyalahi syariat yang telah jelas. Sedangkan apabila dia menjadi imam bagi sesama perempuan, maka diperbolehkan. Aisyah ra dan Ummu Salamah pernah melakukan hal ini. Riwayat dari Nabi bahwa beliau pernah menyuruh perempuan menjadi imam bagi anggota keluarganya, yakni anggota keluarga yang perempuan. Dr. Saad Ibrahim Shalih, salah seorang dosen Universitas Al Azhar mengatakan dalam bukunya Koneksi suami-isteri dengan internet halaman 172, Kaidah umum mengatakan : mencegah mafsadah lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan. Maka sekalipun imam perempuan mendatangkan kebaikan, tetapi mafsadah yang ditimbulkannya lebih besar. Karena bagaimanapun, badan perempuan akan tampak oleh laki-laki asing dalam rukuk dan sujud bila menjadi imam. Urusan ini juga termasuk dalam urusan ibadah. Ijtihad tidak diperbolehkan dalam urusan ibadah. Nabi pernah bersabda, Ikutilah ibadah sebagaimana yang aku lakukan, Shalatlah sebagaimana aku shalat. Firman Allah, Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu sepertipanggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (An-Nur: 63) Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (Al- Ahzab: 36)

You might also like