You are on page 1of 15

Referat Sub Bagian Bedah Onkologi Bagian / SMF Ilmu Bedah FKUP / RS Perjan Hasan Sadikin Bandung Oleh

: Dicky S, Imam, Agung

KEGAWAT DARURATAN DI BIDANG ONKOLOGI


Pendahuluan Keadaan gawat darurat yang terjadi pada pasien onkologi adalah suatu hal yang kompleks, sehingga memerlukan penanganan multi disipliner. Penatalaksanaan gawat darurat penderita di bidang onkologi dipengaruhi oleh ketepatan, umur penderita, keadaan umum, tipe tumor, ekstensi, staging, harapan hidup dari penderita sendiri dan keluarganya. Keadaan gawat darurat di bidang onkologi dapat dikelompokan menjadi metabolok dan non metabolik. I. Non Metabolik 1. Obstruksi Vena Cava Superior Merupakan suatu keadaan yang diakibatkan oleh obstruksi aliran darah yang melalui vena cava superior (VCS). Epidemiologi dan etiologi a. b. Keganasan (78% - 86%) Kanker paru (65%). Paling sering adalah small cell Limfoma maligna, sekitar 10% penyebab obstruksi. Keganasan mediastinal primer lainnya (10%) seperti Lesi jinak (12%) Fibrosis mediastinum Fibrosis mediastinum idiopatik Histoplasmosis, actinomycosis Infeksi tuberculosa dan pyogenic carcinoma (38%), squamous cell carcinoma (14%), lain-lain (9%). Paling sering kasus high grade histologi. thymoma dan germ cell tumor, metastase (terutama dari ca mammae).

Riedels

throiditis,

retroperitoneal

fibrosis, sclerosing cholangitis dan Peyronies disease Setelah radioterapi di mediastinum Trombosis vena cava Keteterisasi vena sentral yang lama, pemasangan pace maker transvenous, balloning catheter arteri pulmonal, peritoneal venous shunting haemoglobinuri Patogenesis a. Obstruksi dan trombosis Pertumbuhan tumor di mediastinum menekan VCS sehingga collaps. Trombosis disebabkan stasis atau invasi tumor, juga bertanggung jawab terhadap onset akut sindroma VCS. b. Sirkulasi kolateral Obstruksi vena cava yang disebabkan keganasan lebih cepat membentuk sirkulasi kolateral. Jika obstruksi terjadi diatas vena azygos, bagian obstruksi vena cava superior akan terlihat mengalihkan drainage ke sistem azygos. Obstruksi v.azygos lebih sering karena keganasan yang berasal di bawahnya. c. interna Jarang terjadi, merupakan kasus emergensi yang mematikan. Penderita akan meninggal dalam beberapa jam atau hari jika tidak diterapi segera karena terjadi edema cerebri. Inkompeten katup vena juguralis Behcets syndrome idiopatik Tumor mediastinum jinak Aneurisma aorta atau a.subclavia Tumor dermoid, teratoma, thymoma Goiter, sarcoidosis Polycytemia vera, paroxysmal nocturnal

Diagnosis Umumnya berdasarkan penemuan klinis dan adanya massa di mediastinum. Gejala Muncul 2 minggu sebelum didiagnosis pada 20% kasus dan lebih dari 8 minggu pada 20% kasus lainnya. a. Gejala tersering adalah mengeluh sesak napas (63%), wajah dan leher bengkak (50%), badan dan ekstemitas bengkak (18%), batuk (24%), rasa penuh dan tertekan di kepala serta nyeri kepala walaupun jarang timbul, nyeri dada (15%), lakrimasi, nyeri menelan (9%), halusinasi dan kejang jarang terjadi. b. VCS sindroma obstruksi mungkin berhubungan dengan kompresi sumsum tulang belakang, biasanya meliputi daerah vertebra cervical bagian bawah dan vertebra thoracal bagian atas. VCS sindroma dengan compresi spinal cord harus dipikirkan pada pasien yang mengeluh nyeri punggung atas. Pemeriksaan fisik Umumnya ditemukan distensi vena di dinding thorak (65%), distensi venavena leher dan edema wajah (55%), tachypneu (40%), plethora wajah dan sianosis (19%), edema ekstremitas superior (10%), paralisis pita suara dan Horners sindroma (3%). Vena fossa cubiti tidak collaps jika lengan diletakan lebih tinggi dari jantung. Pada funduscopy vena retina mungkin dilatasi. Dullnes di atas sternum mungkin ada, stridor dan koma merupakan tanda lebih lanjut. a. Radiografi Foto thoraks tampak pelebaran mediastinum superior (64%), efusi pleura (26%), massa di hillus kanan (12%), infiltrat difuse bilateral (7%), kardiomegali (6%), kalsifikasi paratrakeal (5%), massa di mediastinum anterior (3%), normal (16%). b. CT scan dada dengan kontras akan terlihat daerah pin point obstruksi, derajat oklusi dan adanya kolateral.

c. tepat d. Terapi

Superior venocavogram menunjukan letak obstruksi secara MRI daerah vertebra cervical dan thoracal atas harus Diagnosis histologis Suportif

diplanning pada pasien dengan VCS dan nyeri punggung atas.

Koreksi obstruksi, oksigenasi pada hipoksia, pemberian kortikosteroid untuk mengurangi edema otak dan mengurangi obstruksi karena reaksi inflamasi karena tumor atau karana radioterapi tahap awal. Pemberian diuretik mungkin membantu. Stenting Penempatan self expanding metal endoprotesis secara percutaneus mengurangi obstruksi secara nyata Radioterapi Total dosis bervariasi antara 3000-5000 cGy, tergantung dari kondisi pasien dan beratnya gejala, letak anatomi serta tipe histologis tumor diberikan stent Dekompresi secara bedah pada kasus VCS akut obstruksi dan inkompeten katup jugulovenous yang dilakukan rekonstruksi atau bypass dengan menggunakan v.saphena graft atau saphenoaxillary graft yang dapat dilakukan dengan anestesi lokal 2. Kompresi Medulla Spinalis Respon. Kebanyakan 3-7 hari, respon Median survival rata-rata 10 bulan Relaps lokal dan rekurensi sydroma ini Antikoagulan dan anti fibrinolitik jarang, kecuali komplit pada 75% pasien limfoma dan 24% pada carcinoma paru. untuk SLCL dan 3-5 bulan untuk tipe kanker paru lainnya 15-20% tetapi jarang untuk pasien limfoma

Menyebabkan penekanan ke epidural. Setiap penderita kanker yang mengeluh nyeri punggung atau kelainan neurologis spinal dengan cauda equina sindroma

perlu segera di evaluasi dan terapi. Distribusi 10% di cervical, 70% di thoracal, 20% di lumbosacral, 46% melibatkan satu vertebra, 26% beberapa vertebra, 28% bersifat multiple. Epidural metastasis dilaporkan sebesar 9-30% dari seluruh kasus. Tumor metastasis berasal dari kanker paru, keganasan mammae, prostat, limfoma, myeloma Mekanisme Paling sering ekstensi langsung tumor dari corpus vertebra ke ruang epidural (kompresi langsung). Tumor lain seperti limfoma dan neuroblastoma masuk melalui foramen intravertebra. Akibat sekunder terhadap penekanan pembuluh darah menyebabkan infark dan perubahan yang irreversibel. Penyebaran langsung ke sumsum tulang belakang amat jarang. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan 75% kolaps pada corpus vertebra dan 25% sisanya berupa ekstensi tumor epidural. Gejala Manifestasi klinik berupa nyeri punggung yang diikui gejala radikulopati dan myelopati. Nyeri lokal dirasakan beberapa minggu atau bulan. Gejala radikuler jika keadaan berlanjut tetapi masih awal. Setelah kompresi nyata maka gejala menjadi semakin cepat memberat. Midline atau paravertebra back pain merupakan keluhan utama pada 90% kasus. Nyeri tumpul dan nyeri tulang belakang biasanya ada. Radikulopati, nyeri pada dermatom, juga sensasi dan motorik pada daerah roots saraf yang terkena. Mielopati akibat progresi penyakitnya tergantung level yang terkena, bilateral mielopati bisa menyebabkan kelamahan atau kekakuan dari ekstremitas bawah, kehilangan fungsi berkemih dan BAB. Pemeriksaan a. destruksi, kolaps corpus vertebra b. meragukan dan masih curiga c. kompresi 5 MRI : akurat untukmelihat derajat Bone scan : bila foto plain masih Foto plain : loss of pedicle, lesi

d.

Myelografi : jika MRI tidak dapat

dilakukan, bila kontras terblok diperlukan dari kedua daerah dari kompresi dan cairan serebrospinal sekaligus diperiksa etiologinya e. diseminasi dari tumor Terapi Pemberian kortikosteroid, dexamethason 10 mg i.v. diikuti 4 mg tiap 6 jam membantu mengurangi nyeri dan mengurang gejala neurologis, dimulai secepatnya walaupun studi diagnosis belum ditegakan. Radioterapi, terapi primer bukan hanya mengurangi massa tumor tetapi juga mengurangi nyeri. Terutama untuk yang sensitif terhadap radiasi dosis antara 3000-4000 cGy untuk 2-4 minggu. 3. bilateral keadaan jadi lebih gawat Penyebab transitional ca bladder payudara, paru-paru dan GIT testis, prostat dan limfoma Dapat terjadi pada sepanjang ureter proximal sampai distal, buli-buli dan urethra Mekanisme o Mekanik : sumbatan langsung massa tumor dan merupakan yang paling sering Sarcoma, tumor Metastasis dari Invasive Gawat darurat Urologi Obstruksi uropati Terjadi karena sumbatan oleh penekanan atau invasi tumor dan bila terjadi Punksi lumbal : hanya pada pasien dengan kompresi epidural jika hanya diduga adanya konkomitan meningeal

Neurofisiologis : metastasis tumor otak atau spinal cord

menyebabkan gangguan pusat miksi Gejala Nyeri pada flank, mual, muntah, hematuri, BAK menetes sampai overflow incontinence, azotemia Terapi Diversi urine kemih Dapat mikroskopik sampai gross hematuri Terjadi pada: o o o Terapi pembekuan darah Penyebab Agen kemoterapi Formalin intravesikal Gagal ginjal akut Bila pasien dapat BAK tanpa ada bekuan darah maka Bila banyak bekuan darah dilakukan kateterisasi dan Pada sistitis hemoragika selain irigasi kontinu juga tidak ada tindakan khusus irigasi dengan NaCl fisiologis dilakukan koreksi anemia, trombositopenia dan gangguan faktor Tumor primer traktus urinarius : renal cell ca, transitional Metastasis ca cervic serta keganasan GIT bawah Sistitis hemoragika akiba agen sitotoksik cell ca, ginjal, ureter, buli, dan urethra serta prostat Perdarahan saluran

Tumor lysis sindroma Kontras radiologis Drugs induced renal failure seperti aminoglikosid Dehidrasi Syok septik Akut bilateral hydroneprosis

Penyebab tersering adalah obat kanker terutama cisplatin. Insidensi 1-2% dan meningkat pada pasien yang diare berat, dehidrasi, gangguan ginjal sebelumnya Penanganan o Menyesuaikan dosis cisplatin 20-50 mg/m2 dibantu cairan 12 liter bila diuresis sampai dengan 100 cc/jam, 50 mg/m2 dibantu dengan cairan 2-3 liter bila diuresis > 100 cc/jam o o II. Metabolik Hiperkalsemia (HK) Merupakan keadaan yang paling sering mengancam kehidupan pada penderita kanker dengan angka kejadian 15-30 kasus per 100.000 penderita. Insidensi bervariasi tergantung dari jenis kankernya, tertinggi pada myeloma dan kanker payudara, jarang pada kanker colon, prostat, dan small cell ca paru. Dibedakan antara HK primer dan sekunder (akibat penyakit kanker). Pada yang primer terjadi secara kronis dan lama tidak timbul gejala, sedangkan yang sekunder gejala timbul lebih cepat dan disertai penurunan berat badan. Pada umumnya peningkatan kadar immunoreactive parathyroid hormone (PTH) terutama peningkatan kadar PTH related protein dapat untuk menyingkirkan HK primer. Gejala klinik Penderita HK dapat menyingkirkan gejala klinik yang sangat bervariasi tergantung dari organ yang terlibat dan tidak berhubungan dengan kadar kalsium serum. Contoh pasien yang mengalami peningkatan kadar kalsium serum ringan (12-13 mg/dl) dapat terjadi gejala yang cukup hebat bilaterjadi secara akut. Sedangkan Menghentikan obat nefrotoksis hemodialisis

pasien dengan carcinoma paratiroid dapat toleran terhadap kadar kalsium serum >14 mg/dl dengan gejala yang minimal. Faktor lain yang mempengaruhi beratnya gejala seperti umur, keadaan umum, tempat metastase dan fungsi ginjal atau hepar. Gejala awal yang paling sering timbul adalah fatique, konstipasi, nausea dan poliuria. Sedangkan gejala yang lebih lanjut dapat terjadi stupor bahkan koma. Patofisiologis Pendapat lama mengatakan hiperkalsemia sekunder pada kanker dihubungkan dengan ada tidaknya destruksi pad tulang oleh sel kanker (lokal osteolitik hiperkalsemia) dan ditandai dengan mekanisme mediator humoral. Namun bukti sekarang menunjukan bahwa hiperkalsemi terjadi akibat adanya mediasi oleh faktor yang dilepaskan oleh sel kanker yang menyebabkan resorbsi kalsium tulang. Faktor ini juga merangsang responsi kalsium di tubulus ginjal.

Penatalaksanaan Meskipun terapi terbaik adalah menangani penyakit dasarnya, hiperkalsemia paling sering timbul pada pasien dengan kanker lanjut yang mengalami kegagalan terapi sitostatik. Terapi secara langsung ditujukan untuk menurunkan kadar kalsium serum dengan cara meningkatkan ekskresi kalsium melalui urine atau menurunkan resorbsi kalsium tulang dengan cara menghambat osteoclast. Bila memungkinkan, immobilisasi harus diminimalisasi karena akan meningkatkan kadar kalsium serum. Obat-obatan yang menghambat ekskresi kalsium melalui urine dan yang menurunkan renal blood flow, diet dan obat yang mengandung kalsium tinggi, vitamin D, vitamin A atau retinoid harus dihentikan. Penderita hiperkalsemia dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pasien yang tidak memerlukan dan yang memerlukan penanganan segera dirumah sakit. Outpatient Serum calcium < 12 mg/dl No significant nausea Able to ingest fluids Fatique Normal renal function Stable cardiac rhythm Mild constipation Companion for supervision Inpatient Serum calcium 12 mg/dl Nausea or vomiting Dehydration Altered mental status Renal insufficiency Cardiac arythmia Obstipation, ileus Lives alone

Access to EMG care Penanganan penderita di rumah sakit

Limited access to medical care

Penderita diberikan rehidrasi melalui infus. Furosemid diberikan bila diuresis kurang atau bila terdapat retensi cairan. Kebanyakan pasien hiperkalsemia ( 12 mg/dl) tidak mendapatkan reaksi yang memuaskan dengan terapi cairan intravena saja. Pamidronate, first line therapy harus diberikan segera setelah rehidrasi dimulai dan diuresis adekuat tercapai. Pasien yang tidak memberikan respon terhadap pemberian dua pamidronat infus (diberikan terpisah 48-72 jam) dapat diberikan terapi tambahan gallium nitrat. Untuk pasien dengan kadar kalsium 15 mg/dl atau dengan gejala yang berat dapat diberi tambahan calcitonin (8 u/kg i.m. tiap 6 jam selama 2-3 hari) untuk menghasilkan suatu hipokalsemia akut. Kortikosteroid dapat diberikan bila penyakit dasarnya respon terhadap steroid. Mithramycin dapat diberikan pada pasien (tanpa adanya gangguan fungsi ginjal, hepar, trombositopenia) yang tidak berespon terhadap pamidronat dan gallium nitrat. Hemodialisis secepatnya dipertimbangkan pada pasien hiperkalsemia dengan gagal ginjal (terutama pada penderita myeloma) Hyperuricemia Asam urat terbentuk dari katalisis hipoxanthine dan xanthine oleh xanthine oksidase. Gagal ginjal terjadi ketika urine menjadi supersaturasi oleh urat dan kristal asam urat yang terbentuk di distal tubulus dan collecting system. Komplikasi ginjal dan arthritis merupakan akibat terpenting dari hyperuricemia akut dan kronik. Kelainan timbul paling sering pada neoplasma hematologi, terutama leukemia, high grade lymphoma dan penyakit myeloproliferatif. Nefropati urat akut juga dilaporkan terjadi sesudah kemoterapi pada tumor solid. Terapi Pengenalan pasien dengan resiko hyperuricemia sepatutnya dilakukan dan pencegahan dilakukan sebelum dilakukan terapi sitotoksik. Obat yang cenderung meningkatkan kadar asam urat atau yang menyebabkan urine menjadi asam (thiazid atau salisilat) sebaiknya dikurangi. Semua pasien harus diberikan hidrasi intravena untuk mengkoreksi cairan intravaskuler dan output urine. Peningkatan volume urine akan menurunkan kadar urat urine dan juga meminimalisasi problem terhadap 10

kelarutan urat. Furosemid dapat diberikan untuk menjaga diuresis yang adekuat selama kadar elektrolit dan hidrasi terus dipantau. Alkalinisasi dapat dinilai dengan menjaga pH urine 7. Bicnat diberikan intravena (50-100 mmol/L)untuk menjaga alkalinisasi. Acetazolamid dapat diberikan untuk menambah efek alkalinisasi. Allopurinol bekerja dengan cara menghambat xanthin oksidase sehingga akan meningkatkan kadar xanthin dan hypoxanthin dalam plasma dan urine. Pada keadaan akut dapat diberikan dosis 300-900 mg. Dosis obat yang dimetabolisme oleh xanthin oksidase (seperti 6-mercaptopurine) harus diturunkan.

Tumor Lysis Syndrome (TLS) Terjadi sebagai hasil dari pelepasan isi intraseluler ke dalam aliran darah dengan akibat meningkatkan ancaman terhadap kehidupan. Sindroma ini ditandai dengan hiperuricemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hipocalsemia. Hiperkalemia menyebabkan aritmia cordis yang mematikan. Hiperfosfatemia mungkin mengakibatkan gagal ginjal. Kadar fosfor dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan selanjutnya penurunan ekskresi kalium dan fosfat. Hipokalsemia yang merupakan hasil dari hiperfosfatemia dapat menyebabkan kram, aritmia cordis dan tetani TLS umumnya terjadi pada kanker dengan tumor burden besar dan high proliferatif fraction yang sensitif terhadap terapi sitotoksik. Kelainan ini terjadi seperti pada high grade limfoma, leukemia dengan leukosit yang tinggi dan solid tumor (jarang) Terapi Penderita yang mempunyai resiko harus diidentifikasi sebelum dimulai kemoterapi. Bila mungkin hidrasi intravena diberikan 24-48 jam sebelum kemoterapi dan kelainan asam basa serta gangguan elektrolit dikoreksi. Kadar elektrolit, asam urat, fosfor, kalsium dan kreatinin harus dipantau selama 3-4 hari setelah kemoterapi. Hiperkalemia (serum K 5 mg/dl)harus diterapi dengan sodium potasium exchange resin oral (kayexalat 15 gr per oral/6 jam) atau harus diterapi dengan kombinasi terapi glukosa dengan insulin. Bila fungsi ginjal menurun secara akut, dapat dipertimbangkan hemodialisa untuk mengkontrol kadar kalium, kalsium, fosfat, dan asam urat. Dosis obat anti neoplastik mungkin membutuhkan modifikasi (diturunkan) ada gagal ginjal. 11

Lactic acidosis Jarang terjadi namun potensial untuk menjadi komplikasi yang parah. Dibagi menjadi 2 tipe. Tipe A terjadi dari kegagalan mengirim oksigen ke jaringan perifer, dan umumnya terlihat pada keadaan sepsis dan syok. Tipe B dihubungkan dengan keadaan berbagai penyakit seperti diabetes, gagal ginjal, hepar, infeksi dan kanker. Keadaan ini ditandai dengan turunnya pH arteri (< 7,37) sekunder dari penumpukan laktat di dalam darah (> 2mEq/L). Gangguan ini akibat dari peningkatan produksi laktat dan penurunan penggunaannya. Laktat merupakan metabolit dari piruvat dan diproduksi dalam reaksi sitolitik yang dikatalisis oleh laktat dehidrogenase. Dalam penelitian dikatakan bahwa dari 25 kasus asidosis laktat dengan penyakit dasarnya kanker, 2/3 berhubungan dengan leukemia dan limfoma. Terjadinya bersamaan dengan progresifitas penyakitnya pada kanker darah, sedang pada pasien dengan tumor solid sejalan dengan adanya metastasis ke hepar. Secara tipikal pasien asidosis laktat ditandai dengan hiperventilasi dan hipotensi. Gejala klinik nonspesifik seperti takikardia, kelemahan, nausea, stupor merupakan tanda dari memburuknya asidosis. Laboratorium ditandai dengan memburuknya pH darah, selisih kadar anion yang melebar dan bikarbonat serum yang rendah. Terapi dengan natrium bikarbonat masih kontraversi. Hipoglikemia Paling sering terjadi pada tumor insulin producting islet cell. Pada tumor non insulin producting islet cell terjadi pada tumor mesenkim (fibrosarcoma, leiomyoma, rhabdomyosarcoma, liposarcoma, mesothelioma). Gejala klasik hipoglikemia (kelemahan, pusing, diaporesis,dan mual) merupakan gejala nonspesifik dan mungkin terjadi secara perlahan. Pada fase permulaan, gejala memburuk di waktu pagi hari dan mambaik setelah makan, gejala lain yang mungkin timbul berupa kejang, koma, dan defisit neurologis fokal atau difus. Patofisiologis Mekanisme terjadinya hipoglikemia yang berhubungan dengan kanker diajukan sebagai berikur: Sekresi dari insulin like substance

12

hepar

Konsumsi glukosa oleh sel tumor yang melampaui produksinya di Kegagalan dari mekanisme counterregulation yang mencegah

terjadinya hipoglikemia (seperti reduksi dari kadar growth hormon) Telah dapat dideteksi substance nonsupressible insuline like activities dalam serum pasien dengan hipoglikemia yang dibagi menjadi 2 kelas. Pertama berat molekul relatif rendah, bersifat larut dalam asam etanol dengan komposisi terdiri dari 4 peptida, insulin like GF (IGF-1, IGF-2, somatomedin A dan C). Kelas dua dengan berat molekul tinggi yang menggumpal dalam asam etanol. IGF seperti halnya proinsulin terikat pada protein di sirkulasi dan memediasi aktifitas biologisnya setelah mengikatnya pada reseptor permukaan sel reseptor khusus. IGF ini tidak bereaksi dengan antibodi anti insulin dan hanya memilik 1-2% dari aktifitas insulin. Insulin sendiri memiliki afinitas yang rendah terhadap reseptor IGF-1, namun tidak terhadap IGF-2. IGF tampaknya bertindak sebagai GF untuk beberapa tumor dan telah diusulkan sebagai target pada terapi anti kanker. Percepatan penggunaan glukosa oleh tumor yang besar mungkin juga berhubungan dengan hipoglikemia pada tumor. Diperkirakan bahwa 1 kg tumor menggunakan 50-200 mg glukosa per hari. Dengan kemampuan hepar memproduksi glukosa 700 mg per hari, secara teori akan terjadi kegagalan dalam pencegahan terjadinya hipoglikemia. Bagaimanapun pasien dengan tumor yang besar (beberapa kg) disertai metastase ke hepar merupakan kombinasi keadaan yang mempercepet terjainga hipoglikemia. Kegagalan fungsi hepar akan menurunkan kemampuan glikolisis dan glukoneogenesis. Terapi Pada hipoglikemia ringan dapat diatasi dengan meningkatkan fekuensi makan. Pada pasien dengan gejala lanjut atau yang tidak dapat diprediksi, pemberian kortikosteroid atau glukagon mungkin akan mengurangi gejala. Infus glukosa diberikan sementara terapi lain dijalankan (operasi, kemoterapi, radiasi). Pemberian glukagon secara infus kontinua menggunakan pompa portable memberikan hasil yang memuaskan. Adrenal failure

13

Insufisiensi adrenocortical akibat metastase adalah kurang umum terjadi. Lebih umum terjadi akibat iatrogenic bedah, terapi menggunakan inhibitor steroid seperti aminoglutethimide, terapi kortikosteroid kronik dan kadang karena perdarahan adrenal. Dalam suatu studi, penderita tumor dengan metastasis ke kelenjar adrenal dan terjadi pembesaran kelenjar adrenal sebanyak 19% terjadi insufisiensi adrenal. Pada penelitian yang terpisah dari 15 pasien sepaetiganya mengalami insufisiensi adrenal dengan gejala lanjut seperti mual, anoreksia dan hipotensi orthostatik. CTscan den tes ACTH berguna sebagai pemeriksaan diagnostik. Gejala klinik Tanda dan gejala yang klasik seperti kelemahan, berat badan turun, hiperpigmentasi dan hipotensi postural. Salah satu dari gejala ini hampir selalu ada dan onset nya tanpa disadari. Sering terdapat asidosis ringan, hiponatemi, dan hipokalsemia. Terapi Penggantian glukokortikoid fisiologis dapat dengan cara pemberian cortison acetat (25 mg pagi dan 12,5 mg sore). Selama terjadinya stres (prosedur operatif, infeksi) mungkin memerlukan dosis double atau tripel. Kadang pengganti mineralokortikoid (0,05 - 0,1 fludrocortison) perlu ditambahkan pada cortison asetat.

14

Daftar pustaka
1. Warrell RP., Walther MM. Oncologic Emergency De Vita VT, editors. In cancer : Principle & Practice of Oncology Philadelphia. Lippincott Raven. 2001: 1609-1651. 2. Wilkins, Philadelphia, 1999. 3. Schwartz., Shires., Spencer. Principles of Surgery, 7th edition, McGraw Hill Inc, 2005. Feig BW., Berger DH., Fuhrrnan GM., The M.D. Andreson Surgical Oncology Handbook, 2nd edition, Lippincott William & Yaholom J., Fuller BG., Heiss JD., Oldfield EH.,

15

You might also like