You are on page 1of 7

Sutarno, Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) ...

31

Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH 4) dari Polyethilene Biodigester Berbahan Baku Limbah Ternak Sapi
Ir. Sutarno, M.Sc.* dan Feris Firdaus, S.Si.** *Dosen : Konservasi Energi, Teknik Kimia FTI UII **Peneliti : Green Chemistry, DPPM UII fiva_izause@yahoo.com Abstract

Biodigesters can play a pivotal role in integrated farming systems by reducing health risks, facilitating control of pollution and at the same time adding value to livestock excreta through production of biogas and improved nutrient status of the effluent as fertilizer for ponds and crop land. Energy is also a fundamental factor for economic development, but normally the energetic models are based on non-renewable resources. The problem is biogas quality that is still far away from Renewable Natural Gas Standard especially side gases produced like CO2, H2S, N2 that can make biogas quality drops. Concentration of CH4 produced by polyethylene biodigester for about 54-75% and Its heating value is around 600 B.T.U. per cubic foot, then Renewable Natural Gas consists of around 80% methane, yielding a B.T.U. value of about 1000. It needed to optimize especially improving quality of biogas produced by filtering side gases produced. Biogas may be improved by filtering it through limewater to remove carbon dioxide, iron filings to absorb corrosive hydrogen sulphide and calcium chloride to extract water vapor after the other two processes. Keywords: Biogas, Biodigester
Latar Belakang Sejarah perkembangan penerapan teknologi biogas di dunia sangat panjang. Kegiatan tersebut diawali oleh Volta yang meneliti gas rawa pada tahun 1770; 51 tahun kemudian (tahun 1821), Avogradro menemukan gas methan (CH4); 54 tahun berikutnya (tahun 1875), Propoff menyatakan bahwa biogas dihasilkan dalam keadaan hampa udara; Menyusul Pasteur pada tahun 1884 yang meneliti biogas dari kotoran ternak; Tak ketinggalan pengolah limbah cair di Jerman pertama kali menggunakan sistem anaerobik pada tahun 1906; dan tahun 1947, penelitian di Jerman menunjukkan bahwa kotoran seekor sapi menghasilkan gas 100 kali lebih besar dibandingkan dengan tinja 1 orang. Khusus di benua Asia, India telah memulainya pada tahun 1930-an dengan keberhasilannya memperoleh paten bangunan biogas pertama pada tahun 1946; Thailand pada tahun 1950-an, Korea pada tahun 1967; dan Cina pada tahun 1970an. Sampai beberapa tahun lalu sudah terdapat ratusan sampai ribuan bahkan

ISSN: 1410-2315

LOGIKA, Vol. 4, No. 1, Januari 2007

32

Sutarno, Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) ...

jutaan bangunan instalasi biogas yang dioperasikan di berbagai negara. Misalnya, di Jerman (lebih dari 400 unit pada tahun 1997), di Cina (7 juta unit pada tahun 1984), Thailand (3.000 unit pada tahun 1984). Sejarah perkembangan penerapan biogas di Indonesia tidak mudah diperoleh. Berdasarkan informasi yang berhasil diperoleh, diperkirakan baru mulai dikembangkan pada awal tahun 1980-an. Bantuan luar negeri yang sudah masuk antara lain dari Pemerintah Jerman (pre-fabricated tanks yang diinstalasikan di Situ Pecun, Kabupaten Serang, Banten melalui BPPT; dan jenis yang sama dipasang di Rumah Sakit Umum Simalungun, Sumatera Utara berbahan baku kotoran babi yang pengoperasiannya dibimbing oleh teknisi Jerman yang diperbantukan), dan Pemerintah Korea (yang dipasang di wilayah Jabotabek melalui Departemen Koperasi). Selain itu, dengan inisiatif para peneliti lembaga litbang departemen dan perguruan tinggi, telah diterapkan di berbagai daerah, antara lain di Bandung, Sukabumi, Jawa Barat; Blitar, Malang, Magetan, Bangkalan, Jawa Timur; DI Yogyakarta; Manado, Sulawesi Utara, dan daerah-daerah lainnya. Tak bisa dilupakan beberapa pelopor penyelamat lingkungan yang telah mengubah limbah industri kecil menengah menjadi biogas sebagai upaya pemenuhan energi alternatif. Khusus kasus penerapan teknologi biogas berbahan baku tinja bantuan Pemerintah Jerman yang diinstalasi di Kabupaten Serang, secara teknis berhasil dengan baik yaitu penduduk di sekitar sungai yang biasanya membuang tinjanya ke sungai telah mengubah pembuangan tinjanya ke WC untuk mengisi bahan baku tangki pencerna biogas dan sudah menghasilkan biogas. Sayangnya, karena kurangnya pendekatan sosial budaya, akhirnya penduduk tidak mau memanfaatkan biogas yang dihasilkannya, sehingga proyek bantuan luar negeri tersebut tidak dapat bertahan lama. Hal tersebut umumnya juga terjadi pada teknologi biogas bantuan luar negeri lainnya. Sejauh ini peranan teknologi biogas yang umumnya menggunakan bahan baku kotoran ternak dan sampah domestik dalam menghasilkan energi dan pupuk alternatif belum didokumentasikan dan disosialisasikan dengan baik, sehingga belum diketahui secara pasti seberapa jauh kontribusinya baik secara lokal maupun nasional. Demikian juga terhadap berbagai masalah dan kesulitan yang dihadapi dalam pengoperasian dan pemeliharaannya di masing-masing daerah, sehingga masih belum diperoleh kepastian apa yang menjadi masalah utamanya sehingga penerapannya masih belum berkembang dengan baik hingga kini. Metode Analisis Metode teknisnya merujuk pada penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya Bui Xuan An et al. 1994, Soeurn Than, 1994, Bui Xuan An dan Preston, 1995, Sarwatt, 1995, Khan, 1996, Bui Xuan An et al. 1997a, 1997b. Material teknis yang diperlukan adalah plastik polyethilene (biodigester), pipa PVC, tali, perekat, alat teknis, limbah ternak sapi (manure dan sisa-sisa pakan dan kotoran lainya), dan air. Tahapan teknisnya dimulai dengan rancang bangun biodigester kedap udara, blending bahan baku (limbah ternak sapi dan air) dengan perbandingan 1 : 1, injeksi campuran ke dalam biodigester, ditunggu sampai 7-15 hari, jika biogas sudah mulai terbentuk maka dilakukan penyaluran menuju tempat penampungan (storage), ketika biogas sudah terkumpul maksimal dilakukan penyaluran menuju kompor gas untuk dikonsumsi.

LOGIKA, Vol. 4, No. 1, Januari 2007

ISSN: 1410-2315

Sutarno, Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) ...

33

Hasil Analisis Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik. Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Oleh sebab itu jika produksi biogas menggunakan bahan baku berupa sampah/limbah yang bersifat biodegradable (terurai oleh mikroorganisme) dapat diaplikasikan secara meluas di masyarakat maka secara strategis dapat mendukung dan mensukseskan program pemerintah tentang Clean Development Mechanism dan Environmental Sustainable Development. Metana (CH4) dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan limbah. Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986). Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989). Biogas memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/ m 3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Menurut Maramba (1978) produksi biogas sebanyak 1275-4318 I dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari.

ISSN: 1410-2315

LOGIKA, Vol. 4, No. 1, Januari 2007

34

Sutarno, Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) ...

Bahan biogas dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran hewan (manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil biogas dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et al., 1978). Perbandingan kisaran komposisi gas dalam biogas antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi gas dalam biogas (%) antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian.
Jenis gas Metan (CH 4) Karbondioksida (CO 2) Nitrogen (N2) Karbonmonoksida (CO) Oksigen (O 2) Propen (C 3H8) Hidrogen sulfida (H 2S) 3 Nilai kalor (kkal/m ) Kotoran sapi 65.7 27.0 2.3 0.0 0.1 0.7 tidak terukur 6513 Campuran kotoran ternak dan sisa pertanian 54-70 45-27 0.5-3.0 0.1 6.0 sedikit sekali 4800-6700

Sumber : Harahap et al. (1978). Jika diamati data dalam Table 1 tersebut dapat diketahui bahwa produk biogas yang dihasilkan masih belum berkualitas standar Gas Alam Terbaharui (GAT). Hal itu dapat diamati dari konsentrasi gas pengotor yang menyertai gas metana, misalnya CO 2 dan N 2 masih sangat tinggi. Gas CO 2 merupakan gas rumah kaca yang seharusnya diminimalkan konsentrasinya di udara, di samping itu CO2 yang dibakar bersama gas CH4 akan menghasilkan warna nyala yang tidak biru tetapi merah dan asapnya hitam karena terdapat penambahan atok karbon yang berlebihan. Oleh sebab itu kualitas biogas yang dihasilkan menjadi menurun jika dibandingkan dengan gas alam terbaharui. Standar gas alam terbaharui (GAT) adalah konsentrasi gas metana (CH4) adalah 80% sedangkan biogas yang dihasilkan mengandung gas CH4 sebesar 65-70% dan energi kalor yang dihasilkan juga masih jauh lebih rendah dari standar GAT. Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat salah satu contoh bagan perombakan serat kasar (selulosa) hingga terbentuk biogas (Gambar 2):

LOGIKA, Vol. 4, No. 1, Januari 2007

ISSN: 1410-2315

Sutarno, Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) ...

35

Selulosa 1. Hidrolisis Glukosa


(C6 H12 O6)n + nH 2 O glukosa CH3 CHOHCOOH asam laktat CH3CH2 CH2 COOH + CO 2 + H 2 asam butirat CH3CH2 OH + CO2 etanol (C6 H10 O5)n + nH 2 O selulosa n(C6 H 12O6 ) glukosa

2. Pengasaman

Asam Lemak dan Alkohol


4H2 + CO2 2H2O + CH4 CH3 CH2 OH + CO2 CH3 COOH + CH4 CH3 COOH + CO 2 CO 2 + CH4 CH3 CH2 CH2 COOH + 2H2 + CO2 CH3 COOH + CH4

3. Metanogenik

Metan + CO 2

Gambar 2. Tahap Pembentukan Biogas (FAO, 1978)

Sedangkan bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam ketiga fase di atas terdiri dari : 1. Bakteri pembentuk asam (Acidogenic bacteria) yang merombak senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu berupa asam organik, CO2, H2, H2S. 2. Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic bacteria) yang merubah asam organik, dan senyawa netral yang lebih besar dari metanol menjadi asetat dan hidrogen. Bakteri penghasil metan (metanogens), yang berperan dalam merubah asamasam lemak dan alkohol menjadi metan dan karbondioksida. Bakteri pembentuk metan antara lain Methanococcus, Methanobacterium, dan Methanosarcina. Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Gas landfill memiliki konsentrasi metana sekitar 50%, sedangkan sistem pengolahan limbah maju dapat menghasilkan Biogas dengan 55-75% CH4, 25-45% CO 2, 0-0.3% N2, 1-5% H2, 0-3% H2S, 0.1-0.5% O2. Nilai kalori dari 1 meter kubik Biogas sekitar 6.000 watt jam (600 BTU) yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Adapun Gas Alam mengandung 80% CH4 dan nilai kalori dari 1 meter kubik Gas Alam sekitar 10.000 watt jam (1000 BTU). Oleh karena itu Biogas yang dimurnikan sesuai standar Gas Alam sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batu bara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil (Wikipedia, 2006). Limbah biogas, yaitu

ISSN: 1410-2315

LOGIKA, Vol. 4, No. 1, Januari 2007

36

Sutarno, Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) ...

kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah dan padi. Jika biogas dibersihkan (purifikasi) dari pengotor secara baik, ia akan memiliki karakteristik yang sama dengan Gas Alam. Jika hal ini dapat dicapai, produsen biogas dapat menjualnya langsung ke jaringan distribusi gas. Akan tetapi gas tersebut harus sangat bersih untuk mencapai kualitas pipeline (standar gas alam terbaharui). Air (H2O), hidrogen sulfida (H2S) dan partikulat harus dihilangkan jika terkandung dalam jumlah besar di gas tersebut. Karbon dioksida (CO 2) volumenya besar harus dihilangkan dan harus dipisahkan untuk mencapai gas kualitas pipeline (standar gas alam terbaharui). Jika biogas harus digunakan tanpa pembersihan yang ektensif, biasanya gas ini dicampur dengan gas alam untuk meningkatkan pembakaran. Biogas yang telah dibersihkan untuk mencapai kualitas pipeline dinamakan Gas Alam Terbaharui (GAT). Dalam bentuk ini, gas tersebut dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam. Pemanfaatannya seperti distribusi melalui jaringan gas, pembangkit listrik, pemanas ruangan dan pemanas air. Jika dikompresi, ia dapat menggantikan gas alam terkompresi (CNG) yang digunakan pada kendaraan. Simpulan Persoalan selanjutnya yang sangat penting adalah upaya optimasi proses produksi biogas dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Gas metana (CH4) harus diperbesar konsentrasinya dan pengotor (CO2, H2S, H2O dan gas pengotor lainya) harus dihilangkan sehingga diperoleh standar Gas Alam Terbaharui dengan kadar CH4 tinggi dan kadar pengotor rendah. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam kaitannya dengan upaya purifikasi/pemurnian gas metana yang dihasilkan dari gas pengotornya sehingga akan diperoleh biogas standar Gas Alam Terbaharui. Pustaka Acuan Bui Xuan An, Ngo an Man, Duong Nguyen Khang, Nguyen Duc Anh and Preston T R 1994 Installation and performance of low-cost polyethylene tube biodigesters on small-scale farms in Vietnam. In: Proceedings of National Seminar- workshop Sustainable Livestock Production On Local Feed Resources (Editors: T R Preston, Le Viet Ly, Luu Trong Hieu and Brian Ogle) Ho Chi Minh City, November 22 - 27, 1993 pp: 81-90 Bui Xuan An and Preston T R 1995 Low-cost polyethylene tube biodigesters on small scale farms in Vietnam. Electronic Procedings 2nd Intl. Conference on Increasing Animal Production with Local Resources, Zhanjiang, China, p. 11. Bui Xuan An, Preston T R and Dolberg F 1997 The introduction of low-cost polyethylene tube biodigesters on small scale farms in Vietnam. Livestock Research for Rural Developement (9) 2: http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd9/2/an92 Bui Xuan An, Rodriguez Lylian, Sarwatt S V, Preston T R and Dolberg F 1997 Installation and performance of low-cost polyethylene tube biodigesters on smallscale farms. World Animal Review (88) 1:38-47

LOGIKA, Vol. 4, No. 1, Januari 2007

ISSN: 1410-2315

Sutarno, Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) ...

37

FAO. 1978. China: Azolla Propagation and Small-Scale Biogas Technology. Roma, Italy. Harahap F M, Apandi dan Ginting S. 1978. Teknologi Gasbio. Pusat Teknologi Pembangunan Institut Teknologi Bandung, Bandung. Khan S R 1996 Low cost biodigesters. Programme for Research on Poverty Alleviation, Grameen Trust Report, Feb-1996. Lingaiah V. and Rajasekaran P. 1986. Biodigestion of cowdung and organic wastes mixed with oil cake in relation to energy in Agricultural Wastes 17(1986): 161173. Maramba F D. 1978. Biogas and Waste Recycling. Maya Farm. Manila, Philippines. Simamora S. 1989. Pengelolaan Limbah Peternakan (Animal Waste Management). Teknologi Energi Gasbio. Fakultas Politeknik Pertanian IPB. Bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen P dan K. Sarwatt S V, Lekule F P and Preston T R 1995 Biodigesters as means for introducing appropriate technologies to poor farmers in Tanzania. Electronic Proceedings. 2nd Intl. Conference on Increasing Animal Production with Local Resources, Zhanjiang, China, p.6. Soeurn Than 1994 Low cost biodigesters in Cambodia. In: Proceedings of National Seminar- workshop Sustainable Livestock Production On Local Feed Resources (Editors: T R Preston, Le Viet Ly, Luu Trong Hieu and Brian Ogle) Ho Chi Minh City, November 22 - 27, 1993 pp: 81-90 Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, 2006, Biogas, http:/ /id.wikipedia.org/wiki/biogas.

ISSN: 1410-2315

LOGIKA, Vol. 4, No. 1, Januari 2007

You might also like