You are on page 1of 14

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

AKSIOLOGI

KELOMPOK 4 ROLY H. SILALAHI ELSA L. LARASSATI HARIS APRIADI FERY DYMAS I.T FAIZAL R. WIJAYA INNES YULIA RAHAYU LISTIANI WIDYANINGSIH SEFIANI R. PAMUNGKAS F1C008001 F1C008002 F1C008004 F1C008006 F1C008012 F1C008034 F1C008041 F1C008059

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI PURWOKERTO 2011

A. Konsep Dasar Etika 1. Etika dan Moral Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral yang berarti adat kebiasaan. Etika sering dinamakan filsafat moral yaitu cabang filsafat sistematis yang membahas dan mengkaji nilai baik buruknya tindakan manusia yang dilaksanakan dengan sadar serta menyororti kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Etika adalah ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak dan disadari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan. Moral menurut Kamus Bahasa Indonesia (Tim Prima Pena) Ajakan tentang baik buruk yang diterima umum mengenai akhlak Akhlak dan budi pekerti Kondisi mental yang mempengaruhi seseorang menjadi tetap bersemangat, berani, disiplin, dll. 2. Tindakan Sengaja Tindakan setiap orang berbeda-beda, perbedaan ini dilihat dari penilaiannya, misalnya dari nilai keindahan (estetika), nilai tata karma kesopanan (etiket) dan dilihat dari baik buruknya. Karena tindakan tersebut dilakukan berdasarkan penilaian maka akan dilakukan dengan kesengajaan. Contohnya, orang yang sedang mendengkur tidak dikatakan mendengkur dengan tidak sengaja, apabila dia disuruh memilih pasti ia lebih suka untuk memilih tidak mendengkur. Apabila disengaja, untuk menunjukan motif komunikasi, dia akan mendengkur untuk menunjukan bahwa dia sedang tertidur nyenyak. Dan adapula jika dalam keadaan terpaksa, contohnya

ketika seorang sopir tiba-tiba hamper menabrak orang yang sedang menyeberang, maka ia akan dengan terpaksa menginjak rem atau mengelak karena dalam keadaan terpaksa. Dalam pandangan etika, kesengajaan menuntut adanya pilihan bertindak atau tidak bertindak. Terdapat dua aliran filsafat menyangkut kehendak bebas yaitu: a. Determinisme yang tidak mengakui adanya kehendak bebas b. Antideterminisme yang mengakui adanya kehendak bebas. 3. Determinisme : Tidak ada kehendak bebas Aliran ini menyatakan tidak ada kehendak bebas, segalanya telah ditentukan: setiap materi alam harus tunduk pada hukum alam. Dalam agama, berkembang determinisme religius. Dalam psikologi, terdapat tiga teori determinisme yang diterima secera luas, sendiri- sendiri atau kombinasi, untuk menjelaskan sifat manusia. Determinisme genetis menyatakan, kakek-kakek andalah yang berbuat demikian terhadap anda. Determininme psikis menyatakan, anda seperti ini karena begitulah orang tua anda mendidik sejak kecil dulu. Determinisme lingkungan menyatakan, anda seperti sekarang ini karena lingkungan anda. Anda tinggal di kalangan penyamun maka jadilah anda seorang penyamun. 4. Antideterminisme : Adanya kehendak bebas Antideterminisme menyatakan atau mengakui adanya kehendak bebas. Walau pada dasarnya memiliki kehendak bebas, manusia tetap dapat melakukan pilihan atas tindakannya. Antideterminisme juga dapat dilihat pada Herbert Blumer yang menurunkan pemikiran simbolik interaksional. Menurut Blumer manusia bukan semata-semata organisme yang bergerak di bawah pengaruh stimulus, baik dari dalam maupun dari luar, melainkan organisme yang sadar akan dirinya. Dengan diakuinya

kehendak bebas, berarti ada kesenjangan. Walau tidak selalu dapat menunjukan batasbatas dengan mudah, kita dapat membedakan tindakan yang disengaja dan yang tidak. 5. Tindakan Moral Tindakan moral adalah perbuatan manusia yang dilakukan dengan disengaja dan terkait dengan penilaian baik dan buruk. Kesimpulan yang didapat adalah ketika manusia dapat menentukan tindakan, ia dapat memilih tindakannya. Sayangnya, yang dinilai oleh etika hanyalah tindakan yang terkait moral, dan disebut sebagai tindakan moral. Manusia dapat memilih tindakan moral untuknya sendiri. Terdapat faktor internal, diantaranya: ketakutan, kegelisahan, nafsu, dan kebiasaan. Faktor kebiasaan yang sangat mempengaruhi perilaku. Misalnya, anda adalah seorang pelajar yang memiliki kebiasaan untuk bangun siang. Karena perilaku ini, anda tidak dapat mengikuti kuliah pagi. Walaupun anda telah memilih untuk bangun pagi, namun kebiasaan ini tak mudah dirubah karena mungkin saja anda terlalu sering begadang sehingga mengakibatkan anda sering bangun siang. Cobalah rubah kebiasaan itu, mulai dari tidur agak sore dan hindari begadang. Kemungkinan kebiasaan itu akan hilang, berganti dengan kebiasaan bangun pagi. Sementara itu, faktor internal meliputi intimidasi, ancaman, paksaan, siksaan fisik, mental, atau penyakit. Dalam tindakan yang sengaja itu, hubungan antarmanusia, ia terkait dengan hak dan kewajiban. Apakah hak anda untuk bangun siang, dan apa kewajiban anda untuk bangun pagi guna mengantarkan ibu ke rumah sakit. Dari sinilah penilaian moral diartikan sebagai suatu tindakan moral. Yang menilai disini adalah budi manusia, dan yang memutuskan serta menghakimi adalah hati nurani. Berarti alat

yang berfungsi sebagai penilaian moralitas adalah budi dan diputuskan oleh hati nurani manusianya sendiri. 6. Hak dan Kewajiban Coba lihat dalam kasus ini. Bila anda adalah seorang humas dari satu perusahaan farmasi yang menghasilkan obat penyembuh AIDS. Pimpinan dari perusahaan ini adalah ayah angkat anda. Pada satu saat anda menemukan dokumen rahasia yang menyatakan bahwa perusahaan telah menemukan obat anti AIDS sejak dua tahun lalu. Anda tentu akan mengalami dilemma, dimana anda harus memihak kepada ayah angkat anda yang ketakutan jika para donatur menghentikan sumbangan ke perusahaan dan menghancurkan reputasi juga kehidupan ayah angkat anda yang telah mengangkat anda dari panti asuhan beberapa puluh tahun lalu. Sedangkan, disana terdapat para penderita AIDS yang tentunya membutuhkan obat tersebut agar dapat sembuh dari penyakitnya. Hak siapa yang akan anda dahulukan, lalu kewajiban siapa yang akan anda perjuangkan? Individu dalam arti diri anda, Ayah angkat anda, keluarga, atau masyarakat luas penderita AIDS? Hak hanya dimiliki manusia yang bebas. Hanya manusia yang bebas yang dapat melakukan pilihan-pilihan tindakan dengan sengaja, manusia mutlak dalam bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan. Makna dalam konteks komunikasi adalah walaupun anda memiliki kebebasan dalam berkomunikasi, tidak berarti anda bebas dalam berkomunikasi atau menulis suatu berita tertentu yang mengandung SARA serta menimbulkan keresahan masyarakat. Intinya adalah seseorang harus mempertimbangkan dampak baik atau buruk dari setiap tindak komunikasi yang dilakukan.

7. Undang-undang dan Kode Etik Undang-undang dan kode etik dibuat untuk mengatur hak dan kewajiban serta kebebasan dan tanggung jawab dalam bentuk tertulis sehingga jelas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hukum tertulis disebut undang-undang. Di jenjang profesi, ada kode etik sebagai pengaturnya, seperti kode etik jurnalistik, kode etik periklanan, kode etik kehumasan, dan lain-lain. Yang menjadi masalah dalam hal ini adalah tidak semua tindakan manusia memiliki aturan hukum tertulis. Disini, yang menilai suatu tindakan adalah budi manusianya sendiri, ini merupakan sesuatu yang tidak eksak, subjektif, tidak memiliki tolak ukur karena persepsi dan tanggapan setiap orang berbeda. Dalam ketidakpastian yang tinggi itu karena manusia bukan makhluk yang mekanistis, bagaimanakah kita mencoba untuk memaknai tindakan etis? Dalam upaya menemukan pedoman untuk memahami tindak komunikasi manusia ada baiknya kita mengkaji beberapa aliran filsafat moral.

B. Aliran Filsafat Moral Apa yang baik,dan buruk?,disini dijabarkan nilai-niklai yang dianggap baik dalam berbagai macam Aliran seperti berikut. 1. Hedonisme Dewasa ini hedonisme dimaknai sebagai tindakan baik yang mendatangkan hedone atau kesenangan, kenikmatan,dan kepuasan rasa, dalam perkembangannya pengertian hedonisme juga melenceng dari ajaran awalnya yang kini hanya dimaknai sebagai individu hanya mementingkan kesenangan fisik dan duniawi.

Sejatinya semenjak manusia dilahirkanpun juga hanya ingin mencari kesenangan. Bayi akan merengek dan menangis jika merasa tidak nyaman dan menginginkan apa yang ia kehendaki. Lantas apakah kegiatan ibadah merupakan hedonisme? Menurut saya Iya. Meskipun ini merupakan kegiatan yang sifatnya kerohanian dan berkaitan dengan iman serta sifatnya jangka panjang. Namun jika individu menganggapnya sebgai kesenangan dalam kehidupan hari-harinya, maka kegiatan ini bisa jadi dalam kategori hedonisme. Aristippos (433-353 SM) murid Sokratez menyatakan bahwa, yang baik adalah kesenangan kini,bukan esok,namun kesenangan ada batasnya yaitu pengendalian diri,dengan pengendalian diri bukan berarti meninggalkan kesenagngan,tetapi

mengunakan kesenagan dengan baik,dan tidak membiarkan dirinya hanyut olehnya. 2. Eudomonisme Aristoteles, manusia dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu mengejar tujuan yaitu kebahagiaan. Contoh: Seseorang yang sedang memancing memiliki tujuan masing-masing, untuk mencapai kebahagian yang dinginkan. Seseorang yang menganggap profesi, tujuan kebahagiannya adalah materi utuk kemudian menolok ukur dari hasil memancing yang ia dapatkan. Tetapi mereka yang menganggap hoby tujuan akhir atau yang membahagiakannya adalah kepuasan dalam kegiatan memancing tersebut, mulai dari mempersiapkan

umpan,menarik senar pancing dan hasil tangkapan adalah sebagai buah kesenangan.. karena hobby pada umumnya tidak profit oriented.

3. Utilitarisme Aliran ini berpendapat bahwa baik buruknya tindakan seseorang diukur dari akibat yang ditimbulkannya. Tujuan : Hasil atau konsekuensi yang timbul akibat perbuatan yang dikerjakan. Akibat baik berarti menguntungkan dan bermanfaat terutama bagi kepentingan banyak manusia, dan menghindarkan akibat-akibat buruk. Utilitarisme berada pada tatanan masyarakat atau negara, berbeda dengan moral2 sebelumnya yang relatif berada pada tatanan individu. Jeremy Bentham (1748-1832) dalam buku Introduction to the Principles of Morals and Legislation, 1789 menekankan bahwa manusia pada hakikatnya ditempatkan di bawah dua titik yang berkuasa penuh: ketidaksenangan dan kesenangan. Manusia mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Kebahagiaan tercapai jika ia memiliki kesenangan dan terbebas dari kesusahan. Maka, suatu perbuatan akan dinilai baik atau buruk sejauh dapat meningkatkan dan memenuhi kebahagiaan orang banyak. Bentham meninggalkan tatanan individu, masuk ke tatanan masyarakat. Moralitas suatu tindakan harus ditentukan dengan menimbang kegunaannya untuk mencapai kebahagiaan umat manusia, yaitu masyarakat secara keseluruhan. Poedjawijatna, menurutnya utilitarisme adalah suatu perbuatan dapat dimaknai baik jika menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi semua orang. Karena, apabila hanya berguna bagi individu, maka ia akan menjadi individualisme. Jika berguna bagi masyarakat/negara ia adalah sosialisme. Yang berguna bagi individu belum tentu berguna bagi masyarakat/negara dan sebaliknya (1996: 45-46).

K. Bertens berpendapat bahwa prinsip utilitarisme dewasa ini tidak memberi jaminan akan kebahagiaan dapat dibagi dengan adil. Dalam suatu masyarakat, mayoritas hidup makmur sejahtera dan minoritas serba miskin, bagi utilitarisme masyarakat seperti itu sudah diatur dengan baik. Kritik terhadap utilitarisme : Tidak selamanya benar bahwa suatru perbuatan adalah baik jika menghasilkan kebahagiaan terbesar. Ini disebabkan utilitarisme tidak pernah membenarkan adanya paham hak. Padahal hak merupakan suatu kategori moral yang sangat penting (Bertens, 1993). Ada 2 bentuk Utilitarianisme : a) Utilitarianisme Tindakan Bentuk ini menganjurkan agar segala tindakan manusia akan mengakibatkan sedemikian rupa kelebihan akibat baik yang sebesar mungkin. Semua cara harus ditempuh dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan dari tindakan tersebut. Contoh : Berbohong terkadang diperbolehkan demi untuk menyenangkan pasangan hidup kita. Utilitarianisme tindakan melihat norma-norma moral yang universal tidak berlaku lagi. Yang terpenting adalah pergunakanlah semua cara dan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, singkatnya tujuan menghalalkan semua cara. b) Utilitarianisme Peraturan Semboyan dari utilitarianisme peraturan adalah bertindaklah selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang penetapannya menghasilkan kelebihan akibat-akibat baik yang sebesar mungkin dibandingkan dengan akibat-akibat buruk. Suatu tindakan

dianggap baik apabila pada akhirnya menghasilkan kelebihan akibat baik bagi berlakunya suatu peraturan. 4. Religiosisme Aliran ini berpendapat bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Tindakan yang buruk adalah tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Yang menjadi akar permasalahan adalah, tidak semua orang religius. Beberapa religius hanya pada salah satu bidang kehidupan saja, sementara bidang kehidupan seorang manusia sangat beragam. Kesimpulannya, setiap individu memiliki tujuan hidup yang berbeda, dan kebahagiaan intu juga relatif, jika manusia menjalankan fungsinya dengan baik, ia akan mencapai tujuan akhirnya sebagai manusia yang baik,dan itulah kebahagian yang hakiki.

C. Dilema Yang Kekal Tindakan sengaja hanya dimungkinkan dengan adanya kehendak bebas. Penilaian baik-buruk atas kehendak bebas berdampak pada hak dan kewajiban di satu sisi, serta kebebasan dan tanggung jawab pada sisi yang lain. Tindakan yang dimaksud tentunya tindak Komunikasi. Tindak Komunikasi dimaknai sebagai perbuatan manusia yang dilakukan dalam usaha ,menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif komunikasi. Tiga Persoalan Pokok Dalam mengupas falsafah hidup manusia, terdapat tiga permasalahan pokok yang wajib dijawab:

1. Di mana kebahagiaan itu ingin diraih? Di dunia? Di akhirat? Ataukah keseimbangan antara dunia dengan akhirat. 2. Apa yang dapat memberi kebahagiaan itu? Sesuatu yang bersifat material? Atau, spiritual? Ataukah keseimbangan antara material dan spiritual. 3. Siapa yang akan didahulukan dakam meraih kebahagiaan? Individu(saya, keluargasaya, kelompok saya)? Atau,

masyarakat(orang lain sekitar saya, keluarga dan kelompok saya)? Atau, keseimbangan antara individu dan masyarakat.

D. Akar Tindak Komunikasi Akar Tindak Komunikasi : Falsafah Hidup Akar Tindak Komunikasi adalah Falsafah Hidup, oleh karena itu, untuk memahami tindak komunikasi yang dilakukan manusia yaitu dengan melihat pada akarnya nya yaitu; falsafah yang dianut, yang dapat dilihat pada tiga soal pokok seperti dimana, apa, dan siapa. Untuk kebahagian individunya sendiri, atau kebahagiaan orang lain. Kebahagiaan individu bisa didapatkan dengan mengikuti kata hati nurani yang biasa disebut dengan suara Tuhan bagi orang yang beragama. Dengan mengikuti hati Nurani, seorang individu akan merasa dirinya bahagia akan apa yang telah dicapainya, namun apabila bertentangan dengan hati nurani nya individu tersebut akan merasa seperti dikejar kejar dosa dalam hidupnya. Bagi sebagian orang yang tidak mengikuti kata hati atau menganut paham positivisme hal tersebut dianggap tidak ilmiah dan membuat dirinya menjalankan pilihan

lainnya dalam mencapai kebahagiaan. Namun, setiap pilihan untuk mencapai suatu kebahagiaan ada pada setiap individu masing-masing tergantung pada falsafah hidup yang dipegang dan bermuara pada tindak komunikasi yang dilakukan individu tersebut. 1. Tataran Pribadi Manusia merupakan individu yang akan melakukan apapun untuk memperoleh kebahagian dalam hidupnya dimanapun dia berada, kapan pun ia hidup, apapun agama, kebangsaan, atau pekerjaannya pasti mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh kebahagiaan dalam berbagai bidang kehidupannya. Namun pada saat manusia tersebut mencari kebahagiaanya dan berusaha mendapatkannya, pasti manusia akan mendapatkan tiga persoalan pokok. Tergantung dari manusia tersebut menghadapi persoalan itu, dan hal ini membuat setiap individu berbeda dengan individu lainnya. Hoeta Soehoet menamakan ini sebagai Filsafat Hidup Kebahagiaan. Ini dikarenakan ia menemukan 27 varian dalam individu dalam mencari jawaban dari tiga persoalan tersebut. 2. Tataran Organisasi Dalam tataran ini, terdapat visi dan misi organisasi yang akan menentukan tindak komunikasi dari organisasi beserta seluruh individu yang ada di dalamnya, ini disebut Falsafah hidup Organaisasi. Terkadang terdapat individu yang tidak sesuai antara falsafah hidup organisasi dan falsafah hidupnya yang mengakibatkan individu tersebut merasa tidak betah. 3. Tataran massa Kumpulan individu dalam suatu wilayah membentuk masyarakat, kumpulan masyarakat membentuk Negara. Bangsa Indonesia mempunyai falsafah hidup dan

bernegara yaitu Pancasila. Pancasila mengandung nilai-nilai teragung yang jika diwujudkan masyarakat Indonesia meyakini akan memperoleh kebahagiaan. Falsafah hidup suatu bangsa dapat dilihat dengan mengkaji tiga persoalan pokok yang menyangkut kebahagiaan. Apabila Negara mendahulukan kepentingan individu maka negara tersebut menganut individualism dan Negara tersebut diatur secara Liberalisme. Sebaliknya, jika Negara tersebut mengutamakn masyarakat maka menganut Sosialismedan Negara diatur dengan system Autoritarianisme. Hal ini tercemin pada system komunikasi massa (pers) yang dianut, karena dapat dinyatakan bahwa: untuk melihat bagaimana manusia mengaplikasikan komunikasi dan ilmu komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, antara lain dapat dikaji melalui system pers yang di anut karena sudah ditelaah melalui falsafah hidup berbangsa dan bernegara.

E. Apakah Ilmu Komunikasi Bebas Nilai? Keuntungan dari ilmu yang bebas nilai adalah tidak yang akan menghambat atau menghalangi ketika peneliti memilih dan menetapkan objek penelitian, cara meneliti, dan menggunakan pengetahuan serta produk hasil penelitiannnya. Adapun kerugian utama jika menganggap ilmu bebas nilai, ada kemungkinan bertentangan dengan moralitas. Ilmu komunikasi itu sendiri berada dalam rumpun ilmu sosial dimana objek materinya adalah tindakan manusia dalam konteks sosial. Tindakan manusia tidak dapat tergantikan sebagai kelinci percobaan begitu saja. Alat yang dijadikan tolak ukur atas baik-buruknya cara penelitian itu sendiri adalah moralitas si peneliti. Moral atau etika sebagaimana diketahui adalah sesuatu yang tidak eksak menurut pandangan positivisme.

Sesuai latarnya yang berkembang dari ilmu-ilmu alam, positivisme menuntut penelitian yang bebas nilai. Dengan demikian bagi ilmuan komunikasi penganut positivisme, dalam pelaksanaannya moral penelitianlah yang akan menentukan jenis penelitian dan teknik penelitian yang dilakukan untuk memenuhi keingintahuan dalam membangun ilmunya. Dalam hal ini, falsafah hidup peneliti akan menentukan tindakan-tindakan moral. Smentara bagi ahli komunikasi berlatar interpretivisme, ilmu komunikasi sesuai kodratnya jelas terkait nilai, ia tidak lepas dari nilai-nilai yang ada.

Kesimpulan Aksiologi menyangkut bagaimana dan tujuan untuk apa ilmu komunikasi itu digunakan, karena ada hubungannya dengan penilaian etis dan moral. Hanya tindakan yang dilakukan manusia secara disengaja akan dikenai penilaian etis.

You might also like