You are on page 1of 14

BAB II.

PEMODELAN SISTEM

Pendahukuan Komponen-komponen yang terlihat dalam suatu sistem pengaturan sangat jauh berbeda satu dengan yang lain. Mereka dapat berupa sistem listrik, elektromekanik, hidrolik, pneumatik dan sebagainya. Pada rekayasa pengaturan dari pada berurusan dengan alat-alat perangkat keras, kita dapat mengganti alatalat atau komponen-komponen tersebut dengan model matematikanya. Persamaan matematika tersebut dapat diturunkan/diperoleh dengan menggunakan hukum fisika yang berlaku pada sistem yang ditinjau, misalnya hukum Newton untuk sistem mekanik, hukum Kirchhoff untuk sistem listrik, dan sebagainya. Penggunaan model matematika memungkinkan kita dapat mengembangkan teori kontrol yang menyatu. Untuk mengembangkan suatu sistem maka sebelum

diimplementasikan pertama harus memformulasikan model matematikanya sesuai dengan komponen dan tujuan kinerja sistem, kemudian menterjemahkan model tersebut ke dalam program komputer untuk mensimulasikan sistem tersebut. Dari simulasi tersebut, kita dapat menentukan ukuran komponen yang diperlukan. Banyak sistem alam dapat dimodelkan dengan persamaan diferensial. Persamaan diferensial biasa mendiskripsikan bagimana tingkat perubahan variabel suatu sistem dipengaruhi oleh variabel-variabel di dalam sistem itu sendiri dan pengaruh dari luar yaitu input. Bentuk umum persamaan diferensial orde ke-n dengan fungsi gaya (input) meliputi suku-suku turunannya, dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
dny d n 1 y d n 2 y dy + a 1 n 1 + a 2 n 2 + ... + a n 1 + any = n dt dt dt dt dnu d n 1 u du b 0 n + b 1 n 1 + ... + b n 1 + bnu dt dt dt

(2-1)

Persamaan diferensial (P.D.) adalah persamaan yang mengandung sukusuku variabel bebas dan tidak bebas (terikat) di mana terdapat bentuk diferensial (turunan). Persamaan diferensial dapat dikeleompokkan sebagai berikut: a. P.D. parsial.

14

b. P.D. biasa: P.D. biasa tidak linear. P.D. biasa linear dengan koefisien variabel dan koefisien konstan. Selanjutnya koefisien konstan dibagi atas homogen dan non homogen. Sebuah persamaan disebut P.D. parsial jika di dalam persamaan tersebut terdapat lebih dari satu buah variabel bebas, sedang jika hanya terdapat satu variabel bebas disebut P.D. biasa. Menurut Pakpahan (1988: 53), P.D. parsial tidak banyak terdapat dalam sistem kontrol/pengaturan. Persamaan diferensial homogen adalah P.D. di mana suku sebelah kanan tanda sama dengan adalah nol, sedang pada P.D. tidak homogen suku tersebut bukan nol. Fungsi di sebelah kanan tanda sama dengan merupakan eksitasi atau gaya penggerak (driving force) yang disebut juga forcing function atau driving

function untuk sebuah sistem.


Dalam sistem pengaturan, yang merupakan dasar pengaturan otomatik adalah P.D. biasa linear biasa dengan koefisien konstan, sedang apakah persamaan tersebut homogen atau tidak homogen bergantung pada bentuk dari pada fungsi masukan atau forcing function. Sekali model matematika dari sistem diperoleh, berbagai macam alat bantu analisis dan komputer dapat digunakan untuk tujuan analisis sistesis. Penyajian sistem pengaturan dalam bentuk fungsi alih, diagram kotak, dan ruang keadaan akan dijelaskan pada Bab III. Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan pengertian sistem yang dinamis dan karakteristiknya, serta dapat menurunkan persamaan sistem berdasarkan hukum dasar yang berlaku pada sistem tersebut, yang meliputi sistem listrik, mekanik, elektromekanik, thermal, dan fluida.

2.1 Sistem Listrik a. Sistem Orde Satu


Gambar 2.1 memperlihatkan rangkaian listrik yang terdiri dari komponen tahanan (R) dan kapasitor (C). Jika input adalah tegangan Vi dan output adalah tegangan Vo maka hubungan Vi dan Vo dapat dijabarkan sebagai berikut.

15

Gambar 2.1. Rangkaian listrik RC Persamaan tegangan: Persamaan arus:

Vi = VR + VC = iR + Vo 1 Vo = idt C

i=C

dV0 dt

Dengan mensubstitusi persamaan arus ke pesamaan tegangan diperoleh:

Vi = iR + Vo = RC

dVo dV + Vo RC o + Vo = Vi dt dt

dVo 1 1 + Vo = Vi dt RC RC
Persamaan (2-2) merupakan persamaan diferensial orde-satu.

(2-2)

b. Sistem Orde-Dua
Gambar 2.2 memperlihatkan rangkaian listrik yang terdiri dari komponen tahanan (R), induktor (L), dan kapasitor (C). Jika input adalah tegangan Vi dan output adalah tegangan Vo maka hubungan Vi dan Vo dapat dijabarkan sebagai berikut.

Gambar 2.2. Rangkaian listrik RLC

Persamaan tegangan :
V i = V R + V L + V C = iR + L Vo = 1 C di + Vo dt

Persamaan arus :

i=C

dV0 dt

idt
16

Dengan mensubstitusi persamaan arus ke pesamaan tegangan diperoleh:

dVo d 2Vo d 2Vo dV Vi = RC + LC + Vo LC + RC o + Vo = Vi dt dt dt 2 dt 2 d 2Vo dt 2 + R dVo 1 1 + Vo = Vi L dt LC LC


(2-3)

Jika i sebagai output dan Vi sebagai input, maka sistem dapat dimodelkan dalam bentuk persamaan diferensial sebagai berikut :

iR + L d 2i dt
2

di 1 + idt = Vi dt C +

dV di d 2i 1 +L 2 + i= i C dt dt dt
(2-4)

R di 1 1 dVi i= + L dt LC L dt

Sehingga rangkaian RLC dapat dimodelkan dalam bentuk persamann diferensial orde kedua.

2.2 Sistem Mekanik a. Sistem Translasi Mekanik


Gambar 2-3 memperlihatkan suatu sistem mekanik yang terdiri dari dasphot-massa-pegas.
Gaya eksternal

f
Perpindahan

Bila x merupakan simpangan massa M dari titik keseim-

Massa M fk fc

bangan sebagai arah positif , gaya redaman (viscous force) oleh dasphot :

x Pegas k

Dasphot c

fc = -c dx/dt dan gaya elastis oleh pegas: fk = -kx

Gambar 2.3. Sistem dasphot-massa-pegas.

17

Berdasarkan hukum Newton kedua: F = M a maka: f + fk + fc = M a f kx c dx/dt = M d2x/dt2 M d2x/dt2 + c dx/dt + kx = f , atau :

d 2x dt 2

1 c dx k + x= f M dt M M

(2-5)

b. Sistem Rotasi Mekanik


Gambar 2.4 memperlihatkan suatu system yang terdiri dari inersia beban dan peredam gesekan-liat.

Gambar 2.4. Sistem rotasi mekanik. Untuk sistem rotasi mekanik, hukum Newton kedua menyatakan: J = T dengan: J = momen inersia dari beban [kg-m2] = percepatan sudut dari beban [rad/s2] T = torsi yang diterapkan ke sistem [N-m] Untuk sistem pada Gambar 2.4 diperoleh:

J J

d = b + T dt d + b = T dt
(2-6)

dengan: = kecepatan sudut [rad/s] b = koefisien gesekan liat [N-m/rad/s]

18

2.3 Sistem Elektromekanik


Gambar 2.5 memperlihatkan diagram skematik motor dc yang dikontrol melalui jangkarnya (mengatur tegangan terminalnya).

Gambar 2.5. Diagram skematik motor dc Parameter-parameter:

Ra La ia if ea eb T K Kb

: perpindahan sudut dari poros motor : tahanan kumparan jangkar. : induktansi kumparan jangkar. : arus kumparan jangkar. : arus medan / eksitasi. : tegangan yang diberikan. : gaya gerak listrik (emf) balik. : torsi yang diberikan motor. : konstanta torsi motor. : konstanta emf balik.

Torsi T yang dihasilkan motor adalah berbanding lurus dengan hasil kali dari arus kumparan Ia dan fluks celah udara. Karena arus medan konstan, maka fluks celah udara konstan, sehingga torsi yang dihasilkan motor sebanding dengan arus jangkar ia : T = K ia . (2-7)

Bila kumparan magnet berputar maka tegangan induksi balik sebanding dengan hasil kali fluks dan kecepatan sudut. Untuk fluks yang konstan, tegangan induksi eb berbanding lurus dengan kecepatan sudut = d dt atau: (2-8)

eb = K b

d = K b dt

19

Kecepatan servomotor dc dikontrol oleh tegangan kumparan jangkar ea. Persamaan diferensial rangkaian listriknya:

La

di a + R a i a + eb = e a dt

(2-9)

Dengan mensubstitusi persamaan (2-8) ke persamaan (2-9), diperoleh persamaan:

La

dia + Ra i a + K b = e a dt

di a R K 1 = a ia b + ea dt La La La

(2-10)

Arus jangkar menghasilkan torsi yang bekerja terhadap inersia dan gesekan sehingga:

d 2 d J 2 +b = T = Ki a dt dt
Karena
d = maka persamaan (2-11) dapat ditulis sebagai berikut: dt

(2-11)

d + b = K i a dt

(2-12)

2.4 Sistem Thermal


Dalam sistem thermal, proses-proses dasarnya adalah pencampuran fluida (cairan atau gas) panas dan dingin, pembangkitan panas melalui pembakaran, pembangkitan panas melalui benda-benda yang disambungkan/berdekatan, reaksi kimia, induksi dan disintegrasi atom. Dalam sistem thermal digunakan hukum termodinamika I & II yang mengatur jumlah dan cara pembangkitan energi panas dan juga mengatur aliran panas tersebut, misalnya perubahan temperatur suatu benda adalah konsekwensi dari hukum termodinamika pertama. Sebuah benda dari bahan tertentu jika mengalami perubahan temperatur sebesar T maka jumlah panas yang dialirkan selama terjadi perubahan temperatur tersebut adalah:
q = W Cv T t

(2-13)

di mana:

20

q Cv T t W

= aliran panas. = kapasitas panas jenis (panas jenis) = laju perubahan temperature. = berat benda.

Misalkan sebuah benda dengan kapasitas panas C = W.cv, mempunyai temperatur T, sedang temperatur sekeliling benda tersebut adalah To, di mana T > To maka besarnya panas yang mengalir dari benda ke sekelilingnya adalah:
q=C

(T To ) dT = W cv dt t

(2-14)

Bentuk persamaan (2-) sama seperti persamaan pemuatan arus (pengisian muatan) ke dalam suatu kondensator dengan kapasitas C dan beda potensial V, sehingga muatan yang dialirkan setiap saat adalah:

q= C

dV dt

(2-15)

Ini berarti kapasitas thermal dalam suatu aliran panas dapat dianalogikan dengan kapasitas (kondensator) dalam rangkaian listrik. Parameter lain dalam proses aliran panas adalah tahanan thermal (R). Tahanan thermal adalah perubahan temperatur yang dihasilkan dari perubahan laju aliran panas. Ini berarti bahwa tahanan panas menentukan laju aliran panas yang melalui sebuah benda.

T1
R

T2 T1 > T2

Gambar 2.6. Misalkan temperatur di luar sebuah benda adalah T1 dan T2 di mana T1 > T2 seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6 maka besarnya aliran panas q yang akan melalui benda tergantung pada besarnya tahanan panas dari benda tersebut dan secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut:

R=

T1 T2 T T2 atau q = 1 q R

(2-16)

21

di mana R adalah tahanan panas (thermal) yang dapat ditentukan bergantung pada jenis transmisi panas. Persamaan (2-16) menunjukkan adanya kesamaan bentuk antara tahanan panas dengan tahanan listrik (R = V/I, di mana V adalah beda potensial/tegangan dan I adalah arus listrik). Jika temperatur sebuah benda dianggap serba sama pada seluruh benda tersebut maka sifat thermal dapat dinyatakan oleh sebuah persamaan diferensial linear. Pada sistem tersebut kesetimbangan thermal memerlukan bahwa panas yang dimaksukkan ke dalam sistem setiap saat adalah penjumlahan panas yang disimpan dengan panas yang dikeluarkan. Anggapan ini pada umumnya berlaku untuk benda-benda kecil, untuk gas atau untuk cairan di mana terjadi pencampuran sempurna. Berdasarkan persamaan tersebut, persamaan panas dalam bentuk matematik adalah:

qi = q s + qo
di mana, qi = panas masuk, qs = panas yang disimpan, qo = panas yang keluar.

(2-17)

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai peristiwa ini, diberikan suatu contoh seperti pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Sistem thermal Misalkan sebuah tanki air yang terisolasi dipanasi oleh elemen pemanas listrik. Dengan mengetahui temperatur air adalah Ta (homogen) dan laju aliran panas dari elemen pemanas ke dalam air adalah Q maka proses ini dapat dianalisis sebagai berikut.

22

Dari persamaan (2-17), di mana qi = Q, qs = panas yang disimpan oleh air =

dTa T To , dan q o = a (panas yang hilang melalui isolasi tersebut); sedang R dt R

adalah tahanan isolasi. Setelah memasukkan harga-harga qi, qs dan qo ke dalam Persamaan (2-17) maka diperoleh:

Q=C

dTa (Ta To ) dTa Ta Q T + atau + = + o dt R dt RC C RC

(2-18)

Persamaan (2-18) merupakan persamaan diferensial orde-satu dengan variabel bebas t dan variabel tak bebas Ta, sedangkan C, Q, R, dan To merupakan konstanta-konstanta. Dengan menggunakan penyelesaian persamaan diferensial, diperoleh fungsi komplementer: Tao = K e
t RC

Q To + C RC = RQ + T . dan penyelesian khusus adalah: Tak = o 1 RC


Maka solusi umumnya adalah: Ta = Tao + Tak = K e
t RC

+ R.Q + To

(2-19)

di mana K ditentukan berdasarkan syarat-syarat batas.

2.5 Sistem Fluida


Contoh sistem permukaan zat cair seperti pada Gambar 2.8. Resistansi R =

perubahan perbedaan permukaan [m] perubahan laju aliran [m 3 / s ] perubahan volume cairan yang disimpan [m 3 ] V = perubahan head [m] h

Kapasitansi C =

qi = laju aliran masuk pada keadaan mantap [m3/s] q0 = laju aliran keluar pada keadaan mantap [m3/s] h = penyimpangan kecil permukaan zat cair pada keadaan mantap [m].

23

Katup pengontrol

qi

Katup beban

qo
Resistansi (R)

Kapasitas (C)

Gambar 2.8. Sistem permukaan zat cair Jika alirannya adalah laminer, maka sistem dapat dianggap linier. Karena aliran masuk dikurangi aliran keluar selama selang waktu dt kecil sama dengan jumlah tambahan air dalam tangki, maka : C dh = (qi qo) dt Dari defenisi resistansi, dapat ditulis qo = h/R Jika nilai R konstan, maka persamaan diferensial sistem adalah :

RC

dh + h = Rq i dt

(2-20)

Pada sistem fisik, terdapat tiga sifat yang memberikan identitas sistem tersebut, yaitu: a. Tahanan

listrik:

perubahan

potensial

yang

diperlukan

untuk

menimbulkan perubahan aliran. b. Kapasitas: menunjukkan kemampuan penyimpanan energi oleh suatu sistem. Kapasitas adalah perubahan besaran yang akan disimpan untuk setiap perubahan potensial. c. Induktansi: perubahan potensial yang dibutuhkan untuk menimbulkan perubahan laju aliran. Analogi antara beasan-besaran fisik dalam sistem listrik, mekanik, thermal, dan hidrolik ditunjukkan pada Tabel 2-1.

24

Tabel. 2.1. Analogi besaran-besaran fisik


Sistem Sistem Fisik Listrik Waktu Besaran Potensial Aliran Tahanan Kapasitas Induktansi detik muatan [Coulomb] Tegangan [Volt] Arus [Amper] Ohm Farad Henry Mekanik detik Panjang [meter] Gaya [Newton] Kecepatan [m/det] Redaman [N/(m/det)] Elastisitas [m/N] Massa
o

Thermal detik Panas [kalori] Temperatur [Celcius] Laju Alir [kal/det]


C/(kal/det)

Hidrolik detik Volume [cm] Head [meter] Debit [cm/det] 1/(cm/det) Luas [m] Inertansi [ft/det]

kal/oC -

2.6 Penutup 2.6.1 Kesimpulan


Untuk mengembangkan suatu sistem maka sebelum diimplementasikan

pertama harus memformulasikan model matematikanya sesuai dengan komponen dan tujuan kinerja sistem. Model matematika sistem dapat diturunkan/diperoleh dengan menggunakan hukum fisika yang berlaku pada sistem yang ditinjau. Banyak sistem alam dapat dimodelkan dengan persamaan diferensial. Persamaan diferensial biasa mendiskripsikan bagimana tingkat perubahan variabel suatu sistem dipengaruhi oleh variabel-variabel di dalam sistem itu sendiri dan pengaruh dari luar yaitu input. Dalam sistem pengaturan, yang merupakan dasar pengaturan otomatik adalah P.D. biasa linear biasa dengan koefisien konstan, sedang apakah persamaan tersebut homogen atau tidak homogen bergantung pada bentuk dari pada fungsi masukan atau forcing function.

25

2.6.2 Contoh Soal 1. Diketahui rangkaian diferensiasi seperti pada gambar berikut.

Jika input adalah V1 dan output adalah V2, R = 1 k Penyelesaian: Persamaan tegangan:

dan C = 100 F, tentukan

model sistem tersebut dalam bentuk persamaan diferensial!

Persamaan arus:
i= V2 R

V1 = VC + VR = V2 = iR

1 i dt + V2 C

Dengan mensubstitusi persamaan arus ke pesamaan tegangan diperoleh:

V1 =

dV2 dV1 1 1 V2 dt + V2 dt + RC V2 = dt RC

2. Diketahui sistem rangkaian listrik seperti pada gambar berikut.

dengan: R = 1 k, L = 10 mH, dan C = 100F. Jika input adalah V(t) dan output adalah i(t), tentukan model sistem tersebut dalam bentuk persamaan diferensial!
Penyelesaian: i (t ) = i R (t ) + i L (t ) + iC (t ) = V (t ) 1 dV (t ) + V (t ) dt + C R L dt

26

di (t ) 1 dV (t ) 1 d 2V (t ) = + V (t ) + C dt R dt L dt 2 di (t ) d 2V (t ) 1 dV (t ) 1 =C + + V (t ) dt R dt L dt 2 Dengan memasukkan nilai R, L, C diperoleh:

di(t ) d 2V (t ) dV (t ) = 10 4 + 10 3 + 10 2 V (t ) 2 dt dt dt

2.6.3 Test/Umpan Balik 1. Diketahui suatu contoh rangkaian kompensasi lag, seperti pada gambar berikut.

dengan: R1 = 1 k, R2 = 2 k, dan C = 100F. Jika input adalah V1 dan output adalah V2, tentukan model sistem tersebut dalam bentuk persamaan diferensial!

2. Diketahui sistem mekanik seperti pada Gambar 2.3, jika M = 1 kg, c = 10


N.s/m, k = 20 N/m, dan diberi gaya = 1 N, tentuksn model sistem dalam bentuk persamaan diferensial!

27

You might also like