You are on page 1of 2

Waspada Pemikiran RA Kartini Dalam buku Fakta & Data Yahudi Indonesia, yang ditulis Ridwan Saidi &

Rizki Ridyasmara, yang diterbitkan oleh Khalifa (grup Pustaka Kautsar), 2006, terdapat sedikit ulasan mengenai R.A. Kartini. Ulasan tersebut saya salin kembali dan saya tampilkan dibawah ini. Penyebaran ajaran teosofi lumayan luasnya, dan memasuki pelbagai lapisan masyarakat. Banyak pemeluk Islam, Kristen, dan Hindu yang terjaring. Juga orang Cina penganut Konghucu, dan mereka yang menganut Kejawen. Kaum Teosofi amat agresif dalam mencari pengikut terutama dari kalangan muda terpelajar dan berbakat. Mereka juga memasuki golongan priyayi. Barangkali cukup menarik untuk dikaji pikiran-pikiran RA Kartini tentang agama sebagaimana tertulis dalam surat-suratnya kepada kenalan-kenalannya di negeri Belanda. Tahun-tahun datang dan mereka (tahun-tahun, RS) kemudian pergi ... Kami bernama orangorang Islam karena kami keturunan orang Islam, dan kami adalah orang-orang Islam hanya pada sebutan belaka, tidak lebih. Tuhan, Allah, bagi kami adalah seruan, adalah seruan, adalah bunyi tanpa makna. Demikianlah kami hidup terus sampai terbitlah matahari yang akan mendatangkan pergulingan di dalam kehidupan rohani kami. (Surat 15 Agustus 1902 kepada E.C. Abendanon) In 't kort, zendingsarbeid - doch zonder doop, ringkasnya, beramal tanpa baptis. Agama yang sesungguhnya adalah kebatinan, dan agama itu bisa dipeluk baik sebagai Nasrani maupun Islam, dan lain-lain. (Surat 31 Januari 1903) Selalu menurut paham dan pengertian kami, inti segala agama adalah Kebajikan, yang membuat setiap agama menjadi baik dan indah. Tapi, duh: Orang-orang ini, apakah yang telah kalian buat atasnya (maksudnya Kebajikan, RS). Agama adalah dimaksudkan sebagai karunia, untuk membentuk antara sesama makhluk Tuhan, cokelat atau putih, dari kedudukan, jenis, kepercayaan apa pun, semua kita adalah anak-anak dari satu Bapak, dari satu Tuhan! Tak ada Tuhan lain kecuali Allah! Kata kami orang-orang Islam, dan bersama kami juga semua orang beriman, kaum monoteis, Allah adalah Tuhan, pencipta sekalian alam. Anak dari satu Bapak, dasar segala agama dara dan saudari jadinya, harus saling cinta mencinta, artinya tunjang-menunjang, bertolong-tolongan. Tolong menolong dan tunjang menunjang, cinta mencinta, itulah nada dasar segala agama. (Surat 21 Juli 1902 kepada Ny. Van Kol) Hanya ada satu kemauan, yang boleh dan harus kita punya: kemauan untuk mengabdi kepadanya: Kebajikan (Surat Oktober 1900 kepada Ny. M.C.E. Ovink Soer) Dari kutipan surat-surat RA Kartini tersebut kita menjumpai persamaan pendiriannya dengan Labberton. Labberton mengatakan, sifat agama-agama adalah sama yaitu cinta pada sesama. Sedangkan RA Kartini menggunakan istilah "nada dasar" agama-agama adalah sama yaitu cinta kepada sesama dan tolong-menolong. Lagi-lagi keduanya melihat agama dalam dimensi tunggal, yaitu hubungan antara manusia dengan manusia saja. Keduanya mengabaikan dimensi lain jaran agama yaitu hubungan antara manusia dengan Allah (Hablum minallah). Kebajikan dengan "K" besar (sebagimana Nurcholis Madjid menulis Kebenaran dengan "K" besar, lihat naskah ceramah budaya Nurcholis Madjid, Taman Ismail Marzuki, 21 Oktober 1992) sering digunakan Kartini dalam surat-suratnya. Kaum teosofi juga banyak yang berbuat sama. Menjadi pertanyaan kini : apakah Kebajikan dengan "K" besar dan Kebenaran dengan "K" besar itu adalah menjadi tujuan hidup atau ultimate goal kehidupan kita ? Jika ya, tentu konsep ideologi yang mereka anut dengan paham ilmu kalam yang kita anut amat berbeda. Ultimate goal kita adalah li mardhatillah, keridhaan Allah. Apa yang diistilahkan oleh Labberton dengan "syariat agama yang dikeras-keraskan", maksudnya adalah jangan sampai terjadi syaria diperkuat. Karena seorang pakar bernama Daniel Lev, yang juga Yahudi, pernah mengatakan bahwa selagi masih ada orang yang menjalankan syariat Islam, maka Islam dan hukumnya akan tetap eksis. Itulah sebabnya kita sering mendengar tentang ucapan yang nadanya mencela sikap fanatisme beragama. Padahal ikut perkumpulan sepakbola saja mesti fanatik, apalagi menjadi penganut agama.

Kaum teosofi dengan pelbagai kedok dan aktivitasnya mencoba untuk menembus dinding fanatisme agama. Dan sejauh itu mereka tidak pernah berputus asa. Pelbagai cara ditempuh termasuk menggarap keluarga muda yang potensial. RA Kartini menjadi sasaran garapan mereka. Setelah gagal mengajak Kartini sekolah ke negeri Belanda, maka ke dalam kehidupan Kartini dimasukkan seorang gadis kader Zionis bernama Josephine Hartsteen. Hartsteen adalah nama keluarga Yahudi. Josephine meninggal dunia dalam usia muda. Lihat sinopsis buku ini : http://cordova-bookstore.com/yahudi.htm#fakta

You might also like