You are on page 1of 52

Hidrolika Fluida Pemboran 1

Bab 7.
Hidrolika Fluida Pemboran
7.1. Rheology Fluida Pemboran
7.1.1 Sifat Aliran
Jenis aliran fluida pada pipa ada dua, laminer dan turbulen. Pada aliran
laminer (viscous) gerak aliran partikel-partikel fluida yang bergerak pada rate
yang lambat, adalah teratur dan geraknya sejajar dengan aliran (dinding).
Pada aliran turbulen, fluida bergerak dengan kecepatan yang lebih besar
dan partikel-partikel fluida bergerak pada garis-garis yang tak teratur sehingga
terdapat aliran berputar (pusaran, Eddie current) dan shear yang terjadi tidak
teratur.
Selain dari kedua aliran ada satu aliran yang disebut "plug flow", yaitu
aliran khusus untuk fluida aliran plastis dimana shear (geser) terjadi di dekat
dinding pipa saja, dan ditengah-tengah aliran terdapat aliran tanpa shear, seperti
suatu sumbat. Untuk menentukan aliran tersebut turbulen atau laminer
digunakan Reynold Number :

Vd
N 928
Re
= .............................................................................. (7-1)
dimana :
= Density fluida, ppgV
V = Kecepatan aliran, fpsd
d = Diameter pipa, in
= Viscositas, cp
Dari percobaan diketahui bahwa untuk NRe > 3000 adalah turbulen dan
NRe < 2000 adalah laminer, diantaranya adalah transisi.
7.1.2 Jenis-jenis Fluida Pemboran
Fluida pemboran dapat dibagi dua kelas :
1. Newtonian
2. Non-newtonian, yang terdiri dari:
a. Bingham plastis
b. Powerlaw
c. Powerlaw dengan yield stress
7.1.2.1. Newtonian Fluids
Adalah fluida dimana viscositasnya hanya dipengaruhi oleh tekanan dan
temperatur, misalnya air, gas dan minyak yang encer.
Dalam hal ini perbandingan antara shear stress dan shear rate adalah
konstan, dinamakan (viscositas). Secara matematis ini dapat di nyatakan
dengan :
dr
dVr
g
c


= ................................................................................... (7-2)
dimana :
= gaya shear per unit luas (shear stress), lb/100 ft2
dVr/dr = shear rate, 1/sec
gc = convertion constant
2 Hidrolika Fluida Pemboran
7.1.2.2. Non-Newtonian Fluids
Setiap fluida yang tidak bersifat adanya perbandingan tetap antara shear
stress dan shear rate, disebut non newtonian fluids.
a. Bingham Plastic
Umumnya fluida pemboran dapat dianggap bingham plastic, dalam hal ini
sebelum terjadi aliran harus ada minimum shear stress yang melebihi
suatu harga minimum , yang disebut "yield point". Setelah yield point
dilampaui, maka penambahan shear stress lebih lanjut akan
menghasilkan shear rate yang sebanding dengan , disebut "plastic
viscosity", daripada Bingham Plastic.Jadi :
( )
|
.
|

\
|
=
dr
dVr
g
c
p
y

................................................................... (7-3)
Selain viscositas plastik ini, didefinisikan pula apparent viscosity
(viskositas semu) untuk Bingham plastic fluids, yaitu perbandingan antara
shear stress dan shear rate, yang tidak konstan melainkan bervariasi
terhadap shear stress. Gambar 7.1 menunjukan skema dari grafik aliran
fluida Newtonian dan Bingham plastic.
b. Power Law Fluids
Untuk pendekatan power law dilakukan dengan menganggap kurva
hubungan shear stress terhadap shear rate pada kertas log-log mengikuti
garis lurus yang ditarik pada shear rate 300 rpm dan 600 rpm (lihat
Gambar 7.2). Untuk ini power law dinyatakan sebagai :
n
dr
dVr
K
|
.
|

\
|
= ............................................................................... (7-4)
c. Power Law Fluids dengan Yield Stress
Persamaan yang digunakan adalah :
n
y
dr
dVr
K
|
.
|

\
|
+ =
Hidrolika Fluida Pemboran 3
Gambar 7.1. Grafik Shear Stres vs Shear Rate Fluida Newtonian dan
Bingham
16)
Gambar 7.2. Power Law Fluids
16)
4 Hidrolika Fluida Pemboran
7.2. Kecepatan Alir Pompa
Pada pompa lumpur pemboran, yang dimaksud dengan pompa adalah
bagian unit penggeraknya tidak terlalu menjadi permasalahan, karena apapun
jenisnya tidak banyak bedanya terhadap unit pompa yang dipakai, misalnya
memakai mesin uap, listrik, motor bensin, diesel dan lain-lain.
Unit pompa dikenal dua jenis dilihat dari mekanisme pemindahan dan
pendorongan lumpur pemboran, yaitu pompa sentrifugal dan pompa torak
(piston). Yang sering dipakai dalam pemboran adalah tipe torak karena
mempunyai beberapa kelebihan dari sentrifugal, misalnya dapat dilalui fluida
pemboran yang berkadar solid tinggi dan abrasive, pemeliharaan dan sistem
kerjanya tidak terlalu rumit atau keuntungan dapat dipakainya lebih dari satu
macam liner sehingga dapat mengatur rate dan tekanan pompa yang diinginkan.
Dilihat dari jumlah pistonnya, pompa bisa simplex (1 piston), duplex (2 piston),
triplex (3 piston) dengan arah kerja dapat berupa single acting (1 arah kerja) atau
double acting (2 arah kerja).
Kemampuan pompa dibatasi oleh Horse Power maksimumnya, sehingga
tekanan dan kecepatan alirnya dapat berubah-ubah seperti yang ditunjukkan
dalam persamaan:
1714
.Q P
HP = ...................................................................................... (7-5)
dimana :
HP = Horse power yang diterima pompa dari mesin
penggerak setelahDikalikan efisiensi mekanis dan safety, hp
P = Tekanan Pemompaan, psi
Q = Kecepatan alir, gpm
Bila mempunyai hp maksimum, tekanan pompa maksimum dapat
dihitung bila kecepatan alir maksimum telah ditentukan dengan persamaan.
( )e d d xSxNx Q
pist lin
2 2
2 00679 . 0 = ................................................. (7-6)
dimana :
S = Panjang stroke, inchs
N = Rotasi per menit, rpm
d
pist
= Diameter tangkai piston, inchs
d
lin
= Diameter liner, inchs
e = Effisiensi volumetrik
7.2.1. Kecepatan Alir Anulus.
Dalam proses pemboran langsung, bit yang dipakai selalu menggerus
batuan formasi dan menghasilkan cutting, sehingga semakin dalam pemboran
berlangsung semakin banyak pula cutting yang dihasilkan. Supaya tidak
menumpuk di bawah lubang dan tidak menimbulkan masalah pipe sticking maka
cutting tersebut perlu diangkat ke permukaan dengan baik, yaitu banyaknya
cutting yang terangkat sebanyak cutting yang dihasilkan.
Dalam proses rotary drilling lumpur baru masuk lewat dalam pipa dan
keluar ke permukaan lewat anulus sambil mengangkat cutting, seperti terlihat
pada Gambar 7.3 sehingga perhitungan kecepatan minimum yang diperlukan
untuk mengangkat cutting ke permukaan (slip velocity) dilakukan di anulus.
Hidrolika Fluida Pemboran 5
Gambar 7.3. Pengangkatan Cutting
19)
Kecepatan slip adalah kecepatan minimum dimana cutting dapat mulai
terangkat atau dalam praktek merupakan pengurangan antara kecepatan lumpur
dengan kecepatan dari cutting.
Vs = VM - Vp .................................................................................... (7-7)
dimana :
Vs = Kecepatan slip, ft/menit
VM = Kecepatan lumpur, ft/menit
Vp = Kecepatan partikel, ft/menit
Dengan memasukkan kondisi yang biasa ditemui dalam operasi
pemboran maka didapatkan kecepatan slip sebesar :
|
|
.
|

\
|
= 1 5 . 92
m
c
dc Vs

.................................................................. (7-8)
Begitu pula rate minimum yang harus dipilih sebesar :
A
Ca
dh
dp
ROP
m
c
dc Q

(
(

|
.
|

\
|

+
(

|
|
.
|

\
|
=
2
5 . 0
1 36
1 5 . 92 min

............ (7-9)
dimana :
dc = Diameter cutting terbesar, inchs
c = Densitas cutting, ppg
m = Densitas lumpur, ppg
Vs = Kecepatan slip, ft/min
Qmin = Rate minimum, ft3/min
6 Hidrolika Fluida Pemboran
ROP = Kecepatan Penembusan, ft/jam
Ca = Volume cutting di anulus, %
dp = Diameter pipa, inchs
dh = Diameter lubang, inchs
A = Luas anulus, ft3/ft
Pada kondisi pemboran yang normal, aliran di anulus laminer seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 7.4.
Gambar 7.4. Tipe Aliran Fluida Selama Pemboran
19)
Pada kondisi seperti itu dinding lubang yang belum tercasing mempunyai
selaput tipis sebagai pelindung yang disebut mud-cake, agar selaput yang
berguna tersebut tidak terkikis oleh aliran lumpur, harus diusahakan aliran tetap
laminer. Untuk mencegah terjadinya aliran turbulen, dapat diindikasikan dengan
bilangan Reynold . Dengan bilangan reynold yang tidak lebih dari 2000 aliran
akan tetap laminer, sehingga batas tersebut dijadikan pegangan untuk
menentukan kecepatan maksimum di anulus yang disebut kecepatan kritik.
( ) | |
( ) dp dh m
m Yb dp dh PV
Vca

+
=


2
1
2
3 . 9 08 . 1 08 . 1
................................ (7-10)
dimana :
Vca = Kecepatan kritik, ft/detik
PV = Plastic viscosity, cp
Yb = Yield point Bingham, lb/100 ft
2
Jadi kecepatan lumpur di anulus harus diantara kecepatan slip dan
kecepatan kritik. Bentuk aliran di dalam pipa dapat dilihat pada Gambar 7.5.
Gambar 7.5. Bentuk Aliran di Dalam Pipa
Hidrolika Fluida Pemboran 7
7.3. Kehilangan Tekanan Pada Sistem Sirkulasi.
Dalam setiap aliran suatu fluida maka kehilangan tekanan akan selalu
terjadi, walaupun sangat halus pipa yang dipakai, begitu pula pada proses
sirkulasi lumpur pemboran pada seluruh sistem aliran, seperti yang terlihat pada
Gambar 7.6. Dalam menentukan besarnya tekanan yang hilang sepanjang sistim
sirkulasi tersebut, bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu cara analitis dan cara
praktis yang dipakai dilapangan.
Gambar 7. 6. Kehilangan tekanan pada sistem sirkulasi
36)
7.3.1. Cara praktis
Dalam menghitung besarnya kehilangan tekanan dalam sistem sirkulasi
lumpur pemboran dengan menggunakan cara praktis yang biasa dipakai di
lapangan, dilakukan dengan menghitung tiap segmen dahulu, baru kemudian
dijumlahkan secara total.
Segmen-segmen tersebut adalah : peralatan permukaan, drill collar,
anulus Drill-collar, Drill-pipe dan anulusnya.
a. Peralatan permukaan,
Peralatan permukaan ini biasanya dibagi menjadi 4 tipe rangkaian seperti
yang diperlihatkan pada Tabel 7.2, tiap tipe mempunyai koefisien
tersendiri yang akan dipakai dalam perhitungan sbb :
10
. .
m
k k Ploss
r l

= ............................................................................ (7-11)
dimana :
k1 = Koefisien loss, lihat Tabel (2)
kr = Koefisien rate, lihat Tabel (1)
b. Drill-collar
Perhitungan untuk bagian dalam Drill-collar menggunakan rumus :
8 Hidrolika Fluida Pemboran
10
. .
.
Ldc
k k Ploss
m r l
= ................................................................. (7-12)
dimana :
L = Panjang Drill-collar, ft
c. Anulus Drill Collar
Untuk menghitung anulus drill collar seperti halnya drillcollar
menggunakan Tabel 9.3, rumus yang dipakai sama dengan drill collar.
d. Drill Pipe dan Anulusnya
Perhitungan drill pipe dengan anulus drill pipe dihitung bersama-sama
sekaligus, tidak seperti drill collar dipisahkan. Persamaan yang dipakai
adalah (12) dan yang dipakai untuk menentukan koefisien lossnya adalah
Tabel 7.4.
Tabel 7-1. Koefisien rate
FLOW
GPM
FLOW
COEFF
FLOW
GPM
FLOW
COEFF
FLOW
GPM
FLOW
COEFF
FLOW
GPM
FLOW
COEFF
100 0.53 380 6.29 660 17.55 940 33.89
110 0.63 390 6.60 670 18.05 950 34.56
120 0.74 400 6.92 680 18.56 960 35.24
130 0.86 410 7.24 690 19.07 970 35.93
140 0.98 420 7.57 700 19.58 980 36.62
150 1.12 430 7.91 710 20.11 990 37.32
160 1.26 440 8.26 720 20.64 1000 38.02
170 1.41 450 8.61 730 21.17 1010 38.73
180 1.57 460 8.97 743 21.72 1020 39.45
190 1.73 470 9.34 750 22.26 1030 40.17
200 1.91 480 9.71 760 22.82 1040 40.90
210 2.09 490 10.09 770 23.38 1050 41.63
220 2.28 500 10.47 780 23.95 1060 42.37
230 2.47 510 10.87 790 24.52 1070 43.12
240 2.67 520 11.27 800 25.10 1080 43.87
250 2.89 530 11.67 810 25.69 1090 44.63
260 3.10 540 12.09 820 26.28 1100 45.39
270 3.33 550 12.51 830 26.88 1110 46.16
280 3.56 560 12.93 840 27.49 1120 46.94
290 3.80 570 13.36 850 28.10 1130 47.72
300 4.05 580 13.80 860 28.72 1140 48.51
310 4.31 590 14.25 870 29.34 1150 49.31
320 4.57 600 14.70 880 29.97 1160 50.11
330 4.84 610 15.16 890 30.61 1170 50.91
340 5.11 620 15.63 900 31.25 1180 51.73
350 5.40 630 16.10 910 31.90 1190 52.54
360 5.69 640 16.58 920 32.56 1200 53.37
370 5.98 650 17.06 930 33.22
Hidrolika Fluida Pemboran 9
Tabel 7-2. Koefisien Loss Peralatan Permukaan
CASE STAND PIPE HOSE COEFICIENT
Length
Feet
I.D
Inchees
Length
Feet
I.D
Inches
1 40 3 45 2 19
2 40 3 55 2 7
3 45 4 55 3 4
4 45 4 55 3 3
CASE STAND PIPE HOSE COEFICIENT
Length
Feet
I.D
Inchees
Length
Feet
I.D
Inches
1 4 2 40 2 1/4 19
2 5 2 40 3 1/4 7
3 5 2-1/2 40 3 1/4 4
4 6 3 40 4 3
Tabel 7.3. Koefisien Loss Drill-collar
10 Hidrolika Fluida Pemboran
Tabel 7.4. Koefisien Loss Drill-Pipe
Hidrolika Fluida Pemboran 11
7.4. Pembahasan HP Tekanan dan Rate Pompa
Pompa yang dipakai dalam sirkulasi lumpur pemboran biasanya
menggunakan pompa piston sehingga rate maksimum dengan suatu diameter
liner tertentu adalah persamaan (7-6). Harga sebesar ini tidak pernah tercapai
karena faktor-faktor efisiensi volumetrik, mekanik, dan lain-lain, sehingga
effisiensi totalnya sekitar hanya 70% saja.
Besarnya HP merupakan pencerminan kekuatan suatu pompa, sehingga
sebagai pegangan awal harga yang dipegang tetap konstan adalah HP ini.
Besarnya effisiensi sekitar 70% saja.
Begitu pula tekanan maksimum dari pompa mengalami penurunan
sekitar 65%. Untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan, penambahan rate
atau tekanan bisa dilakukan penggantian liner yang terdapat pada piston
tersebut, sehingga rate yang diinginkan dapat tercapai, tetapi konsekuensinya
bila liner diganti dengan yang lebih besar untuk menambah rate maksimum,
akan terjadi penurunan tekanan maksimum.
Begitu pula kejadian sebaliknya, bila tekanan maksimum diperbesar, rate
maksimum akan mengecil.
7.5. Bit Hydraulics
Konsep hidrolika bit tidak lain mengoptimasikan aliran lumpur pada
pahat pemboran, sedemikian rupa sehingga dapat membantu laju penembusan
(penetration rate).
Bila pada bit konvensional aliran fluida dengan sengaja menyentuh gigi
bit, sehingga gigi bit terbersihkan langsung oleh fluida yang masih bersih dan
fluida yang sudah mengandung cutting. Sedangkan pada jet bit, pancaran fluida
diutamakan langsung menyentuh batuan formasi yang sedang ditembus,
sehingga fungsi fluida ini sebagai pembantu melepaskan batuan yang masih
melekat yang sudah dipecahkan oleh gigi bit, kemudian fluida yang telah
mengandung cutting tersebut menyentuh gigi bit sebagai fungsi membersihkan
dan mendinginkan bit.
Dengan kejadian tersebut, pada jet bit diharapkan tidak akan terjadi
penggilingan/pemecahan ulang (regrinding) pada cutting oleh gigi bit
sehingga efektivitas bit maupun laju penembusan dapat lebih baik.
Perbedaan pancaran terjadi antara bit konvensional dan jet bit dipasang
nozzle, ialah sebuah lubang yang mempunyai diameter keluaran lebih kecil
daripada masukan sehingga mempertinggi rate. Biasanya diameter nozzle
tersebut diameternya tertentu dengan satuan 1/32 inches.
Faktor-faktor yang menentukan dan mempengaruhi hidrolika dan
disainnya adalah :
a. Ukuran dan geometri sistem sirkulasi. Hal ini menyangkut variasi
diameter sumur maupun diameter peralatan dan kemampuan
peralatan pompa.
b. Sifat fisik fluida pemboran.
c. Pola aliran. Pola aliran ini menyangkut pola aliran laminer yang
diwajibkan pada tempat-tempat tertentu serta pola aliran turbulen yang
terpaksa diperbolehkan pada tempat-tempat tertentu pula.
Kerja aliran/pancaran lumpur keluar dari bit menuju batuan formasi
merupakan pokok pembicaraan dalam Bit Hydraulics, dengan kerja yang
optimum maka diharapkan laju penembusan (Penetration Rate) dapat
ditingkatkan
12 Hidrolika Fluida Pemboran
serta pengangkatan cutting seefektif mungkin sehingga penggilingan
kembali (Regrinding) seperti dijelaskan semula dapat dikurangi sekecil mungkin.
Dalam usaha mengoptimasikan hidrolika ini, ada 3 (tiga) prinsip yang
satu sama lain saling berbeda dalam hal anggapan-anggapannya. Ketiga prinsip
tersebut adalah :
1. Bit Hydraulic Horse Power (BHHP)
Prinsip dasar dari metoda ini menganggap bahwa semakin besar daya
yang disampaikan fluida terhadap batuan akan semakin besar pula efek
pembersihannya, sehingga metoda ini berusaha untuk mengoptimumkan
Horse Power (daya), yang dipakai di bit dari Horse Power pompa yang
tersedia di permukaan.
2. Bit Hydaulic Impact (BHI)
Prinsip dasar dari metoda ini, menganggap bahwa semakin besar impact
(tumbukan sesaat) yang diterima batuan formasi dari lumpur yang
dipancarkan dari bit semakin besar pula efek pembersihannya, sehingga
metoda ini berusaha untuk mengoptimumkan impact pada bit.
3. Jet Velocity (JV)
Metoda ini berprinsip, semakin besar rate yang terjadi di bit akan berarti
semakin besar efektivitas pembersihan dasar lubang, maka metoda ini
berusaha untuk mengoptimumkan rate pompa supaya rate di bit
maksimum.
Pada dasarnya kemampuan pompa memberikan tekanan pada sistem
sirkulasi adalah habis untuk menanggulangi kehilangan tekanan (pressure loss)
pada seluruh sistem sirkulasi seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, padahal kehilangan tekanan di bit merupakan parameter yang
cukup menentukan dalam perhitungan optimasi hidrolika, untuk itu maka
kehilangan tekanan dibagi dua, yaitu kehilangan tekanan seluruh sistim sirkulasi
kecuali bit yang disebut sebagai Parasitic Pressure Loss (Pp) karena tidak
menghasilkan apa-apa, hanya hilang energi karena gesekan fluida saja. Bit
pressure loss (Pb) adalah besarnya tekanan yang dihabiskan untuk menumbuk
batuan formasi oleh pancaran fluida di bit.
Dalam sistem sirkulasi juga seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya bahwa akan terdapat dua jenis pola aliran yaitu laminer dan
turbulen, dimana masing-masing pola menempati tempatnya sendiri-sendiri. Di
dalam pipa mulai dari stand pipe, swivel, kelly, drill pipe dan drill collar akan
terjadi pola aliran turbulen. sedangkan pada anulus antara drill collar dan open
hole biasanya dibiarkan turbulen tapi bila terjadi laminer lebih baik lagi, anulus
drill pipe dengan open hole maupun drill pipe dengan casing diwajibkan beraliran
laminer akan tetapi harus lebih besar dari rate minimum.
7.5.1. Optimasi dengan Perhitungan
Dalam menghitung optimasi hidrolika yang menyangkut penentuan rate
optimum, telah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Sedangkan penentuan ukuran
nozzle yang merupakan fungsi dari densitas lumpur, rate optimum dan
kehilangan tekanan di bit dijabarkan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
5 . 0
2
10858
(
(

=
Pb
Q
A
opt m

........................................................................... (7-13)
dimana :

m
= Densitas Lumpur, ppg
Hidrolika Fluida Pemboran 13
Qopt = Laju optimum, gpm
Pb = Pressure Loss di bit, psi
Sebelum melakukan perhitungan terlebih dahulu harus ditentukan
besarnya faktor pangkat (Z) dan konstanta kehilangan tekanan (Kp), dengan
menggunakan persamaan (7-14) atau (7-15) dan (7-16) atau (7-17), yaitu :
) / log(
) / log(
2 1
2 1
Q Q
P P
Z
p p
= ........................................................................... (7-14)
) / log(
) / log(
1 2
1 2
Q Q
P P
Z
p p
= ........................................................................... (7-15)
Z
p
p
Q
P
K
2
2
= ......................................................................................... (7-16)
Z
p
p
Q
P
K
1
1
= ......................................................................................... (7-17)
Selain itu perlu diketahui terlebih dahulu rate minimum, rate maksimum,
tekanan maksimum pompa, daya maksimum pompa dan densitas lumpur.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa perhitunganpun akan
disajikan dalam 3 (tiga) konsep yang saling berbeda, yaitu : bit Hydraulic Horse
Power (BHHP), bit Hydraulic Impact (BHI) dan Jet Velocity (JV).
7.5.2. Konsep BHHP
Langkah - langkah untuk menentukan optimasi adalah sebagai
berikut :
a. Kondisi Tekanan Maksimum
1. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan
Pm
Z
Z
Pb
1 +
= ................................................................................ (7-18)
2. Hitung rate optimum dengan persamaan
Z
Kp Z
Pm
Qopt
1
) 1 (
(

+
= .................................................................... (7-19)
3. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmax). Jika
tidak terpenuhi maka, Qopt = Qmax, sehingga
Z
opt
Q Kp Pm Pb . = ......................................................................... (7-21)
4. Perhatikan apakah Qopt tersebut lebih besar dari rate minimum
(Qmin). Jika tidak terpenuhi, maka Qopt = Qmin, sehingga
Z
opt
Q Kp Pm Pb . = ......................................................................... (7-20)
5. Hitung daya yang diperlukan di permukaan (HPs)
1714
.
opt
Q Pm
HPs = .............................................................................. (7-22)
14 Hidrolika Fluida Pemboran
6. Perhatikan apakah daya yang diperlukan di permukaan (HPs) tersebut
tidak lebih besar dari daya maksimum pompa (HPm). Jika tidak
terpenuhi, bisa dicoba dengan kondisi daya maksimum.
7. Hitung luas nozzle total yang optimum dengan persamaan
2
1
2
. 10858
.
(
(

=
Pb
Q
A
opt m

........................................................................... (7-23)
b. Kondisi Daya Maksimum
1. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan :
Z
Q Kp
Q
HPm
Pb min .
min
. 1714 = .................................................... (7-24)
2. Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan :
Qopt = Qmin
3. Hitung tekanan yang diperlukan di permukaan (Ps) dengan persamaan
min
. 1714
Q
Hpm
Ps = .............................................................................. (7-25)
4. Perhatikan apakah Ps lebih kecil dari tekanan maksimum pompa (Pm).
Jika tidak terpenuhi, bisa dicoba dengan kondisi pertengahan.
5. Hitung luas nozzle total yang optimum dengan persamaan:
2
1
2
. 10858
.
(

=
Pb
Qopt m
A


c. Kondisi Pertengahan
1. Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan :
Pm
HPm
Qopt
. 1714
= ........................................................................ (7-26)
2. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan :
Z
Pm
HPm
Kp Pm Pb
(

=
1714
....................................................... (7-27)
3. Hitung luas Nozzle total yang optimum dengan persamaan :
2
1
2
. 10858
.
(

=
Pb
Qopt m
A

.......................................................................... (7-28)
7.5.3. Konsep BHI
Langkah-langkah untuk menentukan optimasi dalam konsep BHI
adalah sebagai berikut :
a. Kondisi Tekanan Maksimum
1. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan :
Hidrolika Fluida Pemboran 15
Pm
Z
Z
Pb
2 +
= ............................................................................... (7-29)
2. Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan :
Z
Kp z
Pm
Qopt
1
) 2 (
2
(

+
= ................................................................... (7-30)
3. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmak).Jika
tidak terpenuhi, Qopt = Qmak
Pb = Pm-Kp.Q
z
opt ............................................................................ (7-31)
4. Perhatikan apakah Qopt tersebut lebih besar dari rate minimum (Qmin). Jika
tidak terpenuhi, Qopt = Qmin
Pb = Pm - Kp.Q
z
opt .......................................................................... (7-32)
5. Hitung daya yang diperlukan di permukaan:
1714
.Qopt Pm
Hps = ............................................................................ (7-33)
6. Perhatikan apakah HPs lebih kecil dari Daya pompa maksimum
(HPm). Jika tidak terpenuhi, bisa dicoba dengan kondisi yang lain.
7. Hitung luas Nozzle total yang optimum dengan persamaan :
2
1
2
10858
.
(

=
Pb
Qopt
A
m

.......................................................................... (7-34)
b. Kondisi Daya Maksimum
1. Hitung rate optimum dengan menggunakan persamaan
1
1
) 2 (
1714
+
(

+
=
Z
Kp Z
Hpm
Qopt ................................................................. (7-35)
2. Hitung tekanan yang diperlukan di permukaan (Ps).
Qopt
m H
Ps
1714 . .
= ............................................................................ (7-37)
3. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan
(

+
+
=
Qopt
Hpm
Z
Z
Pb
1714
2
1
................................................................ (7-36)
4. Periksa Qopt tidak lebih besar dari Qmak. Jika tidak terpenuhi maka :
Qopt = Qmak
(

+
+
=
Qmak
Hpm
Z
Z
Pb
1714
2
1
................................................................ (7-38)
5.Periksa Qopt tidak lebih kecil dari Qmin. Jika tidak terpenuhi maka :
Qopt = Qmin
16 Hidrolika Fluida Pemboran
(

+
+
=
min
1714
2
1
Q
HPm
Z
Z
Pb ............................................................... (7-39)
6. Perhatikan apakah Ps tidak lebih besar dari Pm.Jika tidak terpenuhi,
coba dengan kondisi pertengahan.
7. Hitung luas Nozzle total optimum, persamaan :
2
1
2
10858
.
(

=
Pb
Qopt m
A

c. Kondisi Pertengahan
1. Hitung rate optimum dengan persamaan :
Pm
HPm
Qopt
. 1714
= ......................................................................... (7-40)
2. Hitung kehilangan tekanan di bit, dengan persamaan
Z
Pm
HPm
Kp Pm Pb
(

=
1714 .
....................................................... (7-41)
3. Hitung luas Nozzle total optimum, persamaan :
2
1
2
. 10858
.
(

=
Pb
Qopt m
A

7.5.4. Konsep JV
Langkah-langkah untuk menentukan optimasi dalam konsep Jet Velocity
hanya dibagi dua bagian.
a. Kondisi Tekanan Maksimum
1. Tentukan rate optimum dengan persamaan :
Qopt = Qmin
2. Tentukan kehilangan tekanan di bit dengan persamaan :
Z
Q Kp Pm Pb min . = ................................................................... (7-42)
3. Hitung daya yang diperlukan di permukaan (HPs) dengan
menggunakan persamaan :
1714
min .Q Pm
HPs = ........................................................................... (7-43)
4. Perbaikan apakah HPs tidak lebih besar dari daya pompa maksimum
(HPm).Jika tidak terpenuhi, coba dengan kondisi daya maksimum.
5. Hitung luas Nozzle total dengan menggunakan persamaan:
2
1
2
10858
.
(

=
Pb
Qopt m
A

.......................................................................... (7-44)
b. Kondisi Daya Maksimum
1. Tentukan rate optimum dengan menggunakan persamaan :
Qopt = Qmin
Hidrolika Fluida Pemboran 17
2. Hitung tekanan yang diperlukan di permukaan (Ps) dengan
menggunakan persamaan :
min
1714 .
Q
HPm
Ps = ............................................................................. (7-45)
3 Tentukan kehilangan tekanan di bit dengan menggunakan persamaan
:
Z
Q Kp
Q
HPm
Pb
min
.
min
1714 .
= ........................................................... (7-46)
4. Perhatikan apakah Ps tidak lebih besar dari tekanan maksimum
pompa (Pm).Jika tidak terpenuhi, kondisi optimum dalam konsep Jet
Velocity tidak tercapai.
5. Hitung luas total Nozzle dengan menggunakan persamaan
2
1
2
. 10858
.
(

=
Pb
Qopt m
A

.......................................................................... (7-47)
Sedangkan untuk merubah nilai luas total nozzle menjadi bentuk
kombinasi ukuran nozzle dalam satuan 1/32 inch dapat digunakan Tabel 7.5.
Tabel 7.5. Tabel Luas Total Kombinasi Nozzle
(7-31)
7.5.5. Evaluasi Hasil Optimasi
Untuk mengetahui apakah hasil optimasi yang telah dilakukan betul-
betul naik efeknya atau tidak, ditentukan dengan melihat parameter
yang bisa dievaluasi untuk masing-masing konsep, yaitu sebagai
berikut :
a. Konsep BHHP
Evaluasi dapat dilakukan melalui Horse Power per Square Inches
(HSI) di bit.
18 Hidrolika Fluida Pemboran
A
Qopt Pb
HSI
. 1714
.
= .............................................................................. (7-48)
2
. 1346
.
d
Qopt Pb
HSI = .............................................................................. (7-49)
b. Konsep BHI.
Dalam mengevaluasi hasil optimasi pada konsep BHI, dilakukan dengan
menghitung bit Impact (BIF).
5 . 0
. . Pb Q Ki BIF = ............................................................................ (7-50)
dikonversikan dengan kondisi lapangan, menjadi :
| |
5 . 0
2
. 10 . 73 , 1 Pp m Q BIF

= .......................................................... (7-51)
c. Konsep JV
Dalam konsep ini evaluasi bisa dilakukan melalui kecepatan aliran di bit
(Vb).
5 . 0
.Pb Kv Vb = .................................................................................. (7-52)
dikonversikan dengan kondisi lapangan, menjadi :
An
Qopt
Vb 321 . 0 = ............................................................................. (7-53)
Hasil evaluasi yang didapat hanya dapat dipakai untuk membandingkan
satu kasus yang sama yang dikerjakan dengan metoda/konsep yang sama
antara kondisi lapangan yang sedang dipakai dengan perhitungan optimasi yang
didapat, sedangkan untuk membandingkan tiap konsep dengan konsep lainnya
tidak dapat dilakukan, karena satu sama lain seperti telah dijelaskan sebelumnya
mempunyai kelebihan-kelebihan pada konsep masing-masing.
Gambar 7.7. Diagram Alir Konsep BHHP
38)
Hidrolika Fluida Pemboran 19
Gambar 7.8. Diagram Alir Konsep BHI
38)
20 Hidrolika Fluida Pemboran
Gambar 7.9. Diagram Alir Konsep JV
38)
Gambar 7.10. Contoh Pemakaian Nomograph Pada Konsep JV
38)
Hidrolika Fluida Pemboran 21
Gambar 7.11. Contoh Pemakaian Nomograph Pada Konsep JV
38)
7.6. Contoh Soal
1.
Kedalaman = 6000 ft
Rate minimum = 444 gpm
Rate maksimum = 762 gpm
Daya maksimum = 1388
Tekanan permukaan maksimum= 2145 psi
Densitas lumpur = 9.2 ppg
Dari Slow Pump Rate Test diperoleh :
Pp1 = 560 psi Q1 = 432 gpm
Pp2 = 155 psi Q2 = 211 gpm
Berdasarkan optimasi dengan konsep BHHP, BHI, dan JV dari data-data
di atas, tentukan :
1. Rate optimum
2. Tekanan permukaan yang digunakan
3. Kehilangan tekanan di bit
4. Kombinasi ukuran nozzle optimum
2. Desain Hidrolika
Hole Geometry:
Kedalaman sumur = 10000 feet
22 Hidrolika Fluida Pemboran
Intermediate Casing = 9,625 inch OD, 9,0 inch ID, 7000 feet Depth
String Configuration:
Drill Pipe = 4,0 inch OD, 3,25 inch
IDDrill Collar = 4,0 inch OD, 2,75 ID, 400 feet
DepthBit Size = 8,5 inch, with Nozzle 15-15-15
Lumpur :
Densitas = 8,9 ppg
Viskositas Plastik = 50 cp
Yield Point = 25 lb/100 ft2
Pump Data :
Maximum HP = 1500
Maximum Pressure = 3500 psia
Maximum Rate = 900 gpm
Minimum Rate = 230 gpm
Low Pump Rate Test:
Normal Rate = 500 gpm,
Pressure = 1100 psia
Slow Rate = 250 gpm,
Pressure = 310 psia
Drilling Parameter :
Weight on Bit = 30000 lbs
Rate of Penetration = 150 fph
Cutting Diameter = 0,65 inch
Cutting SG = 2.635
Pertanyaan :
Dalam Optimisasi hidrolika, dimana diameter nozzle tidak mungkin
diubah (tetap), berapa rate pemompaan optimum yang harus dilakukan ?
3. Hidrolika Bit
Sebelum mengganti bit pada lubang 12 1/4 in, diketahui tekanan
standpipe sbb:
Laju alir (gpm) Tekanan Stamdpipe (psi)
300 500
400 850
500 1200
600 1700
650 1900
Kedalaman lubang adalah 6528 ft
Bit diharapkan membor sampai kedalaman 8000 ft
Data-data lain:
Ukuran nozzle = tiga buah (16/32) in
Berat lumpur = 8.7 ppg
Laju alir sekarang = 650 gpm
Max. alowable surface pressure =2500 psi
Tentukanlah parameter hidrolika optimum untuk bit berikutnya
menggunakan kriteria BHHP dan IF.
Hidrolika Fluida Pemboran 23
7.7.Dasar Dasar Pengangkatan Cutting
7.7.1. Pendahuluan
Dalam proses pemboran langsung, bit yang dipakai selalu menggerus
batuan formasi dan menghasilkan cutting, sehingga semakin dalam pemboran
berlangsung semakin banyak pula cutting yang dihasilkan. Supaya tidak
menumpuk di bawah lubang dan tidak menimbulkan masalah pipe sticking maka
cutting tersebut perlu diangkat ke permukaan dengan baik, yaitu banyaknya
cutting yang terangkat sebanyak cutting yang dihasilkan.
Dalam proses rotary drilling lumpur baru masuk lewat dalam pipa dan
keluar ke permukaan lewat anulus sambil mengangkat cutting, seperti terlihat
pada Gambar 7.12 sehingga perhitungan kecepatan minimum yang diperlukan
untuk mengangkat cutting ke permukaan dilakukan di anulus.
Gambar 7.12. Proses Pengangkatan Cutting di Anulus
Cutting yang tidak dapat terangkat dengan baik akan mengendap
kembali ke dasar sumur dan mengakibatkan beberapa masalah dalam
pemboran, diantaranya :
1. Akan terjadi penurunan laju penetrasi dikarenakan penggerusan
kembali cutting yang tidak terangkat (regrinding).
2. Meningkatnya beban drag dan torque karena daya yang diperlukan
untuk memutar drill string semakin berat.
3. Kemungkinan terjadinya pipe sticking, yaitu terjepitnya pipa pemboran
dikarenakan tumpukan cutting yang mengendap.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengangkatan cutting ke
permukaan diantaranya:
Kecepatan fluida di annulus sebagai fungsi dari luas area annulus dan
rate pemompaan yang diberikan.
Kapasitas untuk menahan fluida yang merupakan fungsi dari rheologi
lumpur pemboran seperti; densitas lumpur, jenis aliran (laminar atau
turbulen), viskositas, dst.
Laju penembusan yang dilakukan drill bit (rate of penetration).
Kecepatan pemutaran pipa pemboran (RPM).
24 Hidrolika Fluida Pemboran
Eksentrisitas drill pipe. Yaitu posisi relatif pipa pemboran terhadap
lubang pemboran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.13.
Gambar 7.13 Eksentrisitas Pipa Pemboran
Ukuran rata-rata partikel cutting.
Konsentrasi cutting di dalam lumpur pemboran.
Adanya pengaruhi kemiringan pada lubang pemboran.
Sedangkan parameter besaran yang sangat berpengaruh dalam
mekanisme pengangkatan cutting antara lain :
a) Vslip (kecepatan slip) yaitu kecepatan kritik dimana cutting mulai akan
terendapkan.
b) Vcut (kecepatan cutting) yaitu kecepatan cutting untuk naik ke
permukaan
c) Vmin (kecepatan minimum) yaitu kecepatan slip ditambah dengan
kecepatan cutting sehingga cutting dapat terangkat ke permukaan tanpa
terjadi penggerusan kembali.
Secara umum hubungan antara kecepatan slip, kecepatan cutting, dan
kecepatan minimum adalah sebagai berikut :
Gambar 7.14. Pengangkatan Cutting oleh Lumpur Pemboran
V
sl
= V
m
- V
cut
.................................................................................... (7-54)
Hidrolika Fluida Pemboran 25
dimana :
Vsl = Kecepatan slip, ft/menit
Vm = Kecepatan lumpur, ft/menit
Vcut = Kecepatan cutting, ft/menit
Dinding lubang yang belum tercasing mempunyai selaput tipis sebagai
pelindung yang disebut mud-cake. Agar selaput yang berguna tersebut tidak
terkikis oleh aliran lumpur, harus diusahakan aliran tetap laminer. Untuk
mencegah terjadinya aliran turbulen, dapat diindikasikan dengan bilangan
Reynold . Dengan bilangan reynold yang tidak lebih dari 2000 aliran akan tetap
laminer, sehingga batas tersebut dijadikan pegangan untuk menentukan
kecepatan maksimum di anulus yang disebut kecepatan kritik.
( ) | |
( )
p
d h
p h
ca
d m
m Yb d d PV PV
V

+ +
=


2 / 1 2 2
3 , 9 08 , 1 08 , 1
...................... (7-55)
Dimana :
Vca = Kecepatan kritik, ft/detik
PV = Plastic viscosity, cp
Yb = Yield point bingham, lb/100 ft2
m = Densitas lumpur
dp = Diameter drillpipe, in
dh = Diameter lubang,
7.7.2. Sumur Vertikal
7.7.2.1. Kecepatan Slip Metode Moore
Kecepatan slip untuk sumur vertikal dihitung dengan menggunakan
persamaan :
|
|
.
|

\
|
=
f
f s
d V
cut sl


54 , 1 ........................................................... (7-56)
dimana :
Vsl = Slip velocity, cp
s = Densitas cutting, ppg
f = Densitas fluida (lumpur), ppg
dcut = Diameter cutting, in
Kecepatan slip ini dihitung dengan prosedur sebagai berikut :
7.7.2.1.1. Penentuan Apparent Viscosity
Friction factor pada korelasi ini didasarkan berdasarkan perhitungan dari
apparent Newtonian viscosity dengan menggunakan persamaan:
n
n
n
V
dp dh K
a
|
|
|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|
=

0208 , 0
1
2
144
1
min
................................................ (7-57)
dimana :
a = Apparent viscosity , cP
26 Hidrolika Fluida Pemboran
K = Indeks konsistensi =
( )
n
511
510
300

n = Indeks kelakuan aliran =


300
600
log 32 , 3

dh = Diameter lubang, in
dp = Diameter pipa, in
Vmin = Kecepatan minimum , ft/s

600
= Dial reading pada 600 rpm

300
= Dial reading pada 300 rpm
7.7.2.1.2. Penentuan Reynold Number
Apparent viscosity tersebut digunakan untuk menentukan Reynold
Number dibawah ini :
a
d x V x f x
N
cut sl

928
Re
= ............................................................ (7-58)
dimana :
N
Re
= particle Reynold Number
f = densitas fluida, ppg
Vsl = slip velocity, ft/s
a = apparent viscosity , cP
d
cut
= diameter cutting , in
Selanjutnya apparent viscosity ini digunakan untuk menentukan friction
factor dengan menggunakan Gambar 4 berikut.
Gambar 7.15. Grafik antara Particle Reynold Number terhadap Friction
Factor
Hidrolika Fluida Pemboran 27
Gambar 7.15 ini secara matematis memiliki persamaan :
Untuk NRe > 300 , aliran di sekitar partikel adalah fully turbulent dan
friction factor nya = 1.5
Untuk NRe 3 ,aliran laminar dan friction factor nya :
Re
40
N
f = ........................................................................................... (7-59)
Untuk 3 < NRe < 300 maka aliran transisi dan friction factor nya :
Re
22
N
f = ........................................................................................ (7-60)
faktor friksi ini kemudian dapat digunakan untuk menentukan Vsl pada
persamaan.
7.7.2.2. Kecepatan Cutting
Kecepatan Cuttingnya dapat ditentukan dengan persamaan (3):
conc
h
p
cut
C
d
d
ROP
V
(
(

|
|
.
|

\
|

=
2
1 36
............................................................ (7-61)
dimana ;
Vcut = Kecepatan cutting, ft/s
dp = Diameter pipa, in
dh = Diameter lubang, in
Cconc = Konsentrasi cutting , %
ROP = Rate Of Penetration , ft/hr
Dapat juga dinyatakan dengan persamaan lain yaitu:
Jika yang diketahui luas penampang pipa dan lubang
conc
hole
pipe
cut
C
A
A
ROP
V
(

=
1 36
................................................................ (7-62)
dimana :
Apipe = Luas penampang pipa, in2
Ahole = Luas penampang lubang, in2
Jika V cutting dinyatakan dalam ft/menit, maka persamaan (8) dapat
ditulis:
conc
h
p
cut
C
d
d
ROP
V
(
(

|
|
.
|

\
|

=
2
1 60
............................................................ (7-63)
dimana
Vcut = Kecepatan cutting. ft/min
Sehingga kecepatan minimum cutting adalah :
Vmin = Vsl + Vcut ............................................................................. (7-64)
28 Hidrolika Fluida Pemboran
Secara keseluruhan prosedur penentuan Vmin, Vcut dan Vslip pada sumur
vertikal dapat dilihat pada Gambar 7.16 berikut.
Gambar 7.16. Flowchart Penentuan V cut, V min, dan V slip untuk Sumur
Vertikal
7.7.3. Sumur Directional dan Horizontal
7.7.3.1. Metoda Larsen
7.7.3.1.1. Kecepatan Cutting
Kecepatan Cutting dapat untuk sumur directional dengan inklinasi 55 -
90odiperkenalkan oleh T. I. Larsen. Kecepatan cutting Larsen ini diturunkan dari
persamaan yang sama seperti untuk sumur vertikal, yaitu pada persamaan 7-61.
Hidrolika Fluida Pemboran 29
Akan tetapi Larsen kemudian mengembangkan suatu koreksi tambahan
terhadap laju penembusan mata bor, yang ditunjukkan pada Gambar 7.17
berikut.
Gambar 7.17. Hubungan antara Konsentrasi Cutting vs ROP
Hubungan pada Gambar 6. dapat dituliskan dengan persamaan :
Cconc = 0,01778 ROP +0,505 ......................................................... (7-65)
dimana :
Cconc = Konsentrasi cutting, %
ROP = Rate Of Penetration, ft/hr
Dengan memasukkan faktor koreksi pada persamaan 8, maka
didapatkan persamaan baru untuk sumur directional sebagai berikut :
|
.
|

\
|
+
(
(

|
|
.
|

\
|

=
ROP d
d
V
hole
pipe
cut
16 . 18
64 . 0 1
1
2
............................................. (7-66)
7.7.3.1.2. Kecepatan Slip (Vs) dan Faktor Koreksi
Hubungan kecepatan slip untuk sumur directional diGambarkan dalam
grafik pada Gambar 7.18.
30 Hidrolika Fluida Pemboran
Gambar 7.18. Equivalent Slip Velocity vs Apparent Viscosity
Gambar 7 secara matematis dinyatakan dengan persamaan berikut:
cp a a V
slip
53 006 , 3 00516 , 0 s + = ...................................... (7-67)
( ) cp a a V
slip
53 28 , 3 53 02554 , 0 > + + = .............................. (7-68)
dimana:
a = Apparent viscosity,
cp = Kecepatan slip, ft/s
Gambar 7.18 diperlukan untuk memprediksikan hubungan antara Vmin
dengan Vcut setelah mengetahui prediksi kecepatan slip nya.
Persamaan yang yang digunakan untuk menentukan apparent
viscositynya berbeda dengan metoda vertikal. Persamaan yang digunakan yaitu :
( )
crit
p h
a
V
d d YP
PV

+ =
5
................................................................ (7-69)
dimana :
a = Apparent viscosity,cp
PV = Viskositas plastik, cp
YP = Yield point, lb/100 ft2
dh = Diameter lubang, in
dp = Diameter pipa, in
Vcrit = Kecepatan kritik atau kecepatan slip, ft/s
Korelasi kecepatan slip pada persamaan 14 dan 16 memerlukan koreksi
terhadap inklinasi, ukuran cutting dan densitas sebagai berikut :
1. Koreksi terhadap inklinasi sumur
213 , 0 000233 , 0
2
0342 , 0

= ang ang ang
C ......................................... (7-70)
dimana :
Cang = faktor koreksi terhadap inklinasi
Hidrolika Fluida Pemboran 31
ang
= sudut inklinasi, deg
Gambar 7.19. Faktor Koreksi untuk Sudut Inklinasi
2. Koreksi terhadap ukuran cutting
Koreksi ukuran cutting dilakukan dengan menggunakan persamaan
berikut :
286 , 1 04 , 1
50
+ = cut D x C
size
........................................................ (7-71)
dimana :
Csize = Faktor koreksi terhadap ukuran cutting
D50cut = Diameter cutting, in
Gambar 7.20. Faktor Koreksi Ukuran Cutting
3. Koreksi terhadap densitas
( ) 7 , 8 7 , 8 0333 , 0 1 > = m m C
mwt
...................................... (7-72)
32 Hidrolika Fluida Pemboran
7 , 8 0 , 1 < = m C
mwt
..................................... (7-73)
dimana :
Cmwt = Faktor koreksi terhadap densitas mud
m = Densitas lumpur, ppg
Gambar 7.21. Faktor koreksi untuk densitas lumpur
Dengan demikian persamaan yang menyatakan hubungan sepenuhnya
tentang kecepatan slip (Vs) metode Larsen adalah :
mwt size ang slip slip
C x C x C x V V = ........................................................ (7-74)
dimana :
Vslip = Kecepatan slip sesudah dikoreksi, ft/s
Vslip = Kecepatan slip sebelum dikoreksi, ft/s
Prosedur penentuan transportasi cutting sumur directional metode
Larsen dapat dilihat pada Gambar 7.22.
Hidrolika Fluida Pemboran 33
Gambar 7.22. Flowchart Penentuan Transportasi Cutting Metode Larsen
7.7.3.2. Metode Rudi Rubiandini dan Shindu L. M.
Kecepatan minimum cutting metode Rudi Rubiandini dan Shindu L.M.
mengkoreksi parameter inklinasi, densitas lumpur dan rotary speed (RPM).
Persamaan ini merupakan pengembangan dari persamaan Moore, Larsen dan
34 Hidrolika Fluida Pemboran
percobaan yang dilakukan Peden. Prinsip pengembangan persamaan ini adalah
membuat plot suatu parameter Vs tak berdimensi. Vs tak berdimensi yaitu
perbandingan Vs directional metoda Larsen dan Peden, dengan Vs vertikal
metoda Moore.
7.7.3.2.1. Koreksi Inklinasi
Koreksi sudut (Ci) diperoleh dari plot dimensionless Vs cutting sehingga
didapatkan persamaan koreksi sudut yang dikalikan dengan Vs vertikal Moore.
Koreksi sudut (Ci) yang digunakan adalah:
Untuk
o
45 s :
|
.
|

\
|
+ =
45
20
1
i
C .................................................................................... (7-75)
Untuk
o
45 >
Ci = 3 (23)
Dimana :
q = Sudut inklinasi, deg
Ci = Koreksi sudut.
7.7.3.2.2. Koreksi Densitas Lumpur
Plot dimensionless Vs terhadap inklinasi metode Larsen dengan
berbagai densitas lumpur dapat ditentukan koreksi densitas lumpur terhadap
Vsv. Dengan mengambil nilai densitas sama dengan 12 ppg dan nilai
Dimensionless Vs sama dengan 3 maka koreksi densitas (Cmw) terhadap Vsv
adalah :
15
3 m
C
mw
+
= .................................................................................. (7-77)
mana :
m = Densitas lumpur, ppg
Cmw = Koreksi terhadap densitas lumpur.
7.7.3.2.3 Koreksi Terhadap RPM
Sedangkan koreksi terhadap rotary speed (RPM) adalah :
|
.
|

\
|
=
600
600 RPM
C
RPM
.................................................................... (7-78)
dimana:
CRPM = Koreksi terhadap RPM
RPM = Kecepatan putar / rotary
Sehingga Vmin untuk sumur vertikal, directional, maupun horizontal
dengan mengembangkan rumus Moore adalah :
Vmin = Vcut + ( Ci x Cmw x CRPM)Vsv
maka untuk :
Untuk
o
45 s
sv
V
RPM m
Vs
|
.
|

\
|
|
.
|

\
| +
|
.
|

\
|
+ =
600
1
15
3
45
2
1

......................................... (7-79)
Hidrolika Fluida Pemboran 35
Untuk :
o
45 >
sv
V
RPM m
Vs
|
.
|

\
|
|
.
|

\
| +
=
600
1
15
3
3

...................................................... (7-80)
Prosedur penentuan transportasi cutting dengan metode Rudi dan
Sindhu ini dijelaskan pada Gambar 7.23.
Gambar 7.23. Flowchart Penentuan Parameter Transportasi Cutting Metode
Rudi-Sindhu
36 Hidrolika Fluida Pemboran
7.7.4. CONTOH PERHITUNGAN
Data :
= 61,352 o
m = 15 ppg
s = 19,16 ppg
PV = 40 cP
YP = 17 lb/100 ft2
a = 145,7 cP
dh = 6 in
dp = 3,38 in
Dcut = 0,7283 in
ROP = 54 ft/hr
RPM = 0
Cconc = 1.5 %
Kec. Pengangkatan Cutting:
(

|
.
|

\
|
+
=
ROP dh
dp
V
cut
16 , 18
604 , 0 2 1
1
.................................................... (7-66)
s ft V
cut
/ 5578 , 1
54
16 , 18
604 , 0 2
6
38 , 3
1
1
=
(

|
.
|

\
|
+
=
Asumsi Vslip :
Asumsi Slip Velocity = 0.1 ft/s
Vminiawal = 0,1 + 1,5578 = 1,6578 ft/s
crit
pipe hole
p a
V
D D Yp ) ( . 5

+ =
......................................................... (7-69)
cP
Yp x x
a
32 , 17
6578 , 1
) 38 , 3 6 ( . 17 5
40 =

+ =
Karena cP a > maka digunakan persamaan (7-68)
cP a a V
sl
> + = 28 , 3 02554 , 0
2
.............................................. (7-68)
V
sl2
= (0,02554 x 174,32) + 3,28 = 7,731 ft/s
| V
sl2
- V
sl1
| = | 7,731 - 0,1| > [0,01], jadi Vsl1 = 7,731 ft/s
V
min
= 7,731 + 1,5578 = 9,289 ft/s
Vmin hasil perhitungan tadi kemudian digunakan untuk menghitung
kembali apparent viscosity dengan menggunakan persamaan (7-68).
Hidrolika Fluida Pemboran 37
cP
x
a
97 , 63
289 , 9
) 38 , 3 6 ( . 17 5
40 =

+ =
Karena cP a > maka digunakan persamaan (7-68)
Vsl2 = (0,02554 x 63,97) + 3,28 = 4,9137 ft/s
| V
sl2
- V
sl1
| = | 4,9137 - 7,731 | > 0,01,
jadi V
sl2
= 4,913 ft/s
Dengan melakukan iterasi sampai | V
sl2
- V
sl1
| < 0,01, didapatkan V
sl
= 3,9758
ft/s
Perhitungan Koreksi Vslip
# Koreksi Angle Inclination :
Cang = 0,0342 (ang) - 0,000233 (ang)
2
- 0,213................................ (7-70)
Cang = 0,0342 (61,3526) - 0,0002338 (61,3526 )
2
- 0,213 = 1,0052
# Koreksi terhadap Ukuran Cutting :
C
size
= -1,04 (D50 cutting) + 1,286..................................................... (7-71)
C
size
= -1,04 x 0,7283 + 1,286 = 0,5285
Koreksi terhadap Mud Weight :
7 , 8 1 > = m C
mwt
................................................................. (7-72)
karena ppg m 7 , 8 >
Cmwt = 1
Final Slip Velocity:
V
slip
= V
sl
. (C
ang
).(C
size
).(C
mwt
) ............................................................ (7-74)
V
slip
= 3,9758 x 1,0052 x 0,5285 x 1 = 2,1121 ft/s
Final minimum Velocity:
V
min
= V
slip
+ V
cut
................................................................................. (7-64)
V
min
= 2,1121 + 1,5578 = 3,669 ft/sec
2. Contoh perhitungan dengan menggunakan Persamaan Rudi-Shindu,
Dengan data yang sama untuk perhitungan Menggunakan Metode Larsen :
Data :
= 61,352
o
m = 15 ppg
s = 19,16 ppg
PV = 40 cP
YP = 17 lb/100 ft2
a = 145,7 cP
dh = 6 in
dp = 3,38 in
Dcut = 0,7283 in
ROP = 54 ft/hr
RPM = 0
C
conc
= 1,5 %
38 Hidrolika Fluida Pemboran
Kecepatan Cutting:
Dengan menggunakan konsentrasi cutting dan ROP yang sama dengan data
diatas, maka Vcut dengan persamaan (8) adalah :
cone
hole
pipe
cut
C
D
D
ROP
V
(
(

|
|
.
|

\
|

=
2
1 36
......................................................... (7-61)
s ft
ROP
V
cut
/ 4648 , 1
5 , 1
6
38 , 3
1 36
2
=
(
(

|
.
|

\
|

=
Asumsi V
slip
V
sl1
= 0.1 ft/s
Iterasi Slip Velocity:
V
min
= Vs + V
cut
V
min awal
= 0,1 + 1,4648 = 1,5648 ft/s
( )
min
_
. 5
V
D D Yp
p a
pipe hole
+ = .......................................................... (7-69)
( )
cP
x
a 31 , 182
5648 , 1
38 , 3 6 17 . 5
40 =

+ =
a
d x V x m
N
cut Sl

1
. 928
Re = ........................................................... (7-58)
31 , 182
7283 , 0 1 , 0 15 . 928
Re
x x
N =
NRe > 3 dan NRe <300, jadi aliran yang terjadi menurut Moore transisi
Re
22
N
f = ...................................................................................... (7-60)
3295 , 9
5608 , 5
22
= = f
Vsv (Slip Velocity Vertikal) dengan Moore :
|
|
.
|

\
|
=
f
f s
D f V
cut Sl


2
................................................................ (7-58)
s ft V
Sl
/ 1929 , 4
15
15 16 , 19
7283 , 0 3295 , 9
2
= |
.
|

\
|
=
| V
sl2
- V
sl1
| = | 4,1929 - 0,1 | > | 0,01 |, jadi
Hidrolika Fluida Pemboran 39
2
2 1
1
Sl Sl
Sl
V V
V
+
=
s ft V
Sl
/ 1465 , 2
2
1929 , 4 1 , 0
1
=
+
=
Dengan melakukan iterasi sampai | V
sl2
- V
sl1
| < 0.01, didapatkan V
sl1
= 1,06723
ft/s
Koreksi Sudut, Densitas dan RPM :
Dari koreksi sudut yang didapatkan untuk sudut inklinasi lubang sumur
pemboran lebih besar dari 45o, maka digunakan persamaan. (7-80).
sv s
V
RPM m
V
|
.
|

\
|

|
.
|

\
|
+ =
600
1
15
3 3

....................................................... (7-80)
s ft x V
s
/ 8067 , 12 06723 , 1
600
0
1
15
15
3 3 =
|
.
|

\
|

|
.
|

\
|
+ =
7.8.Pressure Losses (Kehilangan Tekanan)
7.8.1. Pendahuluan
Gambar 7.24, menunjukkan skema bagian peralatan sistem sirkulasi
yang terdiri dari drill string, bit dan peralatan permukaan. Pada bagian-bagian
tersebut, fluida akan mengalami gaya gesek (friksi) sehingga sistem sirkulasi
akan kehilangan energi ketika fluida dipompakan mulai dari titik (1) sampai titik
(2) dan kembali ke titik (3) di mud tank.
Pada bab ini akan dijelaskan tentang perhitungan kehilangan tekanan
(pressure loss) akibat gaya friksi di setiap bagian dari sistem sirkulasi.
Perhitungan kehilangan tekanan tersebut dibagi kedalam 3 bagian yaitu:
(1) Surface Connection Losses (Kehilangan Tekanan pada sambungan
permukaan)
(2) Pipe and Annular Losses (Kehilangan Tekanan di dalam pipa dan
annulus)
(3) Pressure drop across bit (Kehilangan tekanan di bit)
7.8.1.1. Perhitungan Kehilangan Tekanan Secara Analitik
7.8.1.1.1. Surface Connection Losses (Kehilangan Tekanan pada
sambungan permukaan)
Kehilangan tekanan pada sambungan di permukaan biasa terjadi di standpipe,
rotary hose, swivel dan kelly. Penentuan kehilangan tekanan di permukaan
cukup sulit karena kehilangan tekanan tergantung dari dimensi dan geometri dari
sambungan di permukaan. Persamaan berikut dapat digunakan untuk
mengevaluasi kehilangan tekanan pada sambungan di permukaan :
( ) psi PV Q E P
p
,
2 , 0 8 , 1 8 , 0
1
= ............................................................... (7-81)
atau
( ) bar PV Q E P
p
,
2 , 0 8 , 1 8 , 0
1
= ............................................................. (7-82)
dimana :
= Densitas lumpur (lbm/gal atau kg/l)
Q = Flow rate (gpm atau l/min)
40 Hidrolika Fluida Pemboran
E = Konstanta, tergantung dari tipe peralatan permukaan
yang digunakan
PV = Plastic viscosity (cP)
Terdapat empat tipe peralatan permukaan, dimana tiap tipe
menunjukkan dimensi dari standpipe, kelly, rotary hose dan swivel (Tabel
7.6).Nilai konstanta E ditunjukkan pada Tabel 7.7.
Tabel 7.6. Empat Tipe Peralatan Permukaan
Surface
Equipment
type
Standpipe Rotary Hose Swivel Kelly
Length
(ft)
ID
(in)
Lengt
(ft)
ID
(in)
Length
(ft)
ID
(in)
Lengt
(ft)
ID
(in)
1 40 3.0 40 2.0 4 2.0 40 2.25
2 40 3.5 55 2.5 5 2.5 40 3.25
3 45 4.0 55 3.0 5 2.5 40 3.25
4 45 4.0 55 3.0 6 3.0 40 4.00
Tabel 7.7. Nilai konstanta E
Surface Equipment
type
Value of E
Imperials Units Metric Units
1 2.5 x 10
-4
8.8 x 10
-6
2 9.6 x 10
-5
3.3 x 10
-6
3 5.3 x 10
-5
1.8 x 10
-6
4 4.2 x 10
-5
1.4 x 10
-6
7.8.1.1.2. Pipe and Annular Losses (Kehilangan Tekanan di dalam
pipa dan annulus)
Kehilangan tekanan sepanjang pipa dapat terjadi di drillpipe dan
drillcollar yang ditunjukkan pada Gambar 7.24 (P2 dan P3). Kehilangan tekanan
di annulus ditunjukkan oleh P4 dan P5 ada Gambar 7.24. Besarnya kehilangan
tekanan di P2, P3, P4 dan P5 tergantung pada:
a. Dimensi dari drillpipe atau drillcollar (ID, OD, dan panjang DP atau DC)
b. Rheologi lumpur pemboran (densitas, plastic viscosity dan yield point)
c. Jenis aliran (turbulent, laminar atau plug)
Beberapa hal khusus yang menyebabkan naiknya kehilangan tekanan di annulus
adalah:
1. Surge pressure ketika menurunkan kembali pipa, setelah round trip.
2. Tekanan udara yang terjebak di dalam lumpur setelah terbentuk gel
strength.
3. Tekanan yang disebabkan oleh impact force ketika sirkulasi dihentikan.
4. Flokulasi lumpur yang disebabkan oleh kontaminasi kimia pada saat
treatment lumpur.
5. Bertambahnya densitas lumpur karena perbandingan.
Hidrolika Fluida Pemboran 41
Gambar 1. Skema Sistem Sirkulasi
Perlu diperhatikan bahwa kelakuan fluida pemboran di downhole tidak
dapat dipastikan dan sifat-sifat fluida yang diukur di permukaan diasumsikan
mempunyai nilai yang berbeda pada kondisi bottom hole. Beberapa model
perhitungan kehilangan tekanan yang sudah ada menghasilkan nilai yang
berbeda-beda pada kondisi yang sama. Dua model yang biasa digunakan adalah
Bingham plastic model dan Power-law model. Tabel 7.8 dan Tabel 7.9
menunjukkan ringkasan persaman yang digunakan.
42 Hidrolika Fluida Pemboran
Tabel 7.8. Ringkasan Persamaan
Hidrolika Fluida Pemboran 43
Tabel 7.9. Ringkasan Persamaan
44 Hidrolika Fluida Pemboran
7.8.1.1.3. Pressure drop across bit (Kehilangan tekanan di bit)
Tujuan dari pemrograman hydraulic adalah pengoptimisasian pressure
drop di bit agar pembersihan lubang bor berjalan dengan maksimum. Kehilangan
tekanan di bit dipengaruhi oleh ukuran nozzle yang digunakan dan penentuan
hydraulic horsepower. Semakin kecil ukuran nozzle maka semakin besar
pressure drop yang terjadi dan kecepatan nozzle akan meningkat.
Untuk menentukan kehilangan tekanan di bit maka dipergunakan
persamaan:
2
2
. 10858
.
An
Q m
P
b

= ............................................................................. (7-83)
dimana :
m = Densitas lumpur
Q = Laju alir, gpm
An = Luas nozzle, in
2
Pb = Kehilangan tekanan di bit, psi.
7.8.1.2. Penentuan Kehilangan Tekanan Secara Praktis
Dalam menghitung besarnya kehilangan tekanan dalam sistim sirkulasi
lumpur pemboran dengan menggunakan cara praktis yang biasa dipakai di
lapangan, dilakukan dengan menghitung tiap segmen dahulu, baru kemudian
dijumlahkan secara total.
Segmen-segmen tersebut adalah : peralatan permukaan, drill collar,
anulus Drill-collar, Drill-pipe dan anulusnya.
a. Peralatan permukaan, Peralatan permukaan ini biasanya dibagi
menjadi 4 tipe rangkaian seperti yang diperlihatkan pada Tabel (6), tiap
tipe mempunyai koefisien tersendiri yang akan dipakai dalam perhitungan
sbb :
10
.
m
r k l k P
loss

= ............................................................................. (7-84)
dimana
:k1 = Koefisien loss, lihat Tabel (6)
kr = Koefisien rate, lihat Tabel (5)
b. Drill-collar
Perhitungan untuk bagian dalam Drill-collar menggunakan rumus :
10
.
dc
loss
L
m r k l k P = ...................................................................... (7-85)
dimana :
Ldc = Panjang Drill-collar, ft
c. Anulus Drill Collar
Untuk menghitung anulus drill collar seperti halnya drill collar
menggunakan Tabel (7.12) rumus yang dipakai sama dengan drillcollar.
Drill Pipe dan Anulusnya
Perhitungan drill pipe dengan anulus drill pipe dihitung bersama-sama
sekaligus, tidak seperti drill collar dipisahkan. Persamaan yang dipakai
adalah (5) dan yang dipakai untuk menentukan koefisien lossnya adalah
Tabel (7-10)
Hidrolika Fluida Pemboran 45
Tabel 7-10. Koefisien Rate
Tabel 7.11. Koefisien Loss Peralatan Permukaan
CASE STAND PIPE HOSE COEFFICIENT
Length
Feet
I.D
Inches
Length
Feet
I.D
Inches
1 40 3 45 2 19
2 40 3 55 2 7
3 45 4 55 3 4
4 45 4 55 3 3
CASE STAND KELLY COEFFICIENT
Length
Feet
I.D
Inches
Length
Feet
I.D
Inches
1 4 2 40 2 19
2 4 2 40 3 7
3 5 2 40 3 4
4 6 3 40 4 3
46 Hidrolika Fluida Pemboran
Tabel 7.12. Koefisien Loss Drill-Collar
Hidrolika Fluida Pemboran 47
Tabel7.13. Koefisien Loss Drill Pipe
7.8.1.3. Penentuan Kehilangan Tekanan dengan Slow Pump
Rate Test (SPRT)
Harga kehilangan tekanan (pressure loss) dapat dicari dengan
pembacaan Slow Pump Rate Test (SPRT). Pertama dari pembacaan SPRT,
dapat diketahui normal rate dan slow rate dari pompa. Selain itu juga, dapat
diketahui pressure pump pada saat pemompaan normal rate dan pada saat
pemompaan slow rate.
Dari SPRT dapat diperoleh data-data:
1. Normal rate (Q1)
2. Slow Rate (Q2)
3. Pump pressure pada normal rate (P1 @ Q1)
4. Pump pressure pada slow rate (P2 @ Q2)
5. Luas nozzle (An)
6. Kehilangan tekanan di bit (Pb)
7. Mud Weight
Setelah itu, dilakukan perhitungan untuk menentukan luas nozzle, yaitu :
V
Q
An 32 , 0 = ..................................................................................... (7-86)
atau
2
32
3
|
.
|

\
|
=
nozzle ukuran
x
V
An

......................................................... (7-87)
dimana :
An = Luas nozzle, in
2
Q = Laju alir, gpm
V = Kecepatan lumpur di bit, ft/s
Kemudian ditentukan tekanan parasitik (Pp) pada saat normal rate dan
slow rate dengan rumus :
48 Hidrolika Fluida Pemboran
2
2
10858
32 , 0 An
Q
P P
m p

= ............................................................... (7-88)
dimana :
Pp = Tekanan parasitik, psi
Pm = Tekanan maksimum pompa, psi
= Densitas lumpur, ppg
Q = Laju alir, gpm
An = Luas nozzle, in
2
Perhitungan selanjutnya adalah menentukan besarnya faktor pangkat (Z)
dan konstanta kehilangan tekanan (Kp) dengan menggunakan persamaan (7-89)
atau (7-90) dan (7-91) atau (7-92):
( )
( )
2 1
2 1
/ log
/ log
Q Q
P P
Z
p p
= ............................................................................ (7-89)
( )
( ) 1 / 2 log
/ log
1 2
Q Q
P P
Z
p p
= ............................................................................ (7-90)
z
p p
Q x P K

=
1 1
................................................................................ (7-91)
z
p p
Q x P K

= 2
2
.............................................................................. (7-92)
Untuk menentukan kehilangan tekanan di bit maka digunakan
persamaan :
2
2
. 10858 An
Q
P
p

= ............................................................................ (7-93)
dimana :
m = Densitas mud
Q = Laju alir, gpm
An = Luas nozzle, in
2
Pb = Kehilangan tekanan di bit, psi.
Latihan 1 :
Data dari suatu sistem pemboran diketahui sebagai berikut :
Drillstring : 4-1/2 in
OD : 3.826 in
ID : 12600 ft
Drillcollar : 7 in
OD : 3 in
ID : 900 ft
Kedalaman sumur : 13500 ft
Sifat-sifat lumpur : 15 ppg
: 38 cp
: 10 lb/100 ft2
Laju alir : 7.5 bbl/min
Casing : 10500 ft
Hidrolika Fluida Pemboran 49
: 8.755 in ID
Open hole : 8.5 in
Bit size : 8.5 in
Kombinasi nozzle : 12-12-12
Surface loss : 52 psi
Berdasarkan data tersebut di atas :
Buatlah sketsa geometri lubang dan rangkaian pipa pemboran sesuai
dengan kondisi tersebut di atas.
Tentukanlah berapa tekanan minimum pompa yang harus disediakan di
permukaan dengan menggunakan metoda Bingham dan Power Law
Bandingkan hasil perhitungan antara kedua metoda tersebut di atas,
bagaimana komentar saudara.
Latihan 2 :
Diketahui :
Kedalaman : 15000 ft
Diameter bit : 7-7/8 in
Drill pipe : 4-1/2" OD ; 3.82" ID, 14500 ft
Drill colar : 6" OD, 500 ft
600
100.0
300
44.0
200
22.0
100
11.0
6
3.5
3
3.0
Dari data-data tersebut diatas:
a. Berapa pressure loss seluruh annulus
b. Jika untuk mengimbangi tekanan formasi tersebut diperlukan tekanan
hidrostatik di dasar sumur sebesar 8000 psi, berapa densitas lumpur
yang diperlukan.
50 Hidrolika Fluida Pemboran
DAFTAR PARAMETER DAN SATUAN )
= Density fluida, ppg
V = Kecepatan aliran,
fpsd = Diameter pipa, in
= Viscositas, cp
= Gaya shear per unit luas (shear stress)dVr/dr
= Shear rategc
= Convertion constant
HP = Horse power yang diterima pompa dari mesin penggerak setelah
dikalikan effisiensi mekanis dan safety,
hpP = Tekanan Pemompaan, phi
Q = Kecepatan alir,
gpmS = Panjang stroke, inchs
N = Rotasi per menit, rpm
d = Diameter tangkai piston, inchs
D = Diameter liner, inchse
= Effisiensi volumetric
Vs = Kecepatan slip, ft/menit
V1 = Kecepatan lumpur, ft/menit
Vp = Kecepatan partikel, ft/menit
dc = Diameter cutting terbesar, inchs
= Berat cutting, ppg
= Berat lumpur, ppg
Qm = Rate minimum, gpm
ROP = Kecepatan Penembusan
Ca = Fraksi volum cutting di annulus
dp = Diameter pipa, inchs
dh = Diameter lubang, inchs
A = Luas Anulus, in2
Vca = Kecepatan di annulus, ft/det
v = Viskositas plastik, cp
Yb = Yield point bingham, lb/100 ft2
kl = Koefisien loss
kr = Panjang drill collar, ft
Qopt = Laju optimum, gpm
Pb = Pressure loss di bit, phi
Kp = Konstanta kehilangan tekanan
Pp = Tekanan parasistik, phi
Pm = Tekanan maksimum, phi
HPm = Horse power maksimu, hp
Qmak = laju maksimum gpm
Z = faktor pangkat
Ps = Tekanan dipermukaan, phi
HPS = Horse Power di permukaan, hp
a = Apparent viscosity, cP
s = Densitas cutting, ppg
m = Densitas lumpur, ppg
f = Densitas fluida, ppg
600
= Dial reading pada 600 rpm
Hidrolika Fluida Pemboran 51
300
= Dial reading pada 300 rpm
A
pipe
= luas penampang pipa, in
2
A
hole
= luas penampang lubang, in
2
C
conc
= Konsentrasi cutting, %
dh = Diameter lubang, in
dp = Diameter pipa, in
dcut = Diameter cutting, in
f = Friction factor
K = Indeks konsistensi
n = Indeks kelakuan aliran
NRe = Particle Reynold Number
PV = Plastic viscosity, cp
Vsl = Kecepatan slip, ft/menit
Vm = Kecepatan lumpur, ft/menit
Vcut = Kecepatan cutting, ft/menit, ft/det
Vca = Kecepatan kritik, ft/detik
Vmin = Kecepatan minimum , ft/s
Yb = Yield point bingham, lb/100 ft
2
ROP = Rate Of Penetration, ft/hr
rm = Densitas lumpur (lbm/gal atau kg/l)
An = Luas nozzle, in2
E = Konstanta, tergantung dari tipe peralatan permukaan yang
digunakan
k1 = Koefisien loss)
= Koefisien rate
Ldc = Panjang Drill-collar, ft
Pb = Kehilangan tekanan di bit, psi.
Pm = Tekanan maksimum pompa, psi
Pp = Tekanan parasitik, psi
PV = Plastic Viscosity (cP)
Q = Laju alir, gpm
DAFTAR PUSTAKA
52 Hidrolika Fluida Pemboran
1. Alliquander, "Das Moderne Rotarybohren", VEB Deutscher Verlag Fuer
Grundstoffindustrie,Clausthal-Zellerfeld, Germany, 1986
2. nn., "Principles of Drilling Fluid Control", Twelfth Edition, Petroleum Extension
Service The University of Texas of Austin, Texas, 1969.
3. Azar J.J., "Drilling in Petroleum Engineering", Magcobar Drilling Fluid Manual.
4. Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company,
Second Edition, Tulsa-Oklahoma, 1986.
5. Rabia. H., "Oil Well Drilling Engineering : Principles & Practice", University of
Newcastle upon Tyne, Graham & Trotman, 1985.
6. Adam T. Bourgoyne Jr., Keith K. Millhelm, Martin E. Chenevert, F.S. Young
Jr., SPE Textbook Series Vol. 2, "Applied Drilling Engineering", First
Printing Society of Petroleum Engineers, Richardson TX, 1986.
7. Beyer, A.H., et. al, "Flow Behaviour of Foam as Well Circulating Fluid", SPE
Reprint Series 6A, Drilling, SPE of AIME, Dallas, Texas, 1973.
8. Craft, B.C., et.al., "Well Design, Drilling & Production", Prentice Hall Inc., New
Jersey, 1962.
9. Dodge, D.G. and Metzner, A.B. , " Turbulent Flow of Non Newtonian System ",
AIChE J., 1959.
10. Gatlin, Carl., "Petroleum Engineering : Drilling and Well Completions",
Prentice Hall Inc., 1960.
11. J.M. Peden, J.T. Ford, and M.B. Oyenenin, Heriot-Watt U., SPE Paper, "
Comprehensive Experimental Investigation of Drilled Cuttings Transport in
Inclined Wells Including the Effects of Rotation and Eccentricity", Oktober
1990, SPE No. 20925.
12. Lord, D.L., "Mathematical Analysis of Dynamic & Static Foam Behaviour",
SPE Symposium on Low Gas Permeability Reservoir, Dencer, Colorado,
1979.
13. Lucky., Shindu, " Persamaan Baru Penentuan Kecepatan Minimum Lumpur
Untuk Mengangkat Cutting Sumur Vertikal, Miring dan Horizontal", Tugas
Akhir, Jurusan Teknik Perminyakan, FIKTM, 1999.
14. Marsden, S.S., et.al., "The flow of Foam Through Short Porous Media &
Apparent Viscosity Measurements", Trans AIME, 1966.

You might also like