Professional Documents
Culture Documents
Belum Diperiksa Insiden suaka politik GAM terjadi pada tahun 2003 ketika pemerintah Malaysia hendak memberikan suaka politik kepada 238 orang dari sekitar 35.000 orang pengungsi dari Aceh. Mereka adalah anggota kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (oleh pemerintah Indonesia waktu itu disebut sebagai "Gerakan Separatis Aceh" (GSA) yang melarikan diri sewaktu TNI melakukan operasi terpadu atas beberapa titik pertahanan mereka.[1] Deputi Perdana Menteri Malaysia waktu itu, Abdullah Ahmad Badawi, mengatakan mengenai kemungkinan bagi Malaysia untuk memberi izin sementara untuk warga Aceh yang meminta suaka politik. Hal ini dilakukan sebagai tanggapan atas pernyataan UNHCR untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pengungsi yang datang dari Aceh.[2] Pernyataan ini mendapat reaksi penentangan keras dari pihak Indonesia[3][4]. Menanggapi keberatan Indonesia, PM Malaysia kala itu, Mahathir Mohammad, menegaskan bahwa pemerintahnya tidak akan memberikan suaka politik bagi pengungsi dari Aceh dan mereka dianggap sebagai imigran gelap.[1][2] Ambalat adalah blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, , Malaysiadan Kalimantan Timur, Indonesia. Penamaan blok laut ini didasarkan atas kepentingan eksplorasi kekayaan laut dan bawah laut, khususnya dalam bidang pertambangan minyak. Blok laut ini tidak semuanya kaya akan minyak mentah.
1.Konflik perebutan wilayah antara Filipina dengan Malaysia mengenai klaim Filipina atas wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur. 2.Konflik antara Singapura dengan Malaysia tentang perebutan Pulau Batu Putih di Selat Johor; 3.Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif; 4.Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan; 5.Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di sekitar Kepulauan Paracel; 6.Konflik laten antara Cina di satu pihak dengan Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam di lain pihak sehubungan klaim cina atas seluruh perairan Laut Cina Selatan; 7.Konflik intensitas rendah (Low intensity) antara Cina dengan Filipina, Vietnam dan Taiwan mengenai status pemilikan wilayah perairan Kepulauan Spratly; 8.Konflik antara Cina dengan Jepang mengenai pemilikan Kepulauan Senaku (Diaoyutai); 9.Sengketa antara Cina dengan Korea Selatan mengenai pemilikan Liancourt Rocks (Take-shima atau Tak do) dibagian selatan laut Jepang; 10.Sengketa berlarut antara Rusia dengan Jepang mengenai status pemilikan Kepulauan Kuril Selatan; 11.Sengketa India dan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir. Sebab-Sebab Timbulnya Sengketa Internasional: Segi Politis (Adanya Pakta Pertahanan atau Pakta Perdamaian) Pasca perang dunia kedua (1945) muncul dua blok kekuatan besar, barat (liberal membentuk pakta pertahanan NATO) di bawah pimpinan Amerika dan timur (komunis membentuk pakta pertahanan Warsawa) dipimpin Uni Soviet. Kedua blok tersebut, saling berebut pegaruh di bidang ideology dan ekonomi serta saling berlomba memperkuat senjata. Akibatnya sering terjadi konflik (sengketa) di bernagai negara yang menjadi korban. Misalnya, krisis Kuba, Korea yang terbagi menjadi Korea Utara (komunis) dan Korea Selatan (liberal), Kamboja, Vietnam, dan sebagainya. Segi Batas Wilayah Laut (Laut Teritorial dan Alam Daratan) Adanya ketidakjelasan batas laut teritorial antara Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan (di Kalimantan). Sengketa tersebut diserahkan ke Mahkamah Internasional, hingga akhirnya pada tahun 2003 sengketa tersebut dimenangkan oleh Malaysia. Demikian juga masalah perbatasan di Kasmir yang hingga kini masih diperdebatkan antara India dan Pakistan. Masalah kepulauan Spartlys dan Paracel di laut Cina Selatan, sampai sekarang masih diperebutkan oleh negara Filipina, Malaysia, Thailand, RRC, dan Vietnam.
Pulau Ligitan
Ligitan adalah sebuah pulau di negara bagian Sabah, Malaysia. Pulau yang terletak 21 mil (34 km) dari pantai daratan Sabah dan 57,6 mil (93 km) dari pantai Pulau Sebatik diujung timur laut pulau Kalimantan / Borneo ini luasnya 7,9 Ha. Pulai ini dari sejarahnya merupakan wilayah kesatuan Republik Indonesia dan menjadi sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia. Namun, karena lemahnya argumentasi hukum Indonesia, pulau ini beserta Pulau Sipadan diputuskan menjadi wilayah Malaysia pada tanggal 17 Desember 2002 oleh Mahkamah Internasional. Malaysia, dalam sengketa ini memberikan bukti-bukti: pertama, hak dari kedua pulau tersebut didasarkan pada beberapa transaksi dari Sultan Sulu hingga Inggris dan terakhir Malaysia. Kedua, Malaysia mengklaim bahwa Inggris kemudian Malaysia telah melakukan penguasaan damai secara berkesinambungan sejak tahun 1878. Sementara itu, Belanda, kemudian Indonesia, telah lama menelantarkan kedua pulau tersebut. Dalam hukum internasional memang hak atas wilayah dapat diperoleh pihak ketiga apabila wilayah tersebut ditelantarkan untuk kurun waktu tertentu oleh pemilik aslinya. Perolehan wilayah semacam ini disebut daluwarsa atau prescription. [1] Akhirnya, dengan pertimbangan effectivities Malaysia dianggap lebih dominan daripada Indonesia dalam mengelola pulau ini dengan baik sehingga pulau ini diserahkan pada Malaysia akan tetapi ICJ gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.dan menjadi terkenal karena keindahan alamnya. Selain itu di pulau ini juga masih sering ditemui penyupenyu meletakkan telurnya.