Professional Documents
Culture Documents
. KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2011
STATUS PASIEN
IDENTITAS PENDERITA
Nama Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Alamat No. RM : Nn. C : 21 tahun : Wanita : Islam : Mahasiswi : Nguter Sukoharjo : 87 56 99
Keluhan Utama : Sesak nafas Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh sesak nafas yang memberat sejak 3 jam SMRS. Sehari sebelumnya, pasien sudah merasa sesak nafas, tetapi dapat ditahan dan minum obat sesak nafas yang dibeli sendiri di toko obat. Pasien datang ke RS karena sesak nafas tidak dapat ditahan lagi. Pasien mulai mengeluhkan merasa sesak nafas sejak 3 hari SMRS. Sesak nafas dirasakan semakin lama semakin memberat. Pasien mengeluhkan sesak memberat terutama malam hari terlebih saat udara dingin. Pada saat sesak pasien mengeluhkan suara ngik-ngik saat bernafas.
: disangkal
perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema F. G. H. I. Telinga Hidung Mulut Leher palpebra (-/-), strabismus (-/-) Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-), Berdenging(-) Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi penghidu baik Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-), lidah tifoid (-),stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-) JVP R+2cm (tidak meningkat), trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi
J.
Thorax
cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-) Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi intercostal (-),pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-), atropi m pectoralis (-)
Iktus kordis tidak tampak Iktus kordis tidak kuat angkat Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra Batas jantung kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea medioklavicularis sinistra Kesan: batas jantung kesan tidak melebar HR : 90 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II, bising (-), gallop (-).
Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-). Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercostal (-) Simetris. Pergerakan dada ka = ki, penanjakan dada ka = ki, fremitus raba kanan = kiri sonor / sonor Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara tambahan wheezing (+/+) di seluruh lapangan paru, RBK(-/-), RBH (-/-) kifosis
K. L.
(-),
lordosis
(-),
skoliosis
(-),
nyeri
ketok
kostovertebra (-), Dinding perut lebih besar dari dinding thorak, distended (-), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-) Peristaltik (+) normal timpani Supel,nyeri tekan (-) Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-) Akral dingin _ _ _ _ Odem _ _ _ _
M N.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
III. TUJUAN PENATALAKSANAAN 1. 2. 3. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah exaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru
seoptimal mungkin VII. PLANNING Pemeriksaan spirometri Analisa Gas Darah VIII. TERAPI 1. Saat Serangan Pemberian O2 2L/menit dengan kanul nasal Pemberian nebulizer Berotec : Atrovent = 16 : 16 Pemberian dengan jarak 20 menit dalam 1 jam\ 2. Obat Rawat jalan
Ad fungsionam =baik
Resep R/ Berotec MDI No.I S prn 2 dd puff II R/ Metil prednisolon tab mg 4 No.VII
PENDAHULUAN
Penyakit asma berasal dari kata Asthma yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti sukar bernapas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran
napas. Asma juga disebut penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-paru. Hal lain juga disebutkan bahwa Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih lebihan dari kelenjar kelenjar di mukosa bronchus. Asma adalah penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-paru dengan kata lain Asma adalah suatu keadaan di mana terjadi penyempitan pada aliran nafas akibat dari rangsangan tertentu(pemicu)sehingga menyebabkan peradangan dan menyebabkan sulitnya bernafas dan berbunyi "ngik" setiap bernafas. Hal ini biasanya mengurangi kualitas hidup seorang penderita karena bisa menyebabkan gampang lelah dan gampang sakit. WHO memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak di cegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan hasil suatu penelitian di Amerika Serikat hanya 60% dokter ahli paru dan alergi yang memahami panduan tentang asma dengan baik, sedangkan dokter lainnya 20%-40%. Tidak mengherankan bila tatalaksana asma belum sesuai dengan yang diharapkan. Di lapangan masih banyak dijumpai pemakaian obat anti asma yang kurang tepat dan masih tingginya kunjungan pasien ke unit gawat darurat, perawatan inap, bahkan perawatan intensif. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropah. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit
dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).
Hal ini
disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman
Dengan melihat kondisi dan kecenderungan asma secara global, GINA pada kongres asma sedunia di Barcelona tahun 1998 menetapkan tanggal 7 Mei 1998 sebagai Hari Asma Sedunia untuk pertama kalinya. Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (Internationla Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995 dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian secara serius. Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang dilaksanakan oleh Subdit Penyakit Kronik dan Degeneratif Lain pada bulan April tahun 2007, menunjukkan bahwa pada umumnya upaya pengendalian asma belum terlaksana dengan baik dan masih sangat minimnya ketersediaan peralatan yang diperlukan untuk diagnosis dan tatalaksana pasien asma difasilitas kesehatan.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
dan sel epitel sehingga menimbulkan mengi,sesak nafas, batuk pada malam hari. Gejala tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas dan bervariasi dan paling tidak sebagian bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan. Asthma sering terjadi pada malam ahri atau dinihari dihubungkan dengan irama sikardian beberapa hormone seperti hormon kortisol. Adanya hormone kortison ini mampu meningkatkan membrane sel mast sehingga tidak mudah degranulasi dan mencegah terjadinya inflamasi. Definisi diatas dirumuskan berdasarkan pada berbagai karakteristik secara klinis, fisiologis dan patologisnya. Karakteristik utama pada riwayat klinis asma adalah sesak nafas episodik,terutama pada malam hari dan sering bersamaan dengan batuk. Wheezing merupakan hal yang paling banyak ditemuai pada pemeriksaan fisik. Secara fisiologis asma merupakan obtruksi episodic jalan nafas yang ditandai dengan adanya terganggunya aliran udara ekspirasi. Dan temuan dominan secara patologi adalah adanya inflamasi saluran nafas dengan perubahan struktur jalan nafas pada keadaan tertentu. Sedangkan eksaserbasi akut adalah keadaan dimana terjadi serangan akut yang memperburuk keadaan klinis disebabkan oleh berbagai pemicu timbulnya gejala asma. Eksaserbasi bisa jadi merupakn salah satu mekanisme khusus timbulnya asma yang bisa disebabkan berbagai sebab antara lain polusi udara,exercise, danbebrapa kondisi cuaca. Keadaan buruk jangka panjang biasanya disebabkan infeksi virus saluaran nafas bagian atas (Rhinovirus dan RSV) atau paparan allergen yang meningkatkan inflamasi pada saluran nafas bawah yang terjadi beberapa hari atau minggu.
B.
Etiologi Penyakit Asma dapat disebabkan oleh : A.Faktor Intrinsik Infeksi : virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)
10
bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus jamur, misalnya aspergillus cuaca: perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara emosional : takut, cemas dan tegang aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari. Aspek genetik Kemungkinan alergi Saluran napas yang memang mudah terangsang Jenis kelamin Ras/etnik B. Faktor lingkungan 1. Bahan-bahan di dalam ruangan : - Tungau debu rumah - Binatang, kecoa
11
2. Bahan-bahan di luar ruangan - Tepung sari bunga - Jamur 3. Makanan-makanan tertentu, Bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan 4. Obat-obatan tertentu 5. Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray ) 6. Ekspresi emosi yang berlebihan 7. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif 8. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan 9. Infeksi saluran napas 10. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas fisik tertentu.
12
Sebagian sel yang berpengaruh terhadp Inflamsi jalan nafas antara lain sel mast, eosinophil, sel epitel, macrophage, dan lymphocyte T aktif. Limfosit T memiliki peran penting dalam regulasi inflamsi saluran nafas melalui pelepasan berbagai cytokine. Sel konstituen jalan nafas lainya sperti fibroblast, sel endothelial , dan sel epithelial berperan dalam kronisitas
13
penyakit.
Faktor
lain,
seperti
molekul
adhesi
(misalnya,
selectin,
integrin)penting dalam terjadinyaperubahan saluran nafas akibat inflamasi. Pada akhirnya sel-sel tersebut berpengaruh terhadap tonus otot polos dan trjadi adanya perubahan stuktur dan remodeling pada sluran nafas. Hiperaktifitas bronkial terjadi oleh karena respon yang berlebihan oleh bayak sekali stimulant endogen dan eksogen. Mekanisme tersebut melibatkan secara langsung stimulasi otot jalan nafas oleh agen farmakologi aktif dari mediator yang disekresikan oleh sel secretor seperti sel mast atau Neuron sensoris tak bermyelin. berhubungan dengan perasaan neuron. Derajat hiperespon ini berhubungan dengan tingkat keparahan asma secara klinis. Obstruksi aliran udara dapat disebabkan oleh berbagai perubahan, termasuk bronkokontriksi akut,edema jalan nafas, jendalan mucus kronik dan remodeling saluran nafas. Bronkoskonstriksi akut diakibatkan pelepasan mediator immunoglobulin Edependent terhadap paparan aeroallergen dan komponen utamanya pada saat respon awal asma. Edema saluran nafas terjadi 6-24 jam setelah paparan allergen menunjukkana respon akhir asma. Formasi jendalan terdiri atas exudate serum protein dan debris membutuhkan beberapa minggu untuk memecah. Ada beberapa kunci perbedaan baru di pathophysiology asma,yaitu sebagai berikut: 1. Peranan radang secar kritis telah lebih jauh lebih kuat, tetapi bukti yang muncul sangat bermacam-macam dalam pola peradangan, hal itu menandakan perbedaan phenotypic yang mungkin mempengaruhi respon pengobatan. 2. Reaksi allergi yang disebabkan oleh faktor lingkungan tetap penting. 3. serangan asma pada beberapa pasien terjadi sejak dini dalam hidup, aktor yang dapat dikenali sejak dini antar alin penyakit atpik, Wheeaing rekuren, dan riwayat asma orang tua. 4. Pengobatan asma dengan terapi anti-infalamasi saat ini terbukti tidak bisa mencegah progresifitas penyakit yang mendasari. Patogenesis bronkospasme terinduksi olahraga masih kontroversial. Penyakit ini mungkin dimediasi oleh dehidrasi saluran nafas, kehialangan panas atau kombinsai keduanya. Saluran Udara bagian atas didesain untuk melembabkan 100% udara inspirasi dan suhu tubuh 37c (98.6f) . Hidung tidak dapat mengkondisikan jumlah udara yang digunakan selama exerxise,
14
terutama di atlet yang bernafas melalui mulut. Abnormalitalesaiken exercise. Hasil dari Penelitian Bronkioalveolar tidak menunjukkan adanya peningkatan mediator inflamsi. Pasien bisanya memiliki periode refrakter agar saat latihan tidak terjadi bronko konstriksi.
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:
1.
lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2.
belum tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus.
3.
(mengi)
terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur,
15
kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: 1. Pencegahan primer 2. Pencegahan sekunder 3. Pencegahan tersier Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara : Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan Diet hipoalergenik ibu menyusui masa perkembangan bayi/anak tidak mengganggu asupan janin
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).
16
Secara
umum
untuk
menegakkan
diagnosis
asma
diperlukan
a. Anamnesis Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
1) 2) 3)
cold)
Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond merasakan sesak di dada dan selesmanya menjadi
4) 5) 6) 7) 8)
Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara
melakukan aktifitas atau olah raga? pemberian obat pelega (bronkodilator)? musim/cuaca atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)? konjunktivitis alergi)? kandung, saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun. Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan : 1) Inspeksi
17
pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal), sianosis biasanya tidak ditemukan kelainan pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus biasanya tidak ditemukan kelainan ekspirasi memanjang, mengi, suara lendir
2) Palpasi
3) Perkusi 4) Auskultasi
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma: o o meter o o Uji reversibilitas (dengan bronkodilator) Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate
hipereaktivitas bronkus.
o
o
Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan
2. Diagnosis Banding
Dewasa Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) Bronkitis kronik Gagal jantung kongestif Batuk kronik akibat lain-lain Disfungsi larings Obstruksi mekanis
18
Emboli paru
Anak Rinosinusitis Refluks gastroesofageal Infeksi respiratorik bawah viral berulang Displasia bronkopulmoner Tuberkulosis Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik intratorakal Aspirasi benda asing Sindrom diskinesia silier primer Defisiensi imun Penyakit jantung bawaan
3. Klasifikasi Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut beratringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya. Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut). a. Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa
Derajat asma
Gejala
Gejala malam
Faal paru
19
Intermitten
Persisten ringan
Persisten sedang
Persisten berat
Bulanan Gejala<1x/minggu. Tanpa gejala diluar serangan. Serangan singkat. Mingguan Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari. Serangan dapat mengganggu aktifitas dan tidur Harian Gejala setiap hari. Serangan mengganggu aktifitas dan tidur. Membutuhkan bronkodilator setiap hari. Kontinyu Gejala terus menerus Sering kambuh Aktifiti fisik terbatas
2 kali sebulan
APE80% VEP180% nilai prediksi APE80% nilai terbaik. Variabiliti APE<20%. APE>80% VEP180% nilai prediksi APE80% nilai terbaik. Variabiliti APE 20-30%. APE 60-80% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 6080% nilai terbaik. Variabiliti APE>30%.
Sering
APE 60% VEP160% nilai prediksi APE60% nilai terbaik Variabiliti APE>30%
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia, 2004
Sedangkan pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) mengklasifikasikan derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2) Asma episodik sering; 3) Asma persisten
Tabel 2. Klasifikasi derajat asma pada anak
Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru asma 1 2 Frekuensi serangan Lama serangan
Asma persisten
Sering Hampir sepanjang tahun, tidak ada periode bebas serangan Biasanya berat Gejala siang dan malam Sangat tergganggu Tidak pernah normal
3 4 5 6
Intensitas serangan Diantara serangan Tidur dan aktifitas Pemeriksaan fisik diluar
Biasanya ringan Tanpa gejala Tidak tergganggu Normal ( tidak ditemukan kelainan)
Biasanya sedang Sering ada gejala Sering tergganggu Mungkin tergganggu (ditemukan kelainan)
20
7 8 9
serangan Obat pengendali(anti inflamasi) Uji faal paru(diluar serangan) Variabilitas faal paru(bila ada serangan)
PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak), FEV1=Forced expiratory volume in second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik) Sumber : Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI, 2004
b. Asma saat serangan Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan beratringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian. Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi (lihat bagan 1, bagan 2 dan bagan 6).
Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan
Ringan
Sedang
Berat
21
laboratorium
Sesak (breathless) Berjalan Bayi : Menangis keras Berbicara Bayi : -Tangis pendek dan lemah -Kesulitan menetek/makan Lebih suka duduk Penggal kalimat Biasanya iritabel Tidak ada Nyaring, sepanjang ekspirasi inspirasi Biasanya ya Istirahat Bayi : Tidakmau makan/minum Duduk bertopang lengan Kata-kata Biasanya iritabel Ada Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop Ya
Bisa berbaring Kalimat Mungkin iritabel Tidak ada Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi Biasanya tidak Dangkal, retraksi interkostal Takipnu
Frekuensi nadi
Pulsus paradoksus (pemeriksaannya tidak praktis) PEFR atau FEV1 (%nilai dugaan/%nilai terbaik) Pra bonkodilator Pasca bronkodilator SaO2 % PaO2 PaCO2
Sedang, ditambah Dalam, ditambah retraksi napas cuping suprasternal hidung Takipnu Takipnu Bradipnu Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar : Usia Frekuensi napas normal per menit < 2 bulan <60 2-12 bulan < 50 1-5 tahun < 40 6-8 tahun < 30 Normal Takikardi Takikardi Dradikardi Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak Usia Frekuensi nadi normal per menit 2-12 bulan < 160 1-2 tahun < 120 6-8 tahun < 110 Tidak ada Ada Ada Tidak ada, tanda (< 10 mmHg) (10-20 mmHg) (>20mmHg) kelelahan otot respiratorik >60% >80% >95% Normal (biasanya tidak perlu diperiksa) <45 mmHg 40-60% 60-80% 91-95% >60 mmHg <45 mmHg <40% <60%, respon<2 jam 90% <60 mmHg >45 mmHg
22
pernafasan. Pada kasus-kasus yang ringan dimana dirasakan adanya keluhan yang mengarah pada gejala serangan asma atau untuk mencegah terjadinya serangan lanjutan, maka tim kesehatan atau dokter akan memberikan obat tablet seperti Aminophylin dan Prednisolone. Bagi penderita asma, disarankan obat hirup kepada (Ventolin mereka Inhaler) untuk menyediakan/menyimpan dikala serangan terjadi. Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik. 1. Penobatan non farmakologik a) Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan. b) Menghindari faktor pencetus Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien. c) Fisioterapi Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada. 2. Pengobatan farmakologik a) Agonis beta Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ). dimanapun
23
b) Metil Xantin Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari. c) Kortikosteroid Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat. d) Kromolin Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari. e) Ketotifen Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral. f) Iprutropioum bromide (Atroven) Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator. 3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam. d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan. e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena. f) Antibiotik spektrum luas.
Tabel 4. Jenis Obat Asma
Jenis obat
Golongan
Nama generik
Bentuk/kemasan obat
24
Pengontrol (Antiinflamasi)
Steroid inhalasi
Flutikason propionat Budesonide Zafirlukast Metilprednisolon Prednison Prokaterol Formoterol Salmeterol Flutikason + Salmeterol. Budesonide + formoterol Salbutamol Terbutalin Prokaterol
IDT IDT, turbuhaler Oral(tablet) Oral(injeksi) Oral Oral Turbuhaler IDT IDT Turbuhaler Oral, IDT, rotacap solution Oral, IDT, turbuhaler, solution, ampul (injeksi) IDT IDT, solution IDT, solution Oral Oral, injeksi Oral Oral, inhaler Oral
Antileukokotrin Kortikosteroid sistemik Agonis beta-2 kerjalama kombinasi steroid dan Agonis beta-2 kerjalama Pelega (Bronkodilator) Agonis beta-2 kerja cepat
Antikolinergik Metilsantin
IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama dengan spacer Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv Tabel 5. Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
Medikasi Kortikosteroid sistemik Metilprednisolon Prednison Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Tablet 4 , 8, 16 mg Tablet 5 mg
4-40 mg/ hari, dosis tunggal atau terbagi Short-course : 20-40 mg /hari
0,25 2 mg/ kg BB/ Pemakaian jangka panjang dosis 4hari, dosis tunggal atau 5mg/ hari atau 8-10 mg selang sehari terbagi untuk mengontrol asma , atau sebagai pengganti steroid inhalasi pada kasus Short-course : yang tidak dapat/ mampu
25
dosis tunggal atau terbagi 1-2 mg /kgBB/ hari selama 3-10 hari Maks. 40 mg/hari, selama 3-10 hari Kromolin & Nedokromil Kromolin Nedokromil Agonis beta-2 kerja lama Salmeterol IDT 25 mcg/ semprot 2 4 semprot, Rotadisk 50 mcg 2 x / hari Tablet 10mg Bambuterol Tablet 25, 50 mcg Sirup 5 mcg/ ml Prokaterol 2 x 5 ml/hari IDT 4,5 ; 9 mcg/semprot Formoterol 4,5 9 mcg 1-2x/ hari 2 x 2,5 ml/hari 2x1 semprot (>12 tahun) 1 X 10 mg / hari, malam 2 x 50 mcg/hari 2 x 25 mcg/hari -1-2 semprot, 2 x/ hari IDT 5mg/ semprot IDT 2 mg/ semprot 1-2 semprot, 3-4 x/ hari 2 semprot 2-4 x/ hari 1 semprot, 3-4x / hari 2 semprot 2-4 x/ hari
- Sebagai alternatif antiinflamasi - Sebelum exercise atau pajanan alergen, profilaksis efektif dalam 1-2 jam
Tidak dianjurkan untuk mengatasi gejala pada eksaserbasi Kecuali formoterol yang mempunyai onset kerja cepat dan berlangsung lama, sehingga dapat digunakan mengatasi gejala pada eksaserbasi
Metilxantin Aminofilin lepas lambat Teofilin lepas Lambat Tablet 225 mg 2 x 1 tablet -1 tablet, 2 x/ hari (> 12 tahun) 2 x 125 mg (> 6 tahun) Atur dosis sampai mencapai kadar obat dalam serum 5-15 mcg/ ml. Sebaiknya monitoring kadar obat dalam serum dilakukan rutin, mengingat sangat bervariasinya metabolic clearance dari teofilin, sehingga mencegah efek samping
Tablet 2 x125 300 mg 125, 250, 300 mg 2 x/ hari; 200-400 mg 400 mg 1x/ hari
Antileukotrin Zafirlukast Tablet 20 mg 2 x 20mg/ hari --Pemberian bersama makanan mengurangi bioavailabiliti. Sebaiknya diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan Keterangan
Sediaan obat
Dosis dewasa
Dosis anak
Flutikason propionat IDT 50, 125 mcg/ semprot Budesonide IDT , Turbuhaler 100, 200, 400 mcg IDT, rotacap, rotahaler, rotadisk Beklometason dipropionat
Dosis bergantung kepada derajat berat asma Sebaiknya diberikan dengan spacer
26
Tabel 6 Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma
Medikasi Sediaan obat Agonis beta-2 kerja singkat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Terbutalin IDT 0,25 mg/ semprot Turbuhaler 0,25 mg ; 0,5 mg/ hirup Respule/ solutio 5 mg/ 2ml (> 12 tahun) Tablet 2,5 mg oral 1,5 2,5 mg, Sirup 1,5 ; 2,5 mg/ 5ml 3- 4 x/ hari 0,05 mg/ kg BB/ x, 3-4 x/hari oral 0,25-0,5 mg, 3-4 x/ hari Inhalasi 0,25 mg 3-4 x/ hari Penggunaan obat pelega sesuai kebutuhan, bila perlu.
100 mcg Salbutamol IDT 100 mcg/semprot inhalasi Nebules/ solutio 200 mcg 2,5 mg/2ml, 5mg/ml 3-4 x/ hari Tablet 2mg, 4 mg oral 1- 2 mg, Sirup 1mg, 2mg/ 5ml 3-4 x/ hari 100 mcg, 3-4x/ hari Fenoterol IDT 100, 200 mcg/ semprot 200 mcg 3-4 x/ hari Solutio 100 mcg/ ml 10-20 mcg, 2 x/ hari 2 x 25 mcg/hari Prokaterol IDT 10 mcg/ semprot 2-4 x/ hari Tablet 25, 50 mcg 2 x 50 mcg/hari Sirup 5 mcg/ ml 2 x 5 ml/hari Antikolinergik Ipratropium bromide IDT 20 mcg/ semprot Solutio 0,25 mg/ ml (0,025%) (nebulisasi) 40 mcg, 3-4 x/ hari 2 x 2,5 ml/hari 10 mcg, 3-4x/ hari 0,05 mg/ kg BB/ x, 3-4x/ hari
Diberikan kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat, untuk mengatasi 0,25 mg, setiap 6 jam 0,25 0,5 mg tiap 6 serangan jam Kombinasi dengan agonis
27
beta-2 pada pengobatan jangka panjang, tidak ada manfaat tambahan Kortikosteroid sistemik Short-course efektif Metilprednisolon Tablet 4, 8,16 mg Short-course : 24-40 mg /hari dosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari Short-course: utk mengontrol asma pada terapi awal, sampai tercapai APE 80% terbaik 1-2 mg/ kg BB/ hari, atau gejala mereda, maksimum umumnya membutuhkan 310 hari 40mg/ hari selama 310 hari
Prednison Tablet 5 mg
Dosis dewasa
Dosis anak
Keterangan
3-5 mg/ kg BB/ kali, 3- 3-5mg/kgBB kali, 3-4 Kombinasi teofilin 4x/ hari x/ hari /aminoflin dengan agonis beta-2 kerja singkat (masing-masing dosis minimal), meningkatkan efektiviti dengan efek samping minimal
28
Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol (tabel 5).
Tabel 5. Ciri-ciri Tingkatan Asma
Tingkatan Asma Terkontrol Karakteristik Terkonrol Sebagian Gejala harian Tidak ada (dua Lebih dari dua kali atau kurang kali seminggu perminggu) Pembatasan Tidak ada Sewaktuaktivitas waktu dalam seminggu Gejala Tidak ada Sewaktu nokturnal/gangguan waktu dalam tidur (terbangun) seminggu Kebutuhan akan Tidak ada (dua Lebih dari dua reliever atau terapi kali atau kurang kali seminggu rescue dalam seminggu) Fingsi Paru (PEF Normal < 80% atau (perkiraan FEV1*) atau dari kondisi terbaik bila diukur) Eksaserbasi Tidak ada Sekali atau lebih dalm setahun**) Terkontrol Tidak Terkonrol Tiga atau lebih gejala dalam kategori Asma Terkontrol Sebagian, muncul sewaktu waktu dalam seminggu
Keterangan : *) Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun **) Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar adekwat ***) Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma takterkontrol E. Kesimpulan Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodic berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodic tersebut berhubungan dengan obstruksi
29
jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan. Tujuan terapi asma adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. F. Saran Dokter umum / puskesmas harus merujuk pasien asma dengan kondisi tertentu ke RS yang memiliki pelayanan spesialistik seperti : 1. 2. 3. Serangan berat Serangan yang mengancam jiwa Pada tatalaksana jangka panjang, apabila dengan kortikosteroid Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah kekambuhan Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankannya Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk Menghindari efek samping obat asma Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel melakukan exercise
inhalasi dosis rendah (untuk anak sampai dengan 200 mcg/hari, sedangkan dewasa 400 mcg/hari) selama 4 minggu tidak ada perbaikan (tidak terkontrol). 4. Asma dengan keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes dll
30
DAFTAR PUSTAKA
Barnes PJ, Chung KF, Page CP. Inflammatory Mediators of Asthma. Pharmalocogical Reviews 1999; 50 (4): 515-96. Busse WW, Coffman RL, Gelfand EW, Kay AB, Rosenwasser LJ. Mechanism of Persisten Airway Inflammation in Asthma. Am J Respir Crit Care Med 1995; 152:388-93. Fajriwan, Yunus F, Wiyono WH, Wawolumaja C, Jusuf A. Manfaat pemberian antagonis-H1 (loratadin) pada penderita asma alergi persisten ringan yang mendapat pengobatan salbutamol inhaler di RSUP Persahabatan. Maj Kedokt Indon 2001; 51:284-92. Holgate ST. The celluler and mediator basis of asthma in relation to natural history. Lancet 350 1997; (suppl II) : 5-9. Ikhsan M, Yunus F, Mangunnegoro H. Efek beklometason propianat dan ketotifen terhadap hipereaktivitas bronkus pada penderita asma. Paru 1995; 15:146-55. Lazarus SC. Airway Remodeling in Asthma. American Academi of Allergy, Asthma and Immunology 56th Annual Meeting, 2000. Available from http//www.medscape.com. National Institute of Health. National Heart, Lung and Blood Institute. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. NIH Publication, 2002. Nugraha, D.I. Penyakit Asma. UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA. 2010 Rahmawati, I. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta. 2003 Rogayah R, Jusuf A, Nawas A, Kosen S. Pengaruh penyuluhan dan Senam Asma Indonesia terhadap pengetahuan, sikap, perilaku dan gejala klinik penderita asma. J Respir Indo 1999; Suppl.116-24. Susanti F, Yunus F, Giriputro S, Mangunnegoro H, Jusuf A, Bachtiar A. Efikasi steroid nebulisasi dibandingkan steroid intravena pada penatalaksanaan asma akut berat. Maj Kedokt Indon 2002; 52: 24754.
31