You are on page 1of 8

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

Topik Grup Tgl. Praktikum Pembimbing

: Heat Treatment : II-2 : 13 Desember 2011 : Sri Yogyarti, drg, M.Kes

Kelompok : II-2 1. 2. 3. 4. 5. 6. Amelia Meliala Revina Ester Iriani Marpaung Ridhia Petriasari Putri Adi Nugroho Laily Imansari Diesta Dhania Pertiwi 021011071 021011072 021011074 021011079 021011080 021011083

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2011

1.

TUJUAN PRAKTIKUM Pada akhir praktikum mahasiswa dapat membedakan sifat alloy apabila dilakukan heat treatment.

2.

MANIPULASI Heat Treatment 2.1 Bahan : a. 6 buah kawat stainless steel panjang 10 cm, diameter 0,9 mm. 2.2 Alat : a. Spiritus brander. b. Tang 2.3 Cara Kerja Kawat dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan. Perlakuan pertama sebagai standar. a. Jepit 1/3 kawat panjang kawat dengan tang pemegang b. Tekuk kawat di daerah tang pemegang dengan sudut 900 ke atas dan bawah, berulang kali hingga putus c. Hitung dan catat jumlah tekukanya Perlakuan kedua dengan pemanasan a. Panasi kawat di daerah yang akan di tekuk selama 5 menit dengan spiritus brander, kemudian dilakukan sama seperti poin a, b, c Perlakuan ketiga dengan pemanasan dan pendinginan a. Panasi kawat di daerah yang akan di tekuk selama 5 menit dengan spiritus brander, kemudian dimasukkan ke dalam air dingin selama 5 menit, selanjutnya dilakukan poin a, b, c

3.

HASIL PRAKTIKUM Tabel jumlah tekukan pada kawat dengan tiga perlakuan yang berbeda. Kawat 1 Kawat 2 Persentasi Penambahan Panjang Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-rata 10 5 5 6,7 17 11 12 13,3 70% 120% 140% 110% 20 10 12 14 Kawat 3 Persentasi Penambahan Panjang 100% 100% 140% 113,3%

SD 1 = 2,887; SD 2 = 3,214; SD 3 = 5,291 Pada tabel hasil praktikum didapatkan hasil bahwa kawat pertama (normal) memiliki rata-rata jumlah tekukan yang paling sedikit. Kawat ke kedua dan ketiga memiliki rata-rata jumlah tekukan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kawat tanpa perlakuan apa-apa.

4.

PEMBAHASAN Baja stainless merupakan baja paduan yang mengandung minimal 10,5%

Cr. Daya tahan Stainless Steel terhadap oksidasi yang tinggi di udara dalam suhu lingkungan biasanya dicapai karena adanya tambahan minimal 13% (dari berat) krom. Krom membentuk sebuah lapisan tidak aktif Kromium(III) Oksida (Cr2O3) ketika bertemu oksigen. Lapisan ini terlalu tipis untuk dilihat, sehingga logamnya akan tetap berkilau. Logam ini menjadi tahan air dan udara, melindungi logam yang ada di bawah lapisan tersebut. Fenomena ini disebut Passivation. Penambahan nikel (Ni) bertujuan untuk meningkatkan ketahanan korosi dalam media pengkorosi, meningkatkan keuletan dan kemampuan membentuk logam. Penambahan nikel juga meningkatkan ketahanan korosi tegangan (Aqmarina Indra . 2008. Hal. 4). Pada saat proses pendinginan dari suhu lelehnya, baja mulai berubah menjadi fasa padat pada suhu 13500, pada fasa ini lah

berlangsung perubahan struktur mikro. Perubahan struktur mikro dapat juga dilakukan dengan jalan heat treatment. Bila proses pendinginan dilakukan secara perlahan, maka akan dapat dicapai tiap jenis struktur mikro yang seimbang sesuai dengan komposisi kimia dan suhu baja (Anonymous, 2011). Pada percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui kekerasan alloy yang diberikan tiga perlakuan. Kawat pertama ditekuk dengan bantuan tang tanpa pelakuan apa-apa. Kawat kedua dipanaskan selama 5 menit kemudian didingankan di udara terbuka selama 5 menit baru kemudian ditekuk. Kawat ketiga dipanaskan selama 5 menit kemudian dimasukkan kedalam air selama 5 menit baru ditekuk dengnan bantuan tang. Masing-masing percobaan dilakukan selama tiga kali. Pada waktu pemanasan kawat, kawat dipanaskan pada api zona reduksi. Karena zona reduksi adalah zona terpanas dan tidak bersifat oksidasi.

Kawat kedua dan kawat ketiga yang diberi perlakuan pemanasan memiliki elastisitas yang lebih lentur jika dibandingkan dengan kawat yang normal. Hal ini disebabkan karena peningkatan sifat elastis dari kawat stainless steel dapat diperoleh dengan memanaskan pada suhu antara sekitar 400o C dan 500o C setelah pendinginan. Perlakuan ini meningkatkan tahap pemulihan, menghilangkan residual stress selama manipulasi dari kawat, yang demikian menstabilkan bentuk kawat. Hal ini penting karena residual stress klinis dapat menyebabkan fraktur bila alat sedang disesuaikan oleh dokter untuk pasien (Anusavice, KJ. 2003. hal. 642). Faktor yang mempengaruhi kemampuan alloy untuk dipanaskan dan melepaskan stress, yaitu komposisi alloy, prosedur pengerjaan, durasi temperatur (Craig, RG., Powers, JM. 2002. Hal 496). Heat treatment pada logam dalam keadaan solid disebut solid state reaction. Metode ini menyebabkan difusi atom dari alloy oleh pemanasan logam solid pada temperatur dan waktu tertentu. Hal ini menghasilkan perubahan struktur mikroskopik dan sifat fisiknya. Kriteria penting pada proses ini antara lain komposisi alloy, temperatur pemanasan, waktu pemanasan, metode pendinginan, dengan teknik pendinginan di udara bebas atau dengan teknik quenching pada air dingin (Soratur, 2002). Pada hasil praktikum didapatkan bahwa kawat tanpa perlakuan apa-apa memiliki jumlah tekukan yang lebih sedikit, sedangkan pada kawat ke 2 dan kawat ke 3 memiliki jumlah tekukan yang lebih banyak. Hal ini disebabkan jika alloy dipanaskan pada temperatur di atas temperatur kritis tetapi di bawah temperatur solidus, maka akan membentuk campuran austenit solid. Jika alloy kemudian didinginkan, terdapat tidak cukup waktu bagi alloy untuk menjalani transisi dari struktur austenit ke struktur perlit. Di samping itu, besi yang sangat keras namun rapuh, yang disebut martensite, terbentuk inti badan kisi kubik yang terdistorsi. Martensite terlalu rapuh untuk beberapa aplikasi, tetapi kerapuhannya dapat dikurangi dengan menggunakan heat treatment bersuhu rendah yang disebut tempering. Alloy dipanaskan dengan suhu yang berkisar antara 200-400oC, dimana sebagian martensite diubah ke ferrite dan cementite. Derajat perubahan tergantung pada suhu dan waktu tempering. Oleh karena itu, kekerasan dan kerapuhan dapat dikontrol cukup akurat dengan memilih kondisi heat treatment

yang cocok. Kemampuan untuk menjadi lebih keras dengan heat treatment adalah salah satu keuntungan dari besi. Mungkin kerugiannya adalah kerentanannya terhadap korosi (McCabe, 2008, hal 84-85). Pada hasil percobaan didapatkan pada percobaan pertama memiliki jumlah tekukan yang paling banyak dibanding percobaan kedua dan percobaan ketiga baik kawat pertama, kedua, maupun ketiga. Hal ini disebabkan karena posisi tang yang digunakan tidak simetris. Pada proses penekukan kawat harus ditekuk mendekati sisi tang. Jika posisi tang tidak simetris maka hasil kepatahan yang dihasilkan tidak rata dan menyebabkan kepatahannya menjadi lebih lama. Pada percobaan kedua dan ketiga jumlah tekukan pada kawat pertama sama. Sedangkan pada kawat kedua dan ketiga ada perbedaan jumlah tekukan diantara keduanya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kekuatan diantara orang yang melakukan percobaan. Aplikasi alloy dengan memanaskannya pada temperatur antara 200-450 C dalam waktu 15-30 menit kemudian dengan cepat didinginkan dengan teknik quenching menghasilkan kenaikan kekuatan, kekerasan dan batas proporsional namun menurunkan elastisitas. Pengerasan selama heat treatment terjadi karena perubahan bentuk lattice sebagai hasil dari memasukkan struktur, yang menghalangi pergerakan dislokasi. Di sisi lain, jika alloy didinginkan dengan cepat dengan teknik quenching dalam air, penyimpangan asli struktur space lattice tetap seperti semula. Selama pendingingan cepat, atom tidak akan mempunyai cukup waktu untuk menyusun dirinya untuk membentuk susunan space lattice sehingga susunan acak yang asli tetap berlanjut. Sehingga cara dengan pemanasan dan pendinginan alloy mempunyai peranan penting dalam menentukan sifat fisik dan mekanik logam (Soratur, 2002). Pada proses pemanasan di bawah 650oC, terjadi rekristalisasi pada struktur mikro kawat dan perubahan komposisi dan formasi kromium-karbida. 3 faktor tersebut dapat menurunkan sifat mekanik dan ketahanan terhadap korosi. Perlu diingat bahwa suhu di atas 650oC akan melunakkan paduan, dan sifat tidak dapat dikembalikan dengan penanganan lebih lanjut. Pada saat didinginkan pada air dingin, stainless steel beradaptasi pada lingkungan sekitar untuk mengembalikan sifat-sifat aslinya sehingga stainless steel tersebut menjadi mengeras (strain

hardening). Pelepasan stress untuk menghilangkan efek dari pendinginan akan meningkatkan keuletan atau meningkatkan kekuatan (Craig, RG., Powers, JM. 2002. Hal 496). Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada diagram: Isothermal Tranformation Diagram.

Gambar 1: Diagram Isothermal Transformation

Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon dalam baja. Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhunya dititik tertentu yang letaknya dibagian atas dari kurva C, akan menghasilkan struktur perlit dan ferit. Bila ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro Bainit (lebih keras dari perlit). Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan mendapat

struktur Martensit (sangat keras dan getas). Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan bergeser kekanan. Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil (Anonymous, 2011).

Dalam

prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material baja

dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan suhu rendah. Pengaruh kecepatan pendinginan manerus terhadap struktur mikro yang terbentuk dapat dilihat dari diagram Continuos Cooling Transformation Diagram.

Gambar 2: Diagram Continuous Transformation Diagram

Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit. Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan bainit. Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur mikro martensit (Anonymous, 2011).

5.

KESIMPULAN Kawat yang normal memiliki jumlah tekukan yang lebih sedikit jika

dibandingkan dengan jumlah tekukan kawat yang dilakukan pemanasan dan didiamkan di udara terbuka serta kawat yang dipanaskan dan dimasukkan ke dalam air.

6.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2011. Heat Treatment. Available at http://www.steelindonesia.com / article/02-heat_treatment.htm accessed December 17 th, 2011 Anusavice, KJ. 2003. Philips Science of Dental Materials, 11th Edition. St.Louis, Missouri: Saunders.
7

Aqmarina Indra . 2008. Stainless Steel. Available from : http://www.scribd.com/doc/9002232/Stainless-Steel-1. Diakses pada 18 Desember 2011 Craig, RG., Powers, JM. 2002. Restorative Dental Materials. 11th ed. USA: Mosby. Mc cabe and Angus WG. 2008. Applied Dental Material. 9th ed. Blackwell Publishing Ltd. Soratur, SH. 2002. Essential of dental material. New Delhi. Jaypee brothers medical publisher ltd

You might also like