You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Berbagai upaya pembangunan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi dan anak. Bayi menjadi fokus dalam setiap program kesehatan karena dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya setiap saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan. Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi dengan berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian bayi ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat. Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia 54 per 1.000 kelahiran hidup dan tahun 2006 menjadi 49 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2006 AKB di Afrika sebesar 94 per 1.000, Mediterania Timur 62 per 1.000, Asia Tenggara 52 per 1.000, Pasifik Barat 20 per 1.000, Amerika 18 per 1.000 dan Eropa 14 per 1.000 kelahiran hidup. Di Bangladesh Infant Mortality Rate (IMR) dan Neonatal Mortality Rate (NMR) pada tahun 2004 adalah 56 dan 42 per 1.000 kelahiran hidup dan penyebab tersering dari kematian ini adalah asfiksia perinatal (29%), infeksi neonatus (32%) dan kelahiran prematur (24%). WHO juga mengatakan terdapat 5 juta kematian neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) setiap tahun dengan NMR sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup, dan 98% kematian tersebut berasal dari negara berkembang. Angka kematian bervariasi di negara-negara berkembang yaitu antara 11-68 per 1.000 kelahiran hidup di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Secara khusus NMR di Asia Tenggara adalah 39 per 1.000 kelahiran hidup.

AKB di Indonesia termasuk salah satu yang paling tinggi di dunia. Hal itu terlihat dari perbandingan dengan jumlah AKB di negara tetangga seperti Malaysia yang telah mencapai 10 per 1.000 kelahiran hidup dan Singapura dengan 5 per 1.000 kelahiran hidup.8 Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 diperoleh AKB di Indonesia sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. AKB terendah dimiliki oleh Propinsi DI Yogyakarta sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup, dan Kalimantan Timur serta Jawa Tengah sebesar 26 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB tertinggi dimiliki oleh Propinsi Sulawesi Barat (74 per 1.000 kelahiran hidup), diikuti oleh Nusa Tenggara Barat (72 per 1.000 kelahiran hidup) dan Sulawesi Tengah (60 per 1.000 kelahiran hidup). Di propinsi Bengkulu, pada tahun 2004 dilaporkan AKB sebesar 8 per 1.000 kelahiran hidup. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 melaporkan bahwa angka kematian neonatal sebesar 180 kasus. Menurut umur kematian, 79,4% dari kematian neonatal terjadi pada usia 0-7 hari dan 20,6% terjadi pada usia 8-28 hari. Proporsi kematian neonatal sebesar 39% dari semua kematian bayi. Laporan WHO yang dikutip dari State of the worlds mother 2007 data tahun (20002003) menyebutkan bahwa 36% dari kematian neonatus disebabkan oleh penyakit infeksi, diantaranya : sepsis, pneumonia, tetanus, dan diare. Sedangkan, 23% kasus disebabkan oleh asfiksia, 7% kasus disebabkan oleh kelainan bawaan, 27% kasus disebabkan oleh Bayi Kurang Bulan dan Bayi Berat Lahir Rendah, serta 7% kasus oleh sebab lain. Infeksi merupakan penyebab kematian bayi terbanyak. Salah satu infeksi yang terjadi pada bayi adalah sepsis neonatorum. Sepsis neonatorum merupakan suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Sepsis adalah penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas pada neonatus.5 Menurut penelitian Demsa Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di Indonesia, infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering terjadi pada bayi laki-laki. Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nosokomial. Incidence rate sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,8 18 per 1.000 kelahiran hidup dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 12-68%, sedangkan di negara maju

incidence rate sepsis berkisar antara 3 per 1.000 kelahiran hidup dengan CFR 10,3%. Di Amerika Serikat, kematian akibat sepsis setiap tahun mencapai 70.000 orang. Kira-kira 500.000 kasus baru mengalami infeksi dan sepsis dengan CFR mencapai 35%.13 Incidence rate sepsis neonatal di Bangladesh adalah 20-30 per 1.000 dan kematian bervariasi dari 1525%.5 Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 10 penyebab kematian bayi pada tahun 2006 di Amerika Serikat adalah lahir cacat sebanyak 5.819 kasus, berat lahir rendah dan prematuritas sebanyak 4841 kasus, Sudden Infant Death Syndrome (SIDS) sebanyak 2.323 kasus, komplikasi pada ibu sebanyak 1.683 kasus, kecelakaan/cedera yang tidak disengaja sebanyak 1.147 kasus, komplikasi plasenta, tali pusat dan ketuban sebanyak 1140 kasus, gangguan pernafasan pada bayi baru lahir sebanyak 825 kasus, sepsis bakteri pada bayi baru lahir sebanyak 807 kasus, perdarahan neonatal sebanyak 618 kasus, dan penyakit pada sistem sirkulasi sebanyak 543 kasus. Di Indonesia, angka sepsis neonatorum belum banyak dilaporkan. Incidence sepsis neonatorum di beberapa rumah sakit rujukan berkisar antara 1,5-3,72%, sedangkan CFR berkisar antara 37-80%. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam periode Januari-September 2005, incidence sepsis neonatorum sebesar 13,68% dengan CFR sebesar 14,18%.16 Menurut penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan rancangan penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, jumlah kasus sepsis neonatorum menunjukkan variasi dari tahun ke tahun. Data yang diperoleh dari Instalasi Rekam Medik RS. Dr. Sardjito, rata-rata jumlah kasus 3 tahun terakhir kurang lebih 45 per tahun (4,22%) dan CFR 42,9%. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSU Dr. Pirngadi Medan diperoleh jumlah penderita sepsis neonatorum tahun 2005-2009 sebanyak 119 kasus yaitu tahun 2005 terdapat 8 kasus, tahun 2006 terdapat 41 kasus, tahun 2007 terdapat 20 kasus, tahun 2008 terdapat 27 kasus, dan tahun 2009 terdapat 23 kasus. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita sepsis neonatorum yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2005-2009.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehungga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam.(perawatan bayi beriko tinggi, penerbit buku kedoktoran, jakarta : EGC). Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005). 2.2 Etiologi Penyebabnya biasanya adalah infeksi bakteri: 1. Ketuban pecah sebelum waktunya 2. Perdarahan atau infeksi pada ibu. 3. Penyebab yang lain karena bakteri virus, dan jamur, yang terserang bakteri, jenis bakteri bervariasi tergantung tempat dan waktu: Streptococus group B (SGB) Bakteri enterik dari saluran kelamin ibu Virus herpes simplek Enterovirus E. Coli Candida Stafilokokus

2.3 Penyakit penunjang


Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan Perawatan antenatal yang tidak memadai Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan. Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus. Tidak menerapakan rawat gabung Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak Ketuban pecah dini

2.4 Tanda Gejala 1. Bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. 2. Gejala lainnya adalah: gangguan pernafasan, Kejang, Jaundice (sakit kuning)Muntah, Diare, Perut kembung. 3. Gejalanya tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya: Infeksi pada tali pusar (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah.

2.5 Patofisiologi Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu: a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma. b. Pada masa intranatal atau saat persalinan Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea). c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus. (Surasmi, 2003)

Phatway
Invasi Bakteri dan kontaminasi sistemik

Pelepasan endotoksi oleh bakteri

Perubahan fungsi miokaridum hipotalamus

Gangguan proses pernapasan pusat termuregulator

Gangguan fungsi mitokondria ketidak stabilan suhu

Kekacauan metabolic yang progresif

Kerusakan dan kematian sel

Penurunan perfusi jaringan

Asidosis metabolik

Syok septik insufisiensi

Disseminated Intravasculer coagulation

Sepsis neonatorum

( Bobak : 2005 )

2.6 Penatalaksanaaan 1. Terapi Suportif Segera berikan cairan secara parentral untuk memperbaiki gangguan sirkulasi, mengatasi dehidrasi dan kelainan metabolik. Berikan oksigen bila didapat gangguan respirasi/sodroma gawat napas.bila ditemukan hiperbiliribinemia lakukan foto terapi/tranfusi tukar. Bila sudah makan per oral beri ASI atau susu formula. 2. Terapi Spesifik Segera berikan anti biotika polifragmasi :

Tersangka infeksi. Ampisilin, dosis 100 mg/kg BB/ hari.dibagi 2 dosis Gentamisin, dosis 21/2 mg/ kgBB/ 18jam. Im sekali pemberian untuk bayi cukup bulan. Gentasimin, dosis 21/2 kgBB/24 jam, sekali pemberian, untuk bayi kurang bulan. lama pemberian 3-5 hari dinilai apakah menjadi sepsis. Kalau tidak antibiotika,dapat dihentikan.

Sepsis Neonatorum Pilihan pertama : Ceftazidim 50 mg/kgBB/hari, iv, dibagi 2 dosis. Bila tidak ada perbaikan klunis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika lain yang lebih paten, misalnya : 20 mg/kg/BB iv, tiap 8jam, atau sesuai dengan hasil resistensi test. Lama pemberian 7-10 hari.

Sepsis Neonatorum Dengan Meningitis Sama dengan butir dua, dengan catatan : dosis ceftazidim 100 mg/kgBB/hari, dosis menjadi 40 mg/kgBB/hari, dengan lama pemberian 14-21 hari.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS NEONATORUM 3.1 PENGKAJIAN 3.1.1 Anamnesa 1. Identitas Perlu ditanyakan umur klien 2. Keluhan Utama Keluhan utama pada sepsis neonatorum tidak khas seperti pada kasus-kasus lain, tetapi biasanya didapatkan sebagian gejala dari gejala yang biasa terjadi seperti malas minum, kuning, letalergi, dll. 3. Riwayat Penyakit sekarang, perlu ditanyakan: Mulai kapan anak terlihat lemas lemas, kesadaran menurun, malas minum, kuning? Apakah anak muntah? Berapa kali? Jumlah? Apakah anak panas? Mulai kapan? Apakah anak mencret? Apakah terdapat sesak nafas?

4. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah pernah mengalami infeksi sebelumnya? Riwayat Keluarga Apakah dalam keluarga ada anggota yang menderita penyakit infeksi? Riwayat Kehamilan dan Persalinan Penyakit yang pernah diderita ibu selama kehamilan, terutama penyakit infeksi?

3.1.2 Pemeriksaan Fisik Keadaan umum penderita Kesadaran Suhu Nadi RR Kepala Mata Hidung Bibir Leher : Sklera icterus, Konjungtiva pucat : Sekret, pernafasan cuping hidung : Cyanosis, mucus bibir kering : Adanya pemeriksaan otot Bantu nafas, stermokledomastoid : Dapat menurun, letargi : Dapat hipertermi/hipotermi : Takhikardi/Bradi kardi, nadi cepat kecil : Frekuensi nafas meningkat, apneu

Thorak Paru, Nafas sesak, Apnea, tak teratur, Takhipnea (60x / menit) Jantung Takhikardi (>160x/menit) Abdomen Perut kembung, hepatomegali Neurologi Lethargi, kejang, irritable Muskuloskeletal : hipotomi Integumen Ikterus, turgor, kelembaban, sianosis. 3.1.3 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium: Kultur darah, cairan liquor, urine, faeces (atas indikasi) 2. Laboratorium pendukung: - Darah lengkap & trombosit - Urine lengkap

- crp 3. Fofo thorax 4. Pungsi lumbal DATA - Bayi lethargi - Malas mnm - Muntah - BB menurun - Konjungtiva pct, - Ada secret dihdng - Suara ronchi peluru - RR Meningkat irama tak teratur - Suhu < 35,5 > 37,8 C - Kulit dingin - Pucat - Menggigil - Kulit kemerahan - RR meningkat - Nadi meningkat - Diare frekuensi BAB > 9x/hari cair - Penurunan BB - Kulit kering - Mukosa bibir kering - Turgor menurun - Oliguri - Transisi neonatus thd lingk ekstra uterus - Tdk efektifnya termoregulasi KEMUNGKINAN PENYEBAB - Intake yang tdk adekuat MASALAH - Nutrisi<kebut

- penumpukan secret bersihan jln nafas

-ketidak efektifan

- Pengeluaran yg berlebihan mll diare

- Volume cairan kurang

3.1.4 Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolism 2. resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia 3. resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan kebocoran cairan kedalam intersisial 4. resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan terganggunya pengiriman oksigen kedalam jaringan,

3.1.5 Perencanaan 1) hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolism Tujuan Intervensi pantau suhu pasien Rasional : suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit infeksius akut pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi Rasional : suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol Rasional : membantu mengurangi demem kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen Rasional : mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus 2) Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia Intervensi pertahankan tirah baring Rasional : menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen pantau perubahan pada tekanan darah R: hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia R: disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas R: peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak catat keluaran urine setiap jam dan berat jenisnya R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal : Suhu tubuh dalam keadaan normal ( 36,5-37 )

kaji perubahan warna kulit,suhu, kelembapan R: mengetahui status syok yang berlanjut kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral R: mempertahankan perfusi jaringan kolaborasi dalam pemberian obat R: mempercepat proses penyembuhan

3) resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisial Intervensi catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta menyebabkan hipovolemia pantau tekanan darah dan denyut jantung R: pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah kaji membrane mukosa R: hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloid R: cairan dapat mengatasi hipovolemia 4) resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen kedalam jaringan Intervensi pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler R: meningkatkan ekspansi paru-paru pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas R: pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengi R: kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmona/ edema intersisial

catat adanya sianosis sirkumoral R: menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate selidiki perubahan pada sensorium R: fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi sering ubah posisi R: mengurangi ketidakseimbangan ventilasi

3.2 Evaluasi Diagnosa 1 : Suhu tubuh pasien mulai normal ( 36,5-37 ) Diagnosa 2 : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan Diagnosa 3 : Kebutuhan cairan pasien terpenuhi Diagnosa 4 : Pasien bisa bernafas dengan normal

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005). hal tersebut biasanya disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah pecahnya Ketuban sebelum waktunya, Perdarahan atau infeksi pada ibu, Penyebab yang lain karena bakteri virus, dan jamur, yang terserang bakteri, jenis bakteri bervariasi tergantung tempat dan waktu. Infeksi merupakan penyebab kematian bayi terbanyak. Sepsis adalah penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas pada neonatus.5 Menurut penelitian Demsa Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di Indonesia, infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering terjadi pada bayi laki-laki. Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nosokomial. 4.2 Saran Ketelitian dalam melakukan setiap tindak harus benar-benar dilakukan agar tidak menimbulkan suatu dampak yang merugikan pihak yang bersangkutan. Dan dalam pembuatan makalah ini pastinya banyak sekali kekurangan, karna kesempurnaan hanyalah milik Allah dan kekurangan milik kita, untuk itu penulis memohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun. Sehingga penulis segera membenahi dan kemudian menjadi makalah yang berfaidah. Amin.

DAFTAR PUSTAKA Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC. Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC. Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC. Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/03/02/sepsis-neonatorum/ http://rufaizal.wordpress.com/2009/08/14/askep-sepsis-neonatorum 2/http://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum/

You might also like