You are on page 1of 15

BAB 1 PNDAHULUAN 1.

Latar Belakang Keadaan nutrisi seorang penderita sakit kritis merupakan faktor penting di dalam keseluruhan tatalaksana pengobatan penderita. Gangguan nutrisi pada pascabedah, trauma, yang disertai dengan kelaparan lama selama 3 hari dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat kejadian infeksi. Keadaan ini akan diperberat dengan timbulnya keadaan hipermetabolik yang bisa menyebabkan terjadinya hipoglikemi yang bisa menyebabkan permintaan nutrisi meningkat (Amir Madjid dkk, 1987). Pasien kritis yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) sering kali menerima nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian nutrisi. Kejadian malnutrisi yang tinggi di antara penderita ICU umumnya adalah penderita untuk perawatan pascabedah (Elwyn dkk, 1975). Diantara penderita ICU, dijumpai 64,41% kematian, 2,9% komplikasi dekubitus, serta 20,26% komplikasi jalan nafas, pada penderita dengan diet rendah kalori tanpa protein (Madjid dkk, 1984). Keparahan penyakit dan terapinya dapat mengganggu asupan makanan normal dalam jangka waktu yang lama. Selanjutnya, lamanya tinggal di ICU dan kondisi kelainan sebelumnya, seperti alkoholisme dan kanker dapat memperburuk status nutrisi. Respon hipermetabolik komplek terhadap trauma akan mengubah metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan homeostasis nutrisi. Malnutrisi sering dikaitkan dengan peningkatan morbiditas, mortalitas akibat perburukan pertahanan tubuh, ketergantungan dengan ventilator, tingginya angka infeksi dan penyembuhan luka yang lama, sehingga menyebabkan lama perawatan yang lebih panjang, komplikasi penyakit, biaya pengobatan,serta terjadinya kematian Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita kritis, bantuan nutrisi mutlak diperlukan. Ada beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, yaitu nutrisi enteral atau parenteral. Nutrisi enteral dapat 1

berupa: makanan peroral, melalui pipa nasogastrik standar, pipa nasoduodenum/nasojejunal, atau pipa enterostomi. Bila saluran cerna bisa berfungsi dengan baik dan tidak ditemukan kondisi yang patologis, maka lebih baik pemberian nutrisi melalui enteral, karena lebih fisiologik, lebih mudah, aman dengan komplikasi lebih sedikit serta harga relatif lebih murah daripada nutrisi parenteral. Seorang perawat harus mempunyai kompetensi dalam management nutrisi pasien di ICU, agar bisa melakukan penilaian lebih awal sehingga malnutrisi pada pasien kritis bisa dicegah. 2. Tujuan Penulisan Untuk menjelaskan kebutuhan nutrisi pada pasien kritis di ruang emergensi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metabolisme Nutrisi pada Pasien Kritis Dukungan nutrisi didasarkan pada dua pendekatan konseptual. 1) kekurangan nutrient dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. 2) pencegahan dan perbaikan kekurangan nutrisi dapat meminimalkan atau menghilangkan mal nutrisi berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Tiga tujuan utama pada pengkajian nutrisi yaitu : 1. Untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki, atau beresiko mengalami kekurangan energy-protein atau nutrient spesifik yang lain. 2. Untuk mengukur pasien yang beresiko berkembangnya malnutrisi berhubungan dengan komplikasi medis. 3. Untuk memonitor keadekuatan terapi nutrisi. Untuk mengevaluasi keberhasilan dari dukungan nutrisi pada pasien kritis sangat sulit dilakukan karena membutuhkan perawatan yang intensif. Kesulitan ini terjadi karena banyaknya pasien yang memiliki diagnosis dan keparahan penyakit serta status nutrisi yang berbeda. Secara teori nilai dukungan nutrisi pada pasien kritis dengan menyediakan tambahan energi dan protein. Dengan demikian dapat melindungi organ-organ visceral dan menurunkan penipisan otot skelet. Keuntungan dari dukungan nutrisi pada pasien dewasa meliputi penyakit trauma, sepsis/ systemic inflammatory response syndrome (SIRS), multiple organ dysfunction syndrome (MODS), thermal injury, acute lung injury (ALI), atau gagal ginjal akut. Trauma (trauma tumpul atau trauma kepala) Ada dua penelitian yang membahas tentang pemberian nutrisi enteral pada pasien dengan trauma. Penelitian pertama menggunkan control group dimana pasien tidak diberikan nutrisi enteral selama lima hari, pasien hanya mendapat nutrisi parenteral. Penelitian yang lain pasien mendapat nutisis enteral setelah 72 3

jam. Hasil group yang pertama memiliki angka infeksi yang lebih tinggi dari tanpa menunjukkan perbedaan dalam kriteria hasil akhir klinik (misalnya lamanya pemberian mekanik, lama dirawat, dll.). Nutrisi enteral mendukung pasien dengan trauma kepala. 3 pelajaran itu menujukkan bahwa pasien yang diberi nutrisi enteral menderita infeksi panas dari pada diberi TPN. Tidak dapat dijelaskan apakah nutrisi enteral memiliki keuntungan yang spesifik atau apakah TPN bekerjasama dengan peningkatan infeksi, yang telah dicatat dalam kondisi lainnya.pasien yang mendapat TPN mendapatkan kalori yang lebih daripada nutrisi enteral yang memiliki kontribusi untuk meningkatkan angka infeksi.tidak ada bukti yang bagus yang memberikan solusi dengan BCAAs akan mengurangi angka kesakitan dan kematian atau pencatatan albumin memiliki keuntungan klinik pada pasien yang menerima TPN. Beberapa pustaka membandingkan TPN dengan nutrisi enteral pada pasien trauma kepala. Salah satunya 20 pasien yang menerima TPN hidup, sementara 8 dari 18 pasien ynag menerima nasogastrik- feeding meninggal. Bagaimanapun peningkatan angka kematian adalah akibat kedua untuk aspirasi pulmonary dari gastric yang berhubungan dengan gastroparesis dengan trauma kepala. Ketika peniliti yang sama mengulangi pengkajian ini, menggunakan postpyloric feeding tidak ada perbedaan yang diteliti antara enteral dan parenteral fed groups. Penjelasan alternatifnya pustaka yang asli sebenarnya mengkaji efek dari cukupnya (TPN) vs ketidakcukupan (enteral nutrition) feeding. Karena saat ini pasien kritis membutuhkan kalori dengan enteral feeding. Kegagalan dapat dilihat pada perbedaan di studi yang kedua karena peneliti mampu untuk memenuhi kalori lebih cepat dengan enteral feeding dan keduanya menerima nutrisi yang adekuat. Pustaka lainya gagal untuk menunjukkan perbedaan angka kesakitan dan angka kematian diperbandingan TPN dengan postpyloric enteral nutrition atau bahkan dengan nasogastric feeding. Dipercobaan kuasi random diteliti infeksi panas pda 16 pasien yang menerima jejunal tube feeding selama 72 jam dibandingkan dengan 16 orang yang menerima gastric tube feeding setelah 72 jam.

Immunonutrition Beberapa PRCTs telah dievaluasi dampaknya dari variasi suplemen formula enteral dengan nutrisi terseleksi (-3 fatty acids, arginine, nucleic acids, glutamine) pada hasil klinis. Perbandingan diet enteral yang berisi peningkatan jumlah -3 fatty acids, arginine,dan ribonucleic acids untuk enteral formula diit standart. Dari kedua pustaka menyimpulkan bahwa komplikasi infeksi dan lamanya hospitalisasi menurukan pasien yang menerima modifikasi formula,tetapi mengklaim dasar post hoc subgroups data analisis. Salah satu penerima formula modifikasi menunjukkan tren terhadap mortalits yang lebih tinggi. Abstak yang baru membandingkan fungsi diit dengan perbedaan control diet ; data menganjurkan kan bahwa penerima eksperimental diet yang memiliki komplikasi panas dan ketika komplikasi terjadi, mereka kurang ahli untuk mengatur. PRCT yang lain menemukan bahwa pasien yang diberi modifikasi formula diet yang berisi penambahan glutamine, arginine, nucleic acids, dan -3 fatty acids memiliki kegagalan multi organ yang lebih sedikit daripada yang diberi amino acids standart dasar elementar diet. Percobaan yang baru membandingkan preparasi ini dengan protein suplementar standart enteral formula ditemukan pada pasien menerima itu memiliki komplikasi infeksi panas. Salah satu percobaan, formulasi yang lain berisi linoleic acid, -carotene, dan arginine sulit untuk mengintreprestasikan karena prosedur yang acak. Sepsis / SIRS /MODS Salah satu studi yang membandingkan nutrisi enteral yang berisi BCAAsebagai dasar solusi dengan forrmulasi SAAs; tidak ada perbedaan pada mortalitas diantara groups. 4 percobaan membandingkan dengan BCAA- dengan SAAsebagai dasar TPN, hanya satu yang menunjukkan beberapa perbedaan pada hasil klinis. Penurunan mortalitas di groups yang menerima BCAA. Bagaimanapun data dari percobaan ini hanya tersedia secara abstrak. Akhirnya, pada satu percobaan diberikan, tidak ada perbedaan antara kelompok yang diberi equivalent nutrient melalui parenteral atau enteral.

Thermal Injury 5

Beberapa PRCT telah diperiksa dukungan nutrisi pada pasien thermal injury. Salah satu studi berisi 16 pasien menemukan tidak ada data statistic yang signifikan yang menunjukkan perbedaan berthan hidup antara pasien yang diberi lemak parenteral dan glukosa dengan asam amino disbanding dengan mereka yang diberi lemak dan glukosa tanpa asam amino. Salah satu studi menunjukkan TPN mengandung 45% atau 19% asam amino yang lain sebagai BCAAs dan gagal untuk menujukkan perbedaan bertahan hidup antara 2 kelompok kasus. Menurut chiarelli ditemukan tidak adanya perbedaan infeksi yang signifikan atau angka kematian pada pasien yang segera diberi nasogastric tube dibandingkan dengan pasien yang diberi 48 jam sesudahnya. Sebuah studi menunjukkan dukungan ntrisi enteral dengan dan tanpa penambahan protein menunjukkan bahwa pasien yang menerima protein yang lebih tinggi menunjukkan penurunan morbiditas dan peningkatan angka bertahan hidup. bagaimanapun, interprestasi dari hasil adalah rumit karena kebanyakan pasien pada kelompok protein rendah dari pada kelompok protein tinggi suplemen nutrisi parenteral. Menurut Jenkins, menunjukkan bahwa pasien yang menerima nutrisi enteral melalui prosedur operatif lebih tahan makanan dan memiliki panas pasca operatif luka infeksi. Menurut Herndon telah dilaporkan 2 percobaan pada pasien dengan 50% luka bakar yang diacak untuk menerima nutrisi enteral lebih tahan dengan atau tanpa penambahan nutrisi parenteral. Angka mortalitas pada pasien yang menerima penambahan parenteral nutrisi yang lebih besar daripada hanya di berikan secara enteral dan salah satu studi perbedaan penerimaan angka statistic yang signifikan. Bagaimanapun pasien yang menerima nutrisi parenteral dipenambahan enteral feeding telah menerima jumlah energy yang besar. Menurut garrell, perbandingan 3 enteral nutrisi feeding yang berisi 15% ( dengan atau tanpa -3 fatty acids) atau 35% lemak; pasien yang menerima formulasi lemak yang lebih sedikit memiliki frekuensi pneumonia yang lebih sedikit. Akhirnya, satu percobaan membandingkan persiapan enteral formulasi yang berisi whey, glutamine, arginine, dan -3 fatty acids dengan 2 perbedaan standart enteral diet. Pasien yang menerima persiapan formula yang special memiliki durasi yang lebih pendek Acute Lung Injury

Intake yang tinggi lemak, rendah karbohidrat direkomendasikan pada pasien penyakit paru untuk mengurangi produksi karbondioksida. Al-Saady dkk menemukan pasien yang diberikan lemak tinggi, diet rendah karbohidrat mengalami penurunan pada PaCO2 sebanyak 16% dan pengeluarannya kurang dari 62 jam melalui ventilasi mekanik daripada pasien-pasien yang menerima standar feeding. Van den Berg dkk tidak menemukan penurunan ventilator time pada pasien-pasien yang menerima intake tinggi lemak, diet rendah karbohidrat meskipun pasien tersebut mengalami reduksi yang signifikan pada produksi CO2. Faktanya, Battistella dkk menemukan bahwa pasien-pasien trauma secara acak menerima formula bebas lemak untuk 10 hari pertama di rumah sakit menghabiskan waktu yang sedikit menggunakan respirator, di ICU, dan di rumah sakit daripada pasienpasien yang secara acak menerima TPN yang mengandung lipid. Bagaimanapun, pasien-pasien yang diberikan lipid menerima lebih banyak total kalori. Gagal Ginkal Akut Beberapa studi telah mengevaluasi penggunaan TPN pada pasien dengan gagal ginjal akut. Semua studi memiliki keterbatasan dalam desain penelitiannya sehingga kesulitan untuk menilai efek terapi gizi pada morbiditas dan mortalitas. Jumlah pasien yang diteliti dalam uji coba kecil, kebanyakan studinya dirancang untuk mengevaluasi efek metabolisme dari makan terhadap morbiditas dan mortalitas. Selain itu, beberapa kelompok kontrol tidak 'benar-benar' dikontrol dan menerima jumlah isocaloric dari TPN tanpa asam amino. Hanya satu studi menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik pada hasil klinis antara kelompok-kelompok dengan tingkat pemulihan yang lebih besar dari gagal ginjal akut pada pasien yang diberi TPN yang mengandung nitrogen dalam bentuk asam amino esensial jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menerima TPN tanpa asam amino. Selain itu, dua studi menunjukkan deret hitung, tetapi secara statistik tidak signifikan, peningkatan ketahanan hidup pada pasien yang menerima TPN yang mengandung nitrogen dalam bentuk asam amino esensial dibandingkan dengan kelompok kontrol diberi jumlah equicaloric dari dekstrosa. Tiga percobaan

dibandingkan TPN yang mengandung nitrogen sebagai asam amino esensial saja dengan TPN yang mengandung asam amino esensial dan nonesensial. Meskipun jumlah pasien yang diteliti sedikit, tingkat pemulihan dan kelangsungan hidup semua deret hitung lebih besar (tetapi tidak signifikan secara statistik) pada kelompok yang menerima asam amino . Penggunaan teknik filtrasi terus menerus (misalnya, hemofiltration venovenous hemofiltration arteriovenosa yang kontinyu dengan atau tanpa hemodialisis atau hemodiafiltration) biasanya menyebabkan peningkatan toleransi atau asam amino dan asupan protein. Apalagi, tingkat katabolik yang ditimbulkan oleh kondisi komorbiditas yang parah dari banyak pasien, kerugian nutrisi melalui dialisis atau ultraviltration, dan stres katabolik kemungkinan hemodialisis atau prosedur penyaringan berkelanjutan sendiri dapat meningkatkan kebutuhan gizi dari pasien. Sehingga diharapkan bahwa pasien dengan gagal ginjal akut yang sedang menjalani terapi dialisis atau ultrafiltrasi mungkin perlu peningkatan jumlah nutrisi, termasuk asam amino esensial dan nonesensial. 2.2 Indikasi Dukungan Nutrisi Secara keseluruhan, respon fisiologis terhadap trauma merupakan peningkatan proses biokimia dan metabolik normal, sehingga biasanya terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi yang cukup besar. Bila tidak mendapat dukungan nutrisi yang adekuat, pasien akan banyak kehilangan berat badan dan terjadi komplikasi yang seringkali memperparah kondisi pasien. Tujuan utama terapi dukungan nutrisi adalah menjaga agar penurunan berat badan seminimal mungkin dengan harapan dapat mencegah komplikasi dan kondisi pasien bisa membaik. Selain itu juga untuk mengurangi morbiditas maupun mortalitas, akibat malnutrisi. Kebutuhan nutrisi dan energi Kebutuhan energi / kalori total sehari dapat dihitung dari penjumlahan kebutuhan kalori basal (BMR), faktor stress, aktivitas fisik dan spesific dynamic action (SDA). KK = KKB + FS + AF + SDA
KK= Kebutuhan kalori total KKB= Kebutuhan kalori basal

FS= Faktor stress AF= Aktivitas fisik SDA= Spesific dynamic action

Kebutuhan kalori basal didapat dengan penghitungan BMR berdasarkan persamaan Harris-Benedict. Perempuan: BEE = 655 + 9.6[wt(kg)] + 1.8[ht(in cm)] 4.7(age) Lakilaki: BEE = 66 + 13.7[wt(kg)] + 5[ht(in cm)] 6.8(age) Perempuan Usia >60 tahun: BEE = 9.2[wt(kg)] + 637[ht(in m)] 302 Lakilaki Usia >60 tahun: BEE = 8.8 [wt(kg)] + 1,128[ht(in m)] 1,071
BEE, basal energy expenditure; ht, height (tinggi badan); wt, weight (berat badan)

Faktor stress dinilai berdasarkan penilaian status gizi dan status metabolik. Untuk memudahkan, faktor stress dikategorikan dalam : Derajat stress ringan10-30% Derajat stress sedang31-50% Derajat stress berat 51% Trauma digolongkan ke dalam stress sedang, sehingga besarnya faktor stress untuk trauma adalah 31-50%. Faktor stress trauma multipel adalah 50%. Aktivitas fisik : bila pasien harus di tempat tidur, aktivitas fisik 10%; sedangkan bila tidak di tempat tidur, aktivitas fisik adalah 20%. SDA dari makanan tergantung jenis makanan yang diberikan. SDA nutrisi parenteral adalah 0% sedangkan SDA untuk formula enteral dan makanan peroral kira-kira 10-20%. Protein 9

Pada trauma terjadi katabolisme protein yang relatif konstan yaitu 10-20% dari keluaran energi. Masukan protein untuk orang sehat (0,8-1 g/kgBB/hr) tidak mencukupi kebutuhan pasien yang mengalami trauma oleh karena adanya peningkatan protein. Kebutuhan protein bagi pasien dengan trauma bila tidak terdapat gangguan ginjal dan hati adalah 1,5-2 g/kgBB/hr, dengan rasio kalori nonnitrogen : nitrogen = 100:1.Suplai protein yang adekuat penting untuk penyembuhan luka, structural hepatic and sistesis protein fase akut, sel imuno aktif. Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan terapi nutrisi. Nitrogen secara kontinyu terakumulasi dan hilang melalui pertukaran yang bersifat homeostatik pada jaringan protein tubuh.Keseimbangan nitrogen dapat dihitung dengan menggunakan formula yang mempertimbangkan nitrogen urin 24 jam, dalam bentuk nitrogen urea urin (urine urea nitrogen/UUN), dan nitrogen dari protein dalam makanan: Keseimbangan Nitrogen = ((dietary protein/6,25)-(UUN/0,8) + 4)) Umumnya protein mengandung 16% nitrogen, maka jumlah nitrogen dalam makanan bisa dihitung dengan membagi jumlah protein terukur dengan 6,25. Faktor koreksi ditambahkan untuk mengkompensasi kehilangan nitrogen pada feses, air liur dan kulit. Keseimbangan nitrogen positif adalah kondisi dimana asupan nitrogen melebihi ekskresi nitrogen, dan menggambarkan bahwa asupan nutrisi cukup untuk terjadinya anabolisme dan dapat mempertahankan lean body mass. Sebaliknya keseimbangan nitrogen negatif ditandai dengan ekskresi nitrogen yang melebihi asupan. Pasien yang mengalami trauma fisik akan terdapat peningkatan ekskresi nitrogen pada urin. Pada sebuah kasus ditemukan 35 gram nitrogen perhari yang sebanding dengan kehilangan berat badan 1 kilogram. Kehilangan nitrogen akan mencapai puncak dalam 5-7 hari setelah cedera. Lemak Lemak berfungsi sebagai sumber energi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian emulsi lemak sebesar 30-40% dari kalori total merupakan jumlah yang optimal. Untuk mencegah terjadinya defisiensi asam lemak esensial, perlu diberikan asam lemak esensial sebanyak 4-8% dari kalori total sehari. Karbohidrat

10

Karbohidrat juga berfungsi sebagai sumber energi. Banyaknya karbohidrat yang diberikan adalah kebutuhan kalori total dikurangi yang berasal dari lemak. Pada pasien dengan trauma, karbohidrat merupakan 40% dari kalori total sehari. Cairan dan Elektrolit Kebutuhan cairan adalah 1500 ml per m2 luas permukaan tubuh per hari, kemudian ditambahkan bila terdapat peningkatan insensible loss melalui keringat, diare, atau selang makanan. Garam fisiologis dan elektrolit intrasel harus diberikan dalam jumlah yang adekuat. Kadar kalium, fosfor dan magnesium dalam plasma dan seluruh tubuh perlu dipertahankan agar tetap normal supaya didapat respon yang diharapkan dengan pemberian dukungan nutrisi. Vitamin dan Trace Elemen Oleh karena terjadi peningkatan metabolisme, maka kebutuhan vitamn B meningkat. Kebutuhan tiamin dan niasin berkaitan dengan masukan kalori. Pada trauma, terjadi peningkatan ekskresi seng (zinc) yang dianggap berasal dari katabolisme di jaringan otot. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya defisiensi seng, sehingga pasien trauma perlu mendapatkan suplementasi trace elemen ini. Berikut adalah assesment gizi Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)

11

BAB 3 BENTUK PENGKAJIAN NUTRISI

12

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Pasien dengan sakit kritis mengalami hipermetabolisme dan peningkatan kebutuhan nutrisi.
2. Dukungan nutrisi secara rasional didasarkan pada keadaan klinis pasien, dan

dukungan nutrisi dipertimbangkan kepada pasien yang tidak mengkonsumsi nutrisi secara adekuat dalam jangka waktu yang lama. Kehilangan jaringan otot dapat terjadi pada pasien dengan katabolisme berat ( 20-40 g nitrogen/hari) yang memberi kesan terjadinya penipisan jaringan otot dapat terjadi pada 14 hari setelah mengalami kelaparan. Oleh karena itu, dukungan nutrisi harus diberikan pada pasien yang tidak dapat melakukan oral feeding selama 7-10 hari.
3. Pasien trauma yang makan melalui nutrisi enteral memiliki komplikasi yang

lebih sedikit daripada pemberian TPN (total parenteral nutrition). Tetapi, masih belum jelas apakah dukungan nutrisi enteral yang memiliki

13

keuntungan yang spesifik ataukah TPN itu sendiri ataukah overfeeding dari TPN tersebut yang berhubungan dengan peningkatan infeksi. 4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA Klein, S et al. 2010. Nutrition Support in Clinical Practice : Review of Published Data and Recommendations for Future Research Directions. Journal of American Society for Clinical Nutrition. USA; 687-706 Madjid, Muhardi, Sahat dan Hermansjur Kartowisastro. 1987 Nutisi Enteral Pada Penderita Kiritis, diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma.. Didownload dari http://www.scribd.com/doc/7538013/Cdk042-Nutrisi-Enteral pada tanggal 03 desember 2010 jam 11.04 WIB Sungurtekin, Hulya.,Sungurtekin, Ugur., Oner, Ozlem dan Demet Okke. 2008. Nutrition Assessment in Critical Ill Patients. pada Didownload 02 dari http://ncp.sagepub.com/content/26/6/635 jam09.00 WIB tanggal Desember

14

Wiryana,

Made.

2007

Nutrisi

pada

penderita

sakit

kritis.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/9_nutrisi%20pada%20penderita%20sakit %20kritis.pdf didownload pada tanggal 03 desember 2010 jam11.02 WIB

15

You might also like