You are on page 1of 2

Kebudayaan di Indonesia merupakan hal yang tidak dapat lepas dari tradisi.

Tradisi itu sendiri bukanlah hal yang sudah selesai dan berhenti, melainkan merupakan suatu hal yang masih ada dan terus berkembang. Tradisi ini berkembang mengikuti arus perubahan sosial, namun perubahan yang terjadi tidaklah melenceng jauh dari akarnya. Tradisi tetap menjadi seni tradisi bagi masyarakat setempat yang mengalaminya. Tradisi lisan telah berkembang di Indonesia sebelum masyarakat Indonesia mengenal aksara. Tradisi lisan pada awalnya subur dan berkembang di seluruh nusantara dan menjadi salah satu kekayaan budaya masyrakat Indonesia. Setelah aksara masuk ke nusantara, tradisi lisan tidak hilang, tetapi berkembang beriringan dengan tradisi tulisan. Tradisi lisan menurut B.H. Hoed adalah berbagai pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun-temurun disampaikan secara lisan yang mencakup tidak hanya cerita rakyat, mitos, dan legenda, tetapi juga dilengkapi dengan sejarah, hukum adat, dan pengobatan. Hal-hal yang terkandung dalam suatu tradisi lisan adalah hal-hal yang terlahir dan mentradisi dalam suatu masyarakat yang merupakan warisan nenek moyang. Pada dasarnya, suatu tradisi dapat disebut sebagai tradisi lisan jika tradisi tersebut dikatakan (oleh penutur) dan didengar (oleh penonton). Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam tradisi lisan adalah sastra, antropologi, dan sejarah. Tradisi lisan tentu tidak akan lepas dari sastra. Tradisi lisan juga erat kaitannya dengan antropologi karena berhubungan dengan masyarakat dan kebudayaan di suatu daerah. Tradisi lisan juga tidak dapat lepas dari sejarah karena tradisi merupakan hal yang diwariskan secara turun temurun. Itu berarti tradisi lisan tentu berhubungan dengan masa lalu atau sejarah suatu daerah. Sastra lisan merupakan salah satu bagian dari tradisi lisan. Sastra lisan disebarkan dari satu orang ke orang lain secara lisan kemudian prosesnya dilihat, didengar, kemudian dilisankan kembali. Jadi, yang dilihat dalam tradisi lisan adalah proses dan hasil melisankan. Orang-orang sering salah paham mengira teknik lisan sebagai sastra lisan. Teknik lisan dilakukan saat musikalisasi puisi atau pembacaan puisi. Teknik lisan tidak memengaruhi proses penciptaandalam hal ini, misalnya, musikalisasi puisisaat ditampilkan. Saat ditampilkan, proses penciptaan sudah selesai sehingga penonton atau pendengar tidak dapat memengaruhi proses penciptaan. Teknik lisan adalah salah satu contoh sastra yang dilisankan, seperti orang yang mendongeng dan orang yang berpantun. Selain tradisi lisan dan sastra lisan, satu lagi bidang yang berhubungan dengan kelisanan adalah folklor. Dalam KBBI Edisi Keempat, folklor adalah adatistiadat tradisional dan cerita rakyat yg diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan. Pengertian kedua adalah ilmu adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yg tidak dibukukan. Menurut Dundles, folklor adalah kebudayaan yang diturunkan secara turun temurun oleh sekelompok masyarakat atau dalam suatu komunitas yang kolektif. Ini berkaitan dengan pengertian folk yang berarti komunitas yang kolektif dan lore yang berarti tradisi yang diturunkan secara turun temurun. Ciri-ciri folklor adalah anonim, berkembang dari versi yang berbeda-beda, dan mewakili suatu kelompok masyarakat tertentu. Fungsi folklor adalah sebagai hiburan, media penyampaian nilai-nilai sosial, dan representasi masyarakat atau proyeksi dari keinginan masyarakat. Selain itu, fungsi folklore lainnya adalah menyebarkan ajaran atau pranata kebudayaan dan alat penguasa untuk memaksakan aturan-aturan masuk dan diterima ke dalam masyarakat. Untuk membedakan tradisi lisan, sastra lisan, dan folklor secara jelas, sebaiknya kita melihat contohnya. Karena sastra lisan adalah bagian dari tradisi lisan, semua yang kita sebut sastra lisan pasti juga merupakan tradisi lisan. Didong adalah sastra lisan karena disebarkan dari satu orang ke orang lain secara lisan dan proses pembuatan atau proses kreatifnya didengar dan dilihat oleh penontonnya. Jadi, Didong juga merupakan tradisi lisan. Perlu ditekankan kembali bahwa tidak semua yang termasuk ke dalam tradisi lisan merupakan sastra lisan. Di dalam tradisi lisan juga terdapat dongeng, mitos, dan

lain-lain yang tidak dapat dikategorikan ke dalam sastra lisan karena proses kreatifnya tidak disaksikan langsung oleh penonton. Dalam hal ini, yang masih menjadi pertanyaan saya adalah apakah folklor juga termasuk ke dalam tradisi lisan? Pertanyaan tersebut muncul karena dalam pengertian folklor menurut Dundles tidak disebutkan mengenai tradisi yang dilisankan. Dengan kata lain, saya menangkap bahwa di dalam folklor tidak hanya terdapat tradisi dalam bentuk lisan tetapi juga tradisi dalam bentuk tulisan. Di dalam folklor terdapat tarian, permainan, dan lain-lain yang seluruhnya bersifat tradisional. Saya akan mengambil contoh wayang. Wayang berkembang sangat pesat di Jawa. Walaupun cerita yang diangkat berasal dari IndiaRamayana dan Mahabharataisi ceritanya disesuaikan dengan masyarakat Jawa sehingga muncullah tokoh Punakawan. Saya memasukkan wayang ke dalam salah satu contoh folklor karena wayang mewakili suatu kelompok masyarakat tertentu, dalam hal ini masyarakat Jawa. Akan tetapi, sebenarnya wayang mewakili kelompok masyarakat yang lebih kecil lagi karena wayang di daerah Surakarta dengan wayang di daerah Sunda memiliki perbedaan. Tokoh Cepot hanya terdapat di dalam wayang daerah Sunda. Di samping itu, fungsi wayang adalah sebagai hiburan dan media penyampaian nilai-nilai sosial. Tokoh Punakawan yang hanya terdapat di wayang Jawa juga merupakan salah satu fungsi folklor sebagai proyeksi dari keinginan masyarakat karena tokoh Punakawan sangat khas dengan masyarakat Jawa. Tokoh Semar yang digambarkan sebagai rakyat jelata sekaligus dewa dari segala dewa merupakan gambaran dari keinginan masyarakat Jawa yang mayoritas merupakan kalangan menengah ke bawah. Secara tidak langsung, masyarakat Jawa ingin menunjukkan bahwa rakyat jelata dapat mengalahkan penguasa mana pun. Inilah sedikit pengertian dan contoh yang dapat menjadi pembeda dalam tradisi lisan, sastra lisan dan folklor. Untuk dapat membedakan ketiganya lebih jauh, tentu dibutuhkan lebih banyak contoh dan sumber tertulis. Secara singkat, hal yang membedakan sastra lisan dari tradisi lisan adalah bahwa sastra lisan dilisankan dan proses kreatif dan pelisanannya dilihat oleh penontonnya, sedangkan folklor mencakup tidak hanya lisan, tetapi juga tulisan. Di dalam tradisi lisan terdapat sastra lisan. Mengenai apakah folklor juga termasuk di dalam tradisi lisan masih p

You might also like