You are on page 1of 28

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Sedangkan menurut WHO (1999) hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg pada orang-orang yang tidak memakai obat anti hipertensi. Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejalagejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul, gejala tersebut seringkali dianggap gangguan biasa, sehingga korbannya terlambat menyadari akan datangnya penyakit (Sustrani, 2006). Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul komplikasi, misalnya stroke (perdarahan otak), penyakit (Gunawan, 2001) Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia (Andra,2007). Diseluruh dunia, Proporsional Mortality Rate hipertensi adalah 13% atau sekitar 7,1 juta kematian. Hasil Penelitian WHO (2000) menunjukkan bahwa 62% kasus stroke dan 49% kasus serangan jantung disebabkan jantung koroner, dan gagal ginjal

hipertensi. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 diperoleh bahwa prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya umur. Pada kelompok umur 25 34 tahun sebesar 7% naik menjadi 16% pada kelompok umur 35 44 tahun dan pada kelompok umur 65 tahun atau lebih menjadi 29%. Diantara faktor-faktor yang belum diketahui secara pasti antara lain adalah gaya hidup (life style) dan psikososial. Mengkonsumsi garam berlebihan dapat meningkatkan curah darah jantung yang berakibat meningkatnya tekanan darah. Gaya hidup yang tidak sehat juga sangat berpengaruh, misalnya merokok, minum minuman beralkohol, rendahnya aktifitas fisik. Sistem psikososial juga berpengaruh bagi peranan peredaran darah dalam tubuh, yaitu sistem rennin-angiotensin yang sangat

berpengaruh pada tekanan darah sistemik. Untuk mencegah terjadinya hipertensi, dapat dilakukan dengan modifikasi pola hidup dengan mengurangi faktor resiko, meningkatkan kualitas gaya hidup sehat, olah raga secara teratur, diit rendah garam, tidak merokok, menghindari minuman beralkohol dan mengkontrol tekanan darah secara teratur. Berdasarkan data dari Puskesmas Melati II menunjukkan bahwa ISPA menduduki peringkat pertama dan hipertensi menduduki peringkat ke dua dari 10 besar penyakit pada tahun 2010. Dan diperoleh data dengan jumlah penderita hipertensi pada tahun 2009 tercatat 3585 orang sedangkan pada tahun 2010 tercatat 3165 orang. Meskipun angka kunjungan pasien

hipertensi menurun sedikit pada tahun 2010, tetap saja hipertensi masih menduduki peringkat kedua dari 10 besar penyakit di wilayah kerja Puskesmas mlati II Sleman Yogyakarta. Berdasarkan data di atas, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Melati II Sleman Yogyakarta.

1.2

RUMUSAN MASALAH Bagaimanakah karakteristik penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Melati II Sleman Yogyakarta?

1.3

TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui Karakteristik penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Melati II Sleman Yogyakarta 2. Sebagai syarat mengikuti ujian akhir stase Ilmu Kesehatan Masyarakat

1.4

MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Instansi Puskesmas Melati II Sleman Yogyakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi dalam upaya menanggulangi penyakit hipertensi di Puskesmas Melati II Sleman Yogyakarta 2. Bagi Pendidikan a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan pembelajaran yang berhubungan dengan penyakit hipertensi. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi perpustakaan untuk mengembangkan wawasan serta pengetahuan. 3. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Puskesmas Melati II Puskesmas Mlati II merupakan satu dari 25 Puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman Propinsi DIY, dan merupakan Puskesmas yang pertama kali mendapatkan Sertifikat ISO 9001; 2000 yaitu pada tanggal 20 bulan Oktober Tahun 2004. Puskesmas Mlati II selanjutnya telah dan melaksanakan Renewal I dengan sukses serta mendapatkan Sertifikat ISO 9001; 2000 kembali pada tanggal 20 bulan Oktober Tahun 2007. Dengan bukti telah terlaksananya dua kali pemberian Resertifikasi ISO 9001; 2000 dari SGS dan KAN yang merupakan Lembaga Sertifikasi Independen di Indonesia yang telah diakui secara International, maka Puskesmas Mlati II telah memenuhi standar pelayanan kesehatan secara International pula. Keberhasilan Puskesmas Mlati II mendapatkan Sertifikat ISO 9001; 2000 tersebut tidak lepas dari kerjasama yang sangat baik dari semua pihak yaitu dari Kepala Puskesmas, Koordinator Tata Usaha, Koordinator Pelayanan Klinis dan Koordinator Pelayanan Masyarakat dan Pemegang Program yang ada serta semua karyawan/karyawati Puskesmas Mlati II tanpa kecuali. Dengan keberhasilan yang telah dicapai tersebut maka konsekuensi yang sangat berat dan harus tetap dijaga secara terus menerus adalah mempertahankan mutu pelayanan sekaligus meningkatkan mutu pelayanan secara berkesinambungan. Terlepas dari hal tersebut diatas maka Puskesmas Mlati II sebagai Instansi Pemerintah yang menangani masalah kesehatan, sekaligus sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan di masyarakat maka Puskesmas Mlati II dalam melaksanakan kegiatannya harus selalu bertolak dari program yang telah dicanangkan oleh pemerintah yaitu baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah

Daerah/Kabupaten.

Visi Indonesia Sehat 2010 adalah menciptakan perilaku masyarakat Indonesia yang mempunyai perilaku dan lingkungan yang sehat antara lain: masyarakat proaktif dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan terciptanya lingkungan sehat yang meliputi: bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan. Visi Yogyakarta Sehat 2005 adalah menciptakan masyarakat Yogyakarta yang mempunyai perilaku sehat dan mempertahankan kesehatan secara mandiri. Berbagai program kesehatan dilaksanakan dengan tujuan akhir seluruh masyarakat dapat melakukan upaya mempertahankan dan

meningkatkan derajat kesehatan secara mandiri. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan merupakan sarana sekaligus wadah dari berbagai program aplikatif tersebut. Telah terjadi perubahan pada program Puskesmas, dari 18 program lama menjadi 6 program baru (Basic Six). Dengan program baru tersebut Puskesmas mempunyai kewenangan untuk berimprovisasi sesuai dengan kemampuan dan karakteristik wilayah binaannya. Akan tetapi program baru ini tidak membawa banyak perubahan dalam pendekatannya. Model-model pendekatan yang dipakai hanya dengan sedikit penyesuaian, sehingga masih relevan dan efektif. Sejalan dengan Visi Indonesia Sehat 2010 dan Visi Yogyakarta Sehat 2005 tersebut, maka Puskesmas Mlati II selalu dan akan terus berusaha untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat dengan berusaha menambah poli pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan tetap berpegang pada Basic Six yang telah dicanangkan untuk Puskesmas oleh pemerintah.

2.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Mlati II merupakan bagian dari sejarah lokal yang merupakan bangunan rumah sakit pertama di kecamatan Mlati yang pada masa pembangunannya merupakan Rumah Sakit Kolonial. Dibangun kira-kira pada tahun 1930 yang merupakan rumah sakit pertama di Cebongan yang berada di lingkungan perkebunan tebu dan pabrik gula, sehinggga berdasarkan kriteria usia sudah termasuk benda Cagar Budaya. Arsitektur bergaya kolonial, kondisi saat ini masih cukup dominan meskipun sudah mengalami beberapa perubahan. Puskesmas Mlati II berada di wilayah dusun Cabakan, Kelurahan Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Puskesmas ini terletak di tepi jalan raya sehingga mudah dijangkau masyarakat. Jarak ke ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 11 km, sedangkan ke ibu kota Kabupaten Sleman 6 km. Batas Wilayah Kerja Puskesmas Melati II: 1. 2. 3. 4. Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat : Desa Tridadi, Kecamatan Sleman. : Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati. : Desa Sidomoyo, Kecamatan Godean. : Desa Margomulyo, Kecamatan Seyegan.

Dari batas-batas wilayah tersebut diatas maka Puskesmas Mlati II membawahi tiga (3) desa wilayah kerja yaitu: 1. 2. 3. Desa Tirtoadi Desa Sumberadi, dan Desa Tlogoadi

Dengan total luas wilayah ke tiga desa tersebut adalah 1.681 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat di peta wilayah Kecamatan Mlati-Sleman di bawah ini.

Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Mlati Sleman.

2.1.2 Keadaan Geografis Keadaan geografis dari masing-masing desa di wilayah kerja Puskesmas Mlati II dapat kita lihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Kondisi Geografis Menurut Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati II Tahun 2009. Tinggi Tempat dari Permukaan Air Laut 150 135 135 Curah Hujan rata-rata pertahun 2526 2160 1817

Desa

Rata-Rata Suhu (Derajat) 32 27 30

Tirtoadi Sumberadi Tlogoadi 2.1.3 Geomorfologi

Bentuk wilayah kerja Puskesmas Mlati II adalah: dataran, dataran sampai dataran berombak, dengan ketinggian rata-rata tanah 250 mm di atas permukaan laut.

2.1.4 Karakteristik Sosiokultural Jumlah total penduduk Kecamatan Mlati tahun 2009 yang terdiri dari 5 desa yaitu: (1) Tirtoadi (2) Sumberadi (3) Tlogoadi (4) Sendangadi (5) Sinduadi adalah 78.602 jiwa. Untuk jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Mlati II yang hanya terdiri dari tiga desa yaitu: (1) Tirtoadi (2) Sumberadi (3) Tlogoadi tahun 2009 adalah 33.598 jiwa dengan perincian pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati II Tahun 2009. No 1 2 3 Desa Tirtoadi Sumberadi Tlogoadi Jumlah Laki-laki 14509 6457 5544 26510 Wanita 4679 6675 5734 17088 Jumlah 9188 13132 11278 33598

Tabel 3. Populasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati II Tahun 2009. No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Jiwa Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 0-6 7 -12 13 - 18 19 - 24 25 - 55 56 - 79 Lebih dari 80 Jumlah 3059 5256 6034 4042 6127 6039 3041 33598 9,10 15,64 17,95 12,03 18,23 17,97 9,05 100

Tabel 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati II Tahun 2009. No Jenis Pendidikan Tirtoadi Sumberadi Tlogoadi Jumlah 1 2 3 Belum sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat akademi Tamat PT Jumlah 622 293 2557 954 388 2768 861 408 3144 2437 1089 8469

2523

2902

2840

8265

5 6 7

2799 169 227 9190

5463 328 329 13132

3486 294 245 11278

11746 791 801 33598

Tabel 5. Distribusi Berdasarkan Mata Pencaharian Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati II Tahun 2009. No Jenis Mata Pencaharian Tirtoadi Sumberadi Tlogoadi Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Petani Sawah Petani Perkebunan Peternakan Perikanan Industri Besar-Sedang Industri Kecil Bangunan Pedagang Angkutan PNS TNI Pensiunan 1119 170 1001 35 4 188 137 153 13 253 46 156 1374 161 974 112 16 197 123 190 9 441 52 207 1530 168 1110 64 4 198 220 261 25 275 43 99 4023 499 3085 211 24 583 480 604 56 939 414 462

2.2 Hipertensi 2.2.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani, 2006). Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten di mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90

mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

2.2.2 Etiologi Corwin (2000), menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan

hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi (Astawan, 2002). Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Amir, 2002). Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan

penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut

peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload

berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Hayens, 2003). Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada: a. Elastisitas dinding aorta menurun. b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku. c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi. e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

2.2.3 Jenis Hipertensi Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih sering dijumpai terkait dengan penyakit lain, misalnya obesitas, dan diabetes melitus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (Gunawan, 2001). Sebanyak 90-95 % kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar menunjuk stress sebagai tuduhan utama, setelah itu banyak faktor lain yang mempengaruhi, dan para pakar juga menemukan

hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini. Faktor-faktor lain yang dapat dimasukkan dalam daftar penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan, dan faktor yang meningkatkan resikonya seperti obesitas, konsumsi alkohol, dan merokok. b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain (Gunawan, 2001). Pada 5-10 % kasus sisanya, penyebab spesifiknya sudah diketahui, yaitu gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh darah atau berhubungan dengan kehamilan. Garam dapur akan memperburuk hipertensi, tapi bukan faktor penyebab.

2.2.4 Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula

adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer

bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Rohaendi, 2008).

2.2.5 Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi hipertensi menurut WHO (World Health Organization) dalam Rohaendi (2008): 1) Tekanan darah normal, yakni tekanan sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastoliknya kurang atau sama dengan 90 mmHg. 2) Tekanan darah borderline (perbatasan), yakni tekanan sistolik 140159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-94 mmHg.

3) Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni sistolik 1ebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih besar atau sama dengan 95 mmHg. Menurut Salma Elsanti (2009), klasifikasi penyakit hipertensi terdiri dari: Tekanan sistolik: 1) < 119 mmHg: normal 2) 120-139 mmHg: pre hipertensi 3) 140-159 mmHg: hipertensi derajat 1 4) > 160 mmHg: hipertensi derajat 2 Tekanan diastolik: 1) < 79 mmHg: normal 2) 80-89 mmHg: pre hipertensi 3) 90-99 mmHg: hipertensi derajat 1 4) >100mmHg: hipertensi derajat 2 Stadium 1: Hipertensi ringan (140-159 mmHg 90-99 mmHg). Stadium 2: Hipertensi sedang (160-179 mmHg 100-109 mmHg). Stadium 3: Hipertensi berat (180-209 mmHg 110-119 mmHg).

2.2.6 Gejala Hipertensi Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain yaitu: a. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala. b. Sering gelisah. c. Wajah merah. d. Tengkuk terasa pegal. e. Mudah marah. f. Telinga berdengung. g. Sukar tidur. h. Sesak napas.

i. Rasa berat ditengkuk. j. Mudah lelah. k. Mata berkunang-kunang. l. Mimisan (keluar darah dari hidung).

2.2.7 Faktor resiko yang mempengaruhi Hipertensi Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain: a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol: 1) Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5% (Anggraini dkk, 2009). Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah

wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani, 2007). 2) Umur Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009), mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % di atas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi. 3) Keturunan (Genetik) Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar

sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007). Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua anda ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka anda akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka peluang anda untuk terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol: 1) Obesitas Pada usia pertengahan ( 50 tahun) dan dewasa lanjut asupan kalori sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, dan hipertensi (Rohendi, 2008). Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas atau tidak, dapat dilakukan dengan mengukur berat badan dengan tinggi badan, yang kemudian disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

IMT = Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (M) kuadrat IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. Obesitas beresiko terhadap munculnya berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut obesitas apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI untuk orang Indonesia adalah 25. BMI memberikan gambaran tentang resiko kesehatan yang berhubungan dengan berat badan. Marliani juga mengemukakan bahwa penderita hipertensi sebagian besar mempunyai berat badan berlebih, tetapi tidak menutup kemungkinan orang yang berat badanya normal (tidak obesitas) dapat menderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan berat badannya normal. (Marliani,2007). 2) Kurang olahraga Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan

penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak

arteri. Latihan fisik berupa berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung atau masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak

menggunakan beban waktu jalan. Riset di Oregon Health Science kelompok laki-laki dengan wanita yang kurang aktivitas fisik dengan kelompok yang beraktifitas fisik dapat menurunkan sekitar 6,5% kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) faktor penting penyebab pergeseran arteri (Rohaendi, 2008). 3) Kebiasaan Merokok Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Womens Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007). 4) Mengkonsumsi garam berlebih Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) per hari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan

intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. (Wolff, 2008). 5) Minum alkohol Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007). 6) Minum kopi Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75-200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg. 7) Pil KB Risiko meninggi dengan lamanya pemakaian ( 12 tahun berturut-turut). 8) Stres Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stres yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini dkk, (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

2.2.8 Komplikasi Hipertensi Menurut Sustrani (2006), membiarkan hipertensi membiarkan jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi

meningkatkan resiko penyakit jantung dua kali dan meningkatkan resiko stroke delapan kali dibanding dengan orang yang tidak mengalami hipertensi. Selain itu hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada ginjal dan kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi dapat mengecilkan volume otak, sehingga

mengakibatkan penurunan fungsi kognitif dan intelektual. Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak. a. Penyakit jantung koroner dan arteri. Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini. b. Payah jantung. Payah jantung (Congestive Heart Failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau system listrik jantung. c. Stroke. Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah menyempit.

d. Kerusakan ginjal. Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru. e. Kerusakan penglihatan. Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.

2.2.9 Pencegahan Hipertensi Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik (Stop High Blood Pressure), antara lain menurut (Gunawan, 2001) dengan cara sebagai berikut: a. Mengurangi konsumsi garam. Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 gram garam dapur untuk diet setiap hari. b. Menghindari kegemukan (obesitas). Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (BB) normal atau tidak berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih 10% dari berat badan normal. c. Membatasi konsumsi lemak. Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan menggangu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah hipertensi. d. Olahraga teratur.

Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan endapan kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi. e. Makan banyak buah dan sayuran segar. Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah. f. Tidak merokok dan minum alkohol. g. Latihan relaksasi atau meditasi. Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stresatau ketegangan jiwa. Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan otot tubuh sambil membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan menyenangkan. Relaksasi dapat pula dilakukan dengan mendengarkan musik, atau bernyanyi. h. Berusaha membina hidup yang positif. Dalam kehidupan dunia modern yang penuh dengan

persaingan, tuntutan atau tantangan yang menumpuk menjadi tekanan atau beban stres (ketegangan) bagi setiap orang. Jika tekanan stres terlampau besar sehingga melampaui daya tahan individu, akan menimbulkan sakit kepala, suka marah, tidak bisa tidur, ataupun timbul hipertensi. Agar terhindar dari efek negatif tersebut, orang harus berusaha membina hidup yang positif. Beberapa cara untuk membina hidup yang positif adalah sebagai berikut: 1) 2) Mengeluarkan isi hati dan memecahkan masalah. Membuat jadwal kerja, menyediakan waktu istirahat atau waktu untuk kegiatan santai.

3)

Menyelesaikan satu tugas pada satu saat saja, biarkan orang lain menyelesaikan bagiannya.

4) 5) 6)

Sekali-sekali mengalah, belajar berdamai. Cobalah menolong orang lain. Menghilangkan perasaan iri dan dengki.

2.3 Kerangka Konsep Karakteristik: 1. Sosiodemografi - Umur - Jenis kelamin - Pendidikan - Status perkawinan - Penghasilan 2. Keluhan Utama 3. Derajat Hipertensi 4. Status Komplikasi Faktor Resiko

Tekanan Darah Orang dengan Hipertensi

Faktor yang tidak dapat dikontrol: 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Genetik (Keturunan) Faktor yang dapat dikontrol: 1. Berat Badan 2. Kurang Olahraga 3. Merokok 4. Konsumsi garam berlebih 5. Minum Kopi 6. Stres

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.

PENETAPAN PRIORITAS MASALAH Matriks ISPA I P 5 RI 5 4 3 2 1 S 2 5 3 1 4 SB 2 3 5 1 4 DU 1 5 3 2 4 PB 2 4 3 1 5 PC 2 5 3 1 4 T 3 5 2 1 4 R 2 4 5 1 3 Jml 114 600 230 10 276

Hipertensi 4 Diare Dispepsia DM 3 2 1

Berdasarkan penetapan prioritas masalah diatas, maka diputuskan untuk dilakukan penelitian terhadap masalah Hipertensi. Hipertensi merupakan masalah yang terbanyak kedua setelah ISPA pada wilayah Puskesmas Melati II dan setiap bulan kejadian hipertensi semakin bertambah.

3.2.

DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan desain deskriptif observasional dengan survey menggunakan instrumen kuesioner di wilayah Puskesmas Melati II Kabupaten Sleman Yogyakarta

3.3.

POPULASI PENELITIAN 1. Populasi Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah diterapkan.. Populasi dalam penelitian ini adalah orang dengan hipertensi yang datang ke balai pengobatan Puskesmas Melati II, Puskesmas Pembantu , dan Posyandu lansia diwilayah kerja Puekesmas Melati II. Sampel mempunyai kriteria sebagai berikut:

1.

Inklusi Laki-laki dan perempuan Memiliki Tekanan darah diatas 140/90 mmHg terkontrol atau yang terkontrol yang tidak

2.

Eksklusi Memiliki tekanan darah < 140/90 mmHg. Tidak memiliki riwayat hipertensi.

2. Sampel Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah orang dengan hipertensi yang berjumlah 35 responden dengan teknik pengambilan purposive sampling.

3.4.

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Melati II, Sleman, Yogyakarta dan dilaksanakan pada tanggal 24 - 31 Januari 2012.

3.5.

INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai karakteristik penderita hipertensi yang meliputi sosiodemografi, pengetahuan, sikap atau perilaku. Data diperoleh dengan cara memberikan koesioner yang diisi oleh penderita hipertensi. Jawaban dari responden diisi pada bagian yang sudah tersedia. Jenis kuesioner adalah pertanyaan tertutup dan terbuka yaitu pada beberapa pertanyaan sudah tersedia jawaban sehingga responden mudah untuk memilih jawaban yang dianggap benar (Arikunto, 2000).

3.6.

METODE PENGAMBILAN DATA Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti melakukan sendiri pengumpulan data, sebelumnya disamakan persepsi antar anggota peneliti, setelah itu baru antar anggota peneliti

melakukan pengumpulan data melalui kuesioner yang berisi pertanyaan. Kuesioner diisi oleh responden yang dibantu oleh peneliti. Setelah data sudah didapatkan sesuai jumlah sampel yang telah ditentukan, kemudian data di analisis untuk mendapatkan hasilnya.

You might also like