You are on page 1of 47

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan kajian penelitian yang relevan dan telah

dilakukan sebelumnya. 1. Julius Sukma, dengan topik Evaluasi Penentuan Tarif Sewa Kamar Hotel ZamZam Kendari.Dengan menggunakan analisis deskriptif menunjukkan bahwa harga sewa kamar yang ditetapkan oleh manajemen hotel Zam-Zam Kendari berbeda jauh dengan hasil perhitungan harga pokok yang sesungguhnya. Harga jual yang diterapkan oleh manajemen hotel Zam-Zam Kendari untuk VIP A sebesar Rp.140.000, VIP B sebesar Rp.130.000 dan kamar standard sebesar Rp.120.000. Dari hasil perhitungan harga pokok sesungguhnya dengan menggunakan metode Mark-Up diperoleh harga sewa kamar VIP A adalah Rp,81.500, kamar VIP B sebesar Rp.80.362,95 dan untuk kamar standard sebesar Rp.74.823,33. Perbedaan ini disebabkan karena penentuan harga sewa kamar yang dilakukan oleh manajemen hotel Zam-Zam Kendari dengan cara spekulasi sehingga masih ada unsur biaya yang dibebankan tetapi tidak dimasukkan ke dalam perhintungan harga sewa kamar. 2. Fitrawati dengan topik Analisis Penentuan Tarif Jasa Kamar pada Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Provinsi Sulawesi Tenggara. Dengan menggunakan analisis deskriptif menunjukkan bahwa hasil perhitungan harga pokok sesungguhnya dengan menggunakan metode full costing, maka tarif 7

kamar untuk kelas peperawatan VIP adalah Rp.222.242,50, untuk kelas perawatan 1 adalah Rp. 106.712,80, untuk kelas perawatan 2 sebesar Rp.129.760,76 dan untuk kelas perawatan 3 sebesar Rp.116.432,12. Perbedaan ini disebabkan karena penentuan tarif kamar yang dilakukan pihak manajemen RSIA Permata Bunda Sultra adalah spekulasi atau berdasarkan perkiraan sehingga ada unsur biaya yang tidak dimasukkan ke dalam perhitungan tarif. 3. Yosep Andika Wahyu Chrisetiyanto dengan topik Evaluasi Penerapan Penentuan Tarif Jasa Sewa Kamar Hotel Dengan Metode Cost Plus Pricing Pada Hotel Sahid Jaya Solo. Dengan menggunakan analisis deskriptif berganda menunjukkan bahwa oersentase kamar terjual paling tinggi yaitu pada tipe kamar Superior sebesar 18.69%, Deluxe sebesar 15.97%, Executive Suite sebesar 5.52% dan pada Presidential Suite sebesar 1.11%. Pada perhitungan dengan menggunakan metode variable costing ditemukan selisih lebih, antara tarif usulan dengan tarif hotel sesungguhnya yang dapat dilihat sebagai berikut : Superior Room Rp 246.089, Deluxe Room Rp 344.432, Executive Suite Room Rp 487.244, Presidential Suite Room Rp 1.934.805. Sehingga mempunyai kemungkinan untuk memenangkan persaingan karena harga dapat diturunkan. Pada perhitungan perhitungan tarif surplus dari kedua metode yang digunakan, metode full costing yang mempunyai tarif surplus yang paling banyak dapat dilihat sebagai berikut : Superior Room Rp 233.634, Deluxe Room Rp 325.648, Executive Suite Room Rp 457.034, Presidential Suite Room Rp1.786.406. Sedangkan apabila menggunakan metode variable costing hanya mempunyai tarif surplus sebagai berikut : Superior Room Rp. 83.791, Deluxe Room

Rp.117.337, Executive Suite Room Rp 165.910, Presidential Suite Room Rp.648.514. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menelitian tentang penentuan harga jasa kamar. Perbedaan dalam penelitian ini adalah obyek penelitian dan permasalahan yang akan dicapai dari masing-masing penelitian. Pada penelitian yang terdahulu yang pertama lebih fokus pada penentuan sewa kamar untuk menginap atau bermalam, sedangkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fitrawati bertujuan untuk menentukan harga kamar untuk memperoleh perawatan. Sementara pada penelitian ini tujuan akan dicapai adalah penentian harga jual jasa kamar hotel.

2.2.

Klasifikasi Biaya
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang,

yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Seringkali istilah biaya digunakan sebagai sinonim dari beban. Tetapi beban dapat didefinisikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau jasa, yang kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba.

Dalam menjalankan aktifitasnya, suatu perusahaan akan mengeluarkan berbagai jenis biaya diantaranya adalah biaya bahan, upah langsung dan biaya overhead dimana ketiga biaya ini disebut biaya produksi. Biaya lainnya untuk kelancaran penjualan atau pemasaran dan administrasi biaya operasional. Biaya dapat diartikan sebagai biaya perolehan, harga pokok atau juga dapat diartikan sebagai semua pengorbanan mulai dari bahan baku kemudian barang dalam proses

10

sampai barang tersebut bisa dijual. Pengertian biaya ini akan kabur bila dibandingkan dengan ongkos (expense), dimana kedua pengertian ini sering digunakan secara rancu. Menurut Nafarin (2000:76) Biaya operasional adalah biaya usaha pokok perusahaan selain harga pokok penjualan. Biaya usaha terdiri dari biaya penjualan, biaya administrasi dan umum. Menurut Erlina (2002:1) biaya adalah keseluruhan pengorbanan ekonomis yang dikeluarkan untuk memperoleh atau menghasilkan barang dan jasa sedangkan pengertian ongkos (expense) merupakan keseluruhan pengorbanan yang diperlukan atau dikeluarkan untuk merealisasi hasil, diluar menghasilkan barang dan jasa atau proses produksi. Beban ini dikaitkan dengan revenue pada periode yang berjalan. Jadi sebagai kesimpulan penulis mengambil pengertian yang menyebutkan bahwa menurut Warren, Reeve dan Fess (2005:45) Ongkos (expense) adalah jumlah aktiva yang terpakai atau jasa yang digunakan dalam proses menghasilkan pendapatan sedangkan biaya adalah pengeluaran kas (komitmen membayar kas dimana depan) dengan tujuan menghasilkan pendapatan. Jumlah yang terpakai itu maksudnya adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh penghasilan selain dari biaya untuk memperoleh barang dan jasa (produksi), misalnya: biaya penjualan, biaya gaji dan penyusutan. Penggolongan biaya dapat dibedakan atas berdasarkan item, tingkah laku, hubungannya dengan produksi, periode akuntansi, biaya untuk perencanaan dan pengawasan, dan pengambilan keputusan. 1. Berdasarkan item, biaya ini dibedakan atas dua, yaitu:

11

a. Manufacturing Cost (Biaya Pabrikasi) b. Commercial Expenses (Biaya Operasional) 2. Berdasarkan tingkah lakunya, biaya ini dibedakan atas dua yaitu: a. Variabel Cost (Biaya Variabel) b. Fixed Cost (Biaya Tetap) 3. Berdasarkan hubungannya dengan produksi, biaya ini dibedakan atas: a. Direct Material Cost b. Direct Labour Cost c. Overhead 4. Berdasarkan periode akuntansi, biaya ini dibedakan atas dua, yaitu a. Capital Expenditure b. Revenue Expenditure 5. Berdasarkan biaya untuk perencanaan dan pengawasan, yang dibedakan atas: a. Standart Cost b. Historical Cost 6. Berdasarkan pengambilan keputusan, terbagi atas: a. Marginal Cost b. Opportunity Cost c. Relevant Cost Dalam hal ini yang dibatasi hanyalah klasifikasi biaya berdasarkan itemnya supaya ruang lingkupnya dapat dibatasi. Berdasarkan itemnya biaya terbagi atas Manufacturing cost dan Commercial expense. Manufacturing cost (Biaya

12

Pabrikasi) adalah keseluruhan biaya yang bertujuan untuk merubah bahan baku menjadi barang jadi. Biaya disini terbagi atas 3 jenis yaitu: a. Direct Material Cost b. Direct Labour Cost c. Overhead Biaya operasional digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu biaya penjualan dan biaya umum. Adapun jenis-jenis dari masing-masing biaya tersebut adalah sebagai berikut: 1. Biaya Penjualan Termasuk dalam kelompok biaya penjualan adalah: a. Gaji karyawan penjualan b. Biaya pemeliharaan bagian penjualan c. Biaya perbaikan biaya penjualan d. Biaya penyusutan peralatan bagian penjualan e. Biaya penyusutan gedung bagian penjualan f. Biaya listrik bagian penjualan g. Biaya telepon bagian penjualan h. Biaya asuransi bagian penjualan i. Biaya perlengkapan bagian penjualan j. Biaya iklan k. Biaya lain-lain 2. Biaya administrasi dan umum Termasuk dalam kelompok biaya administrasi dan umum adalah:

13

a. Gaji karyawan kantor b. Biaya pemeliharaan kantor c. Biaya perbaikan kantor d. Biaya penyusutan peralatan kantor e. Biaya penyusutan gedung kantor f. Biaya listrik kantor g. Biaya telepon kantor h. Biaya asuransi kantor i. Biaya perlengkapan kantor j. Biaya lain-lain Supriono (2000:34) mengelompokkan biaya operasional ke dalam biaya

pemasaran dan biaya administrasi: (1) Biaya pemasaran adalah meliputi semua biaya dalam rangka menyelenggarakan kegiatan pemasaran (2) Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang terjadi dan berhubungan dengan fungsi administrasi dan umum. Biaya pemasaran ini meliputi semua biaya yang terjadi untuk mencari atau menimbulkan pesanan dari pembeli kepada perusahaan, terdiri atas : a) biaya promosi iklan; b) biaya penjualan meliputi: gaji penjual, komisi, bonus, biaya perjalanan dinas, gaji kantor penjualan, perlengkapan kantor penjualan, biaya telepon penjualan, dan lain-lain; c) Biaya untuk memenuhi atau melayani pesanan yaitu semua biaya yang terjadi dalam rangka memenuhi pesanan atau melayani pesanan yang diterima dari pembel; d) Gaji dan upah, meliputi: gaji, insentif dan bonus, premi, lembur pajak pendapatan, upah borongan dan lain-lain; e) Kesejahteraan karyawan meliputi: perobatan karyawan, rekreasi olahraga, dan

14

lain-lain; f) Biaya reperasi dan pemeliharaan meliputi dan pemeliharaan untuk kendaraan bermotor, taman dan halaman kantor, bangunan kantor, dan lain-lain; g)Biaya penyusutan aktiva tetap meliputi biaya penyusutan untuk kendaraan kantor, bangunan kantor dan lain-lain; dan h) Biaya administrasi dan umum lainnya seperti: biaya cetak, alat tulis, perlengkapan kantor, biaya listrik dan air, biaya telepon dan fax kantor dan lain-lain.
Klasifikasi biaya sangat penting guna membuat ikhtisar yang berarti atas data biaya. Menurut Usry (2006:40), klasifikasi yang paling umum digunakan didasarkan pada hubungan antara biaya dengan berikut ini: 1) Produk Dalam lingkungan manufaktur, total biaya operasi terdiri dari dua elemen yaitu: a) Biaya Manufaktur. Biaya manufaktur disebut juga biaya produksi atau biaya pabrik yang didefinisikan sebagai jumlah dari tiga elemen biaya: bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung, keduanya disebut sebagai biaya utama. Tenaga kerja langsung dan overhead pabrik, keduanya disebut biaya konversi. b) Beban Komersial Beban komersial terdiri atas dua klasifikasi besar yaitu beban pemasaran dan beban administratif. Beban pemasaran mulai dari titik di mana biaya manufaktur berakhir, yaitu ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam kondisi siap dijual. Beban pemasaran termasuk beban promosi,

15

beban penjualan dan pengiriman. Beban administratif termasuk beban yang terjadi dalam mengarahkan dan mengendalikan organisasi. 2) Volume produksi Berdasarkan volume produksi, biaya terdiri sebagai berikut: a) Biaya Variabel Jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan. Biaya variabel biasanya memasukkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead yang diklasifikasikan sebagai biaya variabel adalah perlengkapan, biaya penerimaan, peralatan kecil dan lain-lain. b) Biaya Tetap Biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan. Biaya overhead yang diklasifikasikan sebagai biaya tetap adalah gaji eksekutif produksi, depresiasi, pajak properti dan lain-lain. c) Biaya Semivariabel Beberapa jenis biaya memiliki elemen biaya tetap dan biaya variabel yang disebut dengan biaya semivariabel. Misalnya, biaya listrik biasanya adalah biaya semivariabel. Berikut ini adalah contoh-contoh lain dari biaya overhead semivariabel yaitu inspeksi, jasa departemen biaya, jasa departemen penggajian, jasa kantor pabrik, asuransi kompensasi dan pajak penghasilan. 3) Departemen, proses, pusat biaya atau subsidi lain dari manufaktur Suatu bisnis dapat dibagi menjadi segmen-segmen yang memiliki berbagai nama. Pembagian pabrik menjadi departemen, proses-proses, unit kerja, pusat biaya, atau kelompok biaya juga berfungsi sebagai dasar untuk mengklasifikasikan

16

dan mengakumulasikan biaya dan membebankan tanggung jawab untuk pengendalian biaya. a) Biaya langsung departemen Biaya langsung departemen adalah biaya yang dapat ditelusuri ke suatu departemen di mana biaya tersebut berasal. Contohnya gaji dari supervisor departemen. b) Biaya tidak langsung departemen Biaya tidak langsung departemen adalah biaya yang digunakan bersama oleh beberapa departemen yang memperoleh manfaat dari biaya tersebut. Contohnya sewa gedung dan biaya penyusutan gedung. 4) Periode akuntansi Berdasarkan hubungannya dengan periode akuntansi maka biaya dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: a) Pengeluaran Modal Suatu pengeluaran modal ditujukan untuk memberikan manfaat di masa depan dan dilaporkan sebagai aktiva. b) Pengeluaran Pendapatan Pengeluaran pendapatan memberikan manfaat untuk periode sekarang dan dilaporkan sebagai beban. 5) Suatu keputusan, tindakan atau evaluasi Ketika suatu pilihan harus dibuat di antara tindakan-tindakan atau alternatifalternatif yang mungkin dilakukan, adalah penting untuk mengidentifikasikan biaya. Untuk tujuan pengambilan keputusan oleh manajemen data biaya dikelompokkan menjadi:

17

a) Biaya Relevan Biaya relevan adalah biaya yang mempengaruhi pengambilan keputusan, oleh karena itu biaya tersebut harus diperhitungkan di dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dapat berupa pilihan pemilihan dua alternative atau pemilihan lebih dari dua alternatif. b) Biaya Tidak Relevan Biaya tidak relevan adalah biaya yang tidak mempengaruhi pengambilan keputusan, oleh karena itu biaya ini tidak perlu diperhitungkan atau dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan.

2.3

Konsep Harga Jual Harga jual diartikan sebagai tarif namun secara tegas perlu dijelaskan bahwa

tarif adalahharga satuan jasa. Maksudnya untuk menggunakan jasa tertentu sering digunakan satuan tarif bukan satuan harga sehingga harga yang ditetapkan untuk penggunaan jasa tertentu dikenal sebagai tarif. Oleh karen itu, tarif merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk memperoleh jasa penting atau mendasarkan untuk memenuhi kebutuhan seperti tarif air. Tarif angkutan, tarif kamar, tarif pertunjukkan, tarif makanana dan tarif kontribusi. Swastha (2004:7) mengemukakan bahwa harga adalah sejumlah uang yang ditetapkan untuk menggunakan pelayanan jasa yang disediakan sesuai dengan nilai yang dibayarkan. Bagi perusahaan, tarif yang tepat mendatangkan keuntungan yang diharapkan bagi perusahaan, baik untuk jangka waktu pendek maupun untuk jangka waktu panjang, sehingga perusahaan yang akan timbul dan harus ditangani oleh manajemen perusahaan dengan baik adalah bagaimana menetapkan harga satuan

18

jasa yang tepat, yang nantinya dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan kepuasan bagi konsumen atas penetapan tarif tersebut.
Harga jual adalah sejumlah kompensasi (uang ataupun barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa. Perusahaan selalu menetapkan harga produknya dengan harapan produk tersebut laku terjual dan boleh memperoleh laba yang maksimal. Hansen dan Mowen (2005:633)

mendefinisikan harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan. Menurut Mulyadi (2003:78) pada prinsipnya harga jual harus dapat menutupi biaya penuh ditambah dengan laba yang wajar. Harga jual sama dengan biaya produksi ditambah mark-up. Harga jual adalah sejumlah kompensasi (uang ataupun barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa. Perusahaan selalu menetapkan harga produknya dengan harapan produk tersebut laku terjual dan boleh memperoleh laba yang maksimal. Hansen dan Mowen (2005:633)

mendefinisikan harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan. Menurut Mulyadi (2003:78) pada prinsipnya harga jual harus dapat menutupi biaya penuh ditambah dengan laba yang wajar. Harga jual sama dengan biaya produksi ditambah mark-up. 2.4 Sasaran Penetapan Harga Jual Para pemasar berusaha untuk mencapai sasaran tertentu melalui komponenkomponen penetapan harga. Beberapa perusahaan mencoba untuk meningkatkan keuntungan dengan menetapkan harga rendah untuk menarik bisnis baru. Menurut

19

Boone dan Kurtz (2002:70) ada empat kategori dasar atau sasaran penetapan haga, yaitu: 1) profitabilitas, 2) volume, 3) tingkat kompetisi, dan 4) pretise. 1) Sasaran profitabilitas Sebagian besar perusahaan mengejar sejumlah sasaran profitabilitas dalam strategi penetapan harganya. Para pemasar mengerti bahwa laba diperoleh dari selisih pendapatan dan beban. Dan juga pendapatan merupakan harga jual dikalikan dengan jumlah yang terjual. Berbagai teori ekonomi mendasari prinsip maksimalisasi keuntungan (profit maximization). Akan tetapi pada kenyatannya prinsip ini masih sulit diterapkan. Maka banyak perusahaan beralih pada sasaran profitabilitas yang lebih sederhana, yaitu Target Return Goal, dimana perusahaan menetapkan harga dengan tingkat profitabilitas yang diinginkan sebagai pengembalian finansial atas penjualan ataupun investasi. 2) Sasaran volume Pendekatan yang lain dalam strategi penetapan harga disebut maksimalisasi penjualan (sales maximization), para manajer menetapkan tingkat minimum profitabilitas yang dapat diterima dan kemudian menetapkan harga yang akan mengahasilkan volume penjualan tertinggi tanpa menyebabkan laba turun di bawah level itu. Strategi ini memandang ekspansi penjualan sebagai suatu prioritas yang lebih penting bagi posisi persaingan jangka panjang perusahaan daripada laba jangka pendek. 3) Tingkat Kompetisi Sasaran penetapan harga ini hanyalah untuk menyamakan harga dengan pesaing. Jadi perusahaan berusaha untuk menghindari perang harga dengan tidak menekankan elemen harga dari bauran pemasaran dan memfokuskan usaha

20

persaingannya pada variabel selain harga seperti menambah nilai, meningkatkan kualitas, mendidik konsumen, dan menciptakan hubungan. Sasaran Prestise. Pengaruh harga pada prestise membuat sebuah harga menjadi relatif tinggi untuk mengembangkan dan menjaga sebuah citra dari kualitas dan eksklusivitas. Para pemasar menetapkan sasaran tersebut karena mereka mengakui

peran harga dalam mengkomunikasikan citra suatu perusahaan dan produkproduknya. Perusahaan jasa dalam mencapai sasarannya menggunakan metode penetapan harga pokok yang dilakukannya, manajemen perusahaan jasa menerapkan rumus harga pokok penjualan: HPP = Barang yang tersedia untuk dijual persediaan akhir Keterangan : Jasa yang dijual = Biaya total + laba yang diinginkan. Pembelian bersih fasilitas hotel = Pembelian + biaya angkut pembelian retur pembelian potongan pembelian. Atau Barang yang tersedia untuk dijual = Persediaan awal + pembelian + beban angkut Pembelian retur pembelian potongan pembelian. Persediaan akhir yang tersedia (dikuasai) pada akhir periode akuntansi. Untuk menghitung Harga Pokok Penjualan. Perhatikan bagan di bawah ini.

21

2.5. Pengertian Laporan Laba Rugi Hotel Laporan laba rugi adalah laporan yang menyajikan sumber pendapatan dan beban suatu hotel selama periode akuntansi. Untuk Menghitung laba rugi adalah: Laba bersih = laba kotor beban usaha. 1. Beban usaha dalam perusahaan jasa 2. Beban penjualan jasa ialah biaya yang langsung dengan penjualan jasa 3. Beban administrasi/umum ialah biaya-biaya yang tidak langsung dengan penjualan jasa. Untuk menghitung laba kotor adalah: Laba kotor = penjualan bersih harga pokok penjualan. Sedangkan untuk menghitung penjualan bersih adalah : Penjualan bersih = penjualan retur penjualan dan pengurangan harga potongan penjualan. Berkembang pesatnya kegiatan industri pariwisata pada umumnya dan kegiatan dunia usaha pada khususnya, berdampak positif terhadap perkembangan industri perhotelan. Maraknya industri perhotelan ini tidak dapat dipungkiri telah membawa konsekuensi terjadinya persaingan yang ketat diantara hotel yang ada.

22

Berbagai strategi dapat dipilih dan diterapkan oleh para pengelola hotel agar mampu bersaing dan terus berkembang sejalan dengan tuntutan konsumen. Memahami kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang dihadapi merupakan satu langkah strategis yang perlu senantiasa dilakukan. Analisis Laporan Keuangan merupakan satu langkah yang sangat berguna untuk membantu para pengelola hotel di dalam memahami kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman tersebut. Buku ini dimaksudkan sebagai penambah wawasan dan khasanah pustaka bagi para pembaca yang sedang mendalami usaha perhotelan, khususnya para akademisi dan para praktisi akuntansi perhotelan dan para mahasisw Laporan laba rugi bentuk multiple step (bertahap) adalah laporan laba rugi dengan mengelompokkan atau memisahkan antara pendapatan usaha dan pendapatan di luar usaha, dan memisahkan pula antara beban usaha dan beban di luar usaha, baru kemudian dicari selisihnya untuk diperoleh laba atau rugi usaha.

23

Laporan keuangan disusun berdasarkan konsep nilai historis dan atas dasar akrual, kecuali dinyatakan secara khusus. Laporan arus kas disusun dengan menggunakan metode langsung dan arus kas di kelompokkan atas dasar kegiatan operasi, investasi dan pendanaan. Laporan perubahan modal adalah laporan keuangan yang menyajikan perubahan modal selama satu periode akuntansi. Perubahan modal diakibatkan oleh adanya pengambilan pribadi, diperolehnya laba, dideritanya kerugian atau adanya setoran pribadi.Unsur-unsur laporan perubahan modal yaitu modal awal, laba atau rugi, pengambilan pribadi, setoran pribadi, modal akhir.

24

2.6 Tujuan Penetapan Harga Jual Lupiyoadi (2005:100) mengemukakan bahwa metode penetapan jual dimulai dengan pertimbangan atas tujuan penetapan harga itu sendiri yang antara lain : 1. Bertahan Bertahan merupakan usaha untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang meningkatkan laba ketika perusahaan sedang mengalami kondisi pasar yang tidak menguntungkan. Usaha ini dilakukan demi kelangsungan hidup perusahaan. 2. Memaksimalkan laba Penentuan harga bertujuan untuk memaksimalkan laba dalam periode tertentu 3. Memaksimalkan penjualan Penentuan harga bertujuan untuk membangun pangsa pasar dengan melakukan penjualan pada harga awal yang merugikan. 4. Gengsi/prestis Tujuan penetapan harga di sini adalah untuk memposisikan jasa perusahaan tersebut sebagai jasa yang ekslkusif. 5. Pengembalian atas investasi (ROI) Tujuan penentuan harga didasarkan atas pencapaian pengembalian atau investasi (return on investmnent-ROI) yang diinginkan. Menurut Tjiptono (2006:30) terdapat dua macam tujuan penetapan harga, yaitu tujuan umum dan tujuan spesifik. Adapun tujuan tersebut adalah :

25

1. Tujuan umum penetapan harga a. Mengurangi risiko ekonomi dari percobaan produk b. Menawarkan nilai yang lebih baik dibandingkan bentuk/kelas produk pesaing c. Meningkatkan frekuensi konsumsi d. Menambahkan aplikasi/pemakaian dalam situasi yang lebih banyak e. Melayani segmen yang berorientasi pada harga f. Menawarkan versi produk yang lebih mahal g. Mengalahkan pesaing dalam hal harga h. Menggunakan harga untuk mengindikasikan kualitas tinggi i. Mengelemenasi keunggulan harga pesaing j. Menaikkan penjualan produk kompementer. 2. Tujuan spesifik penetapan harga a. Menghasilkan surplus sebesar mungkin b. Mencapai tingkat target spesifik tetapi tidak berusaha memaksimalkan laba c. Menutup biaya teralokasi secara penuh termasuk biaya operasional institusional. d. Menutup biaya penyediaan satu kategoir jasa atau produk tertentu setelah dikurangi biaya overhead institusional dan segala macam hibah spesifik e. Menutup biaya penjualan inkremental kepada satu konsumen ekstra f. Mengubah harga sepanjang waktu untuk memastikan bahwa permintaan sesuai dengan penawaran yang tersedia pada setiap waktu tertentu sehingga bisa mengoptimalkan kapasitas produksi.

26

g. Menetapkan harga sesuai dengan perbedaan kemampuan membayar berbagai segmen pasar yang menjadi target pemasaran organisasi. Setiap kegiatan pemasaran termasuk penetapan harga harus diarahkan ketercapainya suatu tujuan. Dengan kata lain, manajemen harus menentukan lebih dahulu tujuan penetapan harga itu sendiri. Menurut Philip Kotler (2001:473), perusahaan dapat mengejar salah satu dari lima tujuan utama melalui penetapan harga, yaitu : 1. Survival (Bertahan Hidup) Tujuan ini dipilih oleh perusahaan jika perusahaan mengalami kelebihan kapasitas, persaingan yang ketat, atau keinginan konsumen yang berubah-ubah. Karena itu perusahaan akan menetapkan harga jual yang rendah dengan harapan pasar akan peka terhadap harga. 2. Maximum Current Profit (Laba Sekarang Maksimum) Perusahaan memilih tujuan ini akan memperkirakan permintaan dan biaya yang berkaitan dengan berbagai alternatif harga dan memilih harga yang akan menghasilkan laba sekarang, arus kas, atau tingkat pengembalian investasi yang maksimum. 3. Maximum Market Share (Pangsa Pasar Maksimum) Perusahaan yang memilih tujuan ini yakin bahwa volume penjualan yang lebih tinggi akan menghasilkan biaya per-unit yang lebih rendah dan laba jangka panjang yang lebih tinggi. Perusahaan menetapkan harga terendah dengan asumsi bahwa pasar sangat peka terhadap perubahan harga, sehingga harga

27

rendah tersebut dapat merangsang pertumbuhan pasar, itu disebut harga penetrasi-pasar (market-penetration pricing). 4. Maximum Market Skimming (Menyaring Pasar secara Maksimum) Dalam tujuan ini perusahaan menetapkan harga tertinggi bagi setiap produk baru yang dikeluarkan, dimana kemudian secara berangsur-angsur perusahaan menurunkan harga untuk menarik segmen lain yamg peka terhadap harga. Tujuan ini dapat diterapkan dengan adanya kondisi-kondisi atau asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Sejumlah pembeli yang memadai memiliki permintaan sekarang yang tinggi. b. Biaya per unit untuk memproduksi volume kecil tidak terlalu tinggi. c. Harga awal yang tinggi tidak menarik lebih banyak pesaing kepasar. d. Harga yang tinggi menyatakan citra produk yang unggul. 5. Product-Quality Leadership (Kepemimpinan Mutu-Produk) Tujuan ini dipilih oleh perusahaan jika perusahaan ingin menjadi pemimpin pasar dalam hal kualitas produk, dan harga yang ditetapkan menjadi relatif tinggi untuk menutupi biaya-biaya penelitian dan pengembangan serta biaya untuk menghasilkan mutu produk yang tinggi. Sedangkan menurut Tjiptono (2006:152), menyatakan empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu: 1. Tujuan berorentasi pada laba, setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi.

28

2. Tujuan berorentasi pada volume penjualan, harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan. 3. Tujuan berorentasi pada citra (image), perusahaan dapat menentapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius, sedangkan harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value). 4. Tujuan stabilitas harga, suatu perusahaan menurunkan harganya, maka harus diikuti para pesaingnya, hal ini dilakukan untuk mempertahankan hubungan yang setabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader). Tujuan-tujuan lainnya, harga ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau mengindari campur tangan pemerintah. Tujuan-tujuan penetapan harga diatas, memiliki implikasi penting terhadap strategi persaingan suatu perusahaan. Tujuan yang ditetapkan harus konsisten dengan cara yang ditempuh perusahaan dalam menempatkan posisi relatif dalam persaingan. Misalnya, pemilihan tujuan berorentasi pada laba mengandung makna bahwa perusahaan akan mengabaikan harga para pesaing. Pemilihan tujuan berorentasi pada volume penjualan dilandaskan pada strategi mengalahkan atau mengatasi persaingan. Sedangkan tujuan stabilitas harga didasarkan pada strategi menghadapi atau memenuhi tuntutan persaingan. Dalam tujuan berorentasi pada volume penjualan dan stabilitas, perusahaan harus dapat menilai tindakan pesaingnya. Tujuan berorentasi pada citra, perusahaan berusaha menghindari persaingan dengan jalan melakukan diferensiasi produk atau dengan jalan melayani segmen pasar khusus.

29

2.7. Metode Penetapan Harga Secara garis besar metode penetapan harga dapat dikelompokkan menjadi empat kategori utama yaitu : metode penetapan harga berdasarkan permintaan, berdasarkan biaya, berdasarkan persaingan (Kotler & Amstrong, 2001:529-548). 2.7.1 Metode Penetapan Harga Berdasarkan Permintaan Metode ini lebih menekankan faktor-faktor yang mempengaruhi selera dan preferensi pelanggan daripada faktor-faktor seperti biaya, laba dan persaingan. Permintaan pelanggan sendiri berdasarkan pada berbagai pertimbangan diantaranya adalah : a) Kemampuan pelanggan untuk membeli (daya beli) b) Kemampuan pelanggan untuk membeli c) Posisi suatu produk dalam gaya hidup pelanggan, yakni menyangkut apakah produk tersebut merupakan simbol status atau hanya produk yang digunakan sehari-hari. d) Manfaat yang diberikan produk tersebut kepada pelanggan e) Harga produk f) Pasar potensial bagi produk tersebut. g) Sifat persaingan non-harga h) Perilaku konsumen secara umum. i) Segmen-segmen dalam pasar. Paling sedikit ada tujuh metode penetapan harga yang termasuk dalam metode penetapan harga berdasarkan permintaan, yaitu skiming pricing, penetration

30

pricing, prestige pricing, price lining pricing, odd-even pricing, demand-backward pricing and bundle pricing. Skiming pricing. Strategi ini diterapkan dengan jalan menetapkan harga tinggi bagi suatu produk baru atau inovatif selama tahap perkenalan, kemudian menurunkan harga tersebut pada saat persaingan mulai ketat. Strategi ini baru bisa berjalan dengan baik bila konsumen tidak sensitif terhadap harga, tetapi lebih menekankan pertimbangan-pertimbangan kualitas, inovasi dan kemampuan produk tersebut dalam memuaskan kebutuhannya. Bila segmen pasar yang tidak sensitive terhadap harga ini telah terpuaskan (dilayani dengan baik), maka perusahaan akan menurunkan harganya untuk menarik segmen pasar lainnya yakni segmen yang lebih sensitif terhadap harga modifikasi produk. Penetration pricing. Dalam strategi ini perusahaan berusaha

memperkenalkan suatu produk baru dengan harga rendah dengan harapan akan dapat memperoleh volume penjualan yang besar dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu strategi ini juga bertujuan untuk mencapai skala ekonomis dan mengurangi minat dan kemampuan pesaing, karena harga yang rendah menyebabkan marjin yang diperoleh tiap perusahaan menjadi terbatas. Prestige pricing. Harga dapat digunakan oleh pelanggan sebagai ukuran kualitas atau prestise suatu barang/jasa. Dengan demikian bila harga diturunkan sampai tingkat tertentu, maka permintaan terhadap produk tersebut akan turun. Prestige pricing merupakan strategi menetapkan tingkat harga yang tinggi sehingga konsumen yang peduli dengan statusnya akan tertarik dengan produk dan kemudian membelinya. Produk-produk yang sering dikaitkan dengan prestige pricing antara

31

lain permata, berlian, parfum, poerselin, limoosin, jaket kulit dan lainnya. Produkproduk tersebut malah akan sulit laku bila dijual dengan harga murah. Price-lining pricing. Digunakan apabila perusahaan menjual produk lebih dari satu jenis. Harga untuk lini produk tersebut bisa bervariasi dan diterapkan pada tingkat harga tertentu yang berbeda. Misalnya harga lini produk kamar hotel untuk room rate pada tahun 1998 ditetapkan pada tingkat harga standar Rp 65.000,sampai dengan super deluxe Rp 100.000,Odd-even pricing. Bila kita masuk ke supermarket sering kali kita menemui barang yang ditawarkan dengan harga yang ganjil. Contohnya Rp 2.975,- dan Rp 9.975,- . pertanyaan yang bisa muncul adalah bukankah harga-harga tersebut sebenarnya sama Rp 3000,- dan Rp 10.000,- ? Apalagi saat ini sulit untuk mencari uang kembalian Rp5,- dan Rp25,- bahkan sering sekali diganti dengan permen. Harga-harga tersebut ditetapkan dengan metode odd-even pricing yakni harga yang besarnya mendekati jumlah genap tertentu. Masih banyak kelompok kosumen yang menganggap bahwa harga Rp 9.975,- masih dibawah Rp10.000,- artinya bila dibayar dengan Rp10.000,- masih ada kembalian. Demand-backward pricing. Perusahaan memperkirakan suatu tingakat harga yang bersedia dibayar oleh konsumen untuk produk-produknya yang relative mahal seperti halnya shopping good. Kemudian perusahaan yang bersangkutan menentukan marjin yang harus dibayarkan kepada wholesaler dan retailer. Setelah itu barulah harga jualnya dapat ditentukan. Jadi proses ini belajar kebelakang sehingga istilahnya disebut demand-backward pricing. Berdasarakan suatu target

32

harga tertentu, kemudian perusahan menyesuaikan kualitas komponen-komponen produknya. Dengan kata lain, produk didesain sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi target harga yang ditetapkan. Bundle-pricing. Merupakan strategi pemasaran dua atau lebuh produk dalam satu harga paket. Misalnya agen perjalanan menawarkan paket liburan yang menyangkut transportasi, akomodasi dan kosumsi. Bundle-pricing didasarkan pada pandangan bahwa konsumen lebih menghargai nilai paket tertentu secara keseluruhan dari pada nilai masing-masing item secara individual. Strategi ini memberikan manfaat besar bagi pembeli dan penjual. Pembeli dapat menghemat biaya total sedangkan penjual dapat menekan biaya pemasaran. 2.7.2 Metode Penetapan Harga Berdasarkan Biaya Dalam metode ini faktor penentu harga yang utama adalah aspek penawaran atau biaya, bukan aspek permintaan. Harga ditentukan berdasarkan biaya produksi dan pemasaran yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga dapat menutupi biaya-biaya langsung, overhead dan laba. Standart markup pricing. Dalam standart markup pricing harga ditentukan dengan jalan menambahkan persentase tertentu dari biaya pada semua item dalam suatu kelas produk. Metode ini banyak diterapkan di supermarket dan toko-toko eceran yang menawarkan banyak lini produk. Persentase markup bervariasi bsarnya, tergantung pada toko eceran (pakaian, grosir, atau furniture ) dan jenis produk yang dijual. Biasanya produk-produk perputarannya tinggi dikenakan markup yang lebih kecil dibandingkan produk-produk yang tingkat perputarannya rendah.

33

Cost plus percentage of cost pricing. Banyak perusahaan manufaktur, arsitektural dan kontruksi yang menggunakan berbagai variasi standart markup pricing. Dalam cost plus percentage of cost pricing, perusahaan menambahkan persentase tertentu terhadap biaya produksi atau kontruksi. Metode ini sering kali digunakan untuk menentukan harga suatu item atau hanya beberapa item. Contoh : Suatu perusahaan arsitektur menetapkan tarif sebesar 15% dari biaya

kontruksi sebuah rumah sebesar Rp 100.000.000,- dan tariff arsitek 15% dari biaya kontruksi (Rp 15.000.000,-) maka harga akhirnya sebesar Rp 115.000.000,Cost plus fixed fee pricing. Metode ini banyak diterapkan pada produkproduk yang sifatnya sangat teknikal seperti sewa mobil, pesawat atau satelit. Dalam strategi ini pemasok atau produsen akan mendapatkan ganti atas semua biaya yang dikeluarkan, berapapun besarnya, tetapi produsen tersebut hanya memperoleh bayaran tertentu sebagai laba yang besarnya tergantung pada biaya final proyek tersebut yang disepakati bersama. Misalnya Singapura menyepakati untuk membayar PT. Satelit Indonesia seharga biaya peluncuran satelit SSI dan pembayaran (fee) sebesar 200 milyar rupiah. Bila kemudian biaya peluncuran membengkak hingga mencapai tiga trilyun rupiah, maka pembayaran yang diterima PT. Satelit X sebesar 200 milyar rupiah. Experience curve pricing. Metode ini dikembangkan atas dasar konsep efek belajar (learning effect) yang menyatakan bahwa unit biaya barang dan jasa akan menurun antara 10% hingga 30% untuk peningkatan sebesar dua kali lipat pada pengalaman perusahaan tersebut dinyatakan dalam volume produksi dan penjualan.

34

Berdasarkan konsep ini biaya rata-rata per unit dapat diperkirakan secar matematis, misalnya perusahaan meramalkan biayanya akan menurun sebesar 15% setiap kali terjadi peningkatan volume produksi sebesar dua kali lipat. Dengan demikian biaya produksi dan penjualan unit ke 100 akan sebesar 85% dari biaya unit ke 50 dan seterusnya. Strategi ini banyak diterapkan pada perusahaan-perusahaan elektronik, misalnya tape recorder, laser disk, compact disk dan sebagainya.

2.7.3

Metode Penetapan Harga Berdasarkan Laba Metode ini berusaha menyeimbangkan penetapan biaya dalam penetapan

harganya. Upaya ini dapat dilakukan atas dasar target volume laba spesifik atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau investasi. Target profit pricing. Target profit pricing umunya berupa ketetapan atas besarnya target laba tahunan yang dinyatakan secara spesifik. Target return on sales pricing. Dalam metode ini, perusahaan menetapkan tingkat harga tertentu yang dapat menghasilkan laba dalam persentase tertentu terhadap volume penjualan. Biasanya metode ini banyak digunakan oleh jaringanjaringan supermarket. Target return on investment pricing. Dalam metode ini perusahaan menetapkan besarnya suatu target ROI tahunan. Kemudian harga ditentukan agar dapat mencapai target ROI tersebut.

2.7.4

Metode Penetapan Harga Berdasarkan Pesaing. Selain berdasarkan pertimbangan biaya, permintaan atau laba, hara juga

dapat ditetapkan atas dasar persaingan, yaitu menurut apa yang dilakukan pesaing.

35

Metode penetaan harga berbasis persaingan terdiiri atas empat macam yaitu Custmary pricing, above , at, or below market pricing , loss leader pricing dan sealed leader pricing. Customary pricing. Metode ini digunakan untuk produk yang harganya ditentukan oleh faktor-faktor seperti tradisi, saluran distribusi yang terstandarisasi, atau faktor persaingan lainnya. Penetapan harga yang dilakukan berpegang teguh pada tingkat harga tradisional. Perusahaan berusaha untuk tidak mengubah harga diluar batas-batas yang diterima. Untuk itu perusahaan menyesuaikan ukuran dan isi produk guna mempertahanan harga. Above , at, or below market pricing. Umumnya sangat sulit untuk mengidentifikasi harga pasar spesifik untuk suatu produk atau kelas produk tertentu. Oleh karena itu sering kali ada perusahaan yang menggunakan pendekatan subjektif dalam memperkirakan harga pesaing atau harga pasar. Berdasarkan patokan subjektif tersebut, kemudian perusahaan secara cermat memilih strategi penetapan harga yang berada diatas, sama, atau dibawah harga pasar. loss leader pricing. Kadangkala untuk keperluan promosi khusus, ada perusahaan yang menjual suatu produk dibawah biaya produksinya. Tujuannya bukan untuk meningkatkan penjualan produk yang bersangkutan, tetapi untuk menarik konsumen khususnya yang ber-markup tinggi. Jadi suatu produk dijadikan semacam penglaris agar produk lainnya laku. Produk penglaris tersebut biasanya dipromosikan dengan dasar persediaan terbatas selama persediaan masih ada atau hanya untuk 100 pelanggan pertama. Penetapan harga penglaris (loss leader pricing) merupakan alat untuk mempromosikan pengecer dan bukan

36

produknya, sehingga ada pula produsen yang tidak sukabila produk-produknya dijadikan penglaris. Sealed leader pricing. Metode ini menggunakan sistem penawaran harga dan biasanya melibatkan agen pembelian. Jadi bila ada perusahaan atau lembaga yang ingin membeli suatu produk, maka yang bersangkutan menggunakan jasa agen pembelian untuk menyampaikan spesifikasi produk yang dibutuhkan kepda calon produsen diminta untuk menyampaikan harga penawarannya untuk kuantitas yang dibutuhkan. Harga penawaran tersebut harus diajukan untuk jangka waktu tertentu, kemudian diadakan semacam lelang untuk menentukan penawaran terendah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kontrak pembelian.

2.7.5

Penentuan Harga Kamar Menurut Agustinus Darsono (2001:17), harga kamar dapat dibedakan

menjadi empat bagian, yaitu : 1. Harga per Kamar ( Basic Rates) Harga setiap kamar sesuai dengan fasilitas masing-masing. Penentuan harga bergantung pada fasilitas, pelayanan, perlengkapan, luas kamar, dan lokasi. Dengan demikian harga ini belum terkena potongan harga 2. Harga Paket (Package Rates) Harga kamar merupakan paket, yaitu sewa kamar di tambah pelayanan yang berupa makan dan fasilitas lainnya. 3. Harga Perseorangan (PersonalRates)

37

Harga sewa kamar dikenakan kepada tamu sesuai dengan jumlah yang akan menginap. 4. Harga Spesial (Special Rates) Harga kamar ditetapkan secara khusus dan resmi dengan perjanjian harga diberikan kepada biro perjalanan, perusahaan, penerbangan, dan kedutaan. Harga ini biasanya lebih murah dari harga resmi. Harga khusus ini terdiri dari : a. Company Rates, yaitu harga kamar untuk tamu dari suatu perusahaan tertentu yang menginap secara kontinu b. Commercial Rates, yaitu harga kamar untuk tamu-tamu yang mengadakan perjalanan usaha (business). c. Airlines Rates, yaitu harga kamar untuk tamu yang bekerja pada perusahaan penerbangan. d. Seasonal Rates, yaitu harga kamar yang diberikan kepada tamu saat musim tertentu. Harga ini lebih murah dari harga resmi karena untuk menarik para tamu pada saat hotel mengalami low season. Menurut Endar Sugiarto (2002:3), perusahaan jasa seperti hotel memiliki tujuan dalam menetapkan harga kamar, yaitu: 1. Memperoleh keuntungan yang di harapkan bagi hotel yang bersangkutan. 2. Pengembalian investasi (modal yang ditanamkan) sesuai target waktu yang telah ditetapkan. 3. Memperkecil pola persaingan yang ada

38

4. Memperkecil atau mempertahankan market share (pangsa pasar) yang ada. 5. Meningkatkan penjualan product line ( garis hubungan bisnis dan produknya) Daftar tarif kamar hotel biasanya secara regular dipublikasikan. Daftar tarif ini biasa dikenal dengan The Rack Rate yaitu suatu sistem tarif kamar hotel yang sudah ditetapkan berdasarkan kebijakan harga sebagai hasil keputusan manajemen hotel dan dipubikasikan dalam bentuk leaflet atau brosur yang yang tersedia di Front Office. Menurut Oka A.Yoeti (2007:104) cara-cara penetapan tarif kamar hotel yang sering digunakan pihak manajemen hotel dalam penetapan tarif, yakni : a. Target Profit pricing Suatu cara penetapan tarif kamar berdasarkan rata-rata tingkat hunian kamar hotel yang dapat menjamin pengembalian investasi yang dilakukan (Based on average occupancy which will perovide an adequate return). b. Perceived- Value pricing Suatu sistem penetapan tarif kamar hotel berdasarkan nilai atau manfaat dari produk yang ditawarkan. Perceived Value pricing ini merupakan suatu strategi yang secara umum ditujukan untuk a specific customer mix c. Going Rate Penetapan harga kamar berdasarkan permintaan rata-rata sebagai langkah menghadapi persaingan (keeping pace with the competition).

39

d. Price Ranging Penetapan tarif kamar hotel berdasarkan pada penentuan tarif kamar yang tertinggi untuk kamar yang terbaik, kemudian tarif kamar yang lebih rendah sampai kepada tarif kamar dengan kualitas terjelek. Cara penetapan tarif kamar semacam ini dianut oleh hampir kebanyakan hotel sekarang ini. e. Value-Added Pricing Penetapan tarif kamar hotel dengan cara memberikan tarif khusus atau diskon dalam bentuk paket-paket yang menarik dengan memberikan bermacam-macam fasilitas yang dapat dinikmati oleh calon tamu hotel. Dalam menginformasikan tarif kepada tamu hotel maka dalam tarif kamar yang diinformasikan perlu disampaikan apa saja yang sudah termasuk dalam tarif itu: 1) Kamar saja (Room Only). 2) Kamar dan makan pagi (Room and Breakfast). 3) Kamar dan makan tiga kali (Room and All meals). 4) Kamar dengan segala kebebasan untuk menggunakan fasilitas yang ada (Room Plus all recreational facilities). 5) Kamar dan tiket bebas untuk champagne, opera ticket, shopping vouchers, dan lain-lain. f. Price Skimming

Suatu strategi yang diadopsi oleh hotel-hotel yang baru memasuki pasar dengan menggunakan Well Known Brand Name. Biasanya hotel

40

jenis ini menetapkan tarif kamar yang relatif tinggi. Hal ini disebabkan oleh kualitas kamar yang tersedia dan produk serta fasilitas lainnya. Agus Sulatiyono (2002:110) mengemukakan bahwa cara yang dapat digunakan untuk menganalisis pendapatan kamar (Room Revenue) yang didasarkan pada perbandingan pendapatan aktual dengan pendapatan potensial. Perlu diingat bahwa setiap hotel mempunyai beberapa kategori tarif kamar. Kategori tarif kamar pada umumnya didasarkan pada jenis kamar yang ada seperti ukuran kamar, letak kamar, fasilitas dan perjanjian. Kategori kamar minimum biasanya adalah kamar standar/ekonomi, sedangkan tarif kamar maksimum biasanya untuk jenis kamar delux dan suite. Setiap kategori kamar mempunyai tarif normal yang mana tarif normal ditentukan oleh manajemen lokal. Tarif normal dicantumkan atau dituliskan pada rak kamar agar semua petugas penerima tamu mengetahui setiap tarif untuk masing-masing kategori kamar. Petugas penerima tamu akan selalu berusaha terlebih dahulu menjual kamar dalam tarif normal, kecuali pada tamu yang sudah mempunyai perjanjian dengan hotel untuk mendapatkan potongan tarif. Tarif spesial biasanya diberikan kepada tamu rombongan dan tamutamu tertentu dengan tujuan promosi atau utnuk memelihara tingkat huni

41

kamar pada periode waktu tertentu menjadi rendah. Beberapa contoh tarif kamar spesial adalah sebagai berikut :
1. Tarif kamar diberikan pada perusahaan-perusahaan besar disebut

corporate rate.
2. Untuk mempromosikan hotel, tarif kamar spesial diberikan pada group leader, meeting planners, tour operator, dan setiap tamu yang potensial dapat mendatangkan keuntungan bagi hotel. 3. Tarif kamar normal juga diberikan pada travel agent airline 4. Tarif kamar normal untuk suatu keluarga dan anak-anak 5. Perencanaan paket dimana tarif kamar sudah termasuk makan, transportasi, tips dan lain-lain adalah merupakan bagian dari total pelayanan. 2.7.6 Metode Menghitung Harga Yang Benar Metode-metode yang telah dijelaskan sebelumnya di atas umumnya banyak digunakan para pengelola hotel karena sudah dipahami dan mudah diterapkan. Tetapi apabila suatu hotel tidak beroperasi secara efisien,maka penggunaan metode perhitungan harga menjadi tidak efektif dan tidak memaksimumkan laba karena penggunaan metode tidak secara penuh dan tidak ada evaluasi dan monitoring terhadap penggunaan metode tersebut. Penentuan harga kamar hotel secara tepat merupakan alat pemasaran yang dapat secara efektif digunakan untuk meningkatkan profitabilitas. Dilemanya adalah bagaiaman menentukan keseimbangan antara harga dan laba. Dengan kata lain harga hanya dapat ditetapkan setelah mempertimbangkan pengaruhnya pada

42

laba. Dibawah ini adalah metode pemnghitung harga yang benar menurut Dewi Darminto dan Aji Suryo (2005:149-150) sebagai berikut : 1. Harga jangka panjang (Long run Strategic Price) Dalam jangka panjang harga yang terjadi di pasar ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Bila harga ditetapkan untuk bersaing di pasar tersebut maka harga harus ditetapkan dengan mempertimbangkan tujuan keuangan jangka panjang seperti memaksimumkan penjualan (return on owner investment profitabilitas) dan pertumbuhan bisnis (untuk hotel baru) atau menjaga dan meningkatkan pangsa pasar. Harus disadari bahwa tujuan-tujuan tersebut dapat berubag dalam jangka panjang. 2. Harga jangka pendek (Short run tactical pricing) Seperti halnya strategi penentuan harga jangka panjang, hotel juga membutuhkan kebijakan penentuan tarif jangka pendekat untuk memperoleh keuntungan pada suatu situasi yang terjadi dari hari ke hari seperti : a. Reaksi atas perubahan tarif jangka pendek yang dilakukan kompetitor b. Penyesuaian tarif karena adanya kompetitor baru c. Kemungkinan pemberian potongan harga kepada group pelanggan d. Kenaikan tarif untuk mengkompensasi terhadinya kenaikan biaya e. Penyesuaian tarif untuk dapat mencapai segmen pasar baru f. Pemberian potongan harga pada off-season untuk menarik pelanggan g. Penawaran tarif promosi khusus Dalam penetapan tarif kamar normaldari suatu jenis kamar serta menentukan potongan tarif adalah merupakan kebijaksanaan manajemen hotel.

43

Menurut Agus Sulastiyono (2002:115) terdapat beberapa langkah dalam menentukan tarif kamar dengan menggunakan Cost Plus Pricing

sebagai

berikut :
a. Langkah Pertama Perkiraan biaya operasi + pajak, asuransi + penyusutan+ kewajiban pengembalian nilai tanah dan bangunan saat ini = total perkiraan biaya dan kewajaran yang diinginkan. b. Langkah Kedua Total perkiraan biaya dan kewajaran pengembailan yang diinginkan + pendapatan lain di luar kamar = jumlah yang diperoleh dari penjualan kamar untuk menutupi biaya dan kewajaran pengembalian nilai tanah dan bangunan saat ini. c. Langkah Ketiga Jumlah yang diperoleh dari penjualan kamar untuk menutupi biaya dan kewajaran pengembalian nilai tanah dan bangunan saat ini, rata-rata tingkat hunian kamar = tarif harian minimum setiap kamar yang dihuni untuk menutupi biaya dan kewajaran pengembalian nilai tanah dan bangunan yang diinginkan. Penetapan tarif kamar tersebut dihitung berdasarkan pada prinsip-prinsip manajemen keuangan, akan tetapi satu hal yang juga perlu diperhatikan adalah faktor kompetisi yang dapat mempengaruhi berubahnya tarif kamar dan yang lebih penting lagi adalah penetapan tarif kamar harus dapat mencukupi untuk menutup biaya serta dapat mengembalikan modal yang diinvestasikan dalam jangka waktu tertentu.

44

Dewi Darminto dan Aji Suryo (2005: 153) mengemukakan pendekatan logis dalam penentuan harga kamar sebagai berikut : a. Laba sebagai biaya Pendekatan ini menganggap bahwa laba merupakan biaya untuk menjalankan suatu bisnis.Jika suatu bank meminjamkan uang dengan tingkat bunga tertentu kepada sebuah hotel, maka biaya bunga tersebut merupakan biaya untuk bisnis hotel tersebut. Bank sebagai investor, demikian juga dengan pemilik hotel sebagai investor yang mengharapkan bunga atas investasinya yang dalam hal ini merupakan laba usaha. Contoh, sebuah hotel yang memiliki 50 kamar sedang rata-rata tarif kamarnya untuk tahun mendatang. Tarif biaya tetap, termasuk laba yang diinginkan adalah Rp.411 juta dan biaya variabel dari penjualan. Oleh karena biaya variabel adalah 25% dari penjualan, maka total biaya tetap termasuk laba semestinya 75% dari penjualan karena total penjualah adalah 100%, sehingga total penjualan yang harus dicapai tahun mendatang untuk menghasilkan laba yang diinginkan adalah Rp.548 juta (Rp.411 juta/75%) Apabila hotel

diasumsikan akan tetap dapat mempertahankan tingkat hunian (Occupancy) sebesar 70%, maka untuk tahun mendatang hotel tersebut akan menjual kamar sebanyak Rp.12.775 kamar per tahun (70% x 50 x 365). Tarif rata-rata per kamar adalah : = Rp.42.896,28 atau Rp.43.000

45

Tarif sebesar Rp.43.000 tersebut hanya merupakan tarif rata-rata per kamar dan tidak selalu merupakan tarif untuk semua kamar yang ada, karena biasanya setiap hotel memiliki berbagai ukuran dan jenis kamar yang akan dibebani dengan tarif yang berbeda-beda. Tarif kamar yang dihuni oleh dua orang (double accupancy) akan lebih tinggi dibanding tarif kamar yang dihuni satu orang (single occupancy). Apabila terdapat banyak jenis kamar dan karenanya banyak tarif, maka perhitungan tarif rata-rata tersebut hanya merupakan pedoman untuk sampai pada tarif yang sesungguhnya untuk masing-masing kamar tersebut. Ukuran kamar, dekorasi dan pemandangan merupakan beberapa faktor yang akan dipertimbangkan untuk sampai pada angka tarif yang pada satu sisi adil bagi pelanggan dan pada sisi lain mampu mencapai laba yang diinginkan. b. Double Occupancy Fafktor lain yang harus dipertimbangkan dalam menghitung tarif adalah tarif kamar yang dihuni oleh dua orang (double occupancy of room), karena kamar yang dihuni oleh dua orang biasanya memiliki tarif yang lebih tinggi dibanding yang dihuni oleh satu orang. Semakin tinggi proporsi hunia ganda (double occupancies) semakin tinggi rata-rata kamar. Contoh tersebut di atasa dapatdinyatakan bahwa cara paling aman untuk menjamin bahwa hotel akan mampu mencapai setidaknya Rp.43.000 tersebut adalah dengan menetapkan bahwa tarif tersebut merupakan tarif tunggal minimum untuk setiap kamar. Dengan demikian setiap kamar yang dijual dengan tarif di atas tarif minimum tersebut atau dijual dengan tarif hunian

46

ganda akan menjamin tercapainya tarif rata-rata yang lebih besar daro tarif minimum tersebut. Akan tetapi kompetidi dan resistensi pelanggan akan dapat merusak pendekatan ini. c. Menghitung Single dan Doubel Situasi sederhana, dimana hanya ada satu jenis kamar standar dan satu makar memiliki tarif tunggal (single rate) dan tarif ganda (double rate) yang sama, spread antara tarif tunggal dan tarif ganda dapat ditentukan dan

persentase double occupancy dapat diketahui, maka kamar yang seharusnya dapat dihitung. Contoh yang telah dikemukakan sebelumnya didapatkan bahwa Rp.43.000 merupakan tarif rata-rata minimum yang diperlukan untuk dapat menutup semua biaya dan menghasilkan kembalian investasi (Return On Investment) yang diinginkan. Tingkat hunian rata-rata saat ini adalah 70% dan berdasarkan pengalaman yang lalu diketahui bahwa tingkat hunian ganda adalah 40% dari seluruh kamar yang dihuni oleh dua orang. Spread antara tarif tunggal dan tarif ganda yang diinginkan adalah Rp.10.000. Tingkat hunian ganda (double occupancy rate) dihitung sebagai berikut : Jumlah tamu selama satu tahun Jumlah kamar yang dihuni selama satu tahun Jumlah kamar dihuni ganda (double occupied) 17.885 12.775 5.110

Double occupancy rate = (5.110/12.775)x100 100 = 40% d. Tingkat hunian rata-rata Selain itu untuk periode satu tahun, tingkat hunian rata-rata (average occupancy) juga dapat dinyatakan dari hari ke hari dalam satu minggu.

47

e. Penentuan harga biaya plus (cost plus prixing) Metode harga jual normal ini sering disebut dengan istilah cost plus pricing, karena harga jual ditentukan dengan menambah biaya masa yang akan datang dengan suatu persentase markup (tambahan di atas jumlah biaya) yang dihitung dengan formula tertentu. Harga jual produk atau jasa dalam keadaan normal ditentukan dengan formula sebagai berikut : Dengan demikian ada dua unsur yang diperhitungkan dalam penentuan harga jual ini yaitu taksiran biaya penuh dan laba yang diharapkan. Taksiran biaya penuh dapat dihitung dengan dua pendekatan yaitu :

Sumber : Swastha, (1999) 1) Full costing menggunakan taksiran biaya penuh yang dipakai sebagai dasar penentuan harga jual yang terdiri dari biaya biaya yang bersifat tetap seperti dalam Hotel Sahid Jaya Solo yang merupakan biaya tetap adalah biaya gaji karyawan, biaya administrasi dan umum dan biaya depresiasi. 2) Variable costing menggunakan taksiran biaya penuh yang dipakai sebagai dasar penentuan harga jual yang terdiri dari biaya biaya yang bersifat variabel seperti dalam Hotel Sahid Jaya Solo yang merupakan biaya variabel adalah biaya food & baverage, biaya rooms, biaya pemasaran dan biaya perawatan. Unsur kedua yang perlu diperhatikan dalam penentuan harga jual adalah laba yang diharapkan. Dalam keadaan normal, harga jual harus dapat menutup

48

biaya penuh dan dapat menghasilkan laba yang diharapkan. Laba yang diharapkan dihitung berdasarkan investasi yang ditanamkan untuk

menghasilkan produk atau jasa. Untuk memperkirakan berapa laba wajar yang diharapkan, manajer penentu harga jual perlu memperhitungkan : a) Cost of capital Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk investasi yang dilakukan dalam perusahaan. Besarnya cost of capital sangat dipengaruhi oleh sumber aktiva yang ditanamkan dalam perusahaan. b) Risiko bisnis Semakin besar risiko bisnis yang dihadapi oleh perusahaan, semakin besar persentase yang ditambahkan pada cost of capital di dalam memperhitungkan laba yang diharapkan. c) Besarnya capital employed Jumlah investasi (atau capital employed) yang ditamankan untuk memproduksi dan memasarkan produk atau jasa merupakan faktor yang menentukanbesarnya laba yang diharapkan, yang diperhitungkan dalam harga jual. Semakin besar investasi yang ditanamkan dalam memproduksi dan memasarkan produk atau jasa, semakin besar pula laba yang diharapkan dalam penentuan harga jual. Selanjutnya jika biaya dipakai sebgai penentuan harga jual, baik dalam pendekatan full costing maupun variable costing, biaya penuh masa yang akan datang dibagi menjadi dua yaitu biaya dipengaruhi secara langsung oleh volume produk dan biaya penuh yang tidak dipengaruhi oleh volume produk.

49

Dalam penentuan harga jual, taksiran biaya penuh yang secara langsung berhubungan dengan volume produk dipakai sebagai dasar penentuan harga jual. Sedangkan taksiran biaya penuh yang tidak dipengaruhi oleh volume produk ditambahkan kepada laba yang diharapkan untuk kepentingan penghitungan persentase markup.

2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Harga Jasa Menurut Lupiyoadi (2005:88) ada beberapa faktor yang mempengaruhi penetapan harga jasa diantaranya sebagai berbagai : 1. Elastisitas permintaan Perusahaan jasa perlu mengetahui hubungan antara harga (P) dan permintaan (D) dan bagaimana besarnya permintaan bervariasi pada berbagai tingkat harga yang berbeda. 2. Struktur Biaya Para pemasar hasa perlu mengetahui biaya dalam menyediakan layanan jasa dan bagaimana biaya-biaya tersebut bergerak seiring berjalannya waktu dan tingkat permintaan. 3. Persaingan Posisi biaya-biaya dan perilaku penentuan harga dari pesaing merupakan elemen penting yang harus diperhatikan. Perusahaan jasa harus mengamati persaing, agar dapat menentukan biaya, harga dan keuntungan perusahaan. 4. Positioning dari jasa yang ditawarkan

50

Setiap jasa yang ditawarkan oleh masing-masing perusahaan menempati posisi dipasar oleh karena itu setiap jasa yang ditawarkan harus dapat

mempertahankan posisi di pasar dengan harga yang kompetitif. 5. Sasaran yang ingin dicapai perusahaan Sasaran laba adalah sasaran utama dari setiap perusahaan diantara sejumlah sasaran yang akan dicapai. Dalam hal ini sasaran yang tercapai jika penentuan harga dapat fleksibel dengan perubahan lingkungan 6. Daur hidup jasa Jasa yang ditawakan kepada konsumen memiliki utility. Kegunaan jasa yang berlebihan akan menjadi tidak efektif dan dapat berorientasi pada jasa lain untuk itu perlu adanya pengendalian dan pengawasan terhadap daur hidup jasa. 7. Sumber daya yang dipergunakan Dalam penyajian jasa dibutuhan sumber daya yang profesional dengan mengutamakan pelayanan yang berkualitas guna mempertahankan pelanggan jasa yang nantinya akan memaksimumkan laba 8. Kondisi ekonomi Kondisi ekonomi yang berubah-ubah dari aspek permintaan dan penawaran akan menentukan besarnya harga yang akan ditetapkan terhadap segala produk maupun jasa. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan harga jasa kamar hotel yaitu : b. Besarnya modal yang ditanam dalam usaha perhotelan yang bersangkutan termasuk modal untuk prasarana dan biaya-biaya prosedural

51

c. Tingkat harga komoditi yang diperlukan untuk mengelola hotel d. Mutu jasa yang diberikan baik yang berupa fasilitas maupun yang berupa pelayanan e. Jumlah dan jenis wisatawan yang dapat diharapkan kedatangannya dari man dan kelas masyarakat yang bagaimana f. Lokasi hotel yang terletak dan bagus, sehingga dapat memasang penetapan tarif yang lebih tinggi. Untuk dapat memperkirakan jumlah dan jenis wisatawan yang dapat diharapkan kedatangannya, diperlukan adanya penelitian pasar dimana hasil dari penelitian tersebut akan dapat menentukan besar jenis serta mutu jasa yang harus disediakan. Dalam penentuan tarif kamar, terdapat beberapa istilah yang antara lain : a. Total room in the house adalah jumlah kamar yang akan ada dalam hotel dan disewakan secara sendiri-sendiri b. House use adalah sejumlah kamar tertentu yang tidak diserakan pada tamu, karena dipakai secara terus menerus untuk keperluan lain seperti store room kitchen (ruangan dapur) dan lain-lain c. Room available adalah total rooms in the house dikurangi house use (kamar yang tidak disewakan kepada tamu) d. Room occupied adalah kamar yang dipakai dan dibayar oleh tamu (occupled by paying quest) baik penyewaan secara harian mingguan maupun bulanan e. Room Complementary adalah pemakaian kamar oleh tamu tanpa dipungut bayaran

52

Contoh : Number of room available Complementary Number of room sold Occupanly (960.1/000 x100%) Keterangan : Number of room available Complementary Number of room sold Occupanly 2.9 Kerangka Pikir Kamar hotel adalah bagian dari jasa pelayanan dalam bentuk bukti fisik (Tangible) untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kamar hotel yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas menunjukkan usaha manajemen hotel untuk menyediakan kamar hotel yang dapat memberikan daya tarik kepada konsumen untuk membangun loyalitasnya dapat memenuhi kebutuhan hunian di hotel. Pengelolaan jasa kamar pada hotel Mega Bintang dengan menentukan harga jasa kamar untuk masing-masing tipe kamar yang ada pada hotel tersebut secara berbeda. Perbedaan harga ini membutuhkan adanya evaluasi untuk mendapatkan harga yang kompetitif dan mampu membangun kekuatan bersaing hotel Mega Bintang di antara hotel-hotel lainnya. Penentuan harga jasa kamar hotel dilakukan dengan berbagai metode dan tentunya disesuaikan juga dengan tujuan hotel yang menyediakan berbagai tipe kamar yang ada. Untuk menganalisis penelitian ini, digunakan analisisi deskriptif dengan metode penentuan harga jasa kamar Cost Plus Pricing guna memperoleh rekomendasi dalam melakukan evaluasi penentuan harga jasa kamar hotel Mega = jumlah kamar yang tersedia = tanpa dipungut bayaran = jumlah kamar yang terjual = jumlah kamar yang terisi 1.000 40 960 96%

53

Bintang dalam rangka memaksimumkan laba dan membangun daya tarik konsumen. Untuk jelasnya hal ini dapat digambarkan sebagai berikut : Skema 2.1. Kerangka Pikir Hotel

Penentuan Harga Jual Jasa Kamar

Metode Cost Plus Pricing

Analisis Deskriptif Dengan Metode Penentuan Harga Jasa Kamar

You might also like