You are on page 1of 2

inspiration

Paradigma Iptek Dalam Masyarakat


SEJUMLAH negara di Kawasan Eropa dan
Amerika telah sejak lama menggerakkan arah kebijakan ekonomi berbasiskan pengetahuan, dengan meninggalkan sumber daya alam sesuai dengan paradigma tekno-ekonomi. Iptek ternyata menjadi landasan dalam keberhasilan pembangunan dengan dukungan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia yang siap, mampu, dan kompetitif. Pembangunan iptek ternyata tidak hanya dianggap penting oleh negara-negara maju saja. Tetangga jauh seperti negara di Asia Timurpun merasakannya. Korea Selatan dan Cina adalah dua negara yang menjadi negara ekonomi baru di dunia dengan penguatan iptek. Penurunan rasio anggaran iptek terhadap PDB selama beberapa dekade terakhir sepertinya menjadi salah satu indikasi lemahnya pengembangan iptek di negeri yang telah sejak lama dikenal kaya akan sumber daya alamnnya. Berdasarkan laporan Pusat Penelitian Perkembangan Iptek (PAPPIPTEK-LIPI, 2008), pada kurun waktu 1970 hingga 1985 Indonesia pernah mengalokasikan 0,4% dari PDB untuk iptek, maka sejak 1990 hingga sekarang rasio tersebut terus menurun hingga pada angka 0,08% pada tahun 2005. Catatan ini semakin diperpanjang dengan kenyataan kondisi ekonomi Indonesia yang tidak menjanjikan terutama pada saat krisis menyebabkan pembangunan sistem pendidikan kurang berkembang dan terciptanya fenomena brain drain akibat sistem industri nasional yang belum padat teknologi (KRT, 2005). Beberapa indikator pembangunan iptek yang dilansir Indikator Iptek: Persepsi Masyarakat terhadap Iptek (PAPPIPTEK, 2008) seperti Human Development Index (HDI), Global Competitiveness Index (GCI), dan the World Competitiveness Scoreboard (WCS) menunjukkan bahwa Indonesia relatif masih tertinggal jika dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan ASEAN. Pada tahun 2008 (tabel 1.1), Indonesia menempati urutan terakhir dalam HDI dibandingkan empat negara ASEAN lain yakni dengan menempati rangking 109. Rangking tersebut terpaut jauh dari Singapura (28), Malaysia (63) dan bahkan Thiland (81). Sedangkan daya saing pertumbuhan industri yang lemah menjadikan Indonesia juga memiliki rangking bawah dalam GCI, meskipun masih di atas Filipina. Lebih jauh, dalam WCS Indonesia menempati posisi 51, tertinggal jauh dari tiga negara ASEAN lain. Posisi PemTabel 1. Posisi Indonesia dalam Pembangunan Iptek dengan Beberapa Negara ASEAN, 2008

Prakoso Bhairawa Putera Staf Peneliti di Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PAPPIPTEK) LIPI, Anggota Tim Gabungan Jaringan (TGJ) - LIPI dan Staf Pengajar (Tidak Tetap) FISIP Univ. Sriwijaya. Dapat dihubungi via redaksi@biskom.web.id

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) beserta perkembangnya memainkan peran yang sangat penting dalam masyarakat, dengan kata lain peran yang diambil sebagai agen pembaruan kini menjadi prioritas.

Menyadari fenomena tersebut banyak pihak telah mengusahakan untuk melakukan pemajuan terhadap iptek di negeri ini. Bahkan dengan itikat baik, pada pidato tertanggal 14 Agustus 2009 di depan rapat paripurna DPR lebih dari lima kali secara eksplisit Presiden SBY menekankan pentingnya iptek bagi pencapaian tiga pilar kehidupan bernegara, yaitu kemandirian, daya saing, dan peradaban yang unggul. Sekedar mengutip apa yang disampaikan oleh SBY: Bangsa yang unggul adalah bangsa yang dapat mengatasi keadaan dan memberi kontribusi pada permasalahan umat manusia. Kuncinya adalah inovasi, termasuk dan terutama inovasi teknologi yang harus dilakukan secara fundamental dan secara terus menerus. Hanya bangsa yang inovatif, adaptif, dan produktiflah yang akan mampu menjaga kelangsungan hidupnya dan berjaya di muka bumi ini. Di sini menonjol peran penelitian, pengembangan, dan aplikasi teknologi serta budaya unggul dan juga kewirausahaan." Selanjutnya dalam sebuah tulisan di Seputar Indonesia, 23 Agustus 2009. Carunia Mulya Firdausy mengemukakan lima cara yang harus dilakukan secara berkelanjutan dalam membangun peradaban iptek di negeri ini. Pertama melalui pendidikan iptek sejak dini. Kedua, mendorong pengembangan iptek yang local specific atau indigenous di segala sektor. Ketiga, melakukan pengembangan sistem inovasi yang melibatkan multi-stakeholders agar tercipta kebersamaan dalam membangun iptek. Keempat, pengembangan kelembagaan iptek di berbagai daerah. Kelima, mendorong kecintaan masyarakat terhadap hasil iptek domestik

60

BISKOM JULI 2010

Persepsi Masyarakat terhadap Iptek Masyarakat menjadi kunci dalam pengoptimal peran pembangunan peradapan iptek di Indonesia. sebuah hasil survei terhadap persepsi masyarakat, pejabat pemerintah dan anggota DPR RI yang dilakukan Pusat Penelitian Perkembangan Iptek LIPI di tahun 2008 menunjukkan kondisi yang cukup ironis tentang iptek. Ada beberapa kondisi yang menjadi kesimpulan pada survei ini. Apa yang dibayangkan responden pada saat mendengar perkataan mengenai iptek. Responden baik masyarakat maupun pejabat pemerintah serta anggota DPR membayangkan iptek dalam dua sisi yang berbeda. Iptek satu sisi dianggap sebagai suatu hasil dari penemuan spektakuler, dan sisi lain beranggapan bahwa iptek sebagai sesuatu yang berhubungan dengan perbaikan kehidupan manusia. Namun ada sedikit kelegaan ketika sebagian besar responden mengakui tertarik bahkan sangat tertarik pada iptek. Informasi iptek yang paling banyak diminati adalah informasi mengenai kesehatan, lingkungan dan energi. Namun dalam hal pengetahuan terhadap topik yang berhubungan dengan informasi tersebut, cukup banyak responden yang menyatakan belum memahami bahkan tidak mengetahui topik dan isu iptek seperti lingkungan, energi baru dan terbarukan atau rekayasa genetika. Ketertarikan terhadap iptek ternyata belum diimbangi dengan sikap serta perilaku dalam memuaskan keingintahuan mereka terhadap perkembangan dan isu iptek. Hal ini terlihat dari data yang menyatakan bahwa sebagian besar responden yang tertarik bahkan sangat tertarik pada iptek mengaku jarang bahkan tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah, walaupun hal tersebut adalah kegiatan yang paling sederhana seperti membaca artikel mengenai iptek, mengunduh informasi dari internet, atau berdiskusi mengenai iptek. Catatan penting dari survei ini adalah adanya sikap dan cara pandang postif pada pejabat pemerintah dan anggota DPR. Sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa tingkat penguasaan iptek merupakan faktor penting dalam keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia. Karenanya mereka menyetujui bahwa akademisi, bisnis dan pemerintah adalah faktor penting dalam membangun jejaring inovasi; penyelesaian permasalahan iptek dilakukan secara holistik dengan melibatkan pemerintah dan masyarakat. Pandangan semacam ini sangatlah bijak jika setelah itu dipatuhi, komit dan tetap menjunjung tinggi integritas dari tiap kalimat yang dilontarkan ketika survei. Inovasi Urat Nadi Kehidupan

Perhatian kembali diberikan pemerintah terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan terknologi bagi pemajuan ekonomi. Bahkan pada sebuah acara Silahturahmi dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Masyarakat Ilmiah tanggal 20 Januari 2010 lalu secara tegas SBY mengatakan Inovasi sebagai urat nadi kehidupan harus ada sistem dan lingkungan yang melahirkan inovator kalimat ini menegaskan bahwa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi berperan

Sumber: Indikator Iptek: Persepsi Masyarakat terhadap Iptek (PAPPIPTEK, 2008)


Gambar 1. Frekuensi Penggunaan Media dalam Informasi Iptek Berdasarkan Komponen Responden

dalam menentukan dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. Inovasi adalah kata kunci yang diyakini sebagai jalan keluar menjadi pokok poin. Dari berbagai literatur diperoleh istilah inovasi, yang pada dasarnya dapat diartikan sebagai proses dan/atau hasil pengembangan dan/atau pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan (memperbaiki) produk (barang dan/atau jasa), proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai (terutama ekonomi dan sosial) yang berarti (signifikan); atau proses di mana gagasan, temuan tentang produk atau proses diciptakan, dikembangkan dan berhasil disampaikan kepada pasar. Freeman (1987) pun menegaskan bahwa inovasi yang kemudian bergerak menjadi sistem inovasi merupakan jaringan lembaga di sektor publik dan swasta yang interaksinya memprakarsai, mengimpor (mendatangkan), memodifikasi dan mendifusikan teknologi-teknologi baru. Selanjutnya yang menjadi pekerjaan rumah besar dalam upaya menjadikan inovasi sebagai urat nadi kehidupan adalah menemukan konsep inovasi yang benar dan disepakati secara bersama oleh seluruh komponen masyarakat. Maksudnya disdefinisi konsep sering kali menimbulkan polemik dan menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan. Pembangunan iptek hendaknya dimulai dari persamaan persepsi terhadap tujuan dan konsep yang disepakati. Undang-undang No. 18 tahun 2002 tentang

Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek hendaknya secara nyata diimplementasikan. Bukan hanya menjadi acuan pada tatanan konsep saja. Undang-undang tersebut pun hingga kini pada ahapan implementasi atau realisasi pelaksanaan kebijakan, ternyata kurang implementatif, hal ini ditandai dengan masih kurang dikenalnya kebijakan ini oleh sebagian responden (yang terdiri atas perguruan tinggi, lembaga litbang pemerintah daerah/ balitbangda, dan industri/ badan usaha) sebagai unsur kelembagaan yang termuat dalam UU. Kenyatan ini merupakan hasil temuan lapangan dari Penelitian yang dilakukan Sri Mulatshi. dkk (2009) Kegiatan penelitian di lembaga-lembaga tersebut sepertinya tidak terpengaruh oleh UU No. 18 Tahun 2002, seperti perguruan tinggi pada umumnya dalam Mengakses menjalankan aktivitas penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek berpijak pada falsafah Tri Dharma Perguruan Tinggi saja, tanpa melihat undang-undang ini. Kelembagaan iptek daerah (balitbangda) yang diteliti juga demikian, memang mendapat dukungan dari pemerintah daerah (yuridis formal dan kebijakan internal) akan tetapi dukungan sumber daya iptek seperti tenaga peneliti, sarana, dan prasarana penelitian masih terbatas. Jaringan antar kelembagaan iptek yang terbentuk di daerah yang diteliti masih terbatas, belum terbangun sesuai dengan UU hanya bersifat personal dan tidak dilakukan secara kelembagaan. Belum terjalin interaksi antara perguruan tinggi, industri dan lembaga litbang pemerintah daerah yang diteliti. Oleh karena itu, perlu kebijakan untuk mendayagunakan fungsi dan peran kelembagaan iptek yaitu perguruan tinggi, lembaga litbang di daerah, dan industri sesuai dengan UU Sisnas P3 Iptek. Langkah selanjutnya adalah implementasi dari ketiga konsep yang menjadi perhatian KNRT periode saat ini dengan konsep fasilitasi proses perolehan hak paten dan kepemilikan hak kekayaan intelektual bagi produk teknologi dan produk kreatif lainnya, kebijakan peningkatan efektivitas riset secara sinergi antara perguruan tinggi dan lembaga penelitian di luar perguruan tinggi, serta kebijakan peningkatan kemampuan inovasi dan kreativitas di kalangan pemuda. Menjadikan inovasi sebagai urat nadi kehidupan adalah langkah tepat, dan alangkah indahnya jika itu benar-benar menjadi kenyataan dan secara komitmen dapat dibuktikan.***

APRIL 2008 JULI 2010 BISKOM BISKOM

61

You might also like