You are on page 1of 25

PEMBENTUKAN KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA

View clicks

Posted December 14th, 2008 by allanadrianfaizal

Bahasa Indonesia

KALIMAT A. UNSUR KALIMAT Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa Indonesia lama lazim disebut jabatan kata dan kini disebut peran kata, yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa Indonesia baku terdiri dari sekurang-kurangnya atas dua unsur, yakni S dan P. Unsur yang lain (O, Pel, dan Ket) dalam suatu kalimat dapat wajib hadir, tidak wajib hadir, atau wajib tidak hadir. 1. Subjek. Subjek (S) adalah bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu hal, atau suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subjek biasanya diisi oleh jenis kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal. (1) Ayahku sedang melukis. (2) Meja direktur besar. (3) Yang berbaju batik dosen saya. (4) Berjalan kaki menyehatkan badan. (5) Membangun jalan layang sangat mahal. Selain ciri di atas, S dapat juga dikenali dengan cara bertanya dengan memakai kata tanya siapa (yang) atau apa (yang) kepada P. Kalau ada jawaban yang logis atas pertanyaan yang diajukan, itulah S. Jika ternyata jawabannya tidak ada atau tidak logis berarti kalimat itu tidak mempunyai S. Inilah contoh kalimat yang tidak mempunyai S karena tidak ada/tidak jelas pelaku atau bendanya. (1) *Bagi siswa sekolah dilarang masuk. (yang benar : Siswa sekolah dilarang masuk) (2) *Di sini melayani resep obat generik. (yang benar : Toko ini melayani resep obat generik). (3) *Melamun sepanjang malam. (yang benar : Dia melamun sepanjang malam) 2. Predikat.

Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan (tindakan) apa atau dalam keadaan bagaimana S (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain memberi tahu tindakan atau perbuatan S, prediksi dapat pula menyatakan sifat, situasi, status, ciri, atau jatidiri S. Termasuk juga sebagai P dalam kalimat adalah pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki S. Predikat dapat berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas verba atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina, atau frasa nominal. Perhatikan contoh berikut ini. Contoh : (1) Kuda meringkik. (2) Ibu sedang tidur siang. (3) Putrinya cantik jelita. (4) Kota Jakarta dalam keadaan aman. (5) Kucingku belang tiga. (6) Robby mahasiswa baru. (7) Rumah Pak Hartawan lima. Tuturan di bawah ini tidak memilik P karena tidak ada kata-kata yang menunjuk perbuatan, sifat, keadaan, ciri dan status pelaku/bendanya. (1) *Adik saya yang gendut lagi lucu itu. (2) *Kantor kami yang terletak di Jln. Gatot Subroto. (3) *Bandung yang terkenal sebagai kota kembang. 3. Objek. Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Objek pada umumnya diisi oleh nominal, frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O seperti pada contoh dibawah ini. (1) a. Nurul menimang....(bonekanya) b. Arsitek merancang....(sebuah gedung bertingkat) c. Juru masak menggorek..(udang windu) Jika P diisi oleh verba intransitif, O tidak diperlukan. (1) a. Nenek sedang tidur. b. Komputerku rusak. c. Tamunya pulang. Obyek dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya dipasifkan. Perhatikan contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang dan lihat ubahan posisinya bila kalimatnya dipasifkan. (1) a. Serena Williams mengalahkan Angelique Wijaya [O]. b. Angelique Wijaya [S] dikalahkan oleh Serena Williams. (2) a. Orang itu menipu adik saya [O]. b. Adik saya [S] ditipu orang itu.

(3) a. Ibu Tuti mencupit pipi Sandra [O] b. Pipi Sandra [S] dicubit oleh ibu Tuti. (4) a. John Smith memberi barang antik [O]. b. Barang antik [S] dibeli oleh John Smith. 4. Pelengkap Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Letak Pel umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat juga berupa nominal, frase nominal, atau klausa. Namun, antara Pel dan O terdapat perbedaan. Perhatikan contoh di bawah ini. (1) Ketua MPR // membacakan // Pancasila. SPO (2) Banyak orsospol // berlandaskan // Pancasila. S P Pel (3) Pancasila // dibacakan // oleh Ketua MPR. SPO Beda Pel dan O adalah Pel tidak dapat dipasipkan menjadi subjek, sedangkan O dapat dipasipkan menjadi subyek. Posisi Pancasila sebagai Pel pada contoh no. 2 di atas tidak dapat dipindahkan ke depan menjadi S dalam kalimat pasip. Contoh yang salah : Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol (X) Akan tetapi Pancasila sebagai O pada contoh no. 1 di atas dapat dibalik menjadi S dalam kalimat pasip. Contoh : Pancasila dibacakan oleh Ketua MPR. SPO Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya.Selain diisi oleh nomina dan frase nominal, Pel dapat pula diisi oleh frase adjektival dan frase preposisional. Di samping itu, letak Pel tidak selalau persis di belakang P. Kalau dalam kelimatnya terdapat O, letak Pel adalah di belakang O sehingga urutuan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel. Berikut adalah beberapa contoh pelengkap dalam kalimat. (1) Sutardji membacakan pengagumnya puisi kontemporer. (2) Mayang mendongengkan Rayhan Cerita si Kancil. (3) Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum. (4) Annisa mengirimi kakeknya kopiah bludru. (5) Pamanku membelikan anaknya rumah mungil. Bedakan : - Sekretaris itu mengambil air minum untuk atasannya. - Annisa mengirim kopiah bludru untuk kakaknya.

(Kata atasannya dan kakanya menjadi Keterangan (Ket.), sedangkan air minum dan kopiah bludru adalah Objek). 5. Keterangan Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai S,P,O, dan Pel. Posisinya bersifat manasuka, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi Ket adalah frase nominal, frase preposional, adverbal, atau klausa. 1. Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum dari kulkas. (ket. Tempat) 2. Rustam Lubis sekarang sedang belajar. (ket. Waktu) 3. Lia memotong roti dengan pisau. (ket. alat) 4. Anak yang baik itu rela berkorban demi orang tuanya. (ket. Tujuan) 5. Polisi menyelidiki masalah itu dengan hati-hati.(ket. Cara) 6. Amir Burhan pergi dengan teman-teman sekantornya. (ket. penyerta) 7. Mahasiswa hukum itu berdebat bagaikan pengacara. (ket. Similatif) 8. Karena malas belajar, mahasiswa itu tidak lulus. (ket. penyebaban) 9. Murid-murid TK berpegangan satu sama lain. (ket. Kesalingan) BAGIAN SATU

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

"Apa dan bagaimana wujud bahasa Indonesia yang baik dan benar itu?" Pertanyaan itu kerap muncul ketika kita berbicara bahasa Indonesia di masyarakat. Dalam kegiatan "Pintu Terbuka Tahun 1984", yang diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, muncul sebuah petanyaan dari seorang pengunjung, "Apa dan bagaimanakah wujud bahasa Indonesia yang baik dan benar itu?". Bahasa yang Baik Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi dan formal, seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal, yang selalu memperhatikan norma bahasa

Bahasa yang Benar Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahas Indoneia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar/tidak baku. Oleh karena itu, kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah pembentukan kata, pemilihan kata, penyusunan kalimat, pembentukan paragraf, pentaan penalran, serta penrapan ejaan yang disempurnakan.Kaidah-kaidah itu diungkapka lebih lanjut pada bagian lain, dengan dilengkapi contoh yang salah dan contoh yang benar. Bahasa yang Baik dan Benar Bahasa Indonesia yang baik dan benar adaah bahasa Indonesia yang digunakan sesusai dengan norma kemasyarakatan yan berlaku dan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Jika bahasa diibaratkan pakaian, kita akan menggunakan pakaian renang pada saat akan berenang di kolam renang sambil membimbing anak-anak belajar berenang. Akan tetapi, tentu kit akan mengenakan pakaian yang disetrika rapi, sepatu yang mengkilat, dan seorang laki-laki mungkin akan menambahkan dasi yang bagus pada saat ia menghadiri suatu pertemuan resmi, pada saat menghadiri pesta perkawinan rekan sejawat, aau pada saat menghadiri sidang DPR. Akan sangat ganjil bukan, jika pakaian yang disetrika, sepatu mengkilap, dasi, dan sebagainya itu digunakan untuk berenang. Demikian juga kita akan dinilai sebagai orang yang kurang adab jika menghadiri acara dengar pendapat di DPR dengan pakaian renang karena di sana ada ketentuan yang sudah disepakati bahwa siapa pun yang akan menghadiri acara resmi di DPR harus berpakaian rapi. Barangkali kita masih ingat kasus seorang pengusaha sukses, yang oleh petugas protokol ditolak menghadiri acara dengar pendapat di DPR karena pengusaha yang "nyentrik" itu tidak menggunakan pakian rapi. Kalau contoh itu dianalogikan dengan pemakaian bahasa, betapa ganjilnya percakapan seorang suami dengan istrinya jika berlangsung seperti berikut: Suami: "Bu, bolehkan Bapak bertanya, apakah Ibu sudah menyiapakan hidangan untuk makan siang hari ini?" Istri : "Ya tentu saja. Saya sudah masak nasi lengkap dengan sayur kesenanganBapak, dan sekarang silakan Bapak menikmati hidangan itu. Silakan Bapak menikmati hidangan yang sudah disiapkan". Suami: "Mari Bapak cicipi makanan ini. Oh, menurut hemat Bapak, seandainya Ibu menambahkan sedikit garam ke dalam sayur ini, pasti sayur tersebut akan lebih lezat." Istri : "Mudah-mudahan pada kesempaan lain Ibudapat membuat sayur yang lebih enak sesuai dnegan saran Bapak."

Sebaliknya, bagaimana pendapat Anda jika seorang mahasiswa (pembicara) bertanya kepada seorang dosen (pendenagar) tentang materi kuliah yang diberikan dosen (objek), pada saat kuliah (waktu), di kampus (tempat), dalam situasi belajarmengjar (resmi) sebagai berikiut: "Maaf Mas, gue kepengen usul, coba jelasin dulu dong garis besar kuliah kita, apakah sudah sesuai kurikulum universitas kita?" Kedua contoh rekaan itu dapat dikatakan tidak tepat. Contoh pertama sangat menggelikan karena pada situasi santai digunakan bahasa yang resmi sehingga terasa kaku; kasus kedua juga sagat tidak tepat karena pada situasi formal digunkan kata-kata dialek dan struktur yang tidak baku (ditetak miring) sehingga mirip percakapan di warung kopi. Kedua contohitu tidak baik dan tidak benar karena bahasa yang digunakan tidak seuai dengan situasi pemakaian, lagi pula tidak sesuai dengan kaidah bahasa. Begitu pula dengan pemakaian lafal daerah, seprti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, Batak, dan Banjar dalam bahasa Indonesia pada situasi resmi dan formal sebaiknya dikurangi. Kata memuaskan diucapkan (memusaken); pendidikan yang dilafalkan (pendidi'an) bukan lafal bahasa Indonesia. Kata kakak yang dilafalkan (kakak?); kata mie dilafalkan (me) tidak cocok dengan lafal bahasa Indonesia. Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian lafal daerah. Ada orang yang sudah terbiasa mengucakan kata logis dan sosiologi menajdi (lohis) dan (sosiolohi). Ada lagi yang melafalkan kata sukses menjadi (sakses); produk menjadi (prodak); dan sebagainya. Dalam sebuah papan nama tertulis, Dana Proyek ini berasal dari dana yang di himpun dari pajak yang anda bayar, imbuhan di pada kata di himpun ditulis terpisah, padahal seharus serangkai yakni dihimpun. Sapaan anda seharusnya diawali dengan huruf besar; Anda. Pemakaian kata daripada dalam kalimat, Saya tahu persis daerah ini merupakan basis daripada PKI tidak tepat. Ungkapan basis daripada PKI termasuk ungkapan yang menyatakan milik tidak perlu menggunakan daripada. Begitu juga dalam kepemilikikan yang lain, seperti Pemimpin daripada PLO, ketua dairpada KUD, pintu daripada rumah dan seterusnya. Dalam bahasa Indonesia daripada digunakan dalam perbandingan, seperti Sikap Pemimpim PLO lebih keras daripada sikap Presiden Mesir dalam menghadapi Israel

Salah Kaprah dalam Pelafalan Bahasa Indonesia


Selasa, 30 September, 2008 oleh M. Purna Dewansyah Saputra

X Halo, pencari Google! Jika artikel ini berguna bagi anda, mungkin anda mau untuk berlangganan RSS Feed kami untuk selalu menerima artikel-artikel terbaru dari kami!

You were searching for "perbendaharaan kata bahasa indonesia". See posts relating to your search

Sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia mengalami tahap-tahap yang sangat penting dalam sejarah perkembangannya. Dimulai dari 1901, disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. Van Ophuysen dalam Kitab Logat Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia. Pada 1928 Bahasa Indonesia diikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan. Kemudian tahun 1942 kedudukan bahasa Indonesia semakin kokoh akibat kekalahan belanda terhadap Jepang, yang secara otomatis bahasa Belanda tidak boleh dipergunakan lagi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam situasi resmi. Tahun 1945 Bahasa Indonesia memperoleh kedudukannya yang lebih pasti sebagai bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa kesatuan dan bahasa negara. Kemudian, dengan penetapan pemakaian ejaan baru oleh Presiden RI tanggal 16 Agustus tahun 1972, selangkah bahasa Indonesia maju menuju kesempurnaannya. (Lihat J.S Badudu.1985) Melihat sejarah perkembangan bahasa Indonesia yang hampir mencapai satu abad, ternyata bukanlah hal yang mudah untuk menyempurnakannya dan menjaga dari pengaruhpengaruh bahasa-bahasa lain (asing). Bahasa Indonesia masih belum cukup dewasa menahan gempuran dari bahasa-bahasa asing yang selalu mempengaruhinya. Selain ketidakmampuaannya dalam menahan gempuran, bahasa Indonesia juga masih ada yang terjadi salah kaprah penggunaanya, yang kali ini penulis coba mengangkat kesalahkaprahan bahasa Indonesia, dari segi cara pelafalan membaca akrostik dan akronim. Bahasa Indonesia dari segi pembacaan kata akrostik dan akronim masih banyak-apakah karena sengaja atau karena sudah menjadi kebiasaan- yang salah kaprah. Ada beberapa kata yang pelafalannya kita menyesuaikan dengan lidah melayu, namun ada juga yang sedikit menggilitik lidah kita pelafalannya mengikuti dari kata aslinya maksudnya bahasa asingyang secara tidak sadar kita menganggap bahwa itu adalah pelafalan lidah orang melayu, khususnya orang Indonesia. Berikut akan penulis coba berikan contoh, mudah-mudahan menggugah hati anda. Antara TV dan TVRI Dalam pengucapannya, kita mengucapkannya dengan gaya pelafalan ejaan bahasa Inggris. TV (baca: tivi) mengapa kita tidak melafalkannya teve. Bukankah dalam bahasa

Indonesia fonem t dibaca te dan fonem v dibaca ve? Mungkin jika ingin membeli TV dan melafalkannya dengan teve sudah pasti kita akan ditertawakan. Namun, ketika melafalkan nama stasiun TV pemerintah TVRI, kita melafalkannya dengan te-ve-er-ibukan ti-vi-ar-ei-. Bagaimana menurut Anda, apakah benar? Hal ini sudah memasyarakat pada pengguna Bahasa Indonesia, suatu kesalahan yang sudah menjadi anggapan benar. KFC dan A&W Begitu juga dengan pelafalan dua merek dagang makanan dari luar negeri ini. KFC dan A&W. Kita melafalkan KFC dengan ka-ef-ci sesuai dengan pelafalan bahasa Inggris. Namun, ketika bertemu dengan merk dagang yang berbeda namun asalnya sama kita melafalkan A&W dengan pelafalan lidah melayu -a- dan w-. Mengapa kita tidak melafalkannya sama seperti melafalkan KFC. Baca saja A&W dengan (Ei and doble yuu). Kini gilirannya, jika melafalkan demikian ei and doubleyuu-, bisa jadi kita dibilang katrok oleh orang yang mendengarnya. DVD dan VCD Pelafalan DVD dan VCD Orang indonesia melafalkannya bukan (de-ve-de) tetapi (di-vi-di) Mengikuti pelafalan bahasa inggris. Begitu juga dengan VCD dilafalkan dengan vi-ci-di. Handphone (HP) Pada alat elektronnik yang satu ini pun kita juga salah kaprah. Mengapa pada pelafalannya kita tidak melafalkan dengan lidah Inggris. HP dibaca (eitch-pi). Tapi dalam kesehariannya kita melafalkan HP (hape). Bagaimana menurut Anda? Tetapi walaupun demikian, tidak semua pelafalan dalam bahasa indonesia yang diserap dari bahasa asing menjadi salah kaprah. Satu contoh yang tepat, computer yang dalam bahasa Inggris dibaca kompiyuterr-, tetapi dalam bahasa Indonesia diserap komputer, pelafalannya pun menjadi komputer. Sesuai dengan lidah orang Melayu bukan? Melihat adanya kesalah kaprahan yang terjadi, semoga kita tidak semakin manambah kesalahan yang sudah ada. Belajarlah dari kesalahan. Hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab lembaga, badan, departemen atau sejenisnya yang menangani masalah kebahasaan, tetapi ini juga menjadi masalah kita sebagai masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Untuk ke depannya semoga dalam proses penyerapan bahasa asing kita tidak salah kaprah lagi.

Penghematan Unsur Kalimat


Submitted by KHARISMA on Sun, 2006-01-01 00:00

Education

Lebih efektif dari penghematan kata ialah penghematan melalui struktur kalimat. Banyak contoh pembikinan kalimat dengan pemborosan kata. 2a) Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat: - Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman. (Bisa disingkat: Merupakan kenyataan, bahwa .............). Apa yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas. (Bisa disingkat: Yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro........). 2b) Pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan: - Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri? (Bisa disingkat: Akan terus tergantungkah Indonesia..). Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak. (Bisa disingkat: Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak). 2c) Pemakaian dari sebagai terjemahan of (Inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan; Juga daripada. - Dalam hal ini pengertian dari Pemerintah diperlukan. (Bisa disingkat: Dalam hal ini pengertian Pemerintah diperlukan. Sintaksis adalah bagian daripada Tatabahasa. (Bisa disingkat: Sintaksis adalah bagian Tatabahasa). 2d) Pemakaian untuk sebagai terjemahan to (Inggris) yang sebenarnya bisa ditiadakan: - Uni Soviet cenderung untuk mengakui hak-hak India. (Bisa disingkat: Uni Soviet cenderung mengakui.........). Pendirian semacam itu mudah untuk dipahami. (Bisa disingkat: Pendirian semacam itu mudah dipahami). GINSI dan Pemerintah bersetuju untuk memperbaruhi prosedur barang-barang modal. (Bisa disingkat: GINSI dan Pemerintah bersetuju memperbaruhi....). Catatan: Dalam kalimat: Mereka setuju untuk tidak setuju, kata untuk demi kejelasan dipertahankan. 2e) Pemakaian adalah sebagai terjemahan is atau are (Inggris) tak selamanya perlu: - Kera adalah binatang pemamah biak. (Bisa disingkat Kera binatang pemamah biak). Catatan: Dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: Pikir itu pelita hati. Kita bisa memakainya, meski lebih baik

dihindari. Misalnya kalau kita harus menterjemahkan Man is a better driver than woman, bisa mengacaukan bila disalin: Pria itu pengemudi yang lebih baik dari wanita. 2f) Pembubuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu: - Presiden besok akan meninjau pabrik ban Good year. (Bisa disingkat: Presiden besok meninjau pabrik......). Tadi telah dikatakan ..... (Bisa disingkat: Tadi dikatakan.). Kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri. (Bisa disingkat: Kini Clay mempersiapkan diri). 2g) Pembubuhan bahwa sering bisa ditiadakan: - Pd. Gubernur Ali Sadikin membantah desas-desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti. Tidak diragukan lagi bahwa ialah orangnya yang tepat. (Bisa disingkat: Tak diragukan lagi, ialah orangnya yang tepat.). Catatan: Sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (:), bila perlu. 2h) Yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang-kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tertentu: - Indonesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia. (Bisa disingkat: Indonesia harus menjadi tetangga baik Australia). Kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia. 2i) Pembentukan kata benda (ke + ..... + an atau pe + ........ + an) yang berasal dari kata kerja atau kata sifat, kadang, kadang, meski tak selamanya, menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak perlu: - Tanggul kali Citanduy kemarin mengalami kebobolan. (Bisa dirumuskan: Tanggul kali Citanduy kemarin bobol). PN Sandang menderita kerugian Rp 3 juta. (Bisa dirumuskan: PN Sandang rugi Rp 3 juta). Ia telah tiga kali melakukan penipuan terhadap saya (Bisa disingkat: Ia telah tiga kali menipu saya). Ditandaskannya sekali lagi bahwa DPP kini sedang memikirkan langkah-langkah untuk mengadakan peremajaan dalam tubuh partai. (Bisa dirumuskan: Ditandaskannya sekali lagi, DPP sedang memikirkan langkah-langkah meremajakan tubuh partai). 2j) Penggunaan kata sebagai dalam konteks dikutip sebagai mengatakan yang belakangan ini sering muncul (terjemahan dan pengaruh bahasa jurnalistik Inggris & Amerika), masih meragukan nilainya buat bahasa jurnalistik Indonesia. Memang, dalam

kalimat yang memakai rangkaian kata-kata itu (bahasa Inggrisnya quoted as saying) tersimpul sikap berhati-hati memelihat kepastian berita. Kalimat Dirjen Pariwisata dikutip sebagai mengatakan... tak menunjukkan Dirjen Pariwisata secara pasti mengatakan hal yang dimaksud; di situ si reporter memberi kesan ia mengutipnya bukan dari tangan pertama, sang Dirjen Pariwisata sendiri. Tapi perlu diperhitungkan mungkin kata sebagai bisa dihilangkan saja, hingga kalimatnya cukup berbunyi: Dirjen Pariwisata dikutip mengatakan......... Bukankah masih terasa kesan bahwa si reporter tak mengutipnya dari tangan pertama? Lagipula, seperti sering terjadi dalam setiap mode baru, pemakaian sebagai biasa menimbulkan ekses. Contoh: Ali Sadikin menjelaskan tetang pelaksanaan membangun proyek miniatur Indonesia itu sebagai berkata: Itu akan dilakukan dalam tiga tahap Harian Kami, 7 Desember 1971, halaman 1). Kata sebagai dalam berita itu samasekali tak tepat, selain boros. 2k) Penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, juga bisa tak tepat dan boros. Dimana sebagai kataganti penanya yang berfungsi sebagai kataganti relatif muncul dalam bahasa Indonesia akibat pengaruh bahasa Barat. 1) Dr. C. A. Mees, dalam Tatabahasa Indonesia (G. Kolff & Co., Bandung, 1953 hal. 290294) menolak pemakaian dimana. Ia juga menolak pemakaian pada siapa, dengan siapa, untuk diganti dengan susunan kalimat Indonesia yang tidak meniru jalan bahasa Belanda, dengan mempergunakan kata tempat, kawan atau teman. Misalnya: orang tempat dia berutang (bukan: pada siapa ia berutang); orang kawannya berjanji tadi (bukan: orang dengan siapa ia berjanji tadi). Bagaimana kemungkinannya untuk bahasa jurnalistik? Misalnya: Rumah dimana saya diam, yang berasal dari The house where I live in, dalam bahasa Indonesia semula sebenarnya cukup berbunyi: Rumah yang saya diami. Misal lain: Negeri dimana ia dibesarkan, dalam bahasa Indonesia semula berbunyi: Negeri tempat ia dibesarkan. Dari kedua misal itu terasa bahasa Indonesia semula lebih luwes, kurang kaku. Meski begitu tak berarti kita harus mencampakkan kata dimana sama sekali dari pembentukan kalimat bahasa Indonesia. Hanya sekali lagi perlu ditegaskan: penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, bisa tak tepat dan boros. Saya ambilkan 3 contoh ekses penggunaan dimana dari 3 koran: Kompas, 4 Desember 1971, halaman I: Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) oleh serdadu-serdadu Amerika (GI) dimana konsentrasi besar mereka ada di Vietnam. Sinar Harapan, 24 November 1971, halaman III: Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini sedang menggarap 9 buah perkara

tindak pidana korupsi, dimana ke-9 buah perkara tsb. sebagian sudah dalam tahap penuntutan, selainnya masih dalam pengusutan. Abadi, 6 Desember 1971, halaman II: Selanjutnya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dunia dewasa ini masih belum menentu, dimana secara tidak langsung telah dapat mempengaruhi usaha-usaha pemerintah di dalam menjaga kestabilan, baik untuk perluasan produksi ekonomi dan peningkatan ekspor. Dalam ketiga contoh kecerobohan pemakaian dimana itu tampak: kata tersebut tak menerangkan tempat, melainkan hanya berfungsi sebagai penyambung satu kalimat dengan kalimat lain. Sebetulnya masing-masing bisa dirumuskan dengan lebih hemat: - Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) serdadu-serdadu Amerika (GI), yang konsentrasi besarnya ada di Vietnam. Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini menggarap 9 perkara tindak pidana korupsi. Ke-9 perkata tsb. sebagian sudah dalam tahap penuntutan, selainnya (sisanya) masih dalam pengusutan. Selanjuntya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dewasa ini masih belum menentu. Hal ini secara tidak langsung telah dapat.. dst. Perhatikan: 1. Kalimat itu dijadikan dua, selain bisa menghilangkan dimana, juga menghasilkan kalimat-kalimat pendek. 2. dewasa ini sedang cukup jelas dengan dewasa ini. 3. kata 9 buah bisa dihilangkan buah-nya sebab kecuali dalam konteks tertentu, kata penunjuk-jenis (dua butir telor, 5 ekor kambing, 7 sisir pisang) kadang-kadang bisa ditiadakan dalam bahasa Indonesia mutahir. 4. Kalimat dijadikan dua. Kalimat kedua ditambahi Hal ini atau cukup Ini diawalnya. 2l) Dalam beberapa kasus, kata yang berfungsi menyambung satu kalimat dengan kalimat lain sesudahnya juga bisa ditiadakan, asal hubungan antara kedua kalimat itu secara implisit cukup jelas (logis) untuk menjamin kontinyuitas. Misalnya: - Bukan kebetulan jika Gubernur menganggap proyek itu bermanfaat bagi daerahnya. Sebab 5 tahun mendatang, proyek itu bisa menampung 2500 tenaga kerja setengah terdidik. (Kata sebab diawal kalimat kedua bisa ditiadakan: hubungan kausal antara kedua kalimat secara implisit sudah jelas). Pelatih PSSI Witarsa mengakui kekurangankekurangan di bidang logistik anak-anak asuhnya. Kemudian ia juga menguraikan perlunya perbaikan gizi pemain (Kata kemudian diawal kalimat kedua bisa ditiadakan; hubungan kronologis antara kedua kalimat secara implisit cukup jelas). Tak perlu diuraikan lebih lanjut, bahwa dalam hal hubungan kausal dan kronologi saja kata yang berfungsi menyambung dua kalimat yang berurutan bisa ditiadakan. Kata tapi, walau atau meski yang mengesankan ada yang yang mengesankan adanya perlawanan tak bisa ditiadakan.

30 Agustus, 2008
Kalimat Bahasa Indonesia yang Efektif dalam Naskah Pidato

Oleh: Dr. H. Suherli Kusmana, M.Pd.


Pendahuluan Penyusunan naskah pidato resmi memerlukan kecermatan, baik dalam penggunaan bahasa (Indonesia atau Inggris) maupun dari substansi ini yang disajikan sesuai dengan wacana perkembangan masyarakat yang aktual, baik pada tingkat global maupun nasional (sesuai dengan tujuan). Naskah Pidato merupakan bukti sejarah perkembangan dan peradaban dari perspektif seorang pemimpin. Oleh karena makna pidato demikian luas dan beragam, maka diperlukan kecermatan dalam penggunaan bahasanya dan substansi isi yang disajikannya. Kecermatan penggunaan bahasa Indonesia sangat diperlukan karena bahasa seorang pemimpin sering dijadikan sebagai dasar rujukan bagi pengguna bahasa lain, termasuk masyarakat umum. Bahasa pemimpin dalam menyampaikan pidato harus menunjukkan bahasa yang lugas, objektif, cermat, dan cerdas sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang keliru dari pendengarnya. Bahasa seorang pemimpin harus menggambarkan penggunaan bahasa yang benar dan menggunakan kalimat secara efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu dipahami pembaca sesuai dengan maksud penulisnya. Sebaliknya, kalimat yang sulit dipahami atau salah terpahami oleh pembacanya termasuk kalimat yang kurang efektif. Kalimat yang efektif memiliki ciri struktur yang kompak, paralel, hemat, cermat, padu, dan logis. Marilah kita diskusikan setiap ciri ini pada bagian berikut ini! a) Kalimat Berstruktur Kompak Setiap kalimat minimal terdiri atas unsur pokok dan sebutan (yang menerangkan pokok) atau unsur subjek dan predikat. Kalimat yang baik adalah kalimat yang menggunakan subjek dan predikat secara benar dan kompak. Kekurangkompakan dan ketidakjelasan subjek dapat terjadi jika digunakan kata depan di depan subjek. Misalnya penggunaan dalam, untuk, bagi, di, pada, sebagai, tentang, dan, karena sebelum subjek kalimat tersebut. Contoh kalimat tidak efektif: Bagi semua siswa harus memahami uraian berikut ini. Dalam pembahasan ini menyajikan contoh nyata. Sebagai contoh dari uraian di atas adalah perkalian di bawah ini. Kalimat di atas menjadi tidak efektif karena unsurnya tidak lengkap. Bandingkan dengan kalimat di bawah ini! Semua siswa harus memahami uraian berikut ini. Dalam pembahasan ini disajikan contoh nyata.

Contoh dari uraian di atas adalah perkalian di bawah ini. Selain itu, kalimat yang berstruktur kompak adalah kalimat yang hanya menggunakan satu subjek. Penggunaan subjek ganda akan membuat kalimat tersebut tidak efektif. Contoh kalimat tidak efektif: Penjumlahan angka itu hasilnya dibagi kelipatan dua. Cairan itu unsur-unsur kimianya tidak menyatu. Kedua kalimat di atas menggunakan subjek ganda, sehingga kalimat tersebut menjadi kurang jelas. Bandingkanlah dengan kalimat di bawah ini: Hasil penjumlahan angka itu dibagi kelipatan dua. Unsur-unsur cairan kimia itu tidak menyatu. Dalam bahasa Indonesia dikenal kata penghubung intrakalimat, seperti dan, atau, sehingga, sedangkan, karena, yaitu, hingga, tetapi. Penggunaan kata penghubung ini hanya dilakukan di tengah kalimat. Apabila digunakan pada awal kalimat maka kalimat tersebut menjadi tidak efektif. Contoh kalimat tidak efektif: Pemberontakan PKI sangat menyakitkan. Sehingga materi tentang hal ini akan menjadi cermin sejarah bagi bangsa Indonesia. Buaya termasuk ke dalam jenis reftil. Sedangkan burung termasuk ke dalam jenis aves. Kalimat di atas akan tampak tidak jelas jika disajikan di awal kalimat, misalnya: Sehingga materi tentang hal ini akan menjadi cermin sejarah bagi bangsa Indonesia. Sedangkan burung termasuk ke dalam jenis aves. Penggunaan kata sehingga dan sedangkan pada awal kalimat sebagai penghubung antarkalimat kurang tepat, karena kata tersebut seharusnya berfungsi sebagai penghubung intrakalimat. Seharusnya, kalimat di atas tidak terpisah dengan kalimat sebelumnya agar kesatuan gagasan dapat terpahami. Bandingkanlah dengan kalimat di bawah ini! Pemberontakan PKI sangat menyakitkan, sehingga materi tentang hal ini akan menjadi cermin sejarah bagi bangsa Indonesia. Buaya termasuk ke dalam jenis reftil, sedangkan burung termasuk ke dalam jenis aves. Demikian pula kata penghubung lain, seperti dan, atau, karena, yaitu, hingga, dan tetapi merupakan kata penghubung intrakalimat. Oleh karena itu, kata penghubung tersebut hanya digunakan untuk menghubungkan satu gagasan dengan gagasan lain dalam satu kalimat. b) Kalimat Paralel Kalimat yang efektif adalah kalimat yang tersusun secara paralel. Keparalelan itu tampak pada jenis kata yang digunakan sebagai suatu yang paralel dengan memiliki unsur atau jenis kata yang sama. Kesalahan dalam menggunakan paralelis kata akan menjadikan kalimat tersebut menjadi tidak efektif. Contoh kalimat tidak efektif: Kegiatan akhir dari percobaan itu adalah menyusun laporan, kelengkapan materi yang harus dilampirkan, penggambaran tahap-tahap kegiatan, dan simpulan hasil pengujian. Ketidakefektifan kalimat tersebut, karena memfaralelkan jenis kata menyusun, dengan kelengkapan, penggambaran, dan simpulan. Kalimat tersebut memfaralelkan kegiatan sebagai verba, maka kata lainnya seharusnya menggunakan verba. Misalnya, kata menyusun seharusnya berfaralel dengan melampirkan (materi secara lengkap), menggambarkan (tahap-tahap kegiatan), dan menyimpulkan (hasil pengujian).

Bandingkanlah dengan kalimat di bawah ini! Kegiatan akhir dari percobaan itu adalah menyusun laporan, melampirkan materi secara lengkap, menggambarkan tahap-tahap kegiatan, dan menyimpulkan hasil pengujian. c) Kalimat Hemat Kalimat yang efektif harus hemat. Kalimat hemat memiliki ciri kalimat yang menghindari pengulangan subjek, pleonasme, hiponimi, dan penjamakan kata yang sudah bermakna jamak. Contoh kalimat tidak efektif: Para menteri serentak berdiri, setelah mereka mengetahui bahwa presiden datang ke acara itu. Waktu tempuh yang digunakan hanya selama 45 menit saja untuk sampai ke daerah itu. Air raksa ini harus dicampur dengan kain warna merah. Banyak orang-orang yang tidak hadir pada pertemuan yang menghadirkan beberapa tokoh-tokoh terkemuka. Kalimat pertama kurang efektif karena menggunakan subjek (kata para menteri) dengan subjek kedua (kata mereka). Kalimat kedua menggunakan kata bermakna sama, yaitu kata hanya dan saja. Kalimat ketiga kurang efektif karena menggunakan kata bermakna hiponimi, yaitu kata warna dan merah (merah merupakan salah satu warna, sehingga tidak perlu menggunakan kata warna). Kalimat keempat, menggunakan kata bermakna jamak secara berulang, yaitu kata banyak dan beberapa dengan pengulangan kata yang mengikutinya. Bandingkanlah dengan kalimat-kalimat di bawah ini! Para menteri serentak berdiri, setelah mengetahui bahwa presiden datang ke acara itu. Waktu tempuh yang digunakan hanya selama 45 menit untuk sampai ke daerah itu. Air raksa ini harus dicampur dengan kain merah. Banyak orang yang tidak hadir pada pertemuan yang menghadirkan beberapa tokoh terkemuka. d) Kalimat Cermat Kalimat efektif adalah kalimat yang tidak ambigu atau bermakna bias. Setiap kata yang digunakan tidak menimbulkan salah tafsir atau tafsir ganda. Untuk itu diperlukan kemampuan menyusun kalimat secara cermat. Kalimat yang disusun tidak cermat akan menjadikan kalimat yang tidak efektif. Contoh kalimat tidak efektif: Siswa SMA yang terkenal itu dapat mengalahkan para pesaingnya. Kalimat di atas bermakna ambigu, karena akan menimbulkan pertanyaan Siapakah yang terkenal itu, siswa atau SMA?. Demikian pula kalimat kedua, semakin ambigu, sekalipun secara sepintas tampak sebagai kalimat yang logis, namun karena bermakna ganda, maka makna kalimatnya menjadi bias. Bandingkan dengan kalimat berikut: Siswa terkenal dari SMA itu dapat mengalahkan para pesaingnya. Jika yang dimasudkan adalah SMA yang terkenal disajikan sebagai berikut: Siswa dari SMA terkenal itu dapat mengalahkan para pesaingnya. e) Kalimat Berpadu Kalimat yang berpadu adalah kalimat yang berisi kepaduan pernyataan. Kalimat yang tidak berpadu biasanya terjadi karena salah dalam menggunakan verba (kata kerja) atau preposisi (kata depan) secara tidak tepat.

Contoh kalimat tidak efektif: Segala usulan yang disampaikan itu kami akan pertimbangkan. Uraian pada bagian ini akan menyajikan tentang perkembangbiakan pohon aren. Materi yang sudah diungkapkan daripada pembicara awal akan dibahas kembali pada pertemuan yang akan datang. Penggunaan kata akan yang menyelip di antara subjek dengan predikat pada kalimat pertama menjadikan kalimat tersebut kurang padu. Demikian pula penggunaan kata tentang dan daripada setelah verba menjadikan kalimat tersebut kurang padu. Bandingkanlah dengan kalimat-kalimat berikut: Segala usulan yang disampaikan itu akan kami pertimbangkan. Uraian pada bagian ini akan menyajikan perkembangbiakan pohon aren. Materi yang sudah diungkapkan oleh pembicara awal akan dibahas kembali pada pertemuan yang akan datang. f) Kalimat Logis Kalimat yang logis adalah kalimat yang dapat diterima oleh akal atau pikiran sehat. Biasanya ketidaklogisan kalimat terjadi karena pemilihan kata atau ejaan yang salah. Contoh kalimat tidak efektif: Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran acara ini. Untuk mempersingkat waktu, marilah kita bersama-sama mulai mengerjakan tugas tersebut. Mayat wanita yang ditemukan di sungai itu sebelumnya sering mondar- mandir di daerah tersebut. Pada kalimat pertama terkadung makna bahwa yang berbahagia adalah kesempatan, kecuali verbanya diganti dengan membahagiakan. Kalimat kedua memiliki makna yang tidak mungkin waktu dipersingkat, kecuali acara yang dipersingkat atau waktu yang dihemat. Kalimat ketiga menggunakan konstruksi kalimat yang kurang benar sehingga memunculkan makna yang kurang logis dan menakutkan. Bandingkanlah dengan kalimat di bawah ini! Pada kesempatan yang membahagiakan ini, saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran acara ini. Untuk menghemat waktu, marilah kita bersama-sama mulai mengerjakan tugas tersebut. Wanita itu sering mondar- mandir di daerah tersebut, sebelum mayatnya ditemukan di sungai Demikianlah paparan sepintas tentang kalimat efektif dalam naskah pidato resmi. Ketepatan menggunakan kalimat efektif merupakan bentuk loyalitas kita terhadap bahasa negara. Daftar Pustaka Baynham, Mike. (1995) Literacy Practices: Investigating Literacy in Social Contexts. London: Longman. Keraf, Gorys (1983) Komposisi. Jakarta: Gramedia. Rusyana, Yus (1984) Bahasa & Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV Diponegoro. Warriner, (1958) English Grammar and Composition. New York: Harcourt, Brace and World Inc. Weaver, Ricard M. (1968) Composition. New York: Holt. Pinahart and Winston.

Diposkan oleh Prof. Dr. H. Suherli, M.Pd. di 07:09 Sulitkah Kita Menggunakan Kalimat Efektif? Topic List < Prev Topic | Next Topic >

< Prev Message | Next Message > Reply | Forward Pertanyaan pada judul di atas bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijawab. Bagi sebagian besar orang tentu akan apriori dengan pertanyaan tersebut. Apa manfaatnya bila kita menggunakan kalimat efektif dan apa ruginya bila tidak? Yang penting, bagi mereka, informasi yang hendak disampaikan dapat diterima oleh orang lain. Begitu pula informasi dari orang lain dapat dipahami dengan baik tanpa pernah memedulikan apakah kalimat yang dipakai dalam berkomunikasi itu efektif atau tidak. "Penyakit" tersebut tidak hanya mewabah di kalangan masyarakat tak terpelajar, tetapi juga telah merasuki sebagian besar kaum yang mengatasnamakan dirinya sebagai kaum terpelajar, kaum intelektual. Bahkan berdasarkan pengamatan langsung penulis ketika sedang bercakap-cakap dengan teman sejawat, para guru (baca: guru Bahasa Indonesia) sering "masa bodoh" dengan masalah ini. Mereka membiarkan berbagai kesalahan berbahasa terjadi di depan mata mereka. Tidak ada upaya langsung dan cepat tanggap untuk segera membenahi kesalahan-kesalahan tersebut. Haruskah sikap dan apriori itu dibiarkan menjamur dan tumbuh subur bak rumput ilalang di musim hujan? Tentu saja tidak. Kita sebagai bangsa Indonesia sudah sepantasnya merasa bangga karena memiliki bahasa Indonesia yang sangat kita cintai ini. Bahasa Indonesia yang telah mampu mempersatukan berbagai perbedaan suku dan keanekaragaman budaya Indonesia. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila kita merasa malu jika belum mampu menggunakan bahasa kita sendiri dengan baik dan benar. Sanggupkah kita menerima stigma dari bangsa asing bahwa kita sebagai bangsa yang bodoh, bangsa yang tak pernah menghargai bahasanya sendiri? Sekali lagi jawabnya tentu tidak. Agar kita tidak mendapatkan stempel seperti tersebut, pada kesempatan ini penulis ingin menyoroti berbagai kesalahan berbahasa, khususnya tentang ketidakefektifan kalimat. Hal ini menjadi penting karena kalimat yang tidak efektif akan berpengaruh pada keakuratan informasi yang akan kita sampaikan. Dengan mengetahui kesalahannya kita mencoba untuk membenahinya sedikit demi sedikit. Perhatikan contoh di bawah ini. (1)Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum. (2)Bagi yang merasa kehilangan harap segera mengambilnya di ruang guru. (3)Dalam pertemuan itu menghasilkan keputusan yang memuaskan semua pihak. (4)Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (5)Dia sedang belajar matematika di kamar kemudian dijawabnya semua soal latihan itu. (6)Ayahnya mengajar hahasa Indonesia di SMA Negeri 11 Surabaya. (7)Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih. (8)Waktu dan tempat saya persilakan. (9)Untuk mempersingkat waktu, . (10)Bunga-bunga mawar, melati, dan kenanga sangat disukainya. (11)Apel, mangga, dan durian adalah buah-buahan yang sangat enak. (12)Silakan Saudara maju ke depan!

(13)Bajunya berwarna merah. (14)Jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh, maka kita akan mendapatkan hasil yang maksimal. (15)Meskipun hidupnya menderita, akan tetapi ia tidak pernah mengeluh. Sebelum kita bahas kalimat di atas satu per satu, terlebih dahulu kita harus memahami bagaimana menggunakan kalimat efektif itu. Ada beberapa hal untuk menentukan apakah suatu kalimat bisa dikatakan sebagai kalimat efektif atau bukan. Kesatuan Gagasan Kalimat efektif harus memiliki kesatuan gagasan dan mengandung satu ide pokok (satu pengertian lengkap). Kalimat dikatakan memiliki kesatuan gagasan jika memiliki subjek, predikat dan fungsi-fungsi kalimat lainnya saling mendukung dan membentuk kesatuan tunggal. Dengan demikian, kalimat haruslah mengandung unsur subjek dan predikat sebagai unsur inti sebuah kalimat. Kehadiran unsur-unsur lain (objek, pelengkap, atau keterangan) hanyalah sebagai tambahan bagi unsur inti. Kesejajaran (Paralel) Kalimat efektif harus memiliki kesejajaran (keparalelan). Yang dimaksud dengan kesejajaran adalah penggunaan bentukan kata atau frasa berimbuhan yang memiliki kesamaan (kesejajaran), baik dalam fungsi maupun bentuknya. Jika bagian kalimat itu menggunakan verba berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di-. Jika bagian kalimat itu menggunakan verba berimbuhan meng-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan meng-. Begitu pula dengan verba berimbuhan yang lainnya juga harus mengikuti kaidah tersebut di atas. Satu bagian kalimat berupa verba aktif, bagian kalimat yang lain juga harus berupa verba aktif. Demikian pula halnya jika satu bagian merupakan verba pasif, bagian lainnya pun harus merupakan verba pasif. Kelogisan Kalimat efektif harus mudah dipahami. Unsur-unsur pembentuknya harus memiliki hubungan yang logis atau dapat diterima oleh akal sehat. Susunan kalimat dianggap logis apabila kalimat itu mengandung makna yang bisa diterima akal dan bermakna sesuai dengan kaidah-kaidah nalar secara umum. Kehematan Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Setiap kata haruslah memiliki fungsi yang jelas dan tidak boleh menggunakan kata yang berlebihan. Penggunaan kata yang berlebihan justru akan mengaburkan dan memperlemah maksud kalimat itu. Setelah kita mengetahui beberapa prinsip pembentukan kalimat efektif, ada baiknya kita mulai memahami mengapa kalimat (1) sampai dengan (15) bukan merupakan kalimat efektif. (1)Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat

membantu keselamatan umum. (2)Bagi yang merasa kehilangan harap segera mengambilnya di ruang guru. (3)Dalam pertemuan itu menghasilkan keputusan yang memuaskan semua pihak. Kalimat (1) s.d (3) di atas tidak memiliki kelengkapan fungsi kalimat. Jika kita analisis, kalimat (1) di dalam keputusan itu (keterangan), merupakan (predikat), kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum (pelengkap). Dengan demikian kalimat ini bukanlah kalimat yang efektif karena tidak memiliki kesatuan gagasan. Fungsi subjek tidak hadir dalam kalimat (1) ini. Agar menjadi kalimat efektif, fungsi subjek harus dihadirkan dengan cara menghilangkan kata di dalam. Dengan demikian kalimat (1) menjadi (1a)Keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum. Demikian pula untuk kalimat (2) dan (3), fungsi subjek harus dihadirkan dengan cara menghilangkan kata bagi untuk kalimat (2), dan kata dalam untuk kalimat (3), sehingga kalimat tersebut akan menjadi (2a)Yang merasa kehilangan harap segera mengambilnya di ruang guru. (3a)Pertemuan itu menghasilkan keputusan yang memuaskan semua pihak. Dari pembahasan di atas jelaslah bahwa menggunakan kalimat efektif harus memperhatikan kelengkapan fungsi-fungsi kalimatnya. Paling tidak, fungsi subjek dan predikat dalam sebuah kalimat harus dihadirkan. Fungsi subjek dan predikat merupakan unsur inti sebuah kalimat. Perhatikan kembali kalimat (4), (5), dan (6) di atas. Sepintas kalimat tersebut tidak ada permasalahan. Namun, apabila kita cermati ternyata kalimat-kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antarunsur pembentuknya. Dalam kalimat (4) verba menolong merupakan verba aktif berafiks meng-, sedangkan dipapahnya merupakan verba pasif berafiks di-. Begitu pula dengan kalimat (5), verba belajar merupakan verba aktif berafiks ber- sedangkan verba dijawabnya merupakan verba pasif berafiks di-. Verba pertama dan kedua dalam kalimat di atas tidak sejajar. Agar kalimat (4) dan (5) tersebut efektif, bentuk verbanya harus diubah sehingga menjadi verba yang sejajar. Verba tersebut boleh dijadikan verba aktif maupun pasif. Dengan demikian, kalimat (4) dan (5) akan menjadi (4a)Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan. (4b)Anak itu ditolong (oleh) kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (5a)Dia sedang belajar matematika di kamar kemudian menjawab semua soal latihan itu. (5b)Matematika sedang dipelajarinya di kamar kemudian dijawabnya semua soal itu. Marilah kita perhatikan kalimat (6), (7), (8), dan (9). Kalimat-kalimat tersebut sepintas tidak bermasalah. Namun, apabila kita perhatikan ternyata kalimat-kalimat ini tidak bisa diterima oleh akal sehat (tidak masuk akal). Pada kalimat (6), Bahasa Indonesia bukanlah benda hidup yang bisa diajar. Kalimat (7) juga tidak jauh berbeda. Dalam menulis surat kita berhadapan dengan orang yang akan membaca surat tersebut. Artinya kita berhadapan dengan orang kedua. Namun,

kalimat (7) ternyata menggunakan kata ganti orang ketiga nya (dia) yang tidak hadir dalam komunikasi tersebut. Alangkah konyolnya jika kita berbicara dengan orang kedua tetapi menggunakan bentuk orang ketiga. Demikian pula untuk kalimat (8). Siapa yang dipersilakan? Orang atau waktu dan tempat? Tentu saja yang dimaksudkan adalah orangnya bukan waktu dan tempatnya. Dari sudut pandang ini saja kalimat (8) tidak bisa dikatakan sebagai kalimat yang masuk akal. Hal itu juga terjadi pada kalimat (9). Siapa yang bisa mempersingkat waktu? Kita semua diberi waktu yang sama dalam sehari, yaitu 24 jam. Kalimat ini perlu diubah agar maknanya menjadi jelas. Dengan demikian kalimat (6), (7), (8), dan (9) seharusnya diubah menjadi (6a)Ayahnya mengajarkan bahasa Indonesia di SMA Negeri 11 Surabaya. (7a)Atas perhatian Anda/ Saudara/ Bapak/ Ibu, saya ucapkan terima kasih. Perlu diperhatikan untuk kalimat (7a), pemakaian kata ucapkan digunakan ketika kita sedang berkomunikasi secara lisan. Tetapi, jika dalam bahasa tulis kita gunakan kata sampaikan. Mengapa demikian, karena bahasa tulis tidak bisa berucap. (8a)Yang terhormat saya/ kami persilakan. (9a)Agar pembicaraan kita tidak terlalu lama . Marilah kita perhatikan kalimat (10) s.d. (14). Penggunaan bentuk ulang pada kalimat (10) bunga-bunga dan (11) buah-buahan tidak efektif karena pemeriannya sudah menyatakan majemuk sehingga seharusnya kita tidak menggunakan bentuk ulang. Kalimat (12) juga tidak efektif. Penggunaan frasa maju ke depan dalam kalimat ini seharusnya tidak berlebihan seperti itu. Bukankah maju selalu ke depan? Contoh lain yang seperti ini misalnya: mundur ke belakang, naik ke atas, turun ke bawah. Kalimat (13) juga mengandung kata yang tidak hemat pengunaannya. Merah sudah menyatakan suatu warna sehingga pemakaian kata warna seharusnya dihindari jika kita ingin menyebutkan suatu warna. Ketidakefektifan kalimat (14) dan (15) tampak pada penggunaan konjungsi yang berlebihan. Penggunaan konjungsi jika maka, atau meskipun akan tetapi tidak hemat. Jika kita sudah menggunakan konjungsi jika untuk digunakan dalam suatu klausa, kita tidak perlu menambah dengan kata maka untuk dirangkaikan dengan klausa berikutnya. Demikian pula dengan konjungsi meskipun akan tetapi . Dengan demikian, kalimat (10) s.d. (15) seharusnya diubah menjadi (10a)Bunga mawar, melati, dan kenanga sangat disukainya. (11a)Apel, mangga, dan durian adalah buah yang sangat enak. (12a)Silakan Saudara maju! (13a)Bajunya merah. (14a)Jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh, kita akan mendapatkan hasil yang maksimal. (14b)Kita akan mendapatkan hasil yang maksimal jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh. (15a)Meskipun hidupnya menderita, ia tidak pernah mengeluh. (15b)Ia tidak pernah mengeluh meskipun hidupnya menderita. Perhatikan kalimat (14a) dan (14b), (15a) dan (15b) di atas. Jika anak

kalimat mendahului induk kalimat, diberi tanda koma (,) di antaranya. Tetapi, jika induk kalimat berada di depan, tidak perlu diberi tanda koma (,). Judul tulisan ini berupa kalimat tanya. Sudahkah kita mampu menjawabnya? Hanya Anda dan saya yang mengetahui jawabannya.

aca_1

Ridwan

26 Agustus 2009
Kalimat Efektif
Diarsipkan di bawah: Rangkuman materiku Kacong @ 00:50 and Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili gagasan pembicara atau penulis serta dapat diterima maksudnya/arti serta tujuannya seperti yang di maksud penulis /pembicara. Ciri-ciri kalimat efektif: (memiliki) 1. KESATUAN GAGASAN Memiliki subyek,predikat, serta unsur-unsur lain ( O/K) yang saling mendukung serta membentuk kesaruan tunggal. Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum. Kalimat ini tidak memiliki kesatuan karena tidak didukung subyek. Unsur di dalam keputusan itu bukanlah subyek, melainkan keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan keterangan ditandai oleh keberadaan frase depan di dalam (ini harus dihilangkan) 2. KESEJAJARAN Memiliki kesamaan bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula. Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-. Kalimat itu harus diubah : 1. Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan 2. Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan. 3. KEHEMATAN Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang berlebih. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat. Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.

Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan melati terkandung makna bunga. Kalimat yang benar adalah: Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya. 4. PENEKANAN Kalimat yang dipentingkan harus diberi penekanan. Caranya: Mengubah posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan kalimat. Contoh : 1. Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain 2. Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini. Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel lah, -pun, dan kah. Contoh : 1. Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu. 2. Kami pun turut dalam kegiatan itu. 3. Bisakah dia menyelesaikannya? Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting. Contoh : Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya. Menggunakan pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan. Contoh : 1. Anak itu tidak malas, tetapi rajin. 2. Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial, tetapi total dan menyeluruh. 5. KELOGISAN Kalimat efektif harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal. Contoh : Waktu dan tempat saya persilakan. Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ; Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium. PELATIHAN Ubahlah kalimat-kalimat di bawah ini menjadi kalimat efektif! 1. Seluruh siswa-siswa diharapkan harus mengikuti kerja bakti. 2. Para siswa-siswa diharuskan hadir di sekolah. 3. Dalam musyawarah itu menghasilkan lima ketetapan.

4. Kegagalan proyek itu karena perancangan yang tidak mantap 5. Yaitu tenun ikat yang khas Timor Timur.

Kalimat dan Kalimat yang Baik dan Benar


Kalimat Kalimat bisa dilihat dari beberapa sisi. Dilihat dari fungsi, kalimat adalah alat komunikasi. Jika dilihat dari bentuk dan proses terjadinya, kalimat membentuk suatu unsur atau pola yang terdiri dari unsur-unsur yang teratur (Razak,1990:3) Kalimat terdiri dari satu kata atau lebih yang menjadi kesatuan yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Kalimat adalah kesatuan bahasa terkecil yang lengkap dan memiliki intonasi final. Suatu kesatuan kata bisa disebut kalimat apabila di dalamnya minimal memiliki predikat dan subjek, diawali huruf kapital dan diakhiri tanda tanya (?), tanda titik (.), tanda seru (!). Kalimat yang Baik dan Benar Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula (BPBI, 2003:91). Definisi kalimat efektif juga diungkapkan oleh Badudu (1995) Kalimat efektif ialah kalimat yang baik karena apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembaca (penulis dalam bahasa tulis) dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis) sama benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penutur atau penulis. Selain itu, Badudu (1989:36) juga berpendapat, sebuah kalimat dapat efektif apabila mencapai sasaran dengan baik sebagai alat komunikasi. Parera (1984:42) mendefinisikan kalimat

efektif adalah bentuk atau kalimat-kalimat sadar dan disengaja disusun untuk mencapai intonasi yang tepat dan baik seperti yang ada dalam pikiran pembaca atau penulis. Selain pengertian-pengertian di atas ada beberapa ahli bahasa berpendapat bahwa kalimat efektif memiliki syarat dan pola-pola untuk membentuknya, seperti yang dikemukakan oleh Putrayasa (2007: 66) bahwa Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu menyampaikan informasi secara sempurna karena memenuhi syarat-syarat pembentuk kalimat efektif tersebut. Secara garis besar, ada dua syarat kalimat efektif, yaitu 1. Syarat awal yang meliputi pemilihan kata atau diksi dan penggunaan ejaan, 2. Syarat utama yang meliputi struktur kalimat efektif dan ciri kalimat efektif Keraf (1984: 36) berpendapat, kalimat efektif tidak hanya sanggup memenuhi kaidahkaidah atau pola-pola sintaksis, tetapi juga harus mencakup beberapa aspek lainnya yang meliputi, sebagai berikut: 1. Penulisan secara aktif sejumlah perbendaharaan kata (kosakata) bahasa tersebut, 2. Penguasaan kaidah-kaidah sintaksis bahasa itu secara aktif , 3. Kemampuan mencantumkan gaya yang paling cocok untuk menyampaikan gagasangagasan, 4. Tingkat penalaran (logika) yang dimiliki seseorang. Berdasarkan pengertian-pengertian tentang kalimat efektif di atas, dapat disimpulkan bahwa kailmat efektif adalah kalimat yang memiliki kekuatan atau kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau

pembaca. Jadi, kalimat efektif selalu menonjolkan gagasan pokok dengan menggunakan penekanan agar dapat diterima oleh pembaca. Akan tetapi, menurut beberapa penjelasan atau pengertian mengenai kalimat efektif yang ada dalam bab ini, dapat disimpulkan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang mampu mewakili ide dari penulis atau pengarang yang dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca. Namun, pengertian kalimat efektif yang dijelaskan di atas berarti hal terpenting dalam tulisan adalah dapat diterima atau dimengertinya sebuah kalimat oleh pembaca tanpa menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar. Padahal,terdapat perbedaan penggunaan bahasa tulisan dan bahasa lisan. Bahasa tulisan harus menggunakan bahasa yang baik dan benar agar dapat mudah diterima dan dimengerti oleh pembaca.

You might also like