You are on page 1of 12

SINOPSIS TUTORIAL Blok : 22 Akuatik dan Satwa Liar UP No. Mhs.

: 1 Furunculosis pada Ikan Air Tawar : 6063

Nama : Fadhliyana Learning Objectives:

1. Mengetahui penyakit infeksius pada ikan yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur! 2. Mengetahui system karantina ikan ! 3. Mengetahui sediaan dan cara pemberian obat pada ikan ! 1. Mengetahui penyakit infeksius pada ikan yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur! A. Infeksi Bakteri Penginfeksian bakteri masuk kedalam tubuh melalui sejumlah jalur alami (saluran respirasi, saluran gastrointestinal dan saluran genitourinary) atau melalui jalur non alami seperti dalam membran mucus atau kulit. Bakteri yang masuk lewat mulut diperkirakan karena ikan melakukan proses osmoregulasi dan

respirasi dengan jalan meminum air. Bakteri akan terbawa kedalam peredaran darah saat penyerapan O 2 oleh darah di insang kemudian keseluruh tubuh yaitu dari insang darah dialirkan ke dorsal aorta kemudian darah dialirkan ke kepala, otot badan, ginjal dan semua organ pencernaan melalui pembuluh kapiler (Fujaya, 2004). Setelah otak mengalami infeksi, mikroglia pada bagian otak akan berperan aktif sebagai sel fagosit. Sel fagosit adalah sel pemakan bakteri asing untuk membunuh bakteri dan virus yang masuk dalam tubuh. Namun apabila bakteri melebihi batas kemampuan, maka dia akan menyerang sel itu sendiri. Infeksi bakteri merupakan bentuk radikal bebas yang berasal dari luar tubuh (eksogen). 1. Vibriosis Karakter dari isolat antara lain gram negatif, sitokrom oksidase positif, dan sensitif terhadap agen vibrio statik 0/129 150 mg. Bakteri vibrio dapat bersifat patogen terhadap ikan, seperti Vibrio harveyi yang ditemukan sebagai penyebab penyakit mata pada ikan bandeng, Chanos chanos di Filipina, kasus infeksi mata ikan common snook, Centropomus undecemalis (Holt et al. 1994).

Penyakit ini dapat menyebabkan kematian masal seperti halnya infeksi iridovirus. Sampai sekarang penyakit ini ditemukan pada calon induk kerapu lumpur dan fingerling kerapu macan. Pada fingerling kerapu macan, penyakit ini terjadi 1 minggu setelah ikan dipelihara di dalam keramba jaring apung. Mortalitas dari masing-masing kasus dapat mencapai 10-20% meskipun telah diterapi dengan antibiotik. Pada kasus

penyakit borok pada ikan kerapu (Gambar 1), ikan yang mengalami kematian secara akut memperlihatkan beberapa gejala eksternal, sedangkan pada kasus kronis terlihat pembengkakan atau luka-luka kemerahan yang merupakan ciri khas yang dapat diamati pada permukaan tubuh. Bakteri penyebab infeksi ini termasuk ke dalam genus Vibrio dengan spesies Vibrio alginolyticus (Koesharyani et al., 2001).

Bakteri vibrio diketahui sebagai bakteri oportunistik dan merupakan bakteri yang sangat ganas dan berbahaya pada budidaya ikan kerapu karena dapat bertindak sebagai patogen primer dan sekunder. Sebagai patogen primer bakteri masuk tubuh ikan melalui kontak langsung, sedangkan sebagai patogen sekunder bakteri menginfeksi ikan yang telah terserang penyakit lain, misalnya oleh parasit (Post, 1987). Ikan kerapu di alam merupakan ikan karang dengan habitat asli di daerah terumbu karang di laut dalam yang jernih dan bersih. Berkembangnya bakteri vibrio di suatu perairan merupakan indikator perairan yang kurang menguntungkan bagi ikan dengan kandungan nutrien yang tinggi (Andrews et al., 1988). Penyakit yang disebabkan oleh vibrio juga merupakan masalah yang sangat serius dan umum menyerang ikan-ikan budidaya laut dan payau. Penularannya dapat melalui air atau kontak langsung antar ikan dan menyebar sangat cepat pada ikan-ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi. Bakteri vibrio yang menginfeksi ikan kerapu stadia juvenil selain lemah, berwarna kusam kehitaman, dan produksi lendir berlebihan. Pada tingkat parah, sirip punggung dan sirip ekor gripis dengan permukaan kulit menghitam seperti terbakar (Schubert, 1987). Ciri-ciri ikan yang telah terinfeksi bakteri Vibrio spp. seperti warna tubuh kegelapan, nafsu makan

berkurang, nekrosis, perut menggelembung dan mata menonjol (exopthalmia), terjadi perubahan perilaku, gerakan lamban, keseimbangan terganggu, dan berputar-putar (whirling). Perubahan perilaku terjadi pada ikan yang terinfeksi Vibrio alginolyticus pada 3 12 jam setelah terinfeksi. Perubahan ini diikuti perubahan morfologi ikan seperti warna tubuh menjadi kegelapan dan erithema disekitar sirip ikan, perut dan mulut. Selanjutnya terjadi peradangan pada bekas infeksi, timbul bercak merah pada pangkal sirip, timbul perdarahan pada insang dan mulut, terjadi penggelembungan pada perut ikan karena berisi cairan, terjadi

luka nekrotik pada otot perut, saluran intestinal dan rectum terbelah berisi cairan hingga terjadi kematian (Murdjani, 2002). 2. Furunkulosis Aeromonas adalah bakteri yang motil dengan panjang 1-4 m. Morfologi koloninya sama dengan batang enterik gram negatif, dan mereka menghasilkan hemolisis yang berzona besar pada agar darah. Spesies Aeromonas yang dikulturkan dari specimen tinja tumbuh dengan mudah pada media yang berbeda, yang biasa digunakan untuk kultur batang enterik gram negatif dan mirip bakteri enterik. Spesies Aeromonas berbeda dari bakteri enterik gram negatif dilihat dari adanya reaksi oksidase positifnya pada pertumbuhan yang didapat dari cawan agar darah. Spesies Aeromonas berbeda dari Vibrio dilihat dari munculnya resistensi terhadap campuran O/129 dan sulitnya pertumbuhan pada media yang mengandung 6% NaCl. Ciri khas Aeromonas menghasilkan hemolisin, beberapa galur menghasilkan enterotoksin, sitotoksin dan kemampuannya untuk masuk sel dalam kultur jaringan telah diketahui. Aeromonas hydrophila merupakan agensia penyebab hemoragik septicemia pada beragam spesies ikan air tawar. Pada dasarnya A hydrophila merupakan oportunis karena penyakit yang disebabkannya mewabah pada ikan- ikan yangmengalami stress atau pada pemeliharaan dengan padat tebaran tinggi. Tanda- tanda klinis A hydrophila bervariasi tetapi umumnya ditujukan adanya hemoragik pada kulit, insang, rongga mulut dan borok pada kulit. Sering pula tanda- tanda klinis ditujukan dengan terjadinya eksopthalmia, asites maupun pembengkakan limfa dan ginjal. Umumnya penyebaran terjadi secara horizontal lewat kontak langsung dengan air atau hati yang sakit ( Irianto, 2005). A hydrophila merupakan bakteri yang tidak terlalu aktif yang dapat diisolasi dari ginjal atau darah ikan yang terinfeksi pada media biasa. Koloninya berwarna putih sampai kekuning-kuningan, koloninya terbentuk setelah 24 jam pada suhu 22-28C. A hydrophila kemungkinan merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan kejadian panyakit pada ikan lingkungan kolam dan ikan air tawar liar. Salah satu jenis bakteri yang perlu penanggulangan serius adalah Aeromonas salmonicida. Bakteri A. salmonicida bersifat sangat patogen, menyebabkan penyakit furunculosis pada ikan yang disertai dengan terjadinya ulcer dan septisemia yang berujung pada kematian secara akut. Secara umum A. salmonicida merupakan bakteri penyebab utama penyakit infeksi pada ikan-ikan salmonid dengan penyakit yang dikenal dengan furunkulosis, tapi sejumlah laporan juga menunjukkan insiden infeksi pada ikan- ikan non salmonid air. Bakteri A. salmonicida umumnya menyerang ikan air tawar dan menjadi masalah yang serius pada ikan air laut khususnya pada budidaya ikan salmon Atlantik. Bakteri ini

merupakan penyebab penyakit yang paling penting pada ikan salmonid, juga menjadi patogen pada ikan non salmonid seperti ikan mas, koi, patin, dan lele.

Bakteri A. salmonicida adalah bakteri obligat pathogen pada ikan yang dapat diisolasi dari ikan yang sakit atau ikan sehat yang carier. Bakteri ini dapat hidup beberapa minggu di luar hospes, tergantung salinitas, pH, temperatur dan defritus level air. Pemakaian antibakteri telah banyak digunakan dalam perikanan budidaya dan dianggap sebagai solusi yang paling efektif, seperti penggunaan oxytetracycline, sulfonamide, dan sulfamerazine yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan A. salmonicida. Penggunaan antibiotik dalam penanggulangan penyakit menunjukkan hasil yang menggembirakan. Akan tetapi penggunaan antibiotik yang berkepanjangan dapat berdampak, yaitu bertambahnya jenis bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan dapat mencemari lingkungan. Selain itu penggunaan antibiotik dalam budidaya skala besar kurang efisien, karena harga antibiotik yang mahal. Sehingga diperlukan alternatif pengganti antibiotik sebagai pengobatan dan

pencegahan penyakit yang efektif tetapi murah, tidak menyebabkan resisten terhadap bakteri dan ramah lingkungan. Akibat dari dampak negatif penggunaan antibiotik, maka akhir-akhir ini banyak dilakukan penelitian mengenai bahan-bahan alami. Salah satu bahan alami yang berpotensi sebagai bahan antibakteri adalah daun ketapang. Daun ketapang yang berasal dari pohon ketapang biasanya dikenal berkhasiat untuk

menjaga kualitas air pada kegiatan budidaya perikanan, contohnya daun ketapang dapat menurunkan pH. Sedangkan Kulit kayu, buah, dan daun ketapang sudah digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai penyakit, dari penyakit kulit, disentri, sakit kepala sampai sakit perut pada anak-anak. Zat kimia yang terkandung dalam ekstrak daun ketapang yang diduga bersifat sebagai antibakteri adalah tannin dan flavonoid sehingga diharapkan mampu menjadi alternatif bahan alami dalam pengobatan penyakit. 3. Pseudomoniasis Etiologi : Pseudomiasis dapat disebabkan oleh bakteri Pseudomonas fluorescent atau bisa juga Pseudomonas putida , yang merupakan bacteri gram negatif dan non-spora. Bakteri ini bersifat Aerobik, dengan ukuran 3m x 0,5m, motil, memproduksi pigmen fluorescent, dan berkembang biak di tanah dan air. Cara penularan: Penularan serta penyebaran penyakit Pseudomoniasis adalah kontak langsung dengan ikan yang sakit atau dengan lingkungan yang tercemar. Faktor predisposisi : 1. Stress Stress merupakan suatu rangsangan yang akan menaikkan batas keseimbangan psikologi dalam diri ikan terhadap lingkungan. Stress sendiri biasanya diakibatkan karena perubahan lingkungan serta perlakuan terhadap ikan, yang dalam hal ini dapat mengakibatkan terjadinya shock pada ikan yang bisa menurunkan nafsu makan, dan mengalami pelemahan daya terhadap penyakit.

2. Kepadatan populasi ikan Kepadatan yang melebihi kapasitas perairan (carrying capacity) akan menimbulkan kompetisi yang tinggi dari ikan, oksigen terlarut menjadi rendah, serta konsentrasi amonia yang tinggi dapat menyebabkan stress dan merupakan penyebab timbulnya penyakit. Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis : Perubahan Makroskopis 1. 2. 3. 4. 5. Hemorhagik pada kulit Kongesti dan pendarahan Kronis, akan terlihat adanya peritonitis fibrinosa Ascites akan menyerang pada famili Cyprinidae Adanya infeksi seperti pada Red Sore Disease

Perubahan Mikroskopis 1. 2. Kulit dan jaringan hemopoetik Hiperemi dan edema pada kulit

3. Ruptur pada melanomacrophage center dan nekrosis elemen hematopoetik pada ginjal dan limpa 4. 5. Makrofag mengandung granula melanin pada ginjal, kadang pada daerah perifer Pada kasus kronis hanya pada kulit

Differensial diagnosa 1. 2. 3. 4. Red Sore Disease Bacterial Hemorragic Septicemia Aeromoniasis Furuculosis Selain vibriosis, furunkulosis dan pseudomoniasis , penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri antara lain : a. Edwardsiella Nodul berwarna terang pada limpa, ginjal, liver, letargi, anorexia, perpindahan spiral. Septisemia enteric pada lele: pendarahan mulut, ventral dan lateral pada tubuh, insang pucat dan pembesaran mata. b. Yersinia Mulut merah dgn peradangan, erosi pada jaw, palate, opercula. Warna tubuh gelap, pendarahan pd pangkal sirip, pembesaran mata, peracute, acute dan kronik. Splenomegaly dan pembesaran ginjal c. Vibrio Septicemia, penyakit akut, erythemia pangkal sirip, mulut, pendarahan pada vent, petechiae pada musculature. Terjadi pula kongesti pada liver, spleen dan ginjal bengkak.

d. Aeromonas Focal necrosis, pendarahan pangkal sirip, splenomegaly, kongesti ginjal, necrosis organ internal. Alayer, leucocidin, hemolycin, LPS, glycerophospolipide faktor virulensi dari A.salmonicida e. Pasteurella Terjadi pd suhu 23C, tanda sama dengan gram septicemia, tubuh gelap, pendarahan di opercula dan sirip. Internal ; luka pd ginjal, limpa yang berisi bakteri. f. Rikettsia Hematocrit rendah, ginjal bengkak, limpa besar. g. Clostridium Toksin type E yang sangat beracun. Type B,E dan F dari C. botulinum dapat tumbuh dan memproduksi racun pada suhu 33C. Banyak menyebabkan kerugian pada kolam tanah karena kondisi anaerobic. h. Renibacterium Penyebab BKD, pertumbuhan lambat, infeksi kronis, pembengkakan mata, luka pada mata, abdomen bengkak, pustule pada ginjal i. Mycobacterium Malas dan nafsu makan hilang, luka di kulit. Internal; granulomatous, nekrosis pada ginjal, hati dan limpa. j. Nocardia Kurus, aktifitas lemah, warna memudar. Bintik putih kadang pada insang yang disebut gill tuberculosis. Internal; adanya nodule putih pada limpa, gelembung renang, ginjal dan jarang pada liver. k. Flexibacter F. psychrophilus, cold water salmonids, sample ginjal dan limpa baik untuk identifikasi F. columnaris, luka kuning pada kulit, insang, bakteri dapat diisolasi dari ginjal F. maritimus, dari ikan laut di Jepang. Mulut dan sirip luka, ikan sakit berwarna kuning B. Infeksi Viral Patogen virus juga menyebabkan penyakit pada budidaya ikan air tawar. Belum banyak diketahui penyakit yang disebabkan oleh virus di Indonesia kecuali penyakit Lymphocystis dan Koi Hervesvirus (KHV). Infeksi lymphoccystis hanya bersifat kronis dan bila menyerang ikan hias akan mengalami kerugian yang berarti karena merusak keindahan ikan. Sampai saat ini KHV merupakan penyakit yang paling serius dan sporadis terutama untuk komoditi ikan mas dan koi. Penyakit akibat infeksi virus biasanya terjadi pada pembudidayaan dengansumber air yang berasal dari perairan yang kaya akan bahan organik. Biasanya insidensi penyakit virus berkaitan erat dengan perubahan suhu air. Biasanya infeksi virus menyebabkan mortalitas 100 % (Sunarto, 2004). Beberapa penyakit akibat virus antara lain Channel Catfish Virus Disease(CCVD), Spring Viraemia of Carp (SVC), Infectious

Pancreatic Necrosis (IPN),Infectious Haematopoietic Necrosis (IHN), Lymphocystis , Sleepy grouper disease(SGD) = Iridovirus , Viral Nervous Necrosis (VNN) = Viral Encephalopathy andRetinopathy (VER), Herpesvirus cyprini / Koi herpesvirus (KHV). Sedangkanbeberapa penyakit udang akibat infeksi virus antara lain Baculovirus Penaei Disease, Monodon Baculovirus Disease, Baculovirus Midgut-gland Necrosis VirusDisease, Yellowhead Disease, Hepatopancreatic Parvovirus, Taura Syndrome,Whitespot Disease, Lymphoid Parvovirus Disease, Type C Baculo Virus(Sunarto,2004). Virus yang termasuk dalam hama dan penyakit ikan karantina adalah Herpesvirus Ictaluri, Rhabdovirus Carpio, Infectious Pancreatic Necrosis Virus, Infectious Haemotopoelitic Necrosis Virus, Infectious Hypodemal And Haematopoitic Necrosis Virus, Baculovirus Penaei, Monodon Baculovirus, Yellow Head Virus, Taura Syndrome, White Spot Syndrom Virus, Red Sea BreamIndovirus, Viral Nervous Necrosis, Koi Herpesvirus, Macrobrachium Eosenbergii Nodavirus, Infectious Myonecrosis Virus Gejala-gejala yang ditimbulkan infeksi virus misalnya seperti yangditunjukkan oleh penyakit Lymphocystis diantaranya adalah kerusakan pada jaringan ikat pada ikan membengkak dengan ukuran yang abnormal. Gejala klinis ini menyerang mulut dan sirip, akan tetapi dapat juga menyerang bagian mana saja pada ikan. Sel-sel yang mengalami kerusakan terlihat seperti kumpulan telur pada permukaan tubuh berwarna putih dan tersebar dan ukurannya dapatmembesar seperti tumor. Dapat terlihat seperti jamur dan kadang bagi yang tidak teliti dapat mengalami kesalahan diagnosa dengan menganggapnya sebagai jamur. Virus penyebab penyakit ini sangat menular. Tidak ada perlakuan yangspesifik yang dapat mengatasi penyakit ini. C. Infeksi Jamur Kasus penyakit jamur pada ikan di Indonesia umumnya tidak atau belum dianggap serius, karena munculnya kasus tersebut lebih banyak disebabkan oleh kondisi lingkungan yang buruk, malnutrisi, atau akibat agen penginfeksi primer lain seperti parasit, bakteri dan virus. Beberapa faktor yang memicu terjadinya infeksi jamur antara lain ; penanganan yang kurang baik (terutama transportasi) sehingga menimbulkan luka pada tubuh ikan, kekurangan gizi, suhu dan oksigen terlarut yang rendah, bahan organik tinggi, kualitas telur buruk/tidak terbuahi, dan kepadatan telur/ikan yang terlalu tinggi. Beberapa jenis jamur telah digolongkan sebagai patogen berbahaya karena berpotensi sebagai parasit yang sifat dan daya serangnya dapat mengakibatkan kematian ikan, namun hingga saat ini belum terdeteksi keberadaannya di wilayah Indonesia. Jenis-jenis jamur tersebut adalah Ichthyophonus hofferi (sand paper disease), Branchiomyces sanguinis dan Branchiomyco demigrans (Branchiomycosis), Aphanomyces

invandans (Epizootic Ulcerative Syndrome) dan A.astaci (Crayfish Plaque) Jenis jamur yang umum dikenal menyerang ikan-ikan peliharaan adalah jamur Saprolegnia sp , Achlya rasemosa, Aphanomyces stellatus, Branchiomyces dll. Di Indonesia pada umumnya ikan-ikan Labirinthici seperti ikan gurame, ikan sepat dan ikan dari family Cyprinidae misalnya ikan Catla catla, Cyprinus carpio apabila terdapat luka pada tubuhnya maka akan ditumbuhi oleh jamur. Selain itu juga

terdapat beberapa jenis jamur yang biasanya menyerang udang yang masih berukuran larva yaitu jenis Lagenidium sp, dan Sirolphidium sp. Jamur Saprolegnia sp umumnya merupakan patogen sekunder, meskipun dalam lingkungan yang bagus, namun tidak menutup kemungkinan ia bertindak sebagai pathogen primer. Umumnya target dari saprolegnia ini adalah ikan, baik yang hidup di alam liar ataupun yang sudah dibudidayakan. Melalui necrosis seluler dan kerusakan epidermal lainnya, Saprolegnia sp akan menyebar ke permukaan dari host-nya seperti kapas. Meskipun sering berada di lapisan-lapisan epidermal, namun jamur ini tidak muncul pada jaringan tertentu saja. Infeksi jamur saprolegnia biasanya berakibat fatal, yang pada akhirnya menyebabkan heamodilution yaitu "penurunan konsentrasi (sebagai pendarahan) dari sel dan cairan didalam darah yang disebabkan oleh meningkatnya zat cair dari jaringan tersebut. " Hal ini menyebabkan darah kehilangan elektrolit (garam darah) dan membuatnya tidak mampu mendukung kehidupan. Selanjutnya seiring dengan penetrasi hyphae Saprolegnia sp ke lapisan jaringan dari kulit ikan akan menyebabkan air masuk dan akan ikan mengganggu garam ikan. Hal inilah yang menjelaskan mengapa ikan yang dipengaruhi

oleh Saprolegnia sp akan terlihat lethargic dan seringkali kehilangan keseimbangan, selanjutnya dapat menyebar dengan cepat ke jaringan-jaringan permukaan dari ikan tersebut. Sementara itu terkadang terjadi bahwa Saprolegnia sp akan menyerang sampai kedalam lapisan jaringan, bahkan kerusakan dangkal pada lapisan jaringan awal ikan (dan khususnya anak ikan) dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, semakin banyak infeksi Saprolegnia sp yang menyebar maka semakin tinggi tingkat hemodilution dan semakin kecil kemungkinan bagi si ikan untuk bisa sembuh kembali. Oleh karena itu, menangani infeksi Saprolegnia sp harus dilakukan dengan cepat (Rahmaningsih, 2011). Gejala klinis : a. Infeksi saprolegniasis relative mudah dikenali, yaitu terlihat adanya benang benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal ikan. Gejala tersebut juga dapat digunakan sebagai diagnosa awal. b. Diagnosa juga dapat dilakukan secara laboratories dengan cara mengambil mycelia, diletakkan pada permukaan slide glas dan ditetesi sedikit air untuk selanjutnya diamati di bawah mikroskop. c. Mycelia penyebab saprolegniasis memiliki percabangan dengan struktur hypha aseptate. Reproduksi asexual dapat diamati dari keberadaan zoosporangium pada ujung hypha: Saprolegnia sp sp. menghasilkan zoospore primer & sekunder. d. Saprolegnia sp biasanya ditandai dengan munculnya "benda" seperti kapas, berwarna putih, terkadang dengan kombinasi kelabu dan coklat, pada kulit, sirip, insang, mata atau telur ikan. Apabila anda sempat melihatnya di bawah mikroskop maka akan tampak jamur ini seperti sebuah pohon yang bercabang-cabang D. Infeksi Parasit

Parasit yang yang ditemukan adalah dari golongan Zooparasit protozoayang termasuk kelompok Ciliata yang bergerak dengan rambut getar yaitu Trichodina sp. Parasit ini termasuk phylum Ciliophora class Ciliata, family trichodinidae dan genus Trichodina. Memiliki ukuran tubuh 50m, berbentuk seperti topi/piring dengan tubuh lebar, pipih secara dorsal ventral: permukaan ventralmenempel pada substrat, dikelilingi beberapa cilia, satu atau beberapa cilia atau bulu terdapat pada permukaan dorsal, parasit ini ditemukan menginfeksi kulit daninsang ikan.Menurut Trichodina sp akan berkembang biak dengancepat pada kolam yang dangkal dan air relative tenang, Penularanya terjadi lebihcepat apabila kepadatan populasi ikan cukup tinggi. Patogenitas kelas Ciliata:ikan (inang) sebagai substrat dan alat transport, menyukai kulit inang yang lunakdan menghindari sisik yang besar, sering menyerang ikan yang muda, pada ikandewasa menyerang bagian lunak seperti sirip, kulit, insang, rongga mulut, danhidung. Intensitas serangan akan menurun dengan bertambahnya umur ikan,koloni parasit yang padat akan menyebabkan iritasi pada kulit inang, infeksi akan menyebabkan lender ikan yang berlebihan, kulit inang yang terserang akantampak kebiruan. 2. Mengetahui system karantina ikan ! Karantina ikan merupakan institusi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap perlindungan kelestarian sumber daya perikanan di Indonesia dari tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina.

Dalam perkembangan perdagangan komoditi perikanan baik nasional maupun internasional peranan karantina ikan tidak hanya sebagai filter terhadap tersebarnya hama penyakit ikan karantina tetapi sudah berkembang sebagai suatu bagian dari sistem perdagangan yang terintegrasi dengan unsur-unsur fasilitas perdagangan lainnya. Karantina ikan sebagai filter masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina, mempunyai peranan yang semakin penting dan strategis. Berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1992, tentang karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2002 tentang karantina ikan, menyelenggarakan fungsi utamanya yaitu : 1. Mencegah masuknya hama dan penyakit ikan karantina ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia ; 2. Mencegah tersebarnya hama dan penyakit ikan dari suatu area ke area lain di dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; 3. Mencegah keluarnya hama dan penyakit ikan dari wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan persyaratan Negara pengimpor/tujuan Dalam melaksanakan tugasnya, Balai Besar Karantina Ikan menyelenggarakan fungsi : 1. Pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa hama penyakit ikan;

2. Pelaksanaan kegiatan uji coba perlakuan karantina ikan; 3. Pemantauan daerah sebar HPIK; 4. Pembuatan koleksi HPI/HPIK serta media pembawa HPI/HPIK; 5. Pengumpulan dan pengolahan tindakan karantina ikan; 6. Pengelola urusan rumah tangga dan tata usaha ; 7. Pelaksanaan pengawasan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan

perkarantinaan ikan. (Anonim, 2009).

Dalam upaya mencegah penyebaran penyakit antar negara dan domestik maka dilakukan identifikasi penyakit viral. Namun dalam pemeriksaan tersebut muncul permasalahanpermasalahan yang timbul karena adanya kesalahan antara lain penerimaaan sampel yang tidak layak uji, proses identifikasi serta penentuan hasil identifikasi. Perlu adanya evaluasi dari keseluruhan permasalahan tersebut berupa pemeriksaan sampel secara akurat , bahan dan peralatan, optimalisasi pemanfaatan tenaga terampil (SDM yang berkualitas) hingga hasil dari teknik identifikasi penyakit viral sesuai yang diharapkan (akurat). Pengujian penyakit viral di Balai Karantina Ikan dilakukan dengan metode PCR dan imunositokimia. Sebelum dilakukan pengujian maka dilakukan sterilisasi peralatan untuk mencegah kontaminasi. Sterilisasi dilakukan menggunakan autoclave pada suhu 120 oC selama 20 menit. Proses PCR meliputi ekstraksi DNA, amplifikasi, elektroforesis dan analisis hasil PCR. Proses ekstraksi dibedakan menjadi dua yaitu ekstraksi DNA dan ekstraksi RNA. Proses selanjutnya adalah amplifikasi. Amplifikasi dibedakan menjadi dua berdasarkan siklusnya yaitu single step menggunakan kit diaxotics dan double step menggunakan IQ 2000. Tahap selanjutnya adalah elektroforesis. Elektroforesis dimulai dengan pemasukan amplikon yang sudah dicampur loading dye ke dalam sumursumur gel agarose. Proses elektroforesis selesai bila warna biru tua dalam gel agarose telah mencapai 2/3 bagian gel atau 30 menit. Tahap selanjutnya adalah pembacaan hasil menggunakan UV Transluminator dan mendokumentasikan menggunakan kamera polaroid, kemudian dicetak. Hasil positif bila muncul band yang sejajar dengan kontrol positif dan negatif bila sejajar dengan kontrol negatif. Pengujian imunositokimia digunakan hanya pada pengujian KHV. Tahapan imunositokimia meliputi pengambilan darah, inkubasi, pewarnaan dan pembacaan hasil. Sampel diambil darah kemudian diletakkan di atas obyek glass dan ditambahkan antibody. Obyek glass kemudian diinkubasi selama 20 menit dan selanjutnya dilakukan staining (pewarnaan). Langkah selanjutnya adalah pembacaan hasil menggunakan mikroskop. Hasil positif terinfeksi virus bila berwarna kuning keemasan atau merah kecoklatan dan hasil negatif bila berwarna biru keunguan. (Sari, 2007).

3. Mengetahui sediaan dan cara pemberian obat pada ikan !

Obat ikan menurut jenis sediaannya digolongkan atas: a. biologik; b. farmasetik; c. premiks; d. probiotik; dan e. obat alami. (1) Obat ikan dengan jenis sediaan biologik dihasilkan melalui proses biologi pada hewan atau jaringan hewan untuk menimbulkan kekebalan, mendiagnosa penyakit, atau mengobati penyakit dengan proses imunologik, antara lain vaksin, sera (antisera), antigen dan bahan diagnostika biologik. (2) Obat ikan dengan jenis sediaan farmasetik dihasilkan dari bahan anorganik maupun organik dan/atau reaksi sintesa kimia yang dipakai berdasarkan daya kerja farmakologi, antara lain hormon, antibiotika, antibakteria, kemoterapetika, anti parasit, anti jamur, anthelmintik, dan anestetika. (3) Obat ikan dengan jenis sediaan premiks merupakan obat ikan yang dijadikan imbuhan pakan atau pelengkap pakan yang pemberiannya dicampurkan dalam pakan ikan, terdiri dari imbuhan pakan (feed additive) dan pelengkap pakan (feed supplement). (4) Imbuhan pakan (feed additive) merupakan bahan tambahan untuk pakan yang secara alami tidak mengandung zat gizi atau nutrisi (nutrient) yang tujuan pemakaiannya antara lain memperindah warna ikan, pengaroma pakan, dan pengawet pakan. (5) Pelengkap pakan (feed supplement) merupakan suatu zat yang secara alami sudah terkandung dalam pakan tetapi jumlahnya perlu ditingkatkan dengan menambahkannya dalam pakan, antara lain asam amino, vitamin, dan mineral. (6) Obat ikan dengan jenis sediaan probiotik dihasilkan dari mikroba non patogenik yang secara alami ada dalam lingkungan di air dan dalam tubuh ikan yang bekerja dengan proses bioremediasi, biokontrol saluran cerna dan sebagai penyaing bakteri patogen, antara lain bakteri Nitrosomonas, dan Nitrobacter. (7) Obat ikan dengan jenis sediaan obat merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan asal tumbuhan, bahan asal hewan, bahan asal mineral, sediaan galenik, atau campuran dari bahan-bahan tersebut tanpa penambahan zat kimia berdaya kerja obat dan khasiatnya hanya berdasarkan data empiris serta belum ada data klinis lengkap, antara lain ekstrak daun meniran dan ekstrak daun sambiloto (Anonim, 2012). Bacillus Subtillis, Lactobacillus,

Sunarto, A. 2004. Prosedur Pemeriksaan Virus pada Ikan Karantina. Dalam :Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat KarantinaIkan. Agustus 2004. Jakarta.28 hal.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Dasar pengembangan teknologi perikanan. Rineka Cipta. Jakarta. Holt, J.G., N.R. Krieg, P.H.A. Sneath, J.T. Staley and S.T. Williams. 1994. Bergeys Manual of Determinative Bacteriology. Ninth Edition. Williams & Wilkins. Baltimore. USA. pp. Koesharyani, I. and Zafran. 1997. Studi Tentang Penyakit Bacterial Pada Ikan Kerapu. Jur. Pen. Perikanan Indonesia. III(4):35-39. Post, G. 1987. Texbook of Fish Health. T.F.H. Publications Inc. USA. 288 pp. Andrews, C., A. Exell and N. Carrington. 1988. The Manual of Fish Health. Salamander Books Limited. London. New York. 208pp. Schubert, G. 1987. Fish Diseases a Complete Introduction. T.F.H. Publications Inc. USA. 125 pp. Murjani. 2002. Identifikasi dan Patologi Bakteri Vibrio alginolitycus Pada Ikan Kerapu Tikus. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya
Rahmaningsih. 2011. JAMUR Saprolegnia sp PENYEBAB PENYAKIT PADA IKAN. http://srirahmaningsih.blogspot.com/2011/08/jamur-saprolegnia-sp-penyebab-penyakit.html

(Anonim, 2009). Latar Belakang Karantina Ikan http://jendelajika.blogspot.com/2009/04/latarbelakang-karantina-ikan.html Sari. 2007. Teknik Identifikasi Penyakit Viral pada Tindakan Karantina di Balai Karantina Juanda Surabaya Jawa Timur. www.aps.apsidoarjo.ac.id/index.php?option=com...
Anonim. 2012. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2012. http://infohukum.kkp.go.id/files_permen/PER%2004%20MEN%202012.pdf

You might also like