You are on page 1of 9

PROFESI ADVOKAT

Oleh : LAYUNG PURNOMO

I. PENGERTIAN ADVOKAT Bahwa sekitar tahun 1959-1960 para advokat di Semarang mendirikan perkumpulan Balie Jawa Tengah, Balie Van Avokaten kemudian berdiri balai-balai advokat di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, dimana perkumpulan tersebut masih bersifat kedaerahan. Baru pada tanggal 30 Agustus 1964 terbentuklah organisasi advokat secara nasional dengan nama Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) yang menggantikan Persatuan Advokat Indonesia (PAI). Kemudian untuk membentuk / mempersatukan advokat maka atas prakarsa pemerintah dibentuklah wadah tunggal advokat dengan nama IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia) pada bulan Nopember 1985, IKADIN pecah berdiri Assosiasi Advokat Indonesia (AAI). Selanjutnya berdiri pula Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), kemudian pecah lagi dan berdiri Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, dalam praktek hukum di Indonesia, orang yang berprofesi memberi jasa hukum memiliki istilah-istilah yang berlainan, ada yang menggunakan Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Konsultan Hukum, Pembela, Bantuan Hukum, dll. yang memiliki kewenangan yang berlainan. Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 maka orang yang memberi jasa hukum disebut dengan Advokat, sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 1) : Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Pasal 2 (1) Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat. (2) Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat. (3) Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri. Pasal 5 (1) Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. (2) Wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
1

II. PERAN DAN FUNGSI ADVOKAT Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini, adapun jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Dalam melaksanakan kepentingan hukum klien Advokat bertindak berdasarkan surat kuasa dari klien, pengertian surat kuasa secara umum tersebut dalam Pasal 1792 KUHPerdata : Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Demikian juga saat klien kita ditetapkan sebagai Tersangka dalam pemeriksaan tindak pidana ditingkat kepolisian, maka Tersangka memiliki hak-hak sebagai berikut : 1. Presumtion of Innocence (Asas Praduga Tak Bersalah). Bahwa pada asasnya setiap orang harus dianggap tidak bersalah, hal demikian sesuai dengan hak asasi yang melekat pada diri setiap tersangka atau terdakwa, sampai kesalahannya dapat dibuktikan dalam persidangan pengadilan yang bebas dan jujur di depan muka umum. Hal demikian selaras dengan ketentutan pasal 66 KUHAP Tersangka atau Terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Oleh karenanya kesalahan seseorang haruslah dibuktikan didepan persidangan tanpa adanya campur tangan dari pemerintah aaupun kekuatan sosial politik manapun. 2. Hak mendapatkan bantuan hukum Diatur dalam ketentuan Pasal 54 KUHAP disebutkan guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 55 (1) KUHAP disebutkan Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjukkan penasehat hukum bagi mereka. Tersangka atau terdakwa berhak untuk segera mendapat pemeriksaan (Pasal 50 KUHAP). - pemeriksaan penyidik - segera diajukan kepersidangan pengadilan - segera diadili dan mendapatkan putusan pengadilan Hak untuk melakukan pembelaan Pasal 51 s/d 57 KUHAP).

diberitahu dengan bahasa jelas dan dimengerti apa yg disangkakan, didakwakan saat dilakukan pemeriksaan terdakwa. Berhak memberikan keterangan dengan bebas, Berhak mendapatkan juru bahasa Berhak mendapatkan bantuan hukum Bebas memilih penasehat hukum Dalam hal tertentu bantuan hukum bagi tersangka/terdakwa menjadi wajib.

Peranan Advokat dalam membela hak-hak klien baik non litigasi maupun litigasi dapat berupa : Pembuatan Opini Hukum Legal Action Mewakili klien dalam perkara perdata, baik mengajukan gugatan, dulik, mengajukan bukti-bukti, saksi, saksi ahli dll. Mendampingi saksi, tersangka dan terdakwa dalam pemeriksaan perkara didana yaitu memberikan upaya hukum melalui opini hukum, legal action sampai memperjuangkan hak-hak hukum baik saksi, terdakwa / tersangka (klien), sehingga saksi, terdakwa/tersangka yang saat dilakukan pemeriksaan dapat lancar karena adanya pendampingan tersebut. Didalam menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum, advokat memiliki hak-hak dan kewajiban : - Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. - Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. - Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan. - Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. - Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya. - Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat. - Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.

Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku jabatan tersebut. Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada Kliennya. Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

III. PERAN DAN FUNGSI ADVOKAT DALAM PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN DALAM MASYARAKAT Dengan adanya organisasi profesi advokat yang diakui dan kuat (dengan Undang-Undang) maka profesi advokat tersebut dapat menjadi bagian unsur pengendali dalam sistem peradilan. Profesi advokat dapat menjadi bagian representasi dari public opinion dimana advokat dapat menyampaikan pesan moral dalam pembelaanya dalam rangka membela kliennya, sehingga dengan pesan moral tersebut diharapkan hakim selalu meng up to date nilai-nilai hukum yang berkembang di masyarakat, karena tidak menutup kemungkinan suatu aturan yang tertulis tidak dapat menjawab suatu peristiwa-peristiwa yang berkembang didalam masyarakat, bahkan kadang kala Undang-Undang yang satu bertentangan dengan Undang-Undang yang lainnya. Bahwa proses penegakan hukum yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab aparat penegak hukum dan aparat peradilan, baik kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman kadang kala tercoreng adanya oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab sehingga merusak citra instansi tersebut, banyak kejadian adanya penangkapan yang tidak prosedural, pemidanaan yang tidak sesuai dengan KUHAP, putusan pengadilan yang tidak mencerminkan rasa keadilan, bahkan yang sangat meresahkan adanya image Mafia Peradilan. Oleh karenanya peran profesi advokat sangat besar sebagaimana sebutannya Officium Nobile (profesi yang terhormat.) dengan demikian advokat memiliki kewajiban menjalankan fungsi kritik dan kontrol, selain itu advokat juga harus menganjurkan kepada klien agar selalu tunduk dan menghormati putusan pengadilan, karena advokat tidak semata-mata hanya membela kepentingan kliennya, tetapi juga berkewajiban menegakkan hukum. Dengan adanya peran serta advokat ikut serta menegakkan hukum maka diharapkan supremasi hukum dapat tercapai.

Bahwa peran advokat dalam penegakan hukum dan keadilan dalam masyarakat tidak akan berjalan dengan baik bilamana tidak adanya pengawasan terhadap advokat itu sendiri, sehingga dengan adanya pengawasan yang ketat dan terus menerus terhadap perilaku dan etika advokat
4

maka diharapkan advokat melaksanakan fungsi dan perannya sebagai profesi dengan bertanggungjawab, sehingga sangat penting adanya kode etik advokat. Dengan adanya undang-undang dan kode etik advokat, seorang advokat saat membela kepentingan dan hak-hak klien secara profesional yang memiliki komitmen untuk membela kebenaran dan keadilan tanpa rasa takut karena sudah ada aturan-aturan yang jelas dalam menjalankan profesinya tersebut. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut Advokat juga dilakukan pengawasan, sebagaimana tersebut dalam pasal 12 UU No.18 tahun 2003. (1) Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat dan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya pengawasan tersebut, maka advokat dapat dikenai sanksi apabila : a. mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya; b. berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya; c. bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan; d. berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya; e. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela; f. melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat. Adapun tindakan/sanksi yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan; d. pemberhentikan tetap dari profesinya.

Dengan demikian masyarakat yang sedang mencari keadilan dapat merasa terlindungi dengan adanya pengawasan terhadap advokat yang dilakukan oleh organisasi advokat, sehingga kuasa yang diberikan klien kepada advokat benar-benar berdasar kepercayaan klien kepada advokat guna menyelesaikan segala permasalahan klien yang sedang dihadapinya.

IV. STRATEGI PEMBUATAN SURAT GUGATAN DAN PERMOHONAN A. Permohonan


5

Istilah permohonan atau sering juga disebut gugatan voluntair (Pasal 2 ayat (1) UU No.14 tahun 1970 (sebagaimana diubah dengan UU No.35 tahun 1999) yang menyatakan : Penyelesaian setiap perkara yang diajukan kepada badan-badan peradilan mengandung pengertian di dalamnya penyelesaian masalah yang bersangkutan dengan yurisdiksi voluntair. Ciri khas permohonan atau gugatan voluntair adalah : - Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak. - Benar-benar untuk kepentingan pemohon, yang diajukan tidak bersentuhan dengan hak dan kepentingan orang lain. - Tanpa adanya sengketa sehingga tidak ada pihak yang ditarik sebagai lawan.

B.

Gugatan Gugatan pada umumnya didefinisikan sebagai sebuah tuntutan hak yang ditujukan pada seseorang, beberapa orang atau sekelompok orang, baik badan hukum atau bukan badan hukum. Syarat materiil harus ada sengketa atau perselisihan (Yurisprudensi MARI No.4K/Sip/1958) tanggal 13 Desember 1958. Pasal 2 ayat (1) UU No.14 tahun 1970, sekarang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UU No.35 tahun 2004. Tugas dan wewenang badan peradilan dibidang perdata adalah memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan sengketa antara para pihak yang berperkara tersebut dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.14 tahun 1970, sekarang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UU No.35 tahun 2004. Wewenang pengadilan menyelesaikan sengketa disebut yurisdiksi contentiosa dan gugatannya berbentuk gugatan contentiosa sehingga berbeda atau berlawanan dengan gugatan voluntair (sepihak/tidak mengandung sengketa) yang biasa disebut Permohonan. Dalam praktik gugatan perdata disebut gugatan contentiosa, Pasal 118 ayat (1), 119, 120 HIR. Pihak yang mengajukan tuntutan hak disebut Penggugat, sedangkan pihak yang digugat disebut Tergugat.

B.

Pengumpulan Data dan Analisa Pada langkah awal perlu diperhatikan adanya pengumpulan bahan-bahan,baik berupa bukti berbentuk tulisan, maupun tidak tertulis, dapat berupa akta ontentik maupun

perjanjian dibawah tangan, sedangkan bukti tidak tertulis bisa berupa keterangan seseorang yang dapat dijadikan saksi. Selain itu harus melakukan identifikasi menyangkut nama lengkap alamat dll sehingga tidak akan keliru identitas tergugatnya, termasuk apabila menyangkut obyek sengketa berupa benda tetap harus diketahui bukti kepemilikan, letak, batas-batas dll Selanjutnya berdasarkan data atau bahan yang telah terkumpul tersebut dilakukan analisa, dimungkinkan data tersebut kurang lengkap, akan tetapi apabila dalam mencari data sudah dirasakan maksimal maka sudah dapat dilakukan analisa terhadap data tersebut yang dikaitkan dengan peraturan hukum yang mengatur permasalahan tersebut. Dengan adanya analisa tersebut dapat menghasilkan kesimpulan guna menyelesaikan permasalahan yang paling efektif semisal gugatan Wanprestasi, atau Perbuatan Melawan Hukum, ataupun dapat berupa alasan lain yang lebih cocok. Demikian juga ditentukan siapa-siapa saja yang harus didudukkan sebagai Penggugat maupun Tergugat.

C.

Beberapa Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Menyusun Gugatan - Tanggal surat gugatan Tanggal surat gugatan menunjukkan waktu gugatan disusun, dapat berakibat fatal apabila tidak diterimanya gugatan karena gugatan prematur misal : berkaitan dengan tanggal jatuh tempo, belum jatuh tempo tetapi gugatan sudah diajukan sehingga gugatan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard). - Judul Surat Gugatan Judul gugatan secara singkat akan memudahkan memahami isi sekilas tentang surat gugatan tersebut, sehingga judul gugatan harus sinkron atau sesuai dengan isi gugatan. - Pengadilan Yang dituju Harus secara tegas ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dituju, oleh karenanya perlu ditentukan kewenangan mengadili baik secara absolut maupun relatif. Secara formil surat gugatan harus sesuai dengan kompetensi relatif (Pasal 118 HIR), bila salah alamat (Pengadilan Negeri yang dituju) mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil, sehingga gugatan tidak dapat diterima. - Subyek Gugatan Yang dimaksud subyek gugatan adalah pihak yang tercantum dalam surat gugatan baik Penggugat maupun Tergugat, bisa orang bribadi (natuurlijk person) maupun badan hukum (recht person).

Untuk menentukan siapa saja yang dijadikan Tergugat tidak mudah, bukan hanya siapa saja yang telah merugikan kepentingan Penggugat, tetapi tidak dapat pula melepaskan seseorang dari kedudukan Tergugat karena hanya telah menyenangkan hati Penggugat. Beberapa pedoman menentukan Tergugat antara lain adanya ikatan hukum karena perjanjian atau karena undang-undang, ikatan hukum karena kronologis peristiwa hukum (misal intelectual dader), namanya tertera dalam dokumen misal Sertifikat, sehingga dalam menentukan pihak Tergugat harus menggunakan prinsip kehati-hatian yaitu lebih baik pihaknya banyak daripada kurang pihak. Keliru menentukan para pihak dapat mengakibatkan gugatan error in persona - Obyek Gugatan Obyek gugatan yang menjadi pokok sengketa bisa bermacam-macam, dapat berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak (benda tetap), dan penyebutan identitas obyek sengketa harus lengkap dan jelas, kesalahan menyebut letak/identitas obyek gugatan menjadikan gugatan obscuur libel. - Dasar Gugatan Secara umum dasar hukum yang dapat digunakan sebagai alasan untuk mengajukan gugatan cukup banyak, akan tetapi berdasarkan Pasal 102 Rv dapat dikelompokkan sebagai berikut : -

Tuntutan tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang Tuntutan tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang Tuntutan tentang kebendaan mengenai hak milik suatu benda Tuntutan campuran, yang dimaksudkanmengenai tuntutan

timbul karena persetujuan (ingkar janji/wanprestasi). timbul karena undang-undang (perbuatan melawan hukum/onrechtmatige daad). tertentu atau hak kebendaan lain. perorangan dan sekaligus mengenai kebendaan yaitu : Tuntutan mendapatkan waris, pembagian harta benda, pemisahan harta bersama, dll.

- Posita Gugatan Suatu uraian tentang hal-hal yang menjadi dasar atau landasan hukum diajukannya gugatan, sehingga uraian dalam posita harus memuat fakta hukum. Posita gugatan harus dibuat atau disusun dengan memperhatikan beberapa hal yaitu :

Etika yaitu menggunakan gaya bahasa sopan tidak menyerang kehormatan atau merendahkan martabat atau kehormatan orang lain. Estetika yaitu menggunakan gaya bahasa yang indah sehingga enak dibaca dan mudah dipahami. Bahasa baku yaitu menggunakan bahasa atau kalimat yang sederhana, singkat dan jelas tidak terlalu panjang dan berbelit-belit. Memilih kata-kata yang tidak bermakna ganda sehingga tidak menimbulkan multi tafsir. Konsisten dalam menggunakan istilah, tidak menggunakan istilah yang berbedabeda misal obyek sengketa, tanah terperkara, tanah sengketa, dll Sinkron artinya tidak kontradiktif antara posita dengan petitum. Menggunakan kalimat yang bermakna hubungan sebab akibat misal oleh karena obyek sengketa dikuasai Tergugat tanpa alas hak yang sah, maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.

Menyusun posita dengan menggunakan kronoligi peristiwa hukum yang runtut agar mudah dipahami.

- Petitum Gugatan Petitum gugatan berisi permintaan-permintaan Penggugat yang diajukan kepada hakim/pengadilan berkaitan dengan berbagai pertimbangan hukum dan dasar hukum yang telah diuraikan dalam posita gugatan. Didalam menuyusun petitum gugatan harus memperhatikan beberapa hal antara lain : Kesesuaian/sinkronisasi dengan posita. Tidak kontradiksi dengan posita maupun dengan petitum lainnya. Petitum harus jelas dan tegas agar tidak membingungkan hakim. Petitum tidak boleh bersifat negatif Petitum disusun secara runtut

Dengan demikian sebelum diajukan ke pengadilan gugatan harus sudah memenuhi kreiteria sebagai berikut : - Gugatan harus jelas dan lengkap baik mengenai subyek maupun obyek gugatan. - Gugatan harus jelas, runtut dan lengkap, baik posita maupun petitumnya. - Gugatan harus sempurna dalam artian harus memperhatikan logika-logika hukum yang membawa konsekwensi hukum.

You might also like