You are on page 1of 3

Perkawinan dalam Adat Batak 1. Kawin Lari atas kesepakatan bersama(Mangalua) .

Kawin lari atau Mangalua atas kesepakatan kedua calon mempelai sangat sering terjadi. kasus ini timbul karena orang tua tidak merestui si pemuda atau si pemudi pilihan anaknya. 2. Kawin Lari dengan paksa(Mangabing Boru). Jika seorang pemuda jatuh cinta kepada seorang gadis, tetapi lamarannya ditolak secara sepihak oleh orang tua, demi menutupi malu dan didorong rasa cintanya yg berapi-api, maka si pemuda mengajak beberapa orang temannya untuk menculik si gadis dan membawa si gadis kerumahnya utk dijadikan istri. perbuatan ini dianggap pelanggaran susila ttp masih ada jalan terbuka untuk perundingan. 3.Perkawinan atas desakan si gadis(Mahuempe/ Mahiturun) . Bentuk perkawinan mahuempe terjadi bila si gadis pergi menemui si pemuda atas prakarsa dan kemauannya sendiri. biasanya si gadis ditemani oleh beberapa temannya mendatangi si pemuda dan mendesak agar perkawinan segera dilaksanakan. Mahiturun adalah perkawinan yg hampir sama dengan mahuempe, bedanya dalam mahiturun si pemudi jauh lebih aktif dan agresif dibanding mahuempe. 4.Perkawinan untuk menggantikan istri yg meninggal(Panoroni) . Jika seorang istri meninggal dan mempunyai beberapa anak yg masih kecil2, timbul masalah siapa yg akan mengasuhnya nanti. Dalam hal ini si Duda dapat meminta kepada orang tua si istri(parboru) untuk mencarikan pengganti istri yg sudah tiada. 5.Perkawinan karena suami meninggal(Singkat Rere). Jika seorang suami meninggal,maka akan timbul masalah bagi si janda untuk penghidupannya di kemudian hari dan jika si janda masih sehat dan masih mampu memberikan keturunan dan tidak keberatan untuk kawin lagi maka yg pertama harus dipertimbangkan menjadi calon suaminya ialah adik laki-laki dari si suami yg meninggal,atas dasar ganti tikar(singkat rere). Kalau pria yg mengawini si janda ialah adik atau abang kandung si suami atau saudara semarga yg sangat dekat dgn almarhum, maka istilah perkawinannya disebut pagodanghon atau pareakkon. 6.Bigami atau Poligami (Marimbang, Tungkot). Jaman dulu banyak lelaki yg malakukan poligami dengan alasan mengapa mereka mengambil istri kedua atau lebih, sebagian menyatakan untuk memperoleh keturunan yaitu karena masih belum mendapatkan keturunan laki-laki. tetapi ada juga yg bermaksud memperbesar kekeluargaan dgn tujuan meningkatkan kesejahteraaan atau disebut pabidang panggagatan(melebarkan lapangan tempat merumput). Dalam kasus perkawinan bigami(marsidua- dua) kedudukan istri kedua sangat seimbang dengan istri pertama, sebab itu disebut marimbang. atau yg lain yaitu si istri pertama memilih istri kedua dari kalangan keluarga terdekat dan disebut tungkot(tongkat) . 7.Perkawinan sebagai agunan utang(Parumaen di losung). perkawinan ini ialah perkawinan yg menggunakan anak gadis sebagai agunan utang si bapak dari si gadis tsb. jika seorang bapak mempunyai utang pd seseorang dan belum mampu melunasinya, maka sebagai agunan utangnya dia menyerahkan anak gadisnya utk dipertunangkan kepada anak si pemberi utang. 8.Perkawinan menumpang pada mertua(Marsonduk Hela). Perkawinan marsonduk hela hampir sama dgn perkawinan biasa, tetapi karena mas kawin(sinamot) yg harus diserahkan kurang, maka diputuskan si laki-laki itu menjadi menantunya dan dia akan tinggal bersama mertuanya untuk membantu segala pekerjaan dari mulai pekerjaan rumah sampai sawah. Pihak sinonduk hela(menantu) tidak seumur hidup harus tinggal berasama mertuanya, jika keadaan sudah memungkinkan dia dapat pindah di rumahnya sendiri. 9.Perkawinan setelah digauli paksa(Manggogoi) . Jika laki-laki menggauli perempuan secara paksa(manggogoi) ada dua hal yg mungkin terjadi. jika perempuan tidak mengenal pria tersebut dan tidak bersedia dikawinkan maka pria tsb dinamakan pelanggar susila hukumannya ialah hukuman mati. tetapi jika si perempuan bersedia melanjutkan kasusnya ke arah perkawinan yg resmi ,maka prosedurnya sama dgn mangabing boru. 10.Pertunangan anak-anak(Dipaoroho n). Pertunangan anak-anak pd jaman dahulu bukanlah hal yg aneh, hal ini sering dilakukan oleh raja-raja dahulu. beberapa alasan mempertunangkan anak-anak: hubungan persahabatan/ kekeluargaan, seseorang tidak mampu membayar utang kepada pemberi utang, dll. KEPERCAYAAN

Sebelum suku Batak menganut agama isten Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu: Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya. Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula. Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam. SISTEM KEMASYARAKATAN PADA ADAT BATAK Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni Tungku nan Tiga atau dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu , yakni Hula-hula, Dongan Tubu dan Boru ditambah Sihal-sihal. Dalam Bahasa Batak Angkola Dalihan na Tolu terdiri dari Mora, Kahanggi, dan Anak Boru. Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai parhobas atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru. KEBIASAAN DAN SIFAT MENURUT LETAK GEOGRAFISNYA DAN ETNIK SUKU JAWA Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah,Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger. Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan Majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal denganunggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat. Orang Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi ada juga yang menganut agama Protestan dan Katolik. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut agama Budha dan Hindhu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala menjadi kabur. Mayoritas orang Jawa berprofesi sebagai petani, namun di perkotaan mereka mendominasi pegawai negeri sipil, BUMN, anggota DPR/DPRD, pejabat eksekutif, pejabat legislatif, pejabat kementerian dan militer. Orang Jawa adalah etnis paling banyak di dunia artis dan model. Orang Jawa juga banyak yang bekerja di luar negeri, sebagai buruh kasar dan pembantu rumah tangga. sifat orang jawa,Orang Jawa umumnya lembut, akomodatif dan mudah bersahabat dengan siapa pun, tetapi orang non Jawa perlu hati-hati menyikapi dan memandang orang Jawa. Jangan sekali-kali meremehkan atau mengecewakan. Kenapa? Karena orang Jawa punya filosofi tiga nga, ngalah, ngalih

dan ngamuk. Orang Jawa, katanya, suka ngalah untuk tujuan jangka panjang yang menguntungkan. SUKU BATAK Batak merupakan salah satu suku bangsa di indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli, Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah Karo, Pakpak, Toba, Simalungun,mandai, dan Angkola. Sebagian besar orang Batak menganut agama kristen dan sebagian lagi beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim (pengikutnya biasa disebut dengan parmalim) dan juga penganut kepercayaan animisme (disebut Pelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang. Kekerabatan suku batak Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat. ulos memiliki fungsi simbolik untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan orang Batak. ulos menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan adat suku Batak. Mangulosi, adalah salah satu hal yang teramat penting dalam adat Batak. Mangulosi secara harfiah berarti memberikan ulos. Mangulosi bukan sekadar pemberian hadiah biasa, karena ritual ini mengandung arti yang cukup dalam. Mangulosi melambangkan pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan dan kebaikan-kebaikan lainnya. Dalam ritual mangulosi ada beberapa aturan yang harus dipatuhi, antara lain bahwa seseorang hanya boleh mangulosi mereka yang menurut tutur atau silsilah keturunan berada di bawah, misalnya orang tua boleh mengulosi anaknya, tetapi anak tidak boleh mangulosi orang tuanya. Disamping itu, jenis ulos yang diberikan harus sesuai dengan ketentuan adat. Karena setiap ulos memiliki makna tersendiri, kapan digunakan, disampaikan kepada siapa, dan dalam upacara adat yang bagaimana, sehingga fungsinya tidak bisa saling ditukar. Dalam perkembangannya, ulos juga diberikan kepada orang "non Batak". Pemberian ini bisa diartikan sebagai penghormatan dan kasih sayang kepada penerima ulos. Misalnya pemberian ulos kepada Presiden atau Pejabat negara, selalu diiringi oleh doa dan harapan semoga dalam menjalankan tugastugas ia selalu dalam kehangatan dan penuh kasih sayang kepada rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya.

You might also like