You are on page 1of 16

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FISIKO KIMIA PERCOBAAN KONVERSI NON-ABSORBING ANALIT MENJADI ABSORBING DERIVATIVE

KELOMPOK 1 GOLONGAN II

A.A.Sg. Narithi Maharani Vera Carolina Gumi Ni Made Lisna Meilinayanti Ni Putu Wahyu Pradnya Icwari

(0908505038) (0908505039) (0908505040) (0908505042)

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2011

PERCOBAAN KONVERSI NON-ABSORBING ANALIT MENJADI ABSORBING DERIVATIVE I. TUJUAN Adapun tujuan dilakukannya percobaan konversi non-absorbing analit menjadi absorbing derivate adalah untuk dapat menentukan kadar zat bukan kromofor menggunakan metode spektrofotometri visible. II. PRINSIP UMUM Bagian molekul yang mengabsorpsi dalam daerah UV dan daerah sinar tampak dinyatakan sebagai kromofor (Roth dan Blaschke, 1985). Menurut Adam Wiryawan, kromofor adalah suatu gugus fungsi, tidak terhubung dengan gugus lain, yang menampakkan spektrum absorpsi karakteristik pada daerah sinar UV-sinar tampak (>200 nm). Ada 3 jenis kromofor sederhana, yaitu :

Ikatan ganda antara 2 atom yang tidak memiliki pasangan elektron bebas. C=C C=O Ikatan ganda antara 2 atom yang memiliki pasangan elektron bebas Cincin Benzena

Contoh : Contoh :

Jika beberapa kromofor berhubungan maka absorpsi menjadi lebih kuat dan berpindah ke panjang gelombang yang lebih panjang (Wiryawan dkk., 2008). Contoh kromofor tunggal, antara lain : asetilen, aldehid, azo, karbonil, sulfoksida, benzena, etilen, dan lain-lain (Harmita, tt). Dalam suatu molekul dapat dikandung beberapa kromofor. Jika kromofor dipisahkan satu sama lain paling sedikit oleh 2 atom karbon jenuh, maka tidak ada kemungkinan adanya konjugasi antara gugus kromofor (Roth dan Blaschke, 1985). Kromofor merupakan senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap yang terkonjugasi. Suatu ikatan rangkap yang terisolasi seperti dalam etilen mengabsorpsi pada 165 nm, yaitu di luar daerah ukur yang lazim dari spektroskopi elektron. Dua ikatan rangkap terkonjugasi memberikan suatu kromofor seperti dalam butadien akan mengabsorpsi pada 217 nm. Panjang gelombang maksimum absorpsi dan koefisien ekstingsi molar akan bertambah dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap terkonjugasi lainnya. Juga pada

vitamin A-alkohol (retinol) dan -karoten merupakan polien dengan 1 kromofor yang terdiri dari 5 atau 11 ikatan rangkap terkonjugasi (Roth dan Blaschke, 1985). Gugus auksokrom mengandung pasangan elektron bebas yang disebabkan oleh terjadinya mesomeri kromofor. Yang termasuk dalam gugus auksokrom ini adalah substituen seperti OH, -NH2, -NHR dan NR2. Gugus ini akan memperlebar sistem kromofor dan menggeser maksimum absorpsi kearah panjang gelombang yang lebih panjang (Roth dan Blaschke, 1985). Gugus auksokrom tidak menyerap pada panjang gelombang 200-800 nm, namun mempengaruhi spektrum kromofor dimana auksokrom tersebut terikat (Wiryawan dkk., 2008). Pada daerah sinar uv-sinar tampak hanya melibatkan transisi elektron dari ke * dan n ke *, sehingga senyawa yang dapat menunjukkan sifat absortivitasnya pada daerah ini hanya senyawa-senyawa yang memiliki transisi elektron dari ke * dan n ke * saja. Dimana senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa-senyawa yang memiliki ikatan rangkap dengan panjang gelombang () >200 nm atau dengan kata lain senyawa tersebut memiliki gugus kromofor. Suatu zat atau senyawa yang bukan kromofor dapat direaksikan dengan zat lain yang menghasilkan suatu kromofor sehingga dapat dianalisis dengan spektofotometri uv-visibel (Pitri Susanti, 2011). Hanya ada beberapa unsur yang memiliki absortivitas cukup besar untuk dapat ditentukan secara langsung dengan spektrometri molekuler. Sedangkan unsur yang lain dapat dikonversi ke derivative-nya yang memiliki absortivitas jauh lebih tinggi (Wiryawan dkk., 2008). Perubahan keadaan oksidasi, atau pembentukan suatu komplek, dapat merubah unsur analit non-absorbing menjadi derivatif absorbing. Sebagai contoh Mn2+ yang berwarna merah muda (sangat) pucat dapat dioksidasi dengan menggunakan periodat atau persulfat menjadi MnO4- yang dapat ditentukan dengan spektrofotometri sinar tampak. Ion Fe2+ akan membentuk senyawa komplek oranye-merah dengan 1, 10-fenantrolin, sementara Fe3+ dan Co2+ keduanya dapat membentuk senyawa komplek dengan SCN- (Wiryawan dkk., 2008). Reaksi umum : analit non-absorbing + reagen absorbing derivative

Larutan analit (baik standar atau yang belum diketahui) direaksikan dengan reagen yang sesuai. Absorbansi dari absorbing derivative inilah yang diukur absorbansinya, bukan larutan analit asal (Wiryawan dkk., 2008). Metode ini memerlukan tiga persyaratan agar diperoleh hasil yang akurat dan teliti :
a. Reaksi harus kuantitatif (yakni memiliki konstanta keseimbangan yang besar)

sehingga seluruh analit dapat diubah menjadi absorbing derivative, b. Reagen yang digunakan harus tidak menyerap pada panjang gelombang dimana derivative yang dihasilkan menyerap,
c. Absorbing derivative yang dihasilkan harus memenuhi Hukum Beer (Wiryawan

dkk., 2008 III. Labu Ukur 10 ml Gelas Beaker Pipet Tetes Ball filler Botol vial Spektrofotometer Bahan Larutan stok Fe3+ Larutan stok Asam Salisilat Aquadest ALAT DAN BAHAN Alat

1.

2.

3.

4.

5.

6.

1.

2.

3.

IV.

PELAKSANAAN PERCOBAAN :
1. Larutan stok Fe3+

Dibuat larutan stok FeCl3 1x103 ng/mL


2. Larutan Stok Asam Salisilat

Sebanyak 40 mg asam salisilat Dilarutkan dalam aquadest hingga 100 mL. 3. Dibuat 5 larutan kompeks Besi (III) Salisilat dengan berbagai konsentrasi siap ukur Dipipet 1;2;3;4;5 mL larutan stok FeCl3 Dimasukkan kedalam 5 mL larutan salisilat tambahkan aquadest hingga 25 mL.
4.

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kompleks Besi (III)Salisilat Dari 5 variasi kadar larutan stok tersebut diambil 1 larutan stok dengan kadar tertentu untuk menentukan panjang gelombang maksimumnya.

5.

Dibuat kurva kalibrasi dari larutan standar kompleks Besi (III)Salisilat Diukur nilai absorbansi dari kelima larutan kompleks Besi (III)Salisilat dengan konsentrasi yang berbeda pada panjang gelombang maksimumnya Dibuat kurva kalibrasinya dengan persamaan regresi linear y=bx+a, y= nilai absorbansi; x= kadar dari FeCl3

6.

Penentuan kadar FeCl3 pada sampel 1 mL larutan sampel FeCl3 ditambahkan kedalam 5 mL larutan asam salisilat ad 25 mL aquadest

Diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang maksimum

Ditentukan kadar sampel dengan

memasukkan

nilai abasorbansiny pada

persamaan regresi linear kurva kalibrasinya.

V.

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1. Tabel pengamatan Pengukuran Absorbansi Larutan FeCl3 0,12 g/ml untuk

menentukan panjang gelombang maksimum besi (III) salisilat ( nm ) 200 203 206 209 212 215 218 221 224 227 230 233 236 239 242 245 248 251 254 257 260 263 266 269 272 275 278 281 284 287 290 293 296 299 A 1,869 1,967 2,150 2,290 2,241 2,236 2,148 2,145 2,128 2,184 2,193 2,186 2,172 1,993 1,374 0,863 0,622 0,415 0,253 0,184 0,188 0,245 0,324 0,412 0,500 0,609 0,761 0,961 1,206 1,470 1,679 1,798 1,846 1,836 ( nm ) 300 303 306 309 312 315 318 321 324 327 330 333 336 339 342 345 348 351 354 357 360 363 366 369 372 375 378 381 384 387 390 393 396 399 A 1,818 1,725 1,540 1,214 0,862 0,604 0,425 0,295 0,207 0,142 0,088 0,046 0,022 0,008 0,001 -0,003 -0,005 -0,007 -0,008 -0,009 -0, 009 -0, 009 -0, 009 -0, 009 -0, 009 -0,010 -0,010 -0,009 -0,010 -0,010 -0,010 -0,010 -0,009 -0,009

Absorbansi maksimum diberikan pada panjang gelombang 209, sehingga pengukuran absorbansi untuk keempat larutan besi (III) salisilat dilakukan pada panjang gelombang 209 nm.

2. Tabel pengamatan pengukuran absorbansi dari 5 seri larutan Kompleks Besi (III)

Salisilat dan larutan sampel FeCl3 d No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Volume FeCl3 1 ml 2 ml 3 ml 4 ml 5 ml Sampel Absorbansi 2,290 2,301 2,324 2,334 2,344 2,328

3. Pembuatan Larutan FeCl3 103 ng/ml

Larutan yang tersedia di laboratorium FeCl3 0,3 10-3 M Dibuat 25 ml larutan FeCl3 1 103 ng/ml Diketahui : M1 M2 BM V2 Ditanyakan : V1 Jawab : M1 = = = V1 M1 = 0,3 10-3 M 0,3 10-3 mol/L 162,2 g/mol 48,66 10-3 mg/ml V2 M2 25 ml 1 10-3 mg/ml = ? = = = = 0,3 10-3 M 1 103 ng/ml = 1 10-3 mg/ml 162,2 g/mol 25 ml

V1 48,66 10-3 mg/ml =

V1

= = 0,5 ml FeCl3 0,3 10-3 M adalah 0,5 ml

Jadi, volume yang dipipet dari larutan

4.

Menentukan konsentrasi besi (III) salisilat dari larutan standar Larutan FeCl3 direaksikan dengan asam salisilat akan membentuk komplek Besi (III) salisilat. Konsentrasi FeCl3 = Konsentrasi Besi (III) Salisilat.
a. Konsentrasi Besi (III) Salisilat pada pemipetan 1 ml FeCl3 1 103 ng/ml dalam 25 ml

larutan Diketahui V2 V1 M1 Ditanya M2 Jawab : = = = : = ? : V1 M1 1 ml 1 103 ng/ml M2 = = = = = ml larutan adalah 0,04 g/ml.
b. Konsentrasi Besi (III) Salisilat pada pemipetan 2 ml FeCl3 1 103 ng/ml

25 ml 1 ml 1 103 ng/ml

V2 M2 25 ml M2

0,04 103 ng/ml 0,04 g/ml

Jadi, konsentrasi Besi (III) Salisilat pada pemipetan 1 ml FeCl3 1 103 ng/ml dalam 25

Diketahui V2 V1 M1 Ditanya M2 Jawab

: = = = : = ? : V1 M1 = = = V2 M2 25 ml M2 25 ml 2 ml 1 103 ng/ml

2 ml 1 103 ng/ml M2

= = ml larutan adalah 0,08 g/ml.

0,08 103 ng/ml 0,08 g/ml

Jadi, konsentrasi Besi (III) Salisilat pada pemipetan 2 ml FeCl3 1 103 ng/ml dalam 25

c. Konsentrasi Besi (III) Salisilat pada pemipetan 3 ml FeCl3 1 103 ng/ml

Diketahui V2 V1 M1 Ditanya M2 Jawab

: = = = : = ? : V1 M1 = = = = = 0,12 103 ng/ml 0,12 g/ml V2 M2 25 ml M2 25 ml 3 ml 1 103 ng/ml

3 ml 1 103 ng/ml M2

Jadi, konsentrasi Besi (III) Salisilat pada pemipetan 3 ml FeCl3 1 103 ng/ml dalam 25 ml larutan adalah 0,12 g/ml.
d. Konsentrasi Besi (III) Salisilat pada pemipetan 4 ml FeCl3 1 103 ng/ml

Diketahui V2 V1 M1 Ditanya M2 Jawab

: = = = : = ? : V1 M1 = = = V2 M2 25 ml M2 25 ml 4 ml 1 103 ng/ml

4 ml 1 103 ng/ml M2

= = ml larutan adalah 0,16 g/ml.

0,16 103 ng/ml 0,16 g/ml

Jadi, konsentrasi Besi (III) Salisilat pada pemipetan 4 ml FeCl3 1 103 ng/ml dalam 25

e. Konsentrasi Besi (III) Salisilat pada pemipetan 5 ml FeCl3 1 103 ng/ml

Diketahui V2 V1 M1 Ditanya M2 Jawab

: = = = : = ? : V1 M1 = = = = = 0,2 103 ng/ml 0,2 g/ml V2 M2 25 ml M2 25 ml 5 ml 1 103 ng/ml

5 ml 1 103 ng/ml M2

Jadi, konsentrasi Besi (III) Salisilat pada pemipetan 5 ml FeCl3 1 103 ng/ml dalam 25 ml larutan adalah 0,2 g/ml.
5.

Menentukan Persamaan Regresi Linier

Persamaan regresi linier antara konsentrasi dan Absorbansi.

Jika konsentrasi (C) adalah x dan Absorbansi adalah y maka diperoleh persamaan regresi linier larutan FeCl3 adalah y = 0,3525x + 2,2763 dengan R = 0,9749 6. Perhitungan Kadar Sampel Dik : Absorbansi sampel = 2,328 persamaan regresi linier larutan FeCl3 : y = 0,3525x + 2,2763 R = 0,9749 Dit : Konsentrasi sampel = .....? y 0,0517 x= = = 0,3525x + 2,2763 0,3525x 2,328= 0,3525x + 2,2763 0,146

Jadi Kadar FeCl3 dalam sampel adalah sebesar 0,146 g/ml.

VI.

PEMBAHASAN Pada praktikum ini dilakukan percobaan konversi non-absorbing analit menjadi absorbing derivative. Konversi ini bertujuan untuk menentukan kadar zat bukan reagen yang digunakan untuk kromofor menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis . Sampel yang digunakan sebagai zat bukan kromofor adalah FeCl3 dan menghasilkan kromofor adalah asam salisilat. Di laboratorium telah tersedia larutan stok FeCl3 0,3 10-3 M , kemudian dibuat larutan stok FeCl3 1 103 ng/ml yang selanjutnya direaksikan dengan larutan asam salisilat (40 mg asam salisilat dalam aquadest hingga 100 ml). Dengan adanya asam salisilat yang bereaksi dengan FeCl3, maka dapat ditentukan kadar FeCl3 dengan menggunakan metode spektofotometri Uv-Vis. Untuk dapat dideteksi menggunakan spektrofotometer UV-vis suatu senyawa perlu direaksikan dengan zat lain yang dapat menghasilkan suatu kromofor, yaitu gugus-gugus atau atom-atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak, penyerapan tersebut dapat terjadi karena adanya transisi * dan n *. Transisi ini sesuai dengan panjang gelombang antara 200-700 nm, sehingga dengan panjang gelombang ini dapat diaplikasikan pada spektrofotometer uv-vis. Pembentukan senyawa kompleks hasil reaksi antara zat yang bukan kromofor dengan zat lain yang bisa menghasilkan kromofor dapat merubah analit non-absorbing menjadi derivatif absorbing ( Wiryawan , 2008 ). Analit non-absorbing + Reagen Absorbing derivative

Adapun reaksi larutan FeCl3 yang berwarna kuning direaksikan dengan asam salisilat akan membentuk senyawa kompleks Besi (III) salisilat yang berwarna ungu atau violet. Reaksi yang terjadi yaitu :

FeCl3

+ 3

+ 3HCl

Dari reaksi di atas senyawa kompleks Besi (III) Salisilat merupakan absorbing derivatif yang berperan sebagai kromofor. Dalam percobaan yang dilakukan setelah larutan FeCl3 dengan asam salisilat menghasilkan warna bening kekuningan.

Dibuat seri larutan dengan berbagai konsentrasi untuk membuat kurva kalibrasi. Volume larutan FeCl3 1 103 ng/ml yang dipipet 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml. Sedangkan volume asam salisilat yang dibutuhkan berlebih yaitu 5 ml sebab diperlukan jumlah asam salisilat 3 kali lebih banyak dari jumlah FeCl3 sehingga semua ion Fe3+ pada larutan dapat membentuk kompleks Besi (III) Salisilat. Setelah pencampuran ini, larutan didiamkan selama 30 menit, agar reaksi yang terjadi lebih sempurna dengan terbentuknya kompleks Besi (III) Salisilat. Selanjutnya dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum kompleks Besi (III) Salisilat. Dipilih salah satu larutan dari seri larutan yang telah dibuat, yaitu larutan dengan penambahan volume FeCl3 sebanyak 3 ml yang konsentrasinya 0,12 g/ml. Ditentukan panjang gelombang maksimum dari seri larutan tersebut dengan rentang panjang gelombang 200-600 nm. Menurut pustaka, panjang gelombang maksimum kompleks besi (III) salisilat berada pada rentang 570 585 nm (Fessenden dan Fessenden, 1986). Namun rentang panjang gelombang yang digunakan hanya pada 200-400 nm karena spektrum yang ditunjukkan pada alat spektrofotometer sudah menurun, sehingga pengukuran dengan rentang panjang gelombang 400-600 nm tidak dilakukan. Dari proses pengukuran absorbansi, didapatkan hasil bahwa penentuan panjang gelombang maksimum berdasarkan nilai absorbansi terbesar yang dihasilkan, yakni pada absorbansi 2,290 dengan maksimum 209 nm. Perbedaan panjang gelombang maksimum yang didapatkan berbeda dengan pustaka mungkin disebabkan kesalahan yang terjadi mungkin disebabkan oleh beberapa hal. Dilihat dari warna larutan yang dihasilkan antara FeCl 3 dengan asam salisilat tidak memberikan warna ungu, melainkan berwarna bening kekuningan. Hal ini mungkin disebabkan karena asam salisilat yang digunakan kurang murni dan konsentrasi FeCl3 yang terlalu rendah sehingga tidak bereaksi sempurna dengan asam salisilat dan tidak menghasilkan warna ungu karena ketidakmurnian dari asam salisilat. Selain itu, juga dikarenakan adanya interaksi ruang antara sisipan isomer orto pada asam salisilat yang secara efektif menurunkan hiperkonjugasi. Sisipan yang besar pada letak orto dari molekul yang ada pada asam salisilat akan menyebabkan suatu geseran hipsokromik (pergeseran kepanjang gelombang yang lebih pendek) di dalam pita E2 selain itu penyimpangan yang terjadi mungkin disebabkan oleh penggantian pita E dari gugus ganti auksokromik pada benzene sehingga menyebabkan kekeliruan dalam menafsirkan spektra ultra ungu.

Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi larutan I, II, IV, V, dan larutan sampel pada panjang gelombang maksimum yaiu, 209 nm dan didapatkan absorbansi pada larutan II sebesar 2,301; pada larutan III sebesar 2,324; pada larutan IV sebesar 2,334; pada larutan V sebesar 2,344; dan pada larutan sampel sebesar 2,328. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum karena pada panjang gelombang maksimum akan diperoleh kepekaan yang maksimal sehingga perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Selain itu, karena disekitar panjang gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut Hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. Dan juga karena pada gelombang akan kecil jika dilakukan pengukuran ulang. Dari lima nilai absorbansi yang didapatkan dari larutan FeCl3. Kemudian dibuat kurva kalibrasinya dengan persamaan persamaan regresi linear yaitu y = bx + a dimana y adalah nilai absorbansi dan x adalah kadar dari FeCl3. Kurva kalibrasi yang telah dibuat sesuai gambar di bawah ini: penggunaan panjang gelombang maksimum maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang

Dari kurva kalibrasi, dibuat persamaan garisnya dengan menggunakan regresi linier. Dari hasil perhitungan didapatkan persamaan regresi sebagai berikut: y = 0,3525x + 2,2763 r = 0,9749 Perhitungan ini didapat dari perhitungan manual regresi linier dengan menggunakan kalkulator merek Casio. Nilai r2 didapatkan sebesar 0,9749 yang berarti hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi bersifat linier. Kadar dari sampel larutan FeCl3 ditentukan

dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar FeCl3 adalah 0,146 g/ml VII. KESIMPULAN Sampel FeCl3 (zat bukan kromofor) yang direaksikan dengan zat penghasil kromofor yaitu asam salisilat hingga membentuk kompleks Besi (III) salisilat, diperoleh kadarnya sebesar 0,146 g/ml.

DAFTAR PUSTAKA

Harmita. tt. Analisis Fisiko Kimia Spektroskopi. Opened at Availabel from : 21th March 2011 : http://repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/3204.pdf.

Roth, H.J. dan G. Blaschke. 1988. Analisis Farmasis. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Susanti, Pitri dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana. Jimbaran. Wiryawan, A., R. Retnowati, dan A. Sabarudin. 2008. Kimia Analitik Untuk SMK. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional

You might also like